Friday, 5 October 2018

Berguru Pada SOKRATES

Kanisius Teobaldus Deki



Sekilas Filsafat Pra Sokrates


Tema Filsafat
           
F
ilsuf-filsuf pertama sekitar tahun 600-450 SM, menaruh perhatian pada pencarian prinsip pemersatu dari seluruh alam raya ini.[1] Pertama-tama mereka melihat seluruh kenyataan sebagai physis (alam) dan kosmos (semesta yang teratur). Persoalan filosofis pertama adalah persoalan kosmologis. Mereka mengemukakan pertanyaan tentang usul asal alam semesta, tahap-tahap pembentukannya dan kekuatan-kekuatan asali yang bergiat di dalamnya.[2] Para filsuf itu bisa dikelompokkan dalam lima mazhab yakni mazhab naturalis, Pythagoras, Elea, Pluralis dan Atomis. Persoalan yang menjadi inti pembahasan mereka adalah soal asas yang paling hakiki dari realitas. Para filsuf pertama melihat alam sebagai obyek penelitiannya. Mereka memandang keanekaragaman dalam alam semesta lalu berpikir dan bertanya, “Tidakkah di balik keanekaragaman itu hanya ada satu asas?”[3]

Aliran Filsafat Dan Tokoh - Tokohnya[4]
           
P
andangan tentang alam semesta sebagai asas pertama sangat beragam dan mengalami perubahan dari satu filsuf  ke filsuf yang lain. Filsuf pertama, Thales, mengatakan bahwa asas pertama alam semesta adalah air. Selanjutnya Anaximandros mengatakan bahwa prinsip dan elemen dari segala sesuatu adalah to apeiron ( yang tak terbatas). Dialah yang pertama memperkenalkan term  arche (prinsip). Dia menandaskan bahwa prinsip itu bukan air atau hal-hal lain yang disebut elemen-elemen, melainkan physis ( kodrat) tak terbatas yang lain. Berbeda dengan Thales dan Anaximandros, Anaximenes tidak mengakui kedua prinsip sebelumnya. Ia menegaskan bahwa udara merupakan substansi utama dan sumber dari segala sesuatu yang ada.
           
Heraklitus dengan pendasarannya tentang pantharhei (segala sesuatu berubah, segala sesuatu mengalir) menyimpulkan bahwa hakekat segala sesuatu adalah “menjadi”. Ia juga menegaskan bahwa esensi dari segala sesuatu adalah api. Baginya setiap gerakan perubahan mengandung gerakan api yang terdiri dari gerakan naik dan gerakan turun. Kosmos dengan segala isinya terjadi berdasarkan kebijaksanaan kedua jalan api itu.
           
M
enurut mazhab Pythagoras, bilangan merupakan prinsip pertama dari segala sesuatu. Mereka melihat bahwa atribut-atribut dan perbandingan antara skala-skala musik diekspresikan dengan bilangan-bilangan dan semua yang lain tampak dalam seluruh kodratnya diikuti oleh angka-angka. Dalam hal ini bilangan kelihatannya menjadi unsur pertama dari seluruh kodrat dasar itu dan seluruh jagat raya menjadi suatu skala musik dan bilangan.[5]
           
Dari mazhab Elea, Xenophanes mengatakan bahwa hanya ada satu yang ilahi. Yang satu itu bersifat unik dan itu adalah Allah.[6] Yang Satu adalah semua dan semua adalah Yang Satu. Bertentangan dengan Heraklitus, Parmenides justru melihat bahwa tak ada perubahan. Perubahan merupakan suatu ilusi. Menurut Parmenides, Yang Satu itu ada dan tidak dapat tidak ada. Yang Ada tidak dapat hancur, ia bersifat kekal dan tak berubah.
           
M
azhab Pluralis diwakili oleh Empedokles dan Anaxagoras. Empedokles mengatakan bahwa ada empat unsur dasar sebagai penyusun realitas seluruhnya yakni, air, udara, api dan tanah. Alasan Empedokles adalah karena anasir-anasir itu merupakan kualitas yang tidak berubah. Selanjutnya Anaxagoras adalah filsuf pertama yang berkarya di Athena. Menurut dia realitas seluruhnya terdiri dari banyak benih yang tak terhingga. Dengan demikian ia menolak monisme Parmenides dan jumlah anasir yang terbatas pada Empedokles. Dunia dan semua obyek yang kelihatan tersusun rapih dan memiliki struktur yang bagus menuntut suatu being yang memiliki pengetahuan dan kuasa. Akal atau nous adalah prinsip yang menyiapkan materi-materi dengan tata susunannya. Nous bersifat tak terbatas, memerintah diri sendiri di dalam dirinya sendiri dan dia ada di mana-mana.
           
L
eokipos dan Demokritos dari mazhab Atomis menegaskan bahwa kelahiran terjadi karena penyatuan dan kehancuran karena pemisahan dari semua hal yang ada. Kenyataan terdiri dari banyak unsur, yang jumlahnya tidak terbatas dan tak kelihatan karena terlalu kecil. Unsur-unsur itu tidak dapat dibagi-bagi lagi dan disebut atom (a tomos). Atom-atom ini merupakan bentuk asali, berbeda satu dengan yang lain berdasarkan rupa, urutan dan posisi.


[1] Anthony Harrison-Barbet, Mastering Philosophy (London: Macmillan Education, 1990), p. 9.
[2] Frans Ceunfin, “Sejarah Filsafat Barat Kuno”, Manuskrip (STFK Ledalero, 1994), p. 8.
[3] Jan Hendrik Rapar, Pengantar Filsafat (Yogyakarta: Kanisius, 1997), p. 22.
[4] Martin J. Wals, A History of Philosophy (London: Geoffrei Chapman,1985), pp. 3-15.
[5] Frederick Copleston, A History of Philosophy 1 (New York: Image Book, 1960), p. 33.
[6] Menurut Aristoteles, Allah bagi Xenophanes sama saja dengan dunia. Anggapan Aristoteles ini masih diragukan kebenarannya. Tetapi maksud Xenophanes tidak sama dengan apa yang dimaksudkan oleh orang Kristen dan Islam jika mereka mengatakan “Allah Yang Esa”. Yang ilahi bersifat abadi, tiada awalnya, esa dan universal. Bdk. Longinus Mare, “Sejarah Filsafat Barat Kuno”, Manuskrip (STFK Ledalero, 2000), p. 51.



No comments:

Post a Comment