Wednesday, 17 October 2018

Pengaruh Sokrates Dalam Dunia Filsafat

Kanisius Teobaldus Deki



Dari penjelasan sejak awal pada bagian ini dapat disimpulkan bahwa Sokrates telah memberikan sumbangan yang sangat berarti bagi perkembangan filsafat. Pertama-tama Sokrates mengalihkan obyek penelitian filsafat dari kosmologi kepada manusia. Kaum Sofis dan Sokrates menandai suatu masa baru dalam sejarah filsafat Yunani yakni era humanis. Refleksi filsafat tidak hanya diarahkan kepada alam dunia tetapi juga mencari jawaban atas misteri manusia itu sendiri. Menurut P.A. van der Weij, kaum Sofis juga merenungkan tentang manusia, “tetapi mereka tidak sungguh-sungguh memperdalam kemanusiaan sejati. Tidak ada orang yang menyadari hal itu lebih baik daripada Sokrates”.[1]
           
Dalam pencarian filosofisnya, Sokrates  menemukan bahwa hidup manusia memiliki makna. Manusia juga memiliki tujuan hidup yakni kesempurnaan jiwa. Apa yang disebut sebagai kebahagiaan oleh Sokrates terwujud bila manusia semakin menyempurnakan jiwanya. Untuk mencapai kesempurnaan jiwanya manusia mesti menjalankan apa yang menjadi tuntutan kodratnya. Dengan ini, Sokrateslah yang mendorong manusia untuk menyelidiki manusia dalam keseluruhannya: ia mulai menghargai nilai unsur-unsur pada manusia yang kelihatannya bertentangan: rohani dan jasmaninya.[2]
           
Sokrates telah memulai sejarah baru bagi perkembangan filsafat. Filsafat pasca Sokrates mendasarkan refleksi filosofisnya pada manusia. Pencarian filosofis Plato, Aristoteles, Plotinus, Agustinus, Mazhab Stoa, Marcus Aurelius, Epikuros, Boethius, Spinoza, Jean-Jacques Rosseau, Kant, Fichte, Hegel, Kierkegaard, Jaspers, Sartre, Albert Camus, Gabriel Marcel dan semua filsuf lainnya berpijak dan mendasarkan dirinya pada apa yang telah dimulai oleh Sokrates. Tema kemanusiaan dalam filsafat tak pernah kehilangan daya tariknya. Manusia merupakan sebuah tema yang tetap aktual. Walaupun pengetahuan terus menerus dikaji, manusia tetaplah misteri yang tak tersibak secara gamblang dan tuntas. Namun, Sokrates telah membantu manusia dari generasi ke generasi dengan memberikan pemikiran baru dalam dunia filsafat, terutama partisipasi manusia sebagai subyek sekaligus obyek penelitian filsafat. Kees Bertens menyatakan ketakjubannya terhadap Sokrates dengan berkata, “Dalam sejarah umat manusia, Sokrates merupakan contoh istimewa selaku filsuf yang jujur dan berani”.[3]

Melalui artikel-artikel ini, kita telah melihat hidup dan Pemikiran Sokrates. Pertama-tama kita disodorkan penulis tentang sekilas perkembangan filsafat pra Sokrates. Mereka pada umumnya adalah para filsuf yang mencari prinsip pemersatu dari seluruh jagat raya ini. Bagi mereka persoalan filosofis adalah persoalan kosmologis. Pemikiran ini diwakili oleh  Thales, Anaximandros, Anaximenes, Heraklitus, mazhab Phytagoras, mazhab Pluralis, mazhab Atomis.
           
Sebagai reaksi atas pemikiran  mereka lahir para Sofis. Pada para Sofis refleksi filsafat memiliki gerak maju yang sangat berarti. Pada masa ini humanisme mulai muncul. Secara keseluruhan kaum Sofis telah melakukan suatu revolusi spiritual yang radikal dengan mengalihkan obyek sentral refleksi filsafat dari kosmos kepada manusia. Maka sangat tepat kalau dikatakan bahwa dengan kaum sofis periode humanistis dimulai. Tokoh-tokohnya adalah Protagoras, Georgias, Kritias dan Prodikos.
           
Sokrates lahir sebagai mahkota dari pemikiran humanisme. Pada dasarnya pemikiran Sokrates tidak jauh berbeda dengan kaum Sofis. Namun Sokrates tidak menyetujui relativisme kaum Sofis. Sokrates lebih jauh menelaah tentang manusia dalam filsafatnya. Pertanyaan utama Sokrates: siapa itu manusia? Apa hakikat atau tujuan akhir manusia? Melalui metode dialektika Sokrates membimbing mitra bicaranya untuk mengenal diri. Karena pengajarannya dia dituduh tidak percaya kepada dewa-dewa dan meracuni kaum muda maka ia dihukum mati. Namun Sokrates telah mewariskan kepada kita pemikiran tentang definisi universal dan argumentasi induktif melalui proses ironik dan maieutike.



[1] P.A. van der Weij,  Filsuf-Filsuf Besar Tentang Manusia, diterjemahkan oleh Kees Bertens (Yogyakarta: Kanisius, 2000), p. 26.
[2] I. R. Poedjawitjana, Pembimbing Kearah Alam Filsafat (Jakarta: Bina Aksara, 1983), p. 31.
[3] Kees Bertens, Loc. Cit.

No comments:

Post a Comment