Sunday 31 January 2021

Temuan Dokumen Baru (Menguak Teka-Teki Tanah Sengketa Labuan Bajo- Sisi Tilik Dokumen Tanah- Bagian ke-6)

 


Foto Tanah Sengketa (sumber:floresa.co)

Temuan Dokumen Baru

D

alam perjalanan waktu, ketika ada begitu banyak yang membaca ulasan-ulasan saya edisi 1-5, mereka memberikan berbagai dokumen baru berkaitan dengan tanah yang disengketakan saat ini. Dokumen-dokumen itu membenarkan bahwa “ada teka-teki” dalam banyak aspek terkait tanah Toroh Lemma Batu Kallo.

Di penghujung tahun 2015, muncul Surat dari BPN Labuan Bajo bertanggal 21 Desember 2015. Surat itu berisi tentang undangan Sidang Panitia “A” Permohonan Hak Atas Tanah atas nama Dai Kayus. Surat ditujukan kepada Lurah Labuan Bajo, Anggota Panitia “A”, Muhamad Naser, Abdul Gani, Umar Ali, Maling Pembalas masing-masing sebagai Ahli Waris, Ente Puasa dan Muhamad Syair selaku saksi. Diundang juga H. Umar Ishaka dan Ramang N. Ishaka selaku Fungsionaris Adat, termasuk Dayus Kayus selaku pemohon. Dalam dokumen surat itu masih ditambahkan juga nama-nama yang diundang antara lain: Fatimah Badosalam, Muhamad Ali, Baharudin Kamis, Masan Basri, Samsul Bahri dan Sarul Rol. Total yang diundang adalah 17 orang.

Adapun Panitia “A” masuk dalam dokumen Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2007. Dalam pasal 1 dijelaskan bahwa Panitia Pemeriksaan Tanah A yang selanjutnya disebut Panitia “A” adalah panitia yang bertugas melaksanakan pemeriksaan, penelitian dan pengkajian data fisik maupun data yuridis baik di lapangan maupun di kantor dalam rangka penyelesaian permohonan pemberian hak milik, hak guna bangunan, hak pakai atas tanah Negara, hak pengelolaan dan permohonan pengakuan ha katas tanah.

Oleh Kejati NTT, Dai Kayus juga menjadi salah satu tersangka dan sudah ditahan. Apa yang menarik dari kasus Dai Kayus ada dalam tiga aspek ini. Pertama, alas hak kepemilikan tanah dari Dai Kayus dibenarkan oleh Funsionaris Adat Kedaluan Nggorang yang diwakili oleh H. Umar Ishaka dan Ramang N. Ishaka. Setelah kepemilikannya menjadi jelas, termasuk juga akta notaris dengan status kepemilikan yang tetap maka Day Kayus melakukan pensertifikatan hingga sertifikatnya keluar. Sertfikat keluar dari BPN dan dengan demikian menjadi final bahwa tanah itu miliknya.

Kedua, Kejati telah menangkap Dai Kayus serta kepala BPN dengan tuduhan karena mengambil tanah Negara sehingga menyebabkan kerugian Negara 3 triliun (belakangan nilai kerugian diturunkan Kejati menjadi 1,3 triliun). Juga Notaris yang melakukan proses akta tanah, Theresia Koro Demu ditahan. Sedangkan H. Umar Ishaka dan Ramang N. Ishaka, sebagai pihak yang memberikan keterangan mengenai alas hak atas tanah, belum ditangkap dan dijadikan tersangka. Peran mereka sangatlah penting. Sebagai Fungsionaris Adat, mereka bukan saja memiliki pengetahuan tentang tanah tetapi juga kuasa atasnya. Karena itu, jika mereka menyatakan bahwa tanah itu bebas dan merestui untuk pembuatan sertifikat, bukankah mereka juga bagian yang harus bertanggungjawab? Jika temuan Kejati tidak sealur dengan fakta ini, apa alasannya? Ataukah Kejati tebang pilih? Hal itu diperjelas pada point ketiga.

Ketiga, ada begitu banyak nama lain yang yang ada dalam dokumen Undangan BPN terkait Sidang Panitia “A” Permohonan Hak Atas Tanah Dai Kayus sebagaimana sudah dijelaskan di atas, ada 4 orang ahli waris dan 2 orang saksi, mengapa mereka juga tidak masuk sebagai tersangka? Kedudukan mereka sebagai ahli waris dan saksi atas tanah sangatlah penting. Saksi atas tanah, misalnya saksi batas, menjadi pemilik lahan di lokasi yang sama. Artinya, dua orang yang menjadi saksi juga memiliki lahan di daerah sengketa itu. Demikian halnya dengan para ahli waris, adalah pihak yang menerima tanah warisan dari orangtuanya.

Membaca Sikap Fungsionaris Adat

Setelah Kraeng Dalu Haji Ishaka meninggal, ada 3 orang yang menjadi penerus Fungsionaris Adat Nggorang: Haji Umar H. Ishaka, Haji Ramang H. Ishaka dan Muhamad Syair. Kegaduhan persoalan tanah di Labuan Bajo menggugah mereka untuk mengelurkan satu dokumen tertulis. Dokumen itu diberi judul: Surat Pernyataan Tentang Kedaulutan Fungsionaris Adat Nggorang Atas Tanah Adat Ulayat Nggorang di Wilayah Kelurahan Labuan Bajo, Kecamatan Komodo Kabupaten Manggarai Barat.

Ada 4 point penting dinyatakan dalam surat itu. Dalam point 1 disebutkan ha katas tanah sekitar 3.000ha yang telah diserahkan kepada banyak pihak termasuk di dalamnya pemerintah daerah. Point 2 menegaskan bahwa sejak otoritas Fungsionaris Adat menyerahkan tanah kepada para pihak, Fungsionaris Adat tidak lagi memiliki kewenangan atas tanah-tanah itu. Point 3 menyatakan bahwa setiap pihak yang telah memeroleh tanah tersebut dengan tata cara budaya Manggarai “kapu manuk-lele tuak” telah sah menjadi pemilik. Point 4 menyatakan bahwa siapa saja yang ingin memanfaatkan tanah tersebut langsung berurusan dengan pemiliknya.

Dokumen itu ditandatangani oleh Fungsionaris Adat atas nama Haji Umar H. Ishaka, Haji Ramang H. Ishaka dan Muhammad Syair. Pihak yang juga menandatangani dokumen itu selaku saksi antara lain: Haji Muhammad Syahip, Antonius Hantam, Haji Muhammad Abubakar Djudje, Abubakar Sidik, Theo Urus, Muhammad Sidik, Fransiskus Ndejeng, Muhammad H. Ishaka Bakar.

Jika membaca dokumen ini, sangatlah jelas bahwa Fungsionaris Adat sudah menyediakan ruang yang jelas bagi pemilik untuk melakukan apa saja atas tanah di maksud. Dokumen itu dikeluarkan pada 1 Maret 2013 di Labuan Bajo.

Jika memang demikian alur kebijakan Fungsionaris Adat, maka wajarlah kalau kemudian penerus Kraeng Dalu Haji Ishaka dalam diri anak-anaknya, memberikan keterangan alas hak atas tanah di Toroh Lemma Batu Kallo kepada Dai Kayus untuk disertifikat (bdk. Dokumen Surat bertanggal 21 Desember 2015). Demikian halnya sikap BPN, tanpa keraguan memanggil Fungsionaris Adat Nggorang dalam diri H. Umar Ishaka dan Ramang N. Ishaka. Simpulannya jelas, tanah ini bukanlah milik Pemda Manggarai (kemudian Manggarai Barat).

Dengan diterbitkannya sertifikat tanah atas nama Dai Kayus di Toroh Lemma Batu Kallo bukan hanya  membatalkan hak kepemilikan tanah itu atas nama Pemda Manggarai tetapi juga tidak mengakui fakta itu. Dengan kata lain, proses pengurusan yang belum final oleh Pemda Manggarai menjadi fakta tak terbantahkan bahwa tanah itu tidak bisa dikata sebagai milik Pemda Manggarai.

Sikap Kejati NTT Belum Profesional?

Kejanggalan-kejanggalan ini melahirkan pertanyaan: Apakah Kejati NTT sudah sungguh mempertimbangkan dokumen dan fakta lapangan terkait kasus ini?  Ada 2 hal yang patut disampaikan.

Pertama, aksi para Notaris dan PPAT se-NTT yang menolak anggota mereka Theresia Koro Demu dengan pemogokan kerja selama 3 hari (20-22 Januari 2021). Dalam penyampaian Ketua IPPAT NTT, Emmanuel Mali sangat menyayangkan Kejati NTT yang menahan rekan mereka sebab tugas notaris adalah membuat akta dan tidak masuk dalam isi yang menjadi janji para pihak. Jika kedua belah pihak, baik penjual maupun pembeli sudah menunjukkan sertifikat tanah maka akta dapat diterbitkan.

Penahanan Theresia Koro Demu oleh Kejati NTT, dalam pandangan IPPAT NTT, sangatlah tidak lazim dan bertentangan dengan profesi Notaris yang juga dilindungi undang-undang.

Kedua, sikap Kejati tebang pilih terhadap tersangka kasus lain di NTT sungguh berbeda dengan kasus tanah yang diklaim milik Pemda di Labuan Bajo. Koordinator TPID NTT, Meridian Dewanta menjelaskan bahwa dalam kasus Bank NTT Cabang Surabaya, di mana Negara dirugikan Rp.127 miliar, kredit macet itu juga melibatkan 2 notaris: Erwin Kurniawan dan Maria Baroroh. Dalam kenyataannya, dua notaris itu tidak ditahan. Oleh karena itu, Meridian meminta agar Kejaksaan Agung RI menindaktegas Kejati NTT (kastra.co, edisi 30 Januari 2021).

Jika masyarakat yang peduli akan kasus ini bertanya, apakah Kejati dalam melaksanakan tugasnya belum professional? Pertanyaan ini lahir dari kontradiksi-kotradiksi yang sudah dijelaskan pada bagian terdahulu tulisan ini.

Faktanya, Pemda Manggarai tidak memegang dokumen final atas tanah. Jika karena itu ada pihak yang mengklaim tanah itu dan menjualnya, maka semua pihak yang masih hidup dari Pemda Manggarai harusnya jadi tersangka. Demikian juga pihak-pihak lain yang dinyatakan dalam ulasan ke-6 ini. Sedangkan Pemda Manggarai Barat yang sudah berusaha melakukan pelbagai langkah mendapatkan kembali tanah itu, hendaklah dibebaskan. Juga orang-orang lain yang terbukti tidak bersalah.*** (bersambung).

Thursday 28 January 2021

Dilige et quod vis fac! In Memoriam Kanisius Barung

 

 


M

ula pertama bertemu Pak Kanisius Barung sekitar tahun 1991. Kala itu saya masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama. Guru Bahasa Indonesia kami, tamatan Universitas Sanata Dharma Jogjakarta, Dra. Editha Saka, merujukkan salah satu sumber pustakanya pada buku yang ditulis Pak Kanisius cum suis (dengan teman-temannya), diterbitkan oleh PT. Gramedia tahun 1990. Saya suka melihat para penulis buku. Itu bagian yang tak mungkin absen dari pandangan saya saat membaca sebuah buku. Ada adagium mengatakan, penulis kerap mencerminkan isi. Lalu muncul kebanggaan karena ternyata buku ini, salah satu penulisnya orang Manggarai.

Hingga tahun itu, nama penulis sohor yang tak mungkin dilupakan dalam pewacanaan Bahasa Indonesia adalah Dr. Gorys Keraf dengan puluhan buku dan artikel karyanya, termasuk yang paling banyak dibaca adalah buku Komposisi terbitan Nusa Indah. Munculnya nama Kanisius Barung setidaknya memiliki sebuah keterwakilan perasaan bahwa ada juga orang Manggarai yang berkarya dalam bidang bahasa.

Pertemuan tak terduga terjadi saat saya menjadi pengajar STKIP Santu Paulus tahun 2005. Sejak tahun 2003 kampus itu mengalami kesulitan yang teramat pelik, berhubung ada masalah internal yang berpuncak pada demonstrasi dan pengunduran diri dosen dan regenerasi yayasan. Persoalan antara sekolah dan yayasan, selama dua tahun, meluluhlantakkan banyak hal. Pergunjingan, perseteruan terbuka menjadi konflik yang berujung pada kekacauan, termasuk kebalauan akademik. Saya masuk pada saat ketegangan itu memuncak dan mencapai titik kulminasinya. Lalu ada itikad baik semua pihak untuk berdamai.

Meski sudah berdamai, serpihan-serpihan konflik masih terasa. Upaya untuk menyusun kembali kekuatan di segala aspek kampus menjadi sine qua non (syarat mutlak) untuk meneruskan denyut nafas akademik yang pada masa-masa sebelumnya berjalan abnormal. Saya dipercayakan untuk membangun Jurnal Ilmiah Missio. Jurnal ini sebelumnya ditangani oleh Pak Kanisius Barung. Di tangannya, ia bersama tim kerja, sempat menerbitkan satu edisi. Edisi ini kemudian menjadi cikal-bakal terbitan berkala kampus. Saya bersama teman-teman melanjutkan karya besar ini dengan beberapa modifikasi.

Jadilah jurnal ilmiah ini menjadi salah satu ikon penting kampus, khususnya untuk memublikasi kajian dosen kampus itu. Selain untuk pengembangan diri dosen, kehadiran jurnal ini menolong kampus dalam proses akreditasi mutu, baik Program Studi (Prodi) maupun Sekolah Tinggi. Di tangan saya, hingga masa jabatan berakhir, berhasil memublikasi 6 volume (12 edisi). Khusus untuk Prodi Teologi waktu itu meraih akreditasi A, grade paling bergengsi dengan rekor berturut-turut di Kopertis Wilayah VIII (Bali, NTB dan NTT).

Karya Akademik yang Berkelanjutan

Fokus Pak Kanisius dalam bidang bahasa memang sebuah pilihan profesi yang tak banyak dilakukan oleh orang lain. Kecintaan terhadap bahasa dan sastra melebur dirinya untuk terus berkutat dengan kegiatan-kegiatan kebahasaan. Ia menjadikan kegiatan Bulan  Bahasa sebagai moment penting. Ia mengikuti pelbagai konsorsium dan seminar tentang bahasa dan sastra.

Dalam karyanya sebagai pencinta bahasa, Ia seolah sepaham dengan St. Agustinus yang berujar “Dilige et quod vis fac” yang bisa diterjemahkan: cintailah dan lakukanlah apa yang kamu kehendaki. Pernyataan ini terdapat dalam Epistulum Iohannis ad Parthos tractatus decem VII,8. Pak Kanisius sungguh mencintai pekerjaannya dalam bidang profesinya.

Ia sungguh teliti dengan pekerjaan mahasiswanya. Ia tak segan-segan memarahi mahasiswa yang belum menguasai kemampuan dasar berbahasa. Teori-teori bahasa didekatkan dengan contoh-contoh sederhana. Dia sendiri juga menjadi contoh. Ia menulis pelbagai artikel bahasa. Ia memublikasikan konsep dan pikirannya dalam bentuk buku. Dalam sebuah sharing di ruang minum, pernah Pak Kanis bertutur bahwa dirinya mendapat banyak projek kebahasaan dari Pemda.

Ketika Drs. Yoseph Tote, M.Si menjadi Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Manggarai, mereka bersama menyusun sebuah buku tentang Pendidikan Karakter. Buku ini menjadi salah buku pegangan bagi Sekolah Dasar. Pada waktu Tote sudah menjadi Bupati Manggarai Timur, pekerjaan ini lebih diperluas. Bahkan Pak Kanisius menghasilkan 6 buku pelajaran pendidikan karakter siswa Sekolah dasar. 1 buku untuk setiap kelas. Tentu ini usaha yang sangat kreatif dan maju. Menyatupadukan bahasa, budaya dan karakter adalah hal yang paling dasar dalam melahirkan generasi milenial yang tak lupa akar. Lebih-lebih ketika arus globalisasi dengan Revolusi 4.0 menghantam pertahanan nilai di segala lini.

Tak hanya bergiat menulis buku teks, oleh integritasnya sebagai akademisi, Pemda Manggarai pernah memberi tugas menjadi Panwaslu sebagai perwakilan akademisi kepadanya. Selain itu, Pemda Manggarai Timur memercayakan dirinya menjadi asesor untuk seleksi Eselon II di kabupaten itu. Hal mana juga kepercayaan yang sama saya terima dari Pemda Manggarai. Kiprah akademisi yang merambah bidang-bidang lain menurut hemat saya adalah pengakuan akan kapasitas dan kualitas diri oleh pihak luar.

Dalam sebuah kesempatan dia bercerita panjang lebar tentang pengabdian masyarakatnya yang menjangkau banyak bidang dan orang. “Kita disebut bermutu bukan semata-mata karena internal demand. Dalam kampus, apalagi kita punya kuasa, kita bisa memaksa orang atau panitia untuk menokohkan kita. Itu-itu saja orang yang jadi pembicara, ya, karena mereka punya otoritas di sini. Coba hitung, berapa banyak mereka memeroleh external demand?”, tanyanya retoris seakan menjadi otorkritik terhadap situasi kampus waktu itu.

Karya akademiknya terus meretas jalan baru. Pada saat pandemic Covid-19 melanda semua pihak akrab dengan rapat atau pertemuan virtual. Melalui aplikasi Zoom Meeting Pak Kanisius menawarkan program pendidikan bahasa Indonesia kepada banyak pihak. “Ada banyak rekan yang meminta agar saya mengajar bahasa Indonesia melalui aplikasi itu. Saya menawarkannya kepada banyak orang melalui media social”, jelasnya pada suatu ketika saya bertamu ke rumahnya di Ngencung. Saya lihat tawaran itu di akun Facebook Pak Kanisius.

Kerinduan yang Tak Berkesudahan

Ketika usianya terus beranjak, Pak Kanisius tetap memiliki mimpi yang ingin diraihnya. Ia ingin menempuh pendidikan formal yang lebih tinggi. Kerinduan ini memang beralasan. Dua adiknya telah menyandang gelar doctor: Dr. Goridus Syukur dan Dr. Agustinus Bandur. Dalam sebuah catatan yang dibuat Dr. Fransiskus Borgias, mereka datang dari keluarga sederhana, anak tukang potret keliling. Namun keuletan dan ketekunan dalam berjuang telah menempah mereka menjadi pribadi-pribadi yang tangguh.

Pernah suatu kali dia berbincang-bincang soal studi lanjut. “Kampus tidak mungkin lagi mengirim kita untuk ke jenjang yang lebih tinggi”, katanya. Hal itu memang beralasan. Sejak tahun 2005, Ketua Sekolah Pater Servulus Isaak SVD, pernah memberi alur kebijakan: Orang yang dikirim studi ke jenjang S-3 adalah para dosen yang membiayai sendiri S-2nya. Waktu itu banyak rekan dosen memang berijazah S1. Prioritas pembiayaan studi ke jenjang S-2. Sebagai Kaprodi PGSD waktu itu dia cukup berpeluang dikirim. Namun begitulah, bersamaan dengan berjalannya waktu, hingga Pater Servulus diganti pemimpin baru, kesempatan itu tak kunjung datang.

Dia bukan tipe orang yang mudah menyerah. Bersama sohibnya, Yoseph Tote, mereka mendaftar di salah satu universitas di Surabaya untuk Program S-3. Fokus studi mereka pada manajemen sumber daya manusia. Mereka membiayai diri sendiri. Sebuah keberanian yang patut diacungi jempol karena persis di usia yang kian lanjut mereka masih berkeinginan untuk mencapai gelar tertinggi pendidikan formal. Hingga saat dirinya berpulang ke rumah Tuhan, saya tidak lagi mendengar soal akhir dari perjalanan studi S-3nya ini.

Pak Kanis berusaha menghasilkan karya-karya akademik yang dipublikasikan secara nasional. Ia seorang peneliti dan pengabdi ilmu yang senantiasa menyerahkan seluruh hidupnya pada profesinya.

Pemesan Roti Keju

Pada semester kedua 2020, kami mendirikan usaha roti yang kami namakan “Star A Roti”. Produk andalan kami adalah roti sobek yang kami proses dari bahan bermutu dan peralatan modern. Roti sobek memiliki 3 varian: original, cokelat dan keju. Beberapa kali Pak Kanisius dan Istrinya, Ibu Christine memesan roti sobek kami. Sayapun mengantar sendiri beberapa kali, kendati kami memiliki karyawan yang bertugas untuk itu. Yah, sebuah anjangsana setelah lama tak bersua muka.

Cerita-cerita singkat menjadi acara spontan dalam kunjungan itu. Saling menguatkan dan memberikan apresiasi. Saya tak menyangka sedikitpun jikalau dalam beberapa waktu terakhir ini Pak Kanisius mengalami sakit, apalagi terserang Covid-19. Pantas saja tak ada lagi pesan singkat yang meminta kami mengantar roti ke kediamannya.

Pada pagi, 27 Januari 2021, Pak Kanisius akhirnya menghembuskan nafas terakhir setelah berjuang menyelamatkan diri dari sesak nafas akibat Covid-19. Sebuah berita sedih akan kepergian seorang rekan dosen dan pencinta bahasa Indonesia. Selamat Jalan Kraeng, engkau sudah melakukan apa yang engkau cintai dalam kehidupanmu. Tuhan mengasihimu!***

Wednesday 27 January 2021

Penga Kornelis: Koperasi Itu Jiwa Kita



 

L

aki-laki itu memiliki semangat juang yang tinggi. Bicaranya meledak-ledak. Jika ada hal yang menurutnya benar, ia tak sungkan-sungkan mengatakannya secara terus terang. Bahkan ia tak terlalu memedulikan perasaan orang lain, asal saja hal yang disampaikannya benar dan sangat urgen untuk ditindaklanjuti. “Pak Kornelis tipe orang yang jujur. Dia memiliki di dalam dirinya keberanian yang besar untuk membawa perubahan. Baginya, perubahan ke arah yang baik adalah kata kunci seluruh perjuangannya”, ungkap Bapa Hironimus Seman suatu kali.

            Penga Kornelis lahir di Ngada pada 26 Februari 1958. Pendidikan dasar hingga menengah dijalankannya di kampung halaman, di bawah kaki gunung Inerie. Perjalanan lanjutnya diteruskan di kota karang, Kupang untuk grade Diploma II, Tahun 1981 di Universitas Nusa Cendana Kupang. “Saya datang ke Borong karena penempatan sebagai guru di SMP Negeri Borong tahun 1986 Borong saat itu hanyalah sebuah kampung dengan tingkat heterogenitas yang sangat tinggi. Hampir semua suku dan agama ada di sini. Ada situasi majemuk yang mempersatukan semua orang karena locus (tempat) yang sama”, ujarnya.

Borong kala itu dari sisi perekonomian sangatlah miskin. Bahkan dalam kondisi musim kering, hujan tidak turun, menyebabkan banyak petani mengalami kelaparan. Masyarakat di pedesaan mengonsumsi ubi hutan yang disebut dengan bahasa lokal raut. Banyak anak yang tidak melanjutkan pendidikan akibat biaya yang minim. Daya beli masyarakat juga rendah. Ikan yang ditangkap nelayan lebih banyak ditukar (barter) dengan beras, jagung pun ubi kayu. “Melihat situasi itu kami berpikir, bagaimana kita bisa mengatasi masalah kebutuhan uang dan perbaikan ekonomi masyarakat? Pada saat Bapa Herman mengajak saya untuk mendirikan Credit Union (Kopdit), saya menerimanya dengan senang hati”, kisahnya. Sejak tahun 1995, Bapa Kornelis menjadi anggota Pengurus hingga saat ini.

Sebagai guru di sekolah, dia memiliki keprihatinan yang sama. Para guru dan pegawai menginisiasi lahirnya Koperasi Handayani. “Koperasi ini bertumbuh dan berkembang selama masa Bapa Kornelis menjadi pengurus. Namun selepas itu, Koperasi ini akhirnya mati dengan sendirinya”, jelas Bapa Viktor Daus, salah seorang auditor pada masa itu. Rupanya, spirit awal untuk membangun Kopdit yang baik, terbantai oleh perilaku-perilaku instan pengurus selanjutnya. Hingga akhirnya, Koperasi Handayani berhenti tanpa berita.

Suami dari ibu Gaudensia Bupu dan ayah dari Maria Gorety Penga, Robertus Suria Penga, Herman Yosef Penga, Valentinus Waso Penga dan Marianus Penga, setia menjadi Pengurus di Kopdit Hanura. Selain mengurus Kopdit Hanura dan Handayani, dia juga menjadi pengelola pendidikan luar sekolah dalam bentuk Paket A, B dan C sejak tahun 1995 hingga pensiun. “Saya menjalankan tugas ini dengan segenap hati walau biayanya sangat minim. Namun kebahagiaan saya terletak pada keberhasilan membuat mereka memunyai ijazah untuk melanjutkan pendidikannya. Di antara mereka ada yang sudah menjadi tentara, polisi dan aneka profesi lainnya”, kisahnya.

Tak hanya berhenti di situ. Ia juga menaruh perhatian pada pendidikan anak usia dini (PAUD) di lingkungan rumahnya. Ia mengajak warga untuk membentuk kepribadian anak-anak melalui panti pendidikan nonformal ini. Alhasil, banyak anak yang sebelumnya tidak bisa mengenyam pendidikan semacam itu, akhirnya mendapat kesempatan yang baik. “Di depan rumah kami bangun macam-macam wahana bermain. Intinya, anak-anak diperhatikan selayaknya mereka harus dididik sejak usia dini. Inilah cara kami membangun peradaban. Sebuah komitmen untuk mendesain masa depan anak-anak secara terencana dan berkelanjutan”, jelasnya.

Tatkala belum ada akses ke berbagai tempat di lingkungan Wolo Kolo hingga Liang Mbala, Bapa Nelis salah satu penggagas untuk membuka jalan desa. Sebelumnya, banyak tempat tak bisa diakses. “Kami mendekati bapa Kepala Desa Kotandora untuk membuka jalan bersama warga. Awalnya ada yang pesimis. Namun lambat laun warga mulai menyadari pentingnya jalan ini lalu turut terlibat di dalamnya. Saat ini warga baru menyadari betapa keputusan untuk membuka jalan dulu merupakan pilihan yang tepat. Tanah-tanah mereka terhubung oleh jalan hingga tepi pantai”, kisahnya.

Menurut Bapa Kornelis, menjadi anggota Kopdit merupakan jawaban atas tantangan kehidupan yang tak pernah berhenti. Situasi kemiskinan yang melanda masyarakat merupakan titik mulai yang sudah seharusnya membuat sebuah lembaga keuangan berdiri. “Akses ke bank sangat terbatas. Masyarakat kita lebih banyak petani, tukang dan nelayan. Mereka mengalami kesulitan saat itu untuk meminjam di bank”, jelasnya.

Dalam perjalanan waktu, ketika pendidikan dan pelatihan terus diikutinya, dia makin memahami apa itu Kopdit dan bagaimana mengelolanya. Pengalaman demi pengalaman terus ditimbanya. Dia merasa bahwa koperasi itu jiwa dari perekonomian yang sejati. Mengapa demikian? “Kopdit itu lembaga usaha milik anggota. Anggotalah yang berperan penting untuk membesarkan lembaganya sendiri. Melalui Kopdit anggota memeroleh pinjaman, baik untuk usaha maupun kebutuhan konsumtif. Dia meminjam karena memiliki hak. Dia dihargai bukan karena jaminan melainkan karena kedudukannya sebagai pemilik lembaga. Saat dia mengembalikan pinjaman, dia sedang menolong anggota lain yang membutuhkan pasokan modal. Dengan jalan itu, sesuai spirit jiwa adalah menghidupkan, Kopdit berjalan dalam rel itu, menjadi jiwa perekonomian yang bermartabat”, refleksinya.

Selama rentangan 25 tahun, Bapa Kornelis menepi untuk merenungkan perjalanan dirinya, lembaga dan anggota yang dilayaninya. Dia menjadi sadar bahwa kemiskinan bukanlah takdir. Kemiskinan adalah peluang untuk mengubahnya menjadi kesejahteraan. Kemiskinan harus dihadapi, bukan ditakuti atau dihindari. Kemiskinan membantu kita untuk paham bahwa hidup tak pernah menyajikan kenyataan yang mudah. Ia selalu memberi kita ruang untuk membangun dan membangun seraya membuktikan kemampuan-kemampuan yang kita miliki secara maksimal dalam medan pelayanan lembaga. “Semua yang terjadi selama 25 tahun ini adalah rahmat Tuhan dan buah dari kerja keras tim. Kerja keras, kerja tuntas, kerja iklas ini merupakan jalan pembebasan masyarakat yang masih terbelenggu rantai kemiskinan. Kopdit Hanura menjadi semacam gema yang memantulkan kesejahteraan dari hati nurani setiap anggotanya”, imbuhnya.

Sebagai jiwa, Kopdit harus tetap dirawat agar tetap sehat. Perawatan itu dengan jalan membangun komitmen yang baik dalam diri anggota dan Badan Pengurus, Badan Pengawas dan Manajemen. Komitmen untuk bekerja secara sungguh, menyimpan teratur dan mengembalikan pinjaman sesuai dengan perjanjian. Ruang inilah yang memungkinkan solidaritas terbangun. Dengan ketersediaan modal yang stabil berefek pada likuiditas keuangan lembaga. Dengan jalan ini, kredit macet menjadi kecil dan deviden anggota dalam bentuk SHU akan meningkat dari waktu ke waktu.***

Catatan:



Bagi pembaca yang ingin mengetahui perkembangan KSP Kopdit Hanura bisa membeli buku dengan judul: Terus Menggemakan Nurani Memantulkan Kesejahteraan (Lembaga Nusa Bunga Mandiri, 2020). Buku ini bisa dipesan di Kantor KSP Hanura Borong. Angel Melan HP.0823-4075-0012.

 


Sunday 24 January 2021

Error in Objecto? Menelisik Kasus Tanah Sengketa Labuan Bajo

 


Peta Manggarai Barat (Sumber: KomodoTour)


Kanisius Teobaldus Deki

Staf Pengajar STIE Karya, Peneliti Lembaga Nusa Bunga Mandiri

Kasus tanah sengketa Labuan Bajo sungguh menyita perhatian publik di Indonesia. Dalam temuannya, Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTT menetapkan kerugian Negara sebesar Rp.3 triliun. Adapun tanah yang diklaim milik daerah atau Negara dengan luas  kurang lebih 30ha terletak di Karanga, Toroh Lemmah Batu Kallo, Labuan Bajo.

Pada Kamis, 14 Januari 2021, terdapat 16 orang dinyatakan sebagai tersangka oleh Kejati NTT. Melalui beberapa kali pemeriksaan para saksi, Kejati akhirnya memutuskan bahwa 16 orang ini dijadikan tersangka dalam kasus tanah Karanga, Kelurahan Labuan Bajo, Kecamatan Komodo dengan dugaan melakukan korupsi pengalihan asset daerah (Pos Kupang, 15 Januari 2021).

Banyak pihak, mendadak sontak, memberikan reaksi beragam. Ada yang menyayangkan sikap para tersangka yang tega menjual asset daerah. Ada yang berang karena praktik mafia pertanahan marak di Labuan Bajo, kota destinasi super premium. Ada pula yang secara kritis coba membuat analisis atas fakta yang terjadi dari sisi tilik historis yakni memelajari dokumen-dokumen tanah lalu memberikan arah baru bagi status quaetionis (duduk soal) persoalan itu. Kajian ini adalah sebuah hasil kajian atas dokumen-dokumen yang berkaitan dengan tanah itu.

Sejarah Awal Tanah

Sebagai Bupati Manggarai kala itu, Drs. Gaspar Parang Ehok menjumpai Haji Ishaka, Dalu Nggorang, pemangku adat yang sah tanah yang disengketakan. Pertemuan itu berlangsung di Labuan Bajo. Maksud pertemuan itu adalah Bupati Gaspar meminta kepada Kraeng Dalu Nggorang, Haji Ishaka, sebidang tanah bagi keperluan pembangunan Sekolah Perikanan dan Kelautan. Tanah yang diminta ini, di luar tanah yang diberikan kepada pemerintah Manggarai pada tahun 1961 dan tahun 1984. Jika ditotal, berdasarkan data dari dokumen Kantor Pertanahan Kabupaten Manggarai, tanah Pemda Manggarai kurang lebih seluas 398,79ha di Labuan Bajo.

Selaku Dalu, Kraeng Haji Ishaka langsung mengabulkan permintaan Bupati Gaspar dengan menyebut dan menunjuk tanah ulayat di Keranga. Mereka ke lokasi bersama-sama. Setelah ada persetujuan Kraeng Dalu maka Bupati Gaspar membentuk tim dan menugaskan untuk menyelesaikan semua urusan adat dan seluruh proses administrasi pertanahan sesuai aturan yang berlaku. Hal ini secara tertulis disampaikan oleh Bupati Gaspar dalam Surat Pernyataannya pada 22 Oktober 2014.

Tim itu terdiri atas Drs. Frans Padju Leok selaku Asisten Tata Praja pada Sekwilda Tingkat II Manggarai, Oematan, BA dari Kantor Pertanahan Manggarai, Yos V. Ndahur selaku Camat Komodo, Yoseph Latip sebagai Lurah Labuan Bajo, Haji Adam Djuje selaku Pemuka Adat, Kanis Hamnu selaku Pemuka Adat, Ismail Karim sebagai Pemuka Adat, Donatus Endo selaku Sekretaris Panitia dari Kantor Pertanahan dan Zulkharnain Djuje selaku Pemuka Adat. Dari dokumen Daftar Hadir Pengukuran, hanya Donatus Endo yang tidak menandatangani dokumen Daftar Hadir. Sedangkan 9 anggota tim menandatangani dokumen itu. Bisa jadi, Donatus tidak ikut sampai ke lokasi pengukuran saat itu.

Setelah ada kesepakatan antara Bupati Gaspar dan Kraeng Dalu Ishaka, Pemda Manggarai memberikan uang ganti rugi atas tanah itu sebesar Rp.10.000.000 (Sepuluh Juta Rupiah). Pada 14 Mei 1997, melalui Drs. Frans B. Padju Leok menyerahkan uang sebesar Rp.5.000.000 (Lima Juta Rupiah). Dalam dokumen Kuitansi disebutkan sisanya akan dibayar pada tahap II. Ikut menandatangani dokumen adalah Dalu Ishaka (Dalu), Haji Adam Djuje (Pemuka Adat), Yosep Latip (Lurah), Drs. Yos Vins Ndahur (Camat Komodo) dan Ismail Karim (Pemuka Adat). Dalam dokumen ini, hanya Ismail Karim yang tidak menandatangani dokumen.

Dalam sebuah dokumen yang diberi judul: Surat Pernyataan Pelepasan Hak Atas Tanah, tanpa tanggal, bulan dan tahun, dijelaskan bahwa yang menyerahkan tanah kepada Pemda Manggarai adalah Haji Ishaka dan Haku Mustafa dan pihak yang menerima adalah Bupati Gaspar. Dokumen ini ditanda tangani oleh Haji Ishaka, Haku Mustafa di atas meterai, Camat Komodo Yos Vins Ndahur dan Lurah Labuan Bajo Yoseph Latip disertai stempel masing-masing instansi. Adapun kehadiran Yoseph Latip dan Yos Vins Ndahur dalam dokumen itu adalah selaku saksi.

Dokumen ini tidak ditandatangani oleh Bupati Gaspar walaupun tercantum namanya di dalam dokumen sebagai pihak kedua. Selain itu, dalam dokumen ketikan, tidak disertai dengan umur Haji Ishaka, luas tanah sesuai pengukuran Kantor Pertanahan Manggarai pada bulan Mei 1997. Batas-batas juga tidak disertakan. Tanggal dokumen dibuat dan ditandatangani juga tidak dinyatakan. Dengan demikian dokumen ini sebenarnya belum lengkap dan final.

Dalam Surat Keterangan/Penegasan Bupati Gaspar, point 4 menyatakan bahwa hingga berakhirnya masa jabatannya selaku Bupati Manggarai, tim tersebut belum tuntas menyelesaikan tugasnya sehingga belum menandatangani Berita Acara Pelepasan Hak/serah terima tanah tersebut. Bupati Gaspar mengakhiri masa jabatannya selaku bupati pada 11 Januari 1998. Hingga Bupati Gaspar menyelesaikan tugasnya, status tanah ini bisa dikata masih dalam proses, setidaknya ditilik dari 2 hal. Pertama, Surat Pelepasan Hak belum diselesaikan. Kedua, uang ganti rugi masih tersisa Rp. 5.000.000 (Lima Juta Rupiah).  Dengan kata lain, tanah yang sudah diserahkan Kraeng Dalu Ishaka kepada Pemda Manggarai belumlah final menjadi milik Pemda seutuhnya.

Berpindah Kepemilikan?

Hingga Bupati Gaspar menyelesaikan masa baktinya, Bupati Antony Bagul Dagur menjadi Bupati Manggarai. Pada masa kepemimpinan Buapti Anton, kepengurusan tanah di Karanga luput dari perhatian. Dalam Surat Pernyataan 24 Oktober 2014, Bupati Anton mengakui, selama masa jabatannya sebagai Bupati, tidak pernah mengetahui dan melihat dokumen Penyerahan Tanah Karanga kepada Pemda Manggarai. Hal yang sama juga diakui oleh Penjabat Bupati Manggarai Barat (2003)dan Bupati pertama wilayah itu, Drs. Fidelis Pranda (2005-2010). Tanah itu tidak tercantum dalam Daftar Lampiran Berita Acara Penyerahan Aset Daerah dari Pemkab Manggarai kepada Pemkab Manggarai Barat. Bupati Fidelis mengakui hal itu dalam Surat Pernyataan 31 Januari 2014.

Lalu mengapa tanah di Toroh Lemma Batu Kallo dikuasai oleh Haji Adam Djudje? Haji Adam Djudje memiliki dokumen Surat Penyerahan Tanah dari Dalu Haji Ishaka pada tahun 1990. Dalam dokumen itu dinyatakan bahwa tanah seluas 30ha diberikan oleh Dalu Nggorang kepada Haji Adam Djudje. Atas dasar surat inilah, Haji Adam Djuje menjual tanah ini kepada banyak pihak.

Jika menelisik pengakuan Bupati Gaspar, Bupati Anton dan Bupati Fidelis, diketahui bahwa belum ada dokumen final tentang penyerahan tanah di Karanga kepada Pemda Manggarai, termasuk kemudian Pemda Manggarai Barat. Karena penjualan tanah Toroh Lemma Batu Kallo menimbulkan soal, Bupati Gusty Dula mulai menaruh perhatian terhadap masalah ini dan mengurusnya.

Usaha Pemda Manggarai Barat

Sebagai bentuk tanggung jawab untuk menjaga asset daerah, Bupati Gusty membentuk tim kerja. Tim itu mulai bekerja, menjumpai para saksi dan pelaku, termasuk pada 10 Mei 2013 menjumpai Bupati Gaspar dan membuat Surat Keterangan. Pada tahun 2014, usaha ini makin digencarkan. Tokoh-tokoh yang terlibat didatangi hingga dibuat pertemuan yang berlangsung di Labuan Bajo pada 22 Oktober 2014. Tim kerja diberi kuasa oleh Bupati Gusty untuk menyelesaikan kasus tanah di Toroh Lemma Batu Kallo.

Langkah lanjutan Bupati Gusty adalah membuat pertemuan dengan Muspida lalu menyurati (Surat Pem.130/84/III/2015) Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk segera memproses sertifikat tanah itu. Namun BPN tidak segera melakukannya berhubung ada surat keberatan Haji Adam Djuje terhadap tanah itu. Karena itu, Bupati Gusty menyurati Haji Adam Djudje (Pem.131/137/V/2015) yang isinya menegaskan bahwa tanah Toroh Lemma Batu Kallo adalah milik Pemda.

Dari tahun 2015 hingga tahun 2020, BPN belum juga melakukan proses sertifikat atas tanah Toroh Lemma Batu Kallo yang sudah dijual oleh Hai Adam Djudje kepada banyak pihak. Pada tahun 2020, Pemda Manggarai Barat menganggarkan penyelesaian pengurusan ini, termasuk bermaksud menggugat BPN karena belum juga menyelesaikan pengurusan sertifikat. Hal itu belum dijalankan karena pandemic Covid-19 melanda.

Dari telurusan dokumen, diketahui bahwa Bupaty Gusty telah berupaya agar tanah di Toroh Lemma Batu Kallo, yang kepemilikannya belum seutuhnya milik Pemda Manggarai atau Manggarai Barat, agar menjadi asset daerah. Dengan kata lain, proses peralihan status tanah itu masih berjalan. Bupaty Gusty bersama timnya, masih bekerja hingga saat ini. Karena itu, keputusan Kejati NTT menetapkan Bupaty Gusty bersama tim kerjanya dari Pemda Manggarai Barat terlihat mengada-ada. Bagaimana mungkin Bupati Gusty dinilai merugikan Negara Rp. 3 triliun sementara status tanahnya belum menjadi milik Pemda Manggarai Barat?

Error in Objecto?

Ada beberapa kontradiksi dalam kasus ini. Pertama, Dokumen tanah Toroh Lemma Batu Kallo milik Haji Adam Djudje bertahun 1990. Penyerahan kepada Pemda Manggarai tanah yang sama tahun 1997. Jika tanah yang dimaksud adalah tanah yang sama, mestinya ada dokumen pembatalan hak milik dari Dalu Haji Ishaka kepada Haji Adam Djudje sehingga boleh diterbitkan dokumen baru atas tanah itu atas nama Pemda Manggarai. Nyatanya, dokumen pembatalan itu tidak ada. Apakah dokumen kepemilikan tanah Haji Adam Djudje palsu?

Kedua, masuk akal bila Pemda Manggarai belum memiliki dokumen yang final, karena belum melunasi uang ganti rugi, maka tanah itu belum bisa dikatakan milik Pemda. Hal itu memang dibenarkan oleh berbagai dokumen Pemda Manggarai, kemudian Pemda Manggarai Barat yang tidak terdata pada Kartu Inventaris Barang Asset Daerah, pada Laporan Keuangan Daerah dari tahun 2003 hingga saat ini, tidak pernah membayar pajak atas tanah itu dan tidak pernah menjadi temuan BPK dalam pemeriksaan keuangan dan asset daerah. Singkatnya, tanah itu memang belum pernah dikuasai secara ril oleh Pemda Manggarai pun Manggarai Barat. Penahan Bupaty Gusty dan tim kerjanya atas dasar apa?

Ketiga, melampaui diskusi tanah di Toroh Lemma Batu Kallo, kembali ke maksud Bupati Gaspar meminta tanah kepada Dalu Haji Ishaka untuk membuka Sekolah Perikanan dan Kelautan, maka berdasarkan tipologi tanah yang diberikan Dalu kepada Pemda di seluruh Labuan Bajo, selalu berkontur rata. Tanah di Toroh Lemma Batu Kallo tidak sesuai dengan tipologi itu. Di sekitar tanah Toroh Lemma Batu Kallo, di pinggir pantai Karanga(n), terdapat sejumlah tanah hak milik pribadi dengan luas mulai dari 3,5ha hingga 10ha (dokumen tanah 17 Januari 1998, sebagai pembaharuan dokumen 21 Oktober 1991). Apakah sebenarnya tanah-tanah itulah yang diserahkan Dalu Ishaka kepada Bupati Gaspar? Apakah karena Bupati Gaspar mengetahui bahwa sudah terjadi perbedaan lokasi, maka dirinya tidak mau menandatangani dokumen penyerahan tanah Pemda? Saksi-saksi yang menyertai Bupati Gaspar dan Dalu Ishaka ke lokasi masih hidup.

Jika dugaan ini benar, maka ada error in objecto. Tanah yang saat ini disengekatakan bukanlah tanah yang sebenarnya. Akibatnya, error in persona, menetapkan tersangka pada orang-orang yang tidak seharusnya! Ini adalah tugas berat Kejati NTT untuk menyelidiki kasus ini dari awal lagi sampai menemukan kebenaran yang sesungguhnya.***

Saturday 23 January 2021

Kemenangan Untuk Rakyat Manggarai (Catatan Pilkada ke-11)

 


Kanisius Teobaldus Deki

 

Jelang tanggal 9 Desember 2020, eskalasi ketegangan meningkat. Beberapa kasus kekerasan terhadap anggota Laskar 88 terjadi begitu cepat. Peristiwa pemukulan hingga terluka menjadi kenyataan yang mencengangkan. Pertanyaan yang muncul adalah “haruskah setiap soal diselesaikan dengan kekerasan?”Sungguh peristiwa yang sangat disesali. Kita masih menunggu hasil penyelesaian kasus-kasus pemukulan itu oleh pihak berwajib. Setidaknya, kendati Pilkada sudah berlalu, kebenaran harus diungkap dan keadilan menjadi kenyataan bagi semua pihak.

Pada subuh 9 Desember 2020, cuaca kurang mendukung. Angin kencang bertiup. Hujan mengguyur. Di banyak tempat, hujan dan angin badai seakan-akan berlomba nyali dengan penyelenggara Pilkada dan para pemilih. Namun cuaca yang kurang mendukung tidak mengganggu atau menghalangi niat para pemilik suara untuk bergegas menuju TPS. Catatan KPUD Manggarai memperlihatkan angka partisipasi pemilih terbilang baik yakni 78,3% melebihi target nasional 77,5%.

Artikel ini ingin menganalisis Pilkada Manggarai, sebuah catatan apresiatif terhadap pola berdemokrasi di Manggarai dan rencana masa depan untuk kabupaten tercinta ini.

Kemenangan Rakyat

Prosesi Pilkada berjalan lancar, aman, jujur dan adil. Dari seluruh penjuru Manggarai dilaporkan bahwa penyelenggaraan Pilkada tanpa kendala. Dengan system scaning C-1, pada pkl.14.00 wita, sudah banyak dokumen scaning C-1 masuk ke computer perekap di setiap Sekretariat Paslon. Hingga pkl. 17.00, hampir setengah dokumen C-1 terdata di computer. Di Sekretariat H2N ada dua tim hitung cepat (quick count). Tim pertama, memperlihatkan hasil Deno-Madur meraih 38,7 %, sedangkan Hery-Heri meraih 61,3%. Hitung cepat ini menetapkan margin of error 1%. Tim kedua, memeroleh hasil, Deno-Madur mendulang 37% dan Hery-Heri mendulang 63%, margin of error ditetapkan 3%. Hitungan cepat ini tentu saja menjadi pembuka tabir kemenangan yang pengukuhannya masih menunggu Keputusan KPUD Manggarai.

Paslon Hery-Heri yang melakukan konferensi pers (press conference) pada pkl. 18.00 menyampaikan bahwa H2N menang atas Paslon DM. Kemenangan ini adalah kemenangan rakyat Manggarai yang menginginkan perubahan. Dalam kesempatan itu, hadir Tim Kerja, 10 Parpol Pengusung dan Pendukung: PDIP, Golkar, PKB, Hanura, PKS, Gerindra, Perindo, PKPI, PSI dan Garuda dan para pendukung serta insan pers. Tempik sorak sorai tak bisa dielak. Kegembiraan meluap-luap. Dalam sekejab, Sekretariat H2N di Wae Palo penuh sesak.

Bersamaan dengan itu, kemah terop di Watu, rumah kediaman Hery Nabit, calon Bupati, didatangi banyak orang dari seluruh penjuru Manggarai. Malam itu, kebahagiaan terpancar dalam seluruh wajah tetamu yang datang. Kemenangan ini sudah ditunggu-tunggu sejak Pilkada tahun 2010. Pada Pilkada 2015, Hery-Adolf (Head) hampir menang dengan kekalahan tipis. DM waktu itu meraih 73.675 suara (50,64%) sedangkan Head memeroleh 71.820 suara (49,36%). Selisihnya sangat tipis yakni 1.855 suara (1,28%).

Kembang api diluncurkan ke angkasa. Suaranya memecah keheningan malam. Pecahan api berwarna-warni menghiasi kegelapan malam menambah kesemarakan. Suara hiruk pikuk kendaraan dan manusia berbaur menjadi satu. Petugas keamanan sigap di tempat-tempat keramaian.

Selang 7 hari kemudian, pada 16 Desember 2020, KPUD Manggarai mengeluarkan Surat Keputusan Penetapan Rekapitulasi Hasil Perhitungan Suara Pilkada Manggarai tahun 2020 dengan Nomor 130/HK.03.1-Kpt/5310/Kab/XII/2020. Dalam Sura Penetapan itu, KPUD menyatakan bahwa Paslon Nomor Urut 1 Deno-Madur meraih 67.354 suara (39,34%) dan Paslon Nomor Urut 2 Hery-Heri meraih 103.872 suara (60,66%). Kekalahan DM sungguh telak dan tak tersangkakan sebelumnya. Perbedaan jumlah suara sangat jauh, 36.518 (21,32%).

Faktor-faktor Penentu

Apa yang menjadi factor penentu kemenangan H2N? Apa yang menjadi factor penentu kekalahan DM? Ini adalah pertanyaan-pertanyaan yang terus melintas di pikiran banyak orang. DM memang tidak sendirian terjungkal ke jurang kekalahan. Para incumbent lain di NTT juga mengalami hal yang sama. Pos Kupang edisi cetak pada 11 Desember 2020 mencatat sebanyak 8 incumbent tertinggal jauh dalam perhitungan suara sementara.

Bahkan hingga hasil akhir perhitungan suara, kenyataan itu tidak mengalami perubahan. Bupati Sabu Raijua, Rihi Heke, Bupati Malaka Stefanus Bria Seran, Bupati Sumba Barat Agustinus Niga Dapawole, Bupati Ngadha Paulus Soliwoa, Bupati Belu Wilybrodus Lay juga mengalami kekalahan yang sama. Petahana Wabup juga mengalami nasib serupa: Sumba Timur Umbu Lili Pekuwali, Manggarai Barat Maria Geong dan Sumba Barat Marthen Ngailu Toni.

Analisis yang berkembang hingga para incumbent ini dapat dikalahkan memperlihatkan beberapa factor penting. Pertama, secara nasional Presiden Jokowi dijadikan panutan. Ada begitu banyak gebrakan Jokowi menyentuh masyarakat hingga lapisan paling bawah. Gebrakan-gebrakan dalam pembangunan memberikan aksentuasi tersendiri bagi masyarakat yang merasakan dan mengalaminya. Dalam situasi nasional yang memiliki perkembangan kemajuan yang tampak nyata, gema perubahan menjadi pilihan yang utama.

Kedua, miskin inovasi. Rakyat membutuhkan inovasi baru dalam pembangunan. Rupanya para incumbent terhalang usia. Rata-rata incumbent memiliki usia di atas 60 tahun. Padahal inovasi-inovasi inilah yang dibutuhkan masyarakat dalam setiap bidang kehidupan: infrastruktur, sumber daya manusia, pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan. Ketiadaan inovasi menyebabkan masyarakat jenuh dengan pola kepemimpinan incumbent.

Ketiga, gerakan kaum milenial. Di Manggarai, kelompok sayap H2N seperti Laskar 88, Weta de Hery-Heri dan Perempuan Bangkit menyedot perhatian public dalam masa kampanye. Mereka memainkan peran strategis dengan militansi yang terukur. Uniknya, kelompok-kelompok sayap ini bertumbuh spontan di mana-mana. Mereka memiliki banyak ide kreatif yang menarik simpati dari warga pemilih. Meski tanpa satu struktur yang hirarkis, kelompok-kelompok sayap ini otonom di semua wilayah. Garis koordinasinya sangat sederhana. Mereka menciptakan ruang-ruang baru berdemokrasi dengan keberanian untuk menolak politik uang (money politics) dan politik kekerasan (non-violence politics). Gerakan kaum milenial dalam wajah Laskar 88, Weta de Hery-Heri dan Perempuan Bangkit memberi artikulasi baru pada politik di Manggarai yang bebas dari tekanan dan suap. Bahkan mereka tidak segan-segan mencegat para pihak yang dicurigai akan membahayakan demokrasi di Manggarai.

Keempat, keberhasilan pendidikan politik. Pendidikan politik yang dilakukan oleh banyak pihak menunjukkan hasil yang positif. Peran para pemikir dan partai politik dalam melakukan kampanye-kampanye politik perlahan-lahan membuahkan hasil. Masyarakat mulai sadar bahwa hakikat berdemokrasi adalah mereka menentukan nasibnya sendiri melalui kandidat dan program pembangunan yang mereka canangkan. Kemampuan membaca program pembangunan menyebabkan mereka memilih sesuai dengan hati nurani mereka.

Kelima, ketokohan kandidat dan program kerja baru. Sejak tahun 2010, Hery Nabit sudah menjadi petarung, melawan incumbent Christian Rotok-Kamelus Deno. Hery Nabit waktu itu berpasangan dengan Yustina Ndung. Sejak saat itu, Hery Nabit memiliki pendukung fanatic. Di Pilkada 2015, Hery Nabit berpasangan dengan Adolf Gabur, ketua DPD Partai Hanura Kabupaten Manggarai. Nyaris menang! Walaupun kembali kalah untuk kedua kalinya, pendukung fanatic Hery tetap setia menjadi muatan dasar di setiap moment Pilkada. Di Pilkada 2020, tokoh-tokoh besar Manggarai yang sebelumnya mendukung DM kini hijrah ke H2N. Alasan mereka sederhana, kemajuan yang dijanjikan DM tahun 2015 tak kunjung jadi kenyataan. Dari sisi ini, ketokohan Hery Nabit selaku kandidat bupati menjadi salah satu kunci kemenangan H2N. sebuah kemenangan yang fantastis.

Sejalan dengan ketokohan, program kerja yang ditawarkan juga sungguh menyentuh kalbu. Empati H2N terhadap petani, nelayan, pendidikan, kesehatan, para guru honorer, menjadi sentrum perhatian masyarakat.

Keenam, kerja tim yang solid. Teamwork pada H2N disebut sebagai Koalisi Rakyat Manggarai. Kerja tim sangat rapih, dari kabupaten hingga kampong. Dengan soliditas yang terus terbangun, termasuk dengan partai politik, semua elemen masyarakat, terlibat aktif. Program yang terencana, evaluasi yang terus menerus menjadi salah satu kunci kemenangan H2N.

Ketujuh, kerelaan masyarakat. Dalam banyak kesempatan, masyarakat mengundang H2N untuk datang ke kampong mereka. Masyarakat sudah menyiapkan segala sesuatu secara sukrela dan tanggung renteng. Hery-Heri diminta datang. Bahkan di beberapa tempat, karena sudah kesulitan waktu hampir tak terlayani. Namun masyarakat memastikan bahwa segala hal mereka sudah siapkan, kandidat dan tim tak perlu repot lagi. Ini adalah situasi yang lahir dari kerinduan memiliki pemimpin baru. Di mana-mana situasi ini dirasakan dan dialami sebagai sebuah berkat. Filosofinya, untuk menemukan pemimpin yang sejati, itu adalah tugas dan tanggung jawab bersama. Masyarakat tidak lagi diminta untuk berpartisipasi, melampaui harapan itu, mereka adalah partisipasi itu.

Kerja Besar ke Depan

Politik Pilkada dengan segala ceritanya kini telah berakhir. Kerja besar sedang menanti. Rakyat Manggarai sudah mencatat program-program pembangunan yang akan diimplementasi oleh H2N. Mereka rindu apa yang menjadi janji kampanye menjadi kenyataan. Karena, pada galibnya, seorang pemimpin dipilih untuk kemaslahatan dan kesejahteraan banyak orang.

Jelang pelantikkan pada 14 Februari 2021, kiranya terdapat cukup waktu untuk melakukan sinkronisasi program pembangunan ke OPD-OPD, Badan atau Bagian, Perumda-Perumda serta semua struktur dan kelembagaan pemerintah yang mendukung. Sejalan dengan itu, perlu sebuah grand design strategy. Menurut hemat saya, ada beberapa hal yang sedianya dilakukan:

Pertama, Penyiapan RPJMD. RPJMD sesuai ketentuan adalah kerja eksekutif sesuai amanat undang-undang. Namun perlu sinkronisasi program pembangunan dengan yang sudah dinyatakan dalam kampanye politik. Dengan demikian, program-program itu sudah direncanakan dalam Rencana Kerja Tahunan (RKT) pada semua OPD, Perumda dan unsur-unsur lainnya.

Kedua, restrukturisasi manajemen. Pada semua level (OPD, Perumda, Camat, Lurah) dilakukan evaluasi menyeluruh untuk melihat kapasitas, kapabilitas dan kualitas kepemimpinan dan tim kerja. Evaluasi ini diperlukan untuk menjaring pemimpin-pemimpin handal yang memenangkan program pembangunan Bupati dan Wakil Bupati terpilih. Prinsip “the right man on the right place” dijadikan sebagai salah satu pilihan untuk memenangkan program pembangunan untuk rakyat.

Perumda seperti PDAM dan MMI diberdayakan untuk mendatangkan keuntungan bagi daerah. Evaluasi dan restrukturisasi juga menjadi hal yang mungkin jika capaian kinerjanya belum maksimal. Tujuannya jelas, demi kemajuan perusahaan dan kesejahteraan masyarakat Manggarai.

Ketiga, pembinaan ASN dan Tenaga Kontrak Daerah. Sebagai warga Negara ASN memiliki hak politik yang sama. Namun sebagai abdi masyarakat mereka memiliki tugas mengayomi, mencerahkan dan mencerdaskan masyarakat. Dalam praktik berpolitik selama masa Pilkada, ditemukan oknum-oknum tertentu yang berprilaku melawan hakikat dirinya sebagai abdi Negara dan masyarakat.

Jika ada keterlibatan yang keliru melalui fake account di social media itu merupakan bentuk-bentuk penyimpangan yang harus ditangani melalui pembinaan dan pendampingan lebih lanjut. Sejalan dengan itu, reevaluasi atas tenaga kontrak daerah juga dilakukan. Fokusnya adalah pada kinerja, kualitas dan etos kerja. Daerah ini membutuhkan orang-orang yang memiliki tanggung jawab dalam bekerja memajukan Manggarai. Tuntutan ini bersifat mutlak karena baik ASN maupun Tenaga Kontrak Daerah dibiayai oleh pajak rakyat.

Keempat, kerja sama multipihak. Pembangunan tidak bisa berjalan karena kerja sendiri. Ini adalah megaproject yang membutuhkan kerja sama banyak pihak. Karena itu, dibutuhkan tools evaluation (perangkat evaluasi) atas pembangunan serta waktu berkala untuk duduk bersama membuat evaluasi atas kinerja Bupati-Wakil Bupati. Dalam kaitan dengan ini, kiranya dibutuhkan sebuah Sekretariat Bersama (Sekber) untuk merancang bangun program pembangunan, pengawasan dan evaluasi atasnya. Di beberapa tempat Sekber ini menjadi bagian dari Bappeda (BP4).

Jangan Takut!

Perolehan suara H2N dalam Pilkada ini sangatlah fantastis. Perolehan tertinggi di seluruh NTT. Itu adalah kepercayaan sebagian besar rakyat Manggarai untuk menjalankan roda pembangunan. Kepercayaan itu juga mengisyaratkan agar Hery Nabit dan Heri Ngabut membangun Manggarai dalam kuasa penuh. Hal-hal mana saja yang diperlukan demi kesejahteraan rakyat Manggarai hendaklah diambil dengan penuh keberanian, tanpa rasa takut.

Rasa takut yang benar hanyalah kepada kebenaran, keadilan dan kebaikan. Bertindak tegas terhadap pihak-pihak yang memperlambat arus pembangunan adalah sesuatu yang seharusnya. Selamat bekerja, Tuhan memberkati!***

Prof. Dr. Berthold Antonius Pareira O.Carm: Selamat Jalan Elia dari Timur…



Kanisius Teobaldus Deki

Staf Pengajar STIE Karya, Peneliti Lembaga Nusa Bunga Mandiri

Saya mendengar kabar duka ini pertama dari rekan Lembaga Biblika Indonesia (LBI), Hortensio Mandaru. Kraeng Tensi, begitu kami biasa saling menyapa, menanyakan beberapa hal tentang soal-soal aktual di Manggarai. Ada sebuah percakapan yang hangat antar sahabat, sesama pembelajar kitab suci. Kendati sejak berhenti mengajar kitab suci di perguruan tinggi, saya juga sudah tidak bergabung lagi di LBI, keakraban kami terus berjalan. Di sela-sela pembicaraan itulah Kraeng Tensi memberi info: Romo Nonius, panggilan nama biara dari pastor  Prof. Dr. Berthold Antonius Pareira O.Carm, telah mangkat. Beliau menghembuskan nafas terakhir di RKZ Malang pada Jumat, 8 Januari 2021, pkl.22.15 WIB. Sungguh mengejutkan!

Tulisan ini lebih merupakan sebuah memoria akan seorang tokoh sekaligus pakar kitab suci yang sungguh “bekerja segiat-giatnya bagi TUHAN, Allah semesta alam”, sebagaimana diungkapkan Kitab 1 Raja-raja 19:1 dalam kisah tentang Nabi Elia. Tak berlebihan kalau saya memberi judul artikel ini: Elia dari Timur.

Perjumpaan yang Memukau

Saya berjumpa dengan Romo Nonius saat masih menjalankan masa pembinaaan sebagai Novis di Biara Ordo Karmel Beato Dionisius Wairklau-Maumere.  Pada suatu pagi, ada seorang imam yang memimpin perayaan ekaristi dengan suara yang sangat kencang meski tanpa pelantang suara (microphone). Selain suara yang lantang, kotbah pagi itu sungguh memukau, meski tanpa teks. Dari isi kotbahnya, terlihat bahwa ia sedang menjadi pewarta yang sungguh-sungguh. Mimik, pilihan diksi, pesan kotbah sangat mengena. Kontak mata dengan audiens memberi kesan mendalam bahwa beliau sedang menjadi seorang yang sedang berdialog.

Usai misa saya bertanya kepada kakak tingkat, siapakah gerangan imam tadi? Mereka memberi tahu bahwa itu adalah Romo Nonius, imam perdana Flores untuk Ordo Carmel. Selanjutnya, saya mengikuti setiap aktivitas penting Romo Nonius dari pemberitaan dalam media internal “Berita Karmel” (BK) yang terbit setiap bulan.

Pada bulan Juli tahun 2000, saya dipercayakan Ordo untuk mengikuti sebuah program di Israel. Saya menuju Malang, pusat Ordo Karmel Indonesia. Di komunitas Kayu Tangan, Malang, saya bertemu lagi dengan Romo Nonius. Ada percakapan-percakapan yang hangat. Saya menyukai lintasan sejarah kedatangannya ke Jawa kala itu di tahun 1950an dan perjuangannya sebagai seorang Flores di tengah kebudayaan Jawa. Dari sorotan matanya, beliau bicara sungguh dari hati. “Ordo di Flores itu sudah jalan ya, itu tanda-tanda yang bagus. Pada saatnya kita akan menjadi misionaris di seluruh dunia”, katanya saat sarapan. 

Ketika saya hendak ke Jakarta dan selanjutnya terbang ke Singapore, saya datang bertemu beliau untuk pamitan. Romo Nonius menumpangkan tangannya di kepala saya dan berdoa sejenak. Lalu, mengambil tangan saya dan berkata, “Baik-baik di jalan, semoga selamat sampai tujuan, Tuhan menjaga kamu”, katanya. Saya berterima kasih lalu pergi. Sebagai anak muda berusia 22 tahun, kata-kata peneguhan ini sangat berkesan. Romo Nonius saya rasakan sebagai seorang Bapa yang mencintai anaknya.

Mengenal Romo Nonius

Romo Nonius lahir di Maumere pada 13 Juni 1939. Dia adalah anak dari Yosef Lambertus Nong Selong Pareira dan Lucia Maria da Nona Selong Pareira. Skolah dasar ditempuhnya di Maumere lalu melanjutkan pendidikan ke Seminari Menengah Yohanes Berchmans Mataloko. Ketika hendak menyelesaikan studinya di seminari ada beberapa pilihan jika hendak menjadi imam. Waktu itu, Seminari Yohanes Berchmans dikelola oleh Misionaris Serikat Sabda Allah (SVD). Namun ternyata dia lebih memilih untuk masuk Ordo Karmel (O.Carm) di Jawa.

Setelah menjalankan masa studi di Seminari Tinggi Ordo Karmel di Batu Malang, Romo Nonius ditahbiskan menjadi imam pada 24 Juli 1966 di Gereja St. Yoseph Maumere. Usai ditahbis, dirinya dipercayakan Ordo untuk studi lanjut pada bidang kitab suci di Instituum Biblicum (1967-1971), Universitas Gregoriana, Instituum Gottingen (1971-1972) hingga meraih gelar doctor kitab suci Perjanjian Lama.

Setelah menyelesaikan pendidikannya, Romo Nonius menjadi pengajar di seminari tinggi dan Sekolah Tinggi Filsafat Teologi Widya Sasana Malang. Beliau mengajar kuliah-kuliah kitab suci dan homiletika. Ia termasuk penulis yang sangat produktif. Artikel-artikelnya tersebar di banyak majalah dan jurnal. Selain itu, ia memberikan ret-ret dan rekoleksi bagi komunitas yang membutuhkan pendampingannya.

Pengabdian pada institusi gereja Indonesia juga dilakukannya pada tahun 1994-1999 sebagai anggota Komisi Teologi KWI. Sejak kedatangannya ke Indonesia dirinya bersama pakar kitab suci seperti Dr. Groenen OFM, membaca ulang terjemahan kitab suci yang ada dan memperbaikinya.

Oleh karena kepakarannya dalam bidang kitab suci dan kekerapannya menjadi narasumber dalam banyak kegiatan ilmiah yang prestisius pada bidang kitab suci dan teologi, Romo Nonius menjadi salah satu ikon STFT Widyasasana Malang. Pengakuan itu datang juga dari Negara dalam wujud penghargaan tertinggi dunia akademik, professor, pada tahun 2007. 

Elia dari Timur: Mewartakan Kebenaran

Hal paling kentara dari Romo Nonius di setiap tulisannya di Berita Karmel adalah kisahan tentang perjalanan tugas yang dipercayakan Ordo kepada beliau sebagai anggota Komisi Internasional Keadilan dan Perdamaian (JPIC=Justice and Peace and Integrity of Creation) Ordo Karmel. Secara detail ia berkisah tentang pertemuan-pertemuan itu, bagaimana alur prosesnya, hingga apa yang dihasilkannya. Komisi JPIC ini berdiri tahun 1992 dan sudah mengadakan 5 kali pertemuan: Roma (1993), Mutare (1994), Los Angeles (1995), Dordrecht (1996) dan Madrid (1997). Anggotanya 7 orang mewakili wilayah Amerika Utara, Amerika Latin, Eropa Utara, Eropa Selatan, Afrika, Asia dan Australia (BK 242, Februari 1998). Romo Nonius mewakili region Asia. Cara dirinya membahasakan pertemuan demi pertemuan membuat kita sebagai pembaca seolah-olah juga berada di sana dan mengikuti secara langsung pertemuan penting semacam itu.

Dalam pertemuan 10-13 April 1999 misalnya, ada banyak agenda yang dibahas. Salah satu point pentingnya adalah bagaimana memperjuangkan keadilan dan perdamaian sebagai projek bersama umat manusia dalam wadah organisasi besar seperti Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB). “Advokasi pada lembaga internasional sebagai sebuah bentuk pelayanan kepada sesama masih merupakan sesuatu hal yang baru. Sudah lebih dari 40 kongregasi atau ordo yang membentuk biro advokasi pada PBB”, tulisnya (BK, No.257, Mei 1999). Memang terbersit kesadaran bahwa perjuangan untuk perdamaian, keadilan dan keutuhan ciptaan merupakan satu misi penting dalam sejarah keselamatan. Itulah sebabnya, hal itu menjadi fokus lembaga-lembaga dunia, termasuk lembaga keagamaan.

Hal kedua yang tak pernah absen dalam tradisi Berita Karmel adalah daftar tentang karya tulis yang dipublikasi oleh segenap para saudara Ordo Karmel Indonesia. Hampir setiap daftar yang disusun oleh Romo Ari Pawarta untuk bidang ini, nama Romo Nonius selalu ada (BK. 254 Februari 1999). Romo Nonius memiliki fokus yang tetap kepada kitab suci baik teologi maupun tafsir atasnya. Sudah puluhan buku ditulisnya berkaita erat dengan kitab suci sejak tahun 1975. Buku tafsir kitab Mazmur adalah mahakarya yang banyak menjadi referensi pembaca kitab suci di Indonesia. Demikian halnya dengan buku seri kotbah dan buku-buku lainnya. Artikelnya tersebar di banyak majalah beken nasional seperti Mingguan Hidup, Rohani dan jurnal-jurnal ilmiah sekolah tinggi filsafat dan teologi.

Tatkala membaca tulisan dan bersemuka dengan karya pelayanannya, Romo Nonius selalu menekankan keyakinannya yang teguh akan Tuhan sebagai sumber kebenaran sejati. Ia memberikan ret-ret pun rekoleksi untuk banyak kalangan. Ia memotivasi peserta ret-ret dengan cara-cara yang memukau. Sebuah kehangatan diciptakannya dalam termin-termin pendampingan sehingga peserta merasa dirangkul dan dikasihi. Pihak yang ragu dan bimbang diyakinkan, yang lemah dikuatkan, yang putus asa diberdayakan untuk menemukan kembali kehidupan. Selalu ada moment pencerahan dalam pertemuan-pertemuan yang dilakukannya.

Seperti nabi Elia yang selalu bekerja bagiTuhan, Romo Nonius, karmelit dari Timur Indonesia, mempersembahkan seluruh hidupnya untuk menunjukkan kebenaran Tuhan atas manusia dan semesta. Kebenaran akan penyelenggaraan ilahi ditunjukkan dalam kesahajaan hidup berkomunitas yang selalu saling mengandalkan, saling memerhatikan dan mencintai. Dalam pola hidupnya yang sangat sederhana, apa adanya, ia sedang memperlihatkan bahwa iman kepada Tuhan dan pelayanan yang iklas pada sesama dan dunia adalah satu-satunya garansi atas kebahagiaan manusia. Selamat jalan Romo, terima kasih untuk semua pengabdianmu.***