Monday 17 August 2020

Negarawan Itu Bernama Xanana Gusmão

 

Xanana Gusmão (Foto: www.google.com)

Kanisius Teobaldus Deki

Dosen STIE Karya Ruteng

Sebuah regu bersenjata menyerbu rumah tempat Xanana tinggal 20 November 1992, pkl. 06.00 Wita. Dia ditangkap tentara tanpa perlawanan. Ketika ada yang menodongkan senjata ke wajahnya dia berkata, “Jangan melukai pemilik tanah ini”. Lalu Xanana dibawa ke Jakarta untuk ditahan.

Saat sudah di Jakarta, Jenderal Try Sutrisno datang melihat sekaligus berdialog dengan Xanana. Pak Try memperlakukan Xanana dengan sopan, layaknya seorang Jenderal ketemu Jenderal.

Percakapanpun dibuka. Pak Try meminta supaya Xanana menghentikan perlawanan karena banyak rakyat menghendaki integrasi dengan Indonesia. Namun Xanana menjawab Pak Try dalam bahasa Inggris. Seolah ingin membuktikan bahwa dirinya bukan orang Indonesia. Dia menyampaikan bahwa kemerdekaan Timor Timur adalah cita-cita perjuangan mereka. Hal mana dibenarkan dalam Hukum Internasional.

7 tahun Xanana dipenjara di Jakarta demi cita-cita itu. Belum lagi tahun-tahun yang dikumpulkan untuk berjuang di hutan-hutan bergerilya, sejak tahun 1974. Penderitaan dan kehilangan sudah pasti bayaran yang sangat mahal untuk sebuah kemerdekaan. Semuanya tak sia-sia hingga Presiden Habibie mengusulkan kepada Sekjen PBB, Koffi Anan, untuk memberi kesempatan bagi rakyat Timor-Timur melakukan penentuan sikap dalam Referendum 30 Agustus 1999.

Referendum ini itu dipandu oleh dua pilihan menerima atau menolak otonomi khusus bagi rakyat Timor-Timur.Hasilnya sulit ditampik. Rakyat lebih memilih merdeka dengan total suara 344.580 (78,50%) daripada integrasi dengan total suara 94.388 (21,50%). Kenyataan yang susah diterima pihak Indonesia. Xanana akhirnya pulang ke negerinya dan dipercaya rakyatnya menjadi Presiden pertama tahun 2002-2007 dan kemudian Perdana Menteri tahun 2007-2012.

Xanana, seperti Soekarno, menguasai banyak bahasa, berpidato lancar dan memukau di depan publik dunia internasional. Hatinya yang memikirkan masa depan bangsa. Itu adalah isi seluruh kata-katanya yang terangkai indah. Jiwa dan raganya untuk negaranya. Inilah yang mengubah seorang pemuda pemain bola sepak dan wartawan menjadi negarawan sejati.

Xanana tidak membenci atau mendendam. Dia mengerahkan energinya untuk membangun kembali negerinya. Ia mengunjungi setiap Presiden Indonesia dan membangun kerja sama. Berkawan baik dengan SBY. Ia bahkan mengundang Ibu Megawati ke negaranya. Bukan untuk mempermalukan pemimpin bangsa ini tetapi untuk bergandengan tangan membangun kembali puing-puing kehidupan yang sudah porak-poranda.

Melupakan masa lalu yang getir adalah sebuah pilihan untuk membangun kehidupan baru yang berjalan ke depan. Membesarkan hati penduduk negaranya untuk tetap optimis walau badai kehidupan terus menyerang! Ketika ada tentara yang ingin membunuhnya, dalam konflik internal militer tahun 2006, ia lolos dari serangan. Ia kemudian mendamaikan pihak yang bertikai. Tatkala usianya makin tua, ia lalu turun dari kursi perdana menteri dengan sikap seorang ksatria.

Tatkala Pak Habibie sedang sakit Xanana datang berkunjung. Memeluk dan duduk setia di samping tempat tidurnya. Demikian halnya saat Ibu Ani Yudoyono sakit, Xanana membezuk di National University Hospital, Singapore. Ia meneguhkan ibu Ani dan menguatkan hati Sang Jenderal, juga anak-anaknya seperti kepada puteranya sendiri.

Xanana mengatasi permusuhan dan dengki dengan kasih. Kebencian tak akan menyelesaikan persoalan, katanya dalam sebuah konferensi. Kebencian hanya akan melahirkan penderitaan. Sedangkan kasih mengubah segalanya menjadi baik (1Kor 13:4-8).

Jikapun akhirnya Presiden Habibie memberi dua opsi, yang sudah diduga pilihan mereka adalah merdeka, itu karena Habibie sadar bahwa bangsa inipun tidak boleh menjadi penjajah atas bangsa lain.

Dirgahayu RI ke-75.

(Dipublikasi pertama oleh: www.floressmart.com pada 17 Agustus 2020).

 

 

Friday 14 August 2020

Kopi Kualitas Premium, Mengapa Belum Jadi Fokus Daerah?

 


Kanisius Teobaldus Deki

Peneliti Kopi, Staf Pengajar STIE Karya

 

Kopi Arabica Manggarai (KAM) merupakan kopi berkualitas tinggi. Hal ini dibuktikan pada tahun 2015 kopi ini dinobatkan menjadi Kopi Terbaik Indonesia dalam kontes kopi yang digelar oleh Asosiasi Eksportir dan Importir Kopi Indonesia di Banyuwangi, Jawa Timur. Sejak saat itu, KAM diminati banyak pihak. Harga kopi pada level petani mulai membaik, walau belum setara dengan harapan, namun tanda-tanda perubahan mulai tampak.

Sejak 28 Juni 2020 saya mengunjungi para petani kopi yang bergabung dalam kelompok dampingan Yayasan Ayo Indonesia, sebuah LSM yang bergerak pada pendampingan petani Manggarai Raya sejak tahun 1995. Dari 23 kelompok, saya mengunjungi 12 kelompok tani mulai dari Desa Lungar, Umung, Lolang di Kecamatan Satar Mese, Desa Ruang di Kecamatan Satar Mese Utara, Desa Cumbi, Bangka Lao, Golo Worok dan Laja di Kecamatan Ruteng, hingga Desa Wae Rii, Benteng Poco dan Ranaka di Kecamatan Wae Rii.

Artikel ini merupakan sebuah catatan perjalanan serentak sebuah refleksi kritis terhadap kebijakan pembangunan daerah Manggarai Raya bertitik tumpu pada temuan bahwa kopi merupakan produk andalan petani dalam menopang hidupnya.

Kopi Kualitas Premium

Kopi Arabica Manggara tumbuh di ketinggian 1.000-1.500 Mdpl dengan suhu lokal 15°C-25°C sehingga memiliki citarasa unik dengan aroma bunga bernuansa manis dan tingkat keasaman yang rendah (low acidity).  Aromanya yang kuat menggoda setiap peminum kopi untuk mencoba dan menentukan pilihan. Kopi Arabica ini memiliki  tekstur yang kuat dan memberikan kesan tersendiri bagi penikmat kopi melalui citarasa (taste): chocolate, nutty, tropical fruit dan medium body. Rasa (flavor) yang enak, sisa rasa (aftertaste) yang bertahan dan kemanisan (sweetness) mengikat penikmat kopi untuk terus memilih KAM.

Rasa dan mutu dijamin melalui alur proses  yang sudah terstandarisasi Internal Control System (ICS) sejak pemilihan benih, penyiapan lahan, penangkaran benih, penanaman, perawatan hingga pengelolaan pascapanen. Tak mengherankan, KAM masuk dalam 17 kopi yang mengikuti “Specialty Coffee Association of America SCAA Expo” tahun 2016 di kota Atlanta, Georgia. KAM telah diuji oleh Caswells Coffee yang bertindak sebagai kutaror kopi sekaligus sebagai satu-satunya laboratorium kopi di Indonesia yang tersertifikasi standar SCAA. KAM Manggarai lolos dengan “cupping score” di atas 83,5.

KAM dihasilkan oleh kelompok tani yang memiliki pola hidup selaras alam. Hal ini ditandai oleh proses perawatan tanaman kopi melalui pemupukan organik. Mereka dilatih oleh Yayasan Ayo Indonesia untuk mengolah pupuk sendiri dengan bahan lokal. Hasilnya, kopi ini memiliki citarasa specialty sekaligus menjamin kesehatan karena tidak tersentuh pupuk kimia.

Untuk menunjang keberlanjutan (sustainable), para petani KAM membentuk kelompok kerja. Kelompok kerja ini dinamai Kelompok Petani Kopi (KPK). Mereka didampingi oleh yayasan Ayo Indonesia melalui berbagai bentuk dukungan: penguatan sumber daya manusia dalam pelatihan-pelatihan sehingga mereka menjadi petani yang trampil, penyediaan benih unggul, pendampingan yang berkelanjutan hingga menghasilkan produk yang bermutu dan bersaing secara mondial.

Butuh Sentuhan Pemerintah

Perhatian atas KAM akhirnya menggerakkan semua pihak, termasuk di dalamnya Pemerintah Daerah Manggarai Raya (Kabupaten Manggarai, Manggarai Timur dan Manggarai Barat) untuk bersama para petani, Lembaga Swadaya Masyarakat Yayasan Ayo Indonesia, Asosiasi Petani Kopi Manggarai (Asnikom) dan para pelaku usaha kopi mendaftarkan KAM demi mendapat Sertifikat Indikasi Geografis (SIG).

Sayangnya, perhatian ini belumlah terfokus. Banyak kelompok dampingan Yayasan Ayo mengakui bahwa intervensi pemerintah melalui APBD belum tampak. Tanaman kopi yang mereka miliki umumnya adalah peninggalan Bupati Manggarai terdahulu Drs. Gaspar Parang Ehok, MP dengan program Gemparnya. Dari sisi usia tanaman, kopi-kopi ini sudah sangat tua dan perlu diremajakan ataupun diganti dengan varietas baru.

Dari sisi penguatan sumber daya manusia (human resources development) mereka membutuhkan dampingan dari petugas lapangan terlatih dengan kontinuitas yang terjaga. Petani-petani mengeluh bahwa dampingan hanya datang dari lembaga swadaya masyarakat. Itupun baru menyentuh sebagian dari begitu banyak jumlah petani kopi di Manggarai Raya.

Dalam situasi dimana usaha peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terus digalakkan berbasis potensi daerah dan sumber daya alam yang sangat mendukung dari sisi tanah yang subur dan kultur bertani kopi yang sudah mentradisi, fokus pemerintah daerah adalah memberikan dukungan penuh agar kopi kembali menjadi primadona dan identitas kedirian orang Manggarai.

Karena itu, pendampingan serius atas Kelompok Petani Kopi (KPK) akan memberi daya ungkit yang besar bukan saja untuk menjamin mutu produk, tetapi juga menjamin jumlah produk dan keberlanjutan produk untuk jangka waktu yang panjang. Sebab, KAM adalah kopi premium dengan mutu yang tetap terjaga, pasokan yang tak terbatas dan merupakan pencipta pasar yang tak pernah mati. Tujuan akhirnya adalah harga kopi petani meningkat, daya beli masyarakat dan dunia usaha makin tinggi, petani menjadi sejahtera.***

(Dipublikasi pertama oleh: www.floressmart.com, Jumat, 14 Agustus 2020)


Monday 3 August 2020

50 Tahun SMAK St. Thomas Aquinas: MelkiorAnggal, Membangun melalui Pendidikan


 

Bapa Melkior Anggal (Foto: Even Anggal)


Kanisius Teobaldus Deki

Penulis Buku Terus Menjadi Cahaya Yang Berpendar:

50 Tahun SMAK St. Thomas Aquinas

 

Salah satu tokoh penting dalam Yayasan Pendidikan Nucalale adalah Melkior Anggal. Melkior adalah ketua Yayasan pertama (1970-1987) dari lembaga yang memayungi SMAK St. Thomas Aquinas. Dalam rangka  merayakan 50 tahun sekolah ini kami menurunkan artikel yang membahas tokoh penting lembaga ini.

Melkior Anggal lahir di Pinis, Kecamatan Kota Komba, Kabupaten Manggarai Timur, pada tahun 1930. Melkior merupakan anak pertama dari sembilan bersaudara.  Melkior memiliki seorang ayah dan  terlahir dari istri pertama yang memiliki saudara kandung enam orang, sedangkan dari istri kedua terlahir tiga orang.

Melkior menyelesaikan pendidikan dasar di Sekolah Rakyat (3 tahun) Mok  tahun 1942, dilanjutkan di Ruteng hinggat amat tahun 1949. Setelah menamatkan pendidikan dasarnya, ia melanjutkan pendidikannya di Sekolah Guru Bawah (SGB) dan  lulus tahun 1964. Selain pendidikan formal, ada beberapa kursus yang dijalaninya, yakni Kursus Pengetahuan Praktis  Pamong Praja  tanggal 4 Oktober 1971 di Kupang dan Kursus Pembangunan Desa  Tahun 1971 di Kupang.

Bapa Melkior sangat suka berorganisasi. Mula-mula ia bergabung dengan Partai Katolik sebagai anggota tahun 1950 – 1959 di Ruteng;  lalu menjadi Dewan Harian tahun 1959 – 1970 di Ruteng. Pasca Partai Katolik bubar, ia bergabung dengan Partai Golongan Karya, selaku Pembina, tahun 1970 – 1981 di Waelengga.

Bapa Melkior memiliki banyak pengalaman dalam berbagai jabatan, antara lain: Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat II Manggarai Tahun 1959 – 1961, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat II Manggarai Tahun 1965 – 1970, Kepala Perwakilan Kecamatan Borong di Waelengga Tahun 1971 – 1981 dan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Manggarai Tahun 1981 – 1986.

Bapa Melkior memiliki kepribadian yang baik, sabar, pekerja keras, suka melayani, taat beribadah. Ia sangat dekat dengan masyarakat sehingga terjadi komunikasi dua arah antara pemimpin dan rakyat dalam rangka menjamin kelancaran dari sebuah  proses pembangunan. Begitu pula jika  ia memunyai tujuan dan cita –cita,  ia akan bekerja keras untuk mencapainya.

Ia memiliki visi yang jauh ke depan. Ia menjadi salah satu pendiri Yayasan Pendidikan Nucalale dan menjadi ketua pertama yayasan itu. Dia menyatakan kesungguhannya bekerja dengan pengabdian yang cukup panjang sebagai ketua selama 17 tahun (1970-1987).

Ketika beliau menjadi camat di tahun 1970-an, tugas berat yang diemban  waktu itu adalah membangun wilayah itu dari nol. Keterbatasan sarana dan prasarana menjadi kendala utama. Betul-betul   mengandalkan gotong royong dan murni  mengharapkan partisipasi masyarakat.  Daerahnya  masih banyak yang terisolasi. Pemerintahan desa belum ada, sarana pendidikan belum ada,  sarana kegiatan pemerintahan di kecamatan harus dibangun. Ia membuka daerah isolasi dengan membangun infrastruktur jalan dan membentuk pemerintahan desa sekaligus membangun sarana dan prasarana kegiatan pemerintahnya.

Ia membangun sektor pertanian dan perdagangan. “Waktu itu Bapak melihat bahwa sumber daya manusia (SDM) orang-orang yang dipercayakan Negara kepadanya sangat rendah. Ia membangun SDM masyarakat lewat pendidikan. Karenanya, ia menggagas berdirinya beberapa Sekolah Dasar di setiap desa di wilayah Perwakilan Kecamatan Borong. Ia membangun beberapa Sekolah Menengah Pertama bersama tokoh masyarakat, memperjuangkan para pelajar dari wilayahnya dikirim ke perguruan Tinggi atau sekolah kejuruan  ke luar daerah Manggarai dan di luar Propinsi Nusa Tengara Timur”, kilas balik Even Anggal, anak bungsu almarhum.

Hal ini dilakukannya karena ia ingin daerah ini cepat berkembang dan maju seperti daerah lainnya. Ia percaya, melalui pendidikan masyarakat akan cepat maju dan berkembang. Ia menjadikan lembaga pendidikan yang didirikan sebagai sebagai pelopor pembangunan. “Kerinduannya termanifestasi dalam misi untuk mengembangkan sumber daya manusia yang mampu merespon tantangan masa depan, sanggup belajar secara berkelanjutan dan mandiri dalam meraih kesempatan agar bermanfaat bagi hidupnya sendiri, organisasi dan lingkungan masyarakat”, kisah Wempy Anggal, melanjutkan.

Ia menikah dengan Elisabet Mia Daghe, gadis jelita yang berasal dari Desa Lembur Kecamatan Kota Komba Kabupaten Manggarai Timur. Dari perkawinan itu mereka dikaruniai anak sebanyak sembilan orang. Merekaadalah Anselmus Anggal (Alm.), Emirensiana Anggal (Almh. ), Edeltrudis Anggal (Almh.), Emiliana Anggal (Almh.), Wihelmus Anggal, Aleksandrina Anggal, Yovita M.  Anggal, Bonifasia P. Anggal dan Evensius J. Anggal.

Di masa pensiun sebagai Pegawai Negeri Sipil, BapaMelkior dan istri tinggal di Kelurahan Watunggene – Waelengga, Kecamatan Kota Komba, Kabupaten Manggarai Timur. Ia menghabiskan waktu di masa tuanya bersama istri. Setelah sekian lama mengabdi, akhirnya Bapa Melkior menyelesaikan seluruh tugas dan tanggungjawabnya di dunia ini dan menghembuskan nafas terakhir di Waelengga pada tanggal 25 Mei 1994.***

(Pertama dipublikasi dalam media: www.floressmart.com pada 4 Agustus 2020)