L |
aki-laki itu memiliki semangat juang yang
tinggi. Bicaranya meledak-ledak. Jika ada hal yang menurutnya benar, ia tak
sungkan-sungkan mengatakannya secara terus terang. Bahkan ia tak terlalu
memedulikan perasaan orang lain, asal saja hal yang disampaikannya benar dan
sangat urgen untuk ditindaklanjuti. “Pak Kornelis tipe orang yang jujur. Dia
memiliki di dalam dirinya keberanian yang besar untuk membawa perubahan.
Baginya, perubahan ke arah yang baik adalah kata kunci seluruh perjuangannya”,
ungkap Bapa Hironimus Seman suatu kali.
Penga Kornelis lahir di Ngada pada
26 Februari 1958. Pendidikan dasar hingga menengah dijalankannya di kampung
halaman, di bawah kaki gunung Inerie. Perjalanan lanjutnya diteruskan di kota
karang, Kupang untuk grade Diploma II, Tahun 1981 di Universitas Nusa Cendana
Kupang. “Saya datang ke Borong karena penempatan sebagai guru di SMP Negeri
Borong tahun 1986 Borong saat itu hanyalah sebuah kampung dengan tingkat
heterogenitas yang sangat tinggi. Hampir semua suku dan agama ada di sini. Ada
situasi majemuk yang mempersatukan semua orang karena locus (tempat) yang sama”, ujarnya.
Borong kala itu dari sisi perekonomian sangatlah miskin.
Bahkan dalam kondisi musim kering, hujan tidak turun, menyebabkan banyak petani
mengalami kelaparan. Masyarakat di pedesaan mengonsumsi ubi hutan yang disebut
dengan bahasa lokal raut. Banyak anak yang tidak melanjutkan pendidikan akibat
biaya yang minim. Daya beli masyarakat juga rendah. Ikan yang ditangkap nelayan
lebih banyak ditukar (barter) dengan beras, jagung pun ubi kayu. “Melihat
situasi itu kami berpikir, bagaimana kita bisa mengatasi masalah kebutuhan uang
dan perbaikan ekonomi masyarakat? Pada saat Bapa Herman mengajak saya untuk
mendirikan Credit Union (Kopdit),
saya menerimanya dengan senang hati”, kisahnya. Sejak tahun 1995, Bapa Kornelis
menjadi anggota Pengurus hingga saat ini.
Sebagai guru di sekolah, dia memiliki keprihatinan yang
sama. Para guru dan pegawai menginisiasi lahirnya Koperasi Handayani. “Koperasi
ini bertumbuh dan berkembang selama masa Bapa Kornelis menjadi pengurus. Namun
selepas itu, Koperasi ini akhirnya mati dengan sendirinya”, jelas Bapa Viktor
Daus, salah seorang auditor pada masa itu. Rupanya, spirit awal untuk membangun
Kopdit yang baik, terbantai oleh perilaku-perilaku instan pengurus selanjutnya.
Hingga akhirnya, Koperasi Handayani berhenti tanpa berita.
Suami dari ibu Gaudensia Bupu dan ayah dari Maria Gorety
Penga, Robertus Suria Penga, Herman Yosef Penga, Valentinus Waso Penga dan
Marianus Penga, setia menjadi Pengurus di Kopdit Hanura. Selain mengurus Kopdit
Hanura dan Handayani, dia juga menjadi pengelola pendidikan luar sekolah dalam
bentuk Paket A, B dan C sejak tahun 1995 hingga pensiun. “Saya menjalankan
tugas ini dengan segenap hati walau biayanya sangat minim. Namun kebahagiaan
saya terletak pada keberhasilan membuat mereka memunyai ijazah untuk
melanjutkan pendidikannya. Di antara mereka ada yang sudah menjadi tentara,
polisi dan aneka profesi lainnya”, kisahnya.
Tak hanya berhenti di situ. Ia juga menaruh perhatian
pada pendidikan anak usia dini (PAUD) di lingkungan rumahnya. Ia mengajak warga
untuk membentuk kepribadian anak-anak melalui panti pendidikan nonformal ini.
Alhasil, banyak anak yang sebelumnya tidak bisa mengenyam pendidikan semacam
itu, akhirnya mendapat kesempatan yang baik. “Di depan rumah kami bangun
macam-macam wahana bermain. Intinya, anak-anak diperhatikan selayaknya mereka
harus dididik sejak usia dini. Inilah cara kami membangun peradaban. Sebuah
komitmen untuk mendesain masa depan anak-anak secara terencana dan
berkelanjutan”, jelasnya.
Tatkala belum ada akses ke berbagai tempat di lingkungan
Wolo Kolo hingga Liang Mbala, Bapa Nelis salah satu penggagas untuk membuka
jalan desa. Sebelumnya, banyak tempat tak bisa diakses. “Kami mendekati bapa
Kepala Desa Kotandora untuk membuka jalan bersama warga. Awalnya ada yang
pesimis. Namun lambat laun warga mulai menyadari pentingnya jalan ini lalu
turut terlibat di dalamnya. Saat ini warga baru menyadari betapa keputusan
untuk membuka jalan dulu merupakan pilihan yang tepat. Tanah-tanah mereka terhubung
oleh jalan hingga tepi pantai”, kisahnya.
Menurut Bapa Kornelis, menjadi anggota Kopdit merupakan
jawaban atas tantangan kehidupan yang tak pernah berhenti. Situasi kemiskinan
yang melanda masyarakat merupakan titik mulai yang sudah seharusnya membuat
sebuah lembaga keuangan berdiri. “Akses ke bank sangat terbatas. Masyarakat
kita lebih banyak petani, tukang dan nelayan. Mereka mengalami kesulitan saat
itu untuk meminjam di bank”, jelasnya.
Dalam perjalanan waktu, ketika pendidikan dan pelatihan
terus diikutinya, dia makin memahami apa itu Kopdit dan bagaimana mengelolanya.
Pengalaman demi pengalaman terus ditimbanya. Dia merasa bahwa koperasi itu jiwa
dari perekonomian yang sejati. Mengapa demikian? “Kopdit itu lembaga usaha
milik anggota. Anggotalah yang berperan penting untuk membesarkan lembaganya
sendiri. Melalui Kopdit anggota memeroleh pinjaman, baik untuk usaha maupun
kebutuhan konsumtif. Dia meminjam karena memiliki hak. Dia dihargai bukan
karena jaminan melainkan karena kedudukannya sebagai pemilik lembaga. Saat dia
mengembalikan pinjaman, dia sedang menolong anggota lain yang membutuhkan
pasokan modal. Dengan jalan itu, sesuai spirit jiwa adalah menghidupkan, Kopdit
berjalan dalam rel itu, menjadi jiwa perekonomian yang bermartabat”, refleksinya.
Selama rentangan 25 tahun, Bapa Kornelis menepi untuk
merenungkan perjalanan dirinya, lembaga dan anggota yang dilayaninya. Dia
menjadi sadar bahwa kemiskinan bukanlah takdir. Kemiskinan adalah peluang untuk
mengubahnya menjadi kesejahteraan. Kemiskinan harus dihadapi, bukan ditakuti
atau dihindari. Kemiskinan membantu kita untuk paham bahwa hidup tak pernah
menyajikan kenyataan yang mudah. Ia selalu memberi kita ruang untuk membangun
dan membangun seraya membuktikan kemampuan-kemampuan yang kita miliki secara
maksimal dalam medan pelayanan lembaga. “Semua yang terjadi selama 25 tahun ini
adalah rahmat Tuhan dan buah dari kerja keras tim. Kerja keras, kerja tuntas,
kerja iklas ini merupakan jalan pembebasan masyarakat yang masih terbelenggu
rantai kemiskinan. Kopdit Hanura menjadi semacam gema yang memantulkan
kesejahteraan dari hati nurani setiap anggotanya”, imbuhnya.
Sebagai jiwa, Kopdit harus tetap dirawat agar tetap
sehat. Perawatan itu dengan jalan membangun komitmen yang baik dalam diri
anggota dan Badan Pengurus, Badan Pengawas dan Manajemen. Komitmen untuk
bekerja secara sungguh, menyimpan teratur dan mengembalikan pinjaman sesuai
dengan perjanjian. Ruang inilah yang memungkinkan solidaritas terbangun. Dengan
ketersediaan modal yang stabil berefek pada likuiditas keuangan lembaga. Dengan
jalan ini, kredit macet menjadi kecil dan deviden anggota dalam bentuk SHU akan
meningkat dari waktu ke waktu.***
Catatan:
Bagi
pembaca yang ingin mengetahui perkembangan KSP Kopdit Hanura bisa membeli buku
dengan judul: Terus Menggemakan Nurani Memantulkan Kesejahteraan (Lembaga
Nusa Bunga Mandiri, 2020). Buku ini bisa dipesan di Kantor KSP Hanura Borong. Angel
Melan HP.0823-4075-0012.
No comments:
Post a Comment