Wednesday, 27 January 2021

Penga Kornelis: Koperasi Itu Jiwa Kita



 

L

aki-laki itu memiliki semangat juang yang tinggi. Bicaranya meledak-ledak. Jika ada hal yang menurutnya benar, ia tak sungkan-sungkan mengatakannya secara terus terang. Bahkan ia tak terlalu memedulikan perasaan orang lain, asal saja hal yang disampaikannya benar dan sangat urgen untuk ditindaklanjuti. “Pak Kornelis tipe orang yang jujur. Dia memiliki di dalam dirinya keberanian yang besar untuk membawa perubahan. Baginya, perubahan ke arah yang baik adalah kata kunci seluruh perjuangannya”, ungkap Bapa Hironimus Seman suatu kali.

            Penga Kornelis lahir di Ngada pada 26 Februari 1958. Pendidikan dasar hingga menengah dijalankannya di kampung halaman, di bawah kaki gunung Inerie. Perjalanan lanjutnya diteruskan di kota karang, Kupang untuk grade Diploma II, Tahun 1981 di Universitas Nusa Cendana Kupang. “Saya datang ke Borong karena penempatan sebagai guru di SMP Negeri Borong tahun 1986 Borong saat itu hanyalah sebuah kampung dengan tingkat heterogenitas yang sangat tinggi. Hampir semua suku dan agama ada di sini. Ada situasi majemuk yang mempersatukan semua orang karena locus (tempat) yang sama”, ujarnya.

Borong kala itu dari sisi perekonomian sangatlah miskin. Bahkan dalam kondisi musim kering, hujan tidak turun, menyebabkan banyak petani mengalami kelaparan. Masyarakat di pedesaan mengonsumsi ubi hutan yang disebut dengan bahasa lokal raut. Banyak anak yang tidak melanjutkan pendidikan akibat biaya yang minim. Daya beli masyarakat juga rendah. Ikan yang ditangkap nelayan lebih banyak ditukar (barter) dengan beras, jagung pun ubi kayu. “Melihat situasi itu kami berpikir, bagaimana kita bisa mengatasi masalah kebutuhan uang dan perbaikan ekonomi masyarakat? Pada saat Bapa Herman mengajak saya untuk mendirikan Credit Union (Kopdit), saya menerimanya dengan senang hati”, kisahnya. Sejak tahun 1995, Bapa Kornelis menjadi anggota Pengurus hingga saat ini.

Sebagai guru di sekolah, dia memiliki keprihatinan yang sama. Para guru dan pegawai menginisiasi lahirnya Koperasi Handayani. “Koperasi ini bertumbuh dan berkembang selama masa Bapa Kornelis menjadi pengurus. Namun selepas itu, Koperasi ini akhirnya mati dengan sendirinya”, jelas Bapa Viktor Daus, salah seorang auditor pada masa itu. Rupanya, spirit awal untuk membangun Kopdit yang baik, terbantai oleh perilaku-perilaku instan pengurus selanjutnya. Hingga akhirnya, Koperasi Handayani berhenti tanpa berita.

Suami dari ibu Gaudensia Bupu dan ayah dari Maria Gorety Penga, Robertus Suria Penga, Herman Yosef Penga, Valentinus Waso Penga dan Marianus Penga, setia menjadi Pengurus di Kopdit Hanura. Selain mengurus Kopdit Hanura dan Handayani, dia juga menjadi pengelola pendidikan luar sekolah dalam bentuk Paket A, B dan C sejak tahun 1995 hingga pensiun. “Saya menjalankan tugas ini dengan segenap hati walau biayanya sangat minim. Namun kebahagiaan saya terletak pada keberhasilan membuat mereka memunyai ijazah untuk melanjutkan pendidikannya. Di antara mereka ada yang sudah menjadi tentara, polisi dan aneka profesi lainnya”, kisahnya.

Tak hanya berhenti di situ. Ia juga menaruh perhatian pada pendidikan anak usia dini (PAUD) di lingkungan rumahnya. Ia mengajak warga untuk membentuk kepribadian anak-anak melalui panti pendidikan nonformal ini. Alhasil, banyak anak yang sebelumnya tidak bisa mengenyam pendidikan semacam itu, akhirnya mendapat kesempatan yang baik. “Di depan rumah kami bangun macam-macam wahana bermain. Intinya, anak-anak diperhatikan selayaknya mereka harus dididik sejak usia dini. Inilah cara kami membangun peradaban. Sebuah komitmen untuk mendesain masa depan anak-anak secara terencana dan berkelanjutan”, jelasnya.

Tatkala belum ada akses ke berbagai tempat di lingkungan Wolo Kolo hingga Liang Mbala, Bapa Nelis salah satu penggagas untuk membuka jalan desa. Sebelumnya, banyak tempat tak bisa diakses. “Kami mendekati bapa Kepala Desa Kotandora untuk membuka jalan bersama warga. Awalnya ada yang pesimis. Namun lambat laun warga mulai menyadari pentingnya jalan ini lalu turut terlibat di dalamnya. Saat ini warga baru menyadari betapa keputusan untuk membuka jalan dulu merupakan pilihan yang tepat. Tanah-tanah mereka terhubung oleh jalan hingga tepi pantai”, kisahnya.

Menurut Bapa Kornelis, menjadi anggota Kopdit merupakan jawaban atas tantangan kehidupan yang tak pernah berhenti. Situasi kemiskinan yang melanda masyarakat merupakan titik mulai yang sudah seharusnya membuat sebuah lembaga keuangan berdiri. “Akses ke bank sangat terbatas. Masyarakat kita lebih banyak petani, tukang dan nelayan. Mereka mengalami kesulitan saat itu untuk meminjam di bank”, jelasnya.

Dalam perjalanan waktu, ketika pendidikan dan pelatihan terus diikutinya, dia makin memahami apa itu Kopdit dan bagaimana mengelolanya. Pengalaman demi pengalaman terus ditimbanya. Dia merasa bahwa koperasi itu jiwa dari perekonomian yang sejati. Mengapa demikian? “Kopdit itu lembaga usaha milik anggota. Anggotalah yang berperan penting untuk membesarkan lembaganya sendiri. Melalui Kopdit anggota memeroleh pinjaman, baik untuk usaha maupun kebutuhan konsumtif. Dia meminjam karena memiliki hak. Dia dihargai bukan karena jaminan melainkan karena kedudukannya sebagai pemilik lembaga. Saat dia mengembalikan pinjaman, dia sedang menolong anggota lain yang membutuhkan pasokan modal. Dengan jalan itu, sesuai spirit jiwa adalah menghidupkan, Kopdit berjalan dalam rel itu, menjadi jiwa perekonomian yang bermartabat”, refleksinya.

Selama rentangan 25 tahun, Bapa Kornelis menepi untuk merenungkan perjalanan dirinya, lembaga dan anggota yang dilayaninya. Dia menjadi sadar bahwa kemiskinan bukanlah takdir. Kemiskinan adalah peluang untuk mengubahnya menjadi kesejahteraan. Kemiskinan harus dihadapi, bukan ditakuti atau dihindari. Kemiskinan membantu kita untuk paham bahwa hidup tak pernah menyajikan kenyataan yang mudah. Ia selalu memberi kita ruang untuk membangun dan membangun seraya membuktikan kemampuan-kemampuan yang kita miliki secara maksimal dalam medan pelayanan lembaga. “Semua yang terjadi selama 25 tahun ini adalah rahmat Tuhan dan buah dari kerja keras tim. Kerja keras, kerja tuntas, kerja iklas ini merupakan jalan pembebasan masyarakat yang masih terbelenggu rantai kemiskinan. Kopdit Hanura menjadi semacam gema yang memantulkan kesejahteraan dari hati nurani setiap anggotanya”, imbuhnya.

Sebagai jiwa, Kopdit harus tetap dirawat agar tetap sehat. Perawatan itu dengan jalan membangun komitmen yang baik dalam diri anggota dan Badan Pengurus, Badan Pengawas dan Manajemen. Komitmen untuk bekerja secara sungguh, menyimpan teratur dan mengembalikan pinjaman sesuai dengan perjanjian. Ruang inilah yang memungkinkan solidaritas terbangun. Dengan ketersediaan modal yang stabil berefek pada likuiditas keuangan lembaga. Dengan jalan ini, kredit macet menjadi kecil dan deviden anggota dalam bentuk SHU akan meningkat dari waktu ke waktu.***

Catatan:



Bagi pembaca yang ingin mengetahui perkembangan KSP Kopdit Hanura bisa membeli buku dengan judul: Terus Menggemakan Nurani Memantulkan Kesejahteraan (Lembaga Nusa Bunga Mandiri, 2020). Buku ini bisa dipesan di Kantor KSP Hanura Borong. Angel Melan HP.0823-4075-0012.

 


No comments:

Post a Comment