Kanisius Teobaldus
Deki M.Th[2]
I.
PENDAHULUAN
Lahirnya revolusi
industri pada abad ke-18 membawa dampak yang luas bagi kehidupan manusia. Hari
demi hari perjuangan manusia ditandai dengan pelbagai usaha eksperimentasi
untuk menguasai alam. Jika pada zaman dahulu manusia bergantung sepenuhnya pada
kemurahan alam, maka sejak zaman pencerahan, manusia berubah haluan untuk
memahami alam dan kemudian menaklukkannya. Secara khusus hal ini diakui oleh
Alexis Carrel yang menegaskan betapa ilmu pengetahuan memiliki pengaruh yang
besar terhadap perkembangan hidup manusia.[3]
Karena itu tidaklah mengherankan kalau penemuan-penemuan baru menjadi titik
awal untuk berlangkah pada penemuan lainnya. Dari sejarah, kita dapat melihat
bahwa ekspansi bangsa – bangsa Eropa ke Asia dan Afrika dimungkinkan oleh
penemuan alat navigasi seperti kompas. Penemuan mesiu, seni cetak[4]
dan mesin uap menyebabkan manusia mencari daerah koloni yang baru. Salah satu
tokoh yang berhasil menemukan Amerika adalah Columbus. Sejak saat itu pula,
arus perpindahan dari Eropa ke Amerika semakin deras sehingga penduduk asli
Amerika tersingkir dan kebanyakan menjadi budak orang-orang Eropa.
Dalam
perjalanan kemudian, manusia hidup pada zaman yang ditandai oleh kemajuan
gemilang berkat teknologi yang semakin canggih dan perkembangan ilmu
pengetahuan yang kian pesat. Teknologi selalu berkembang untuk membantu
kelangsungan hidup manusia. Dan manusia juga terseret dalam arus teknologi untuk
menciptakan terus tanpa henti.
Kini,
zaman kita ditandai oleh perubahan dan kemajuan dalam banyak bidang kehidupan
masyarakat. Perubahan mencolok itu terjadi berkat perkembangan sains dan
teknologi, khususnya komunikasi dan informasi, yang membuat dunia ini menjadi
bagaikan sebuah desa global (global village). Kenyataan ini membawa begitu
banyak dampak dalam segala lini kehidupan: ekonomi, politik, budaya, sosial,
dll yang melahirkan globalisasi.[5]
Tak dapat dipungkiri,
globalisasi sebagai mainstream system
dan praktik hidup manusia modern menjadi trend yang sulit dihindari.
Globalisasi dalam seluruh alurnya lalu menghadirkan decak kagum di satu pihak
oleh karena pelbagai kemudahan dan kehebatan system yang terbangun dalam bidang
ekonomi, politik dan teknologi. Namun di sisi lain menghadirkan kekuatiran yang
tak berkesudahan ketika begitu banyak nilai tergerus dan bahkan kehilangan
identitasnya. Arus globalisasi yang begitu kuat menghempaskan pola, system dan
praktik nilai yang terdapat dalam budaya dan agama.
Tak bisa diingkari bahwa salah satu
dampak negatif dari gelombang besar Globalisasi adalah homogenisasi budaya (cultural homogenization). Muncul dan
merebaknya gejala ‘Mc Donaldization’ atau ‘Manhattanization’ sangat jelas
kelihatan, terutama dikota-kota besar dan metropolitan.
Pertanyaan yang
menguat terlontar ialah “Akankah budaya dan manusia pemiliknya akan tercaplok
ke dalam arus besar globalisasi lalu kehilangan jati dirinya? Apakah
nilai-nilai luhur budaya akan tererosi secara sistematis menuju lautan
kepunahan? Adakah cara untuk mempertahankan nilai-nilai budaya dalam seluruh
aspeknya?”
Pertanyaan-pertanyaan
yang terlontar tentunya lahir dari rahim kepedualian akan lestarinya
nilai-nilai budaya sehingga dengan demikian, manusia pemiliknya tidak
kehilangan jati dirinya, identitasnya. Makalah ini lebih merupakan sebuah studi
pembuka (opening study) untuk
memancing sebuah riset yang lebih serius sekaligus membangun strtaegi
pemertahanan nilai budaya. Dalam konteks ini, saya akan mempresentasikan tentang
upaya pemertahanan nilai dalam budaya Manggarai.
Harus
diakui bahwa bahan ini merupakan rintisan. Masih terbuka studi-studi lanjutan
yang lebih mendalam dan serius.
II.
BELAJAR DARI
PENGALAMAN
Ada tiga kenyataan yang perlu
dikedepankan sebagai contoh mutakhir untuk memulai telaahan ini.
Pertama,
menyimak pengalaman hidup sehari-hari orang Manggarai, sudah sangat kurang kaum
muda yang terlibat dalam permainan caci,
menyertakan diri dalam tarian sae, ndundu ndake, danding dan tarian
tradisional lainnya.
Kedua, adanya usaha kongkrit untuk
mengembangkan (menghidupkan) tarian dan lagu-lagu daerah. Berita yang dimuat di
metronews.com sungguh membesarkan hati. Dalam berita itu, yang diberi judul:
Konser Etnik Jazz Nestorman Universalkan Budaya Lokal, dinarasikan tentang
upaya yang dilakukan Ivan Nestorman dengan kawan-kawan membangkitkan minat
terhadap seni budaya lokal.[6]
Dikisahkan,
Layar merah panggung di
gedung OMK Kota Larantuka, NTT, Sabtu (27/4) malam, lambat laun dibuka.
Gemericik suara seruling meliuk-liuk di tengah rithm gitar akustik. Auman rythm
gitar Bass setia memandu nada-nada, selaras hentakan drum. Angin, satu
nomor lagu dari Pulau Rinca, Kabupaten Manggarai Barat, mulai mengalun di
gedung serba guna itu. Ribuan penonton mulai menggoyangkan kepala. Pria berambut gimbal mengenakan kaos merah
bersarung motif Lamalera, duduk menghadap mic yang ditata melengkung.
Lagu Angin mengisahkan desiran
angin yang lembut di Pulau Rinca, selalu memberi spirit bagi umat manusia untuk
menatap dunia, demikian tutur pria gimbal itu. Ivan Nestorman (gitar/vocal),
Andre de Roma (drum), Vinsen (keyboard/sintesizer), Yansen (Flute) Yosi (Bass),
Dedy (guitar). Laki-laki Flores ini membentuk Lamalera Band, memadukan konsep
musik Jazz dengan lagu-lagu tradisional Flores Timur. Aliran musik jenis ini
sangat jarang didengar kuping orang Flores dan Indonesia pada umumnya, yang
masih menyukai musik pop dan dangdut. Beruntung, lagu-lagu yang dibawakan
adalah lagu-lagu lokal Flores yang sudah sangat mengakar, lalu diaransemen ulang
dalam konsep jazz.
"Kita boleh hidup di era
globalisasi, teknologi canggih boleh saja mengisi seluruh nafas hidup manusia.
Tetapi jangan pernah lupa budaya lokal. Nilai budaya yang membentuk karakter
anak bangsa," ujar Nestorman usai menyanyikan lagu Lamalera, Piring
Matahari. Di Gedung OMK malam itu, Ivan Nestorman menggaet Trie Utami.
Perempuan berperawakan kecil yang akrab disapa Mba I'I, membawakan
lagu-lagu khas Flores Timur yang terkenal dengan irama dolo-dolo, menyanyikan
lagu Doan Kae, lagu rakyat Flores Timur yang sudah mengakar.
Sentuhan-sentuhan musik tradisi
setempat dipadu Sentuhan konsep Jazz yang kental, sangat menghidupkan suasana. Tidak
terasa, 30 nomor lagu dibawakan malam itu, selalu diiringi tari-tarian
penonton. Mereka larut dalam tarian massal setempat yakni dolo-dolo, ja'i dan
rokotenda. Sesekali penonton berdecak kagum dengan "rumitnya"
nada-nada Jazz yang dimainkan personel Lamalera Band di tengah lantunan lagu
berirama Jazz kental dalam bahasa asing.
Ivan Nestorman, memang nekad. Kendati
bergelut di industri musik nasional, tetapi nekad meramu musik yang tidak
biasa. Nestorman sadar, musiknya ibarat menjual es di kutub. Tetapi satu hal
yang ingin dia sampaikan, memperkenalkan budaya lokal Indonesia di kancah music
dunia.
"Saat ini, ada genre musik yang
disebut world music, musik lokal 'diamplopi' dengan musik yang lebih bisa
diterima secara universal. NTT punya dolo-dolo dan musik sasando, namun
kekayaan budaya bangsa ini yang saya kemas
Untuk dicintai secara universal. Maka saya kira konsep jazz bisa jadi pilhan universal," ujar Nestorman. Trie Utami, usai konsernya, menjelaskan, budaya yang dikemas dalam musik ini akan meluruskan budaya, kemanusiaan dan tradisi.
Untuk dicintai secara universal. Maka saya kira konsep jazz bisa jadi pilhan universal," ujar Nestorman. Trie Utami, usai konsernya, menjelaskan, budaya yang dikemas dalam musik ini akan meluruskan budaya, kemanusiaan dan tradisi.
"Berbagi musik, kita berbagi
keindahan, tetapi lebih dari itu, Flores dan NTT harus kembali kepada tradisi.
Karena itu adalah berlian yang sangat luar biasa, membentuk karakter
nusantara," ujar Mba I'I. Sementara, Frengki Letor, salah satu penikmat
musik Nestorman mengatakan, saat ini banyak lagu modern yang asal modern.
Konsep jazz yang ditampilkan Ivan bernuansa etnik jazz, bisa diterima. "Saya
pribadi sangat merasakan keindahan jaZZ saat dimainkan grup Ini. Mudah-mudahan
melalui Ivan dan Kawan-kawan, budaya NTT pada umumnya bisa juga dicintai secara
universal," ujar Letor.
Ketiga, makin gencarnya diskusi tentang tema
budaya lokal. Dapat disebutkan satu contoh Diskusi Panel yang dilakukan sebagai
bagian dari rangkaian kegiatan Dies Natalis Universitas Diponegoro ke 55 yang mengangkat
tema “Transformasi Kearifan Budaya Lokal Menghadapi Tantangan Global” beberapa
waktu lalu. Seminar ini diprakarsai Komisi Kebudayaan Akademi Ilmu Pengetahuan
Indonesia (KK-AIPI) bekerjasama dengan Forum Rektor Indonesia (FRI) dan
Universitas Diponegoro (UNDIP) Semarang.[7]
Memang sudah banyak yang
mengumandangkan pentingnya menumbuh-suburkan kembali kearifan budaya lokal.
Misalnya tentang Kawruh-Kalang dan Petungan Jawa, Hasta-Kosala-Kosali dan
Tri Hita Karana Bali, Pela Gandong Ambon, dan lain-lain. Namun kenyataannya
kearifan budaya lokal yang sangat kaya dan beragam di tanah air kita cenderung
mandek, stagnan, karena kurang greget untuk mentransformasikannya sesuai dengan
tuntutan perkembangan jaman. Kebanyakan lantas berhenti sekadar sebagai regressive
identity dan tidak berkembang menjadi progressive identity.
III.
GLOBALISASI DAN
BUDAYA LOKAL
3.1. Globalisasi[8]
Globalisasi
adalah terminologi baru tetapi eksistensinya telah ada sejak lama. Gejala
globalisasi telah muncul pada abad ke-19 sebagai rekaan demokrasi sosial gaya
lama.[9]
Gejala ini muncul sejak petualangan dan pedagang Eropa menjelajahi dunia. Era
merkantilis pertengahan abad ke-19 dengan dukungan transportasi laut boleh
dikatakan sebagai awal globalisasi. Saat itu perdagangan dan perekonomian dunia
telah dibuka dan dikuasai oleh negara maju Eropa. Negara-negara maju ini
kemudian berusaha sedapat mungkin menguasai pasar dengan mencari sumber bahan
mentah untuk menjawabi kebutuhan pasar Eropah. Efek paling negatif ialah
munculnya kolonialisme yang melahirkan koloni-koloni di Asia, Afrika, Amerika
Latin dan Australia. Perdagangan didukung penuh oleh negara asal karena
keuntungannya bisa membiayai pembangunannya.
Di
abad ke-21 ini globalisasi telah memiliki wajah dan akibat baru. Meski sangat
sulit membuat ekspansi militer untuk menjajah negara lain, kolonialisasi tetap
dijalankan melalui sistem ekonomi yang hanya menguntungkan negara-negara maju.
Munculnya teknologi baru, lembaga-lembaga keuangan internasional (IMF, World
Bank, Japan Bank) serta kesepakatan-kesepakatan kerja sama internasional (APEC,
WTO) membungkam suara lemah kaum Dunia Ketiga[10]
dengan lilitan utang yang kian besar. Globalisasi melumpuhkan seluruh sistem
negara berkembang dan membawa ke dalam pengaruh negara maju.[11]
3.2. Budaya Lokal
3.2.1. Pengertian
Budaya
Menurut E.B. Taylor, seorang antropolog, kebudayaan
adalah keseluruhan pengetahuan, kepercayaan, kesenian, kesusilaan dan hukum,
adat-istiadat dan setiap kecakapan serta kebiasaan yang diperoleh manusia
sebagai anggota masyarakat.[12]
Lowie, seorang ahli lain menambahkan unsur pewarisan yang
berlangsung dari zaman lampau, melalui pelbagai bentuk pendidikan, entah formal
maupun informal.[13] Pernyataan Lowie didukung oleh Keesing yang mengatakan
bahwa kebudayaan merupakan tingkah laku yang diperoleh melalui pelajaran
bermasyarakat [The behavior acquired through social learning]. Sedangkan
Kluckhohn memandang kebudayaan sebagai keseluruhan cara hidup suatu bangsa,
warisan masyarakat yang diperoleh individu melalui kelompoknya [The total
life way of a people, the social legacy the individual acquires from his group].
Lebih lanjut Kluckhohn menjelaskan bahwa kebudayaan adalah cara berpikir, cara merasa,
cara meyakini dan menanggap. Kebudayaan adalah pengetahuan yang dimiliki warga
kelompok yang diakumulasi [dalam ingatan manusia, buku-buku dan obyek-obyek]
untuk digunakan di masa depan.[14] Beberapa pendapat lain mengatakan bahwa kebudayaan
adalah seluruh warisan masyarakat [total social heredity], atau lebih
sempit lagi tradisi [tradition] ataupun adat-istiadat.
Berbagai pendapat antropolog di atas masing-masing
memiliki pendasaran tersendiri yang tentu juga menunjukkan kekhasan horison dan
perspektif. Meskipun demikian, terdapat banyak unsur yang sama, khususnya
bentuk dan isi kebudayaan serta cara bagaimana kebudayaan itu diwariskan,
dilestarikan dan diteruskan. Terdapat beberapa ciri kebudayaan yang dapat
dirangkum dari pengertian-pengertian itu sebagai berikut:
Pertama, kebudayaan berciri
stabil. Kebudayaan adalah tradisi, sistem, cara. Istilah-istilah ini mengandung
pengertian ketetapan, kesetabilan. Sebenarnya kebudayaan selalu merupakan
sistem yang tetap, stabil. Ia adalah penyesuaian diri yang lama dengan situasi
konkrit alam sekitarnya. Alam yang konkrit ini juga berarti hubungan dengan
kelompok-kelompok lain dalam arti lingkungan sosial. Jadi, kebudayaan
disebabkan dan dibentuk oleh dua faktor utama yakni: manusia yang berakal budi
dan lingkungan sosial di mana ia hidup.
Kedua, kebudayaan bersifat
dinamis, bisa berubah. Kebiasaan manusia akan hidup biasanya tetap, tetapi
kenyataan sosial cenderung berubah. Misalnya sistem pemerintahan, ilmu
pengetahuan dan teknologi, pengaruh yang datang dari luar dan sebagainya. Hal
ini berpengaruh pada perubahan kebudayaan juga. Tentang perubahan ini dapat
dikatakan bahwa semakin besar isolasi terhadap pengaruh luar maka perubahan
juga semakin lamban, demikan juga sebaliknya. Kebudayaan bersifat dinamis. Ia
adalah warisan masyarakat, tetapi itu sesuatu yang belum final, melainkan tetap
in statu fieri [dalam proses berubah], yang berada dalam “proses
menjadi” terus menerus [in continuing process]. Itu
artinya, menurut Herkovits, kebudayaan bukan saja suatu rencana, melainkan juga
perencanaan [not only a plan, but also a planning].
Ketiga, kebudayaan merupakan
milik masyarakat. Kebudayaan tidak pernah menjadi milik individu semata.
Kebudayaan selalu memiliki karakter sosial sebagai milik bersama masyarakat.
Masyarakat dapat dipahami sebagai “kelompok individu yang berorganisasi secara
tetap dan yang mengikuti cara hidup bersama serta mempunyai kesadaran akan
hubungannya dengan golongannya [group consciousness]”. Dengan kata lain,
unsur-unsur yang mempersatukan setiap anggota masyarakat adalah cara hidup
bersama dan kesadaran akan hubungannya dengan golongannya.
3.2.2. Pengertian
Budaya Lokal[15]
Kata “local” merupakan terjemahan kata latin “locus” yang
berarti tempat. Budaya Lokal adalah budaya asli dari suatu kelompok masyarakat
tertentu, dalam tempat tertentu. Pertama
nian, pada hakikatnya, kebudayaan selalu terikat dengan batas-batas fisik
dan geografis yang jelas. Misalnya, budaya Manggarai merujuk pada suatu tradisi
yang berkembang di Manggarai. Oleh karena itu, batas geografis telah dijadikan
landasan untuk merumuskan definisi suatu kebudayaan lokal.
Kedua, dalam proses perubahan sosial budaya telah muncul
kecenderungan mencairnya batas-batas fisik suatu kebudayaan. Hal itu
dipengaruhi oleh faktor percepatan migrasi dan penyebaran penduduk ke wilayah
lain dan pengaruh media komunikasi secara global sehingga tidak ada budaya
local suatu kelompok masyarakat yang masih sedemikian asli.
Menurut Hildred Geertz dalam bukunya Aneka Budaya dan
Komunitas di Indonesia, di Indonesia saat ini terdapat lebih 300 dari suku
bangsa yang berbicara dalam 250 bahasa yang berbeda dan memiliki karakteristik
budaya lokal yang berbeda pula.[16]
Ketiga, wilayah Indonesia memiliki kondisi geografis dan iklim
yang berbeda-beda. Misalnya, wilayah pesisir pantai Jawa yang beriklim tropis
hingga wilayah pegunungan Jayawijaya di Provinsi Papua yang bersalju. Perbedaan
iklim dan kondisi geografis tersebut berpengaruh terhadap kemajemukan budaya
lokal di Indonesia.
Setiap suku bangsa tersebut tumbuh menjadi kelompok
masyarakat yang disatukan oleh ikatan-ikatan emosional serta memandang diri
mereka sebagai suatu kelompok masyarakat tersendiri. Selanjutnya, kelompok suku
bangsa tersebut mengembangkan kepercayaan bahwa mereka memiliki asal-usul
keturunan yang sama dengan didukung oleh suatu kepercayaan yang berbentuk
mitos-mitos yang hidup di dalam masyarakat.
Keempat, pluralitas budaya lokal di Indonesia tercermin dari
keragaman budaya dan adat istiadat dalam masyarakat. Suku bangsa di Indonesia,
seperti suku Jawa, Sunda, Batak, Minang, Flores, Timor, Bali, Sasak, Papua, dan
Maluku memiliki adat istiadat dan bahasa yang berbeda-beda. Setiap suku bangsa
tersebut tumbuh dan berkembang sesuai dengan alam lingkungannya. Misalnya,
perbedaan bahasa dan adat istiadat antara suku bangsa Sikka dengan Lio, Ngadha
dengan Manggarai.
Menurut James J. Fox, di Indonesia terdapat sekitar 250
bahasa daerah, daerah hukum adat, aneka ragam kebiasaan, dan adat istiadat.
Namun, semua bahasa daerah dan dialek itu sesungguhnya berasal dari sumber yang
sama, yaitu bahasa dan budaya Melayu Austronesia. Di antara suku bangsa
Indonesia yang banyak jumlahnya itu memiliki dasar persamaan sebagai berikut.[17]
1. Asas-asas yang sama dalam bentuk persekutuan masyarakat,
seperti bentuk rumah dan adat perkawinan.
2. Asas-asas persamaan dalam hukum adat.
3. Persamaan kehidupan sosial yang berdasarkan asas
kekeluargaan.
4. Asas-asas yang sama atas hak milik tanah.
IV.
UPAYA PEMERTAHANAN
BUDAYA LOKAL MANGGARAI
4.1. Status
Quaestionis
Pada
saat orang Manggarai dikepung oleh pelbagai nilai globalisasi dalam multiwajah
dan berciri menindas, dan terkoyaknya banyak sendi kehidupan yang dulu menjadi
titik pijak kehidupan bersama, maka muncul kesadaran untuk kembali ke dalam
nilai-nilai local, yang diaraskan pada kebudayaan Manggarai.
Kesadaran
ini berdimensi ganda. Di satu pihak ia menjadi sebuah kebutuhan untuk
mendasarkan kembali pijakan yang benar dalam pembangunan kehidupan yang lebih
bermatabat dan berkarakter. Di lain pihak, ia menjadi sebuah imperative yang
mendesak untuk dilakukan mengingat kerentanan nilai-nilai eksternal yang terlanjur
terakui sebagai pilihan nilai yang lebih baik walaupun belum relevan dan tidak
kontekstual.
Ditopang
oleh kesadaran kritis semacam ini, melihat pertautan antara perilaku orang
Manggarai yang kian tidak berciri karakter budaya Manggarai, dan kemendesakkan
sebuah upaya untuk melakukan intervensi yang harus, maka menurut hemat saya,
peran stakeholder untuk melakukan pemertahanan adalah sebuah jibaku untuk
menyelematkan orang Manggarai dari hempasan nilai asing sekaligus sebuah
gerakan kembali (coming back) ke jati
dirinya.
4.2. Peran
Stakeholder (Parapihak)
4.2.1. Lembaga Agama
Orang
Manggarai menerima kekristenan dalam budaya mereka. Penerimaan itu tidak
serentak membuat mereka berpaling secara total dari budaya dan nilai-nilai yang
terkandung di dalamnya karena adanya kondisi “saling menerima nilai”. Hal itu
terbukti ketika kehidupan Orang Manggarai masih diwarnai oleh praktik-praktik
ritus-ritus adat-istiadat dalam memaknai hidup mereka.[18]
Gereja
melakukan pemertahanan budaya Manggarai dari beberapa segi. 1) Dalam bidang
bahasa dan lagu: penggunaan bahasa Manggarai dalam lagu-lagu (Dere Serani), penterjemahan Kitab Suci
ke dalam bahasa Manggarai, pemakaian bahasa Manggarai dalam ekaristi, tradisi
kepok dalam ekaristi. 2) Tarian: tarian-tarian tradisional dimodifikasi
untuk digunakan saat perayaan ekaristi. 3)Wujud material kebudayaan:
penggunaan kain songke dalam ekaristi setiap Minggu ke-3 dalam bulan.
4.2.2. Lembaga
Pendidikan
Upaya
pemertahanan yang dapat dilkukan lembaga pendidikan antara lain: 1) Muatan
lokal tentang budaya Manggarai sebagai mata pelajaran wajib. 2) Pementasan
tarian, perlombaan menyanyikan lagu bahasa Manggarai, keikutsertaan dalam
karnaval yang mempertontonkan permainan caci dan peragaan busana adat
Manggarai.3) Festival budaya. 4) Kajian budaya.
4.2.3. Lembaga
Pemerintah
Lembaga
Pemerintah melakukan pemertahanan dengan jalan: 1) Kebijakan pembangunan yang
mengihraukan budaya lokal, baik dari segi prinsip maupun tindakan. 2)
Implementasi pembangunan yang nyata mendukung pelestarian budaya Manggarai
seperti bangunan, festival budaya Manggarai (tarian, lagu dan caci). 3) Muatan
lokal budaya Manggarai sebagai mata pelajaran wajib di sekolah. 4) Perkuat
pengembangan pariwisata dan semua sektor yang mendukungnya (infrastruktur dan
destinasi).
5)
Memberikan perhatian untuk sanggar-sanggar budaya melalui dukungan dana APBD.
6) Membuat sayembara penulisan lagu daerah, puisi bahasa daerah dan caci. 7)
Memelihara situ-situs purbakala dan membangun museum budaya Manggarai. 8)
Mewajibkan PNS mengenakan busana seragam berbahan kain songke pada hari
tertentu.
4.2.4. Lembaga Seni
(Sanggar)
Sanggar
memiliki peran yang sangat sentral dalam pemertahanan budaya Manggarai. Hal-hal
yang dapat dilakukan antara lain: Pewarisan
tarian dan lagu asli Manggarai. Modifikasi tarian dan lagu sesuai dengan jiwa
aslinya. Pelestarian benda-benda seni seperti perlengkapan busana tarian, alat
permainan caci, alat musik, dll. Melakukan pementasan secara berkala melalui
festival budaya.
4.2.5. Lembaga Adat
Lembaga
Adat melalukan pemertahanan budaya lokal dengan cara: 1) Melakukan ritus-ritus
budaya sesuai musimnya selaras dengan maksud dan tujuan (kelahiran, pembukaan
kebun, pemanenan, pembangunan rumah, dll). 2) Menggalakkan kembali acara penti
(syukuran) di setiap golo/kampung. 3) Mementaskan caci, sae, ndundu ndake pada
acara-acara besar komunitas adat.
4)
Menyertakan anak-anak dalam upacara adat agar mereka juga memahami torok-torok
(doa asli Manggarai), mengenali susunan ritus-ritus dan mengetahui peran ritus
dalam kehidupan manusia. 5) Mewariskan kemampuan bercerita, baik sil-silah (tombo
nunduk) maupun dongeng (tombo turuk) kepada generasi penerus.
6)
Membawa anak-anak ke pentas caci supaya mereka sejak kecil juga mencintai
permainan caci.
4.2.6.
Lembaga Penelitian, Akademisi dan Prodi Sendratasik
Pemertahanan
budaya dapat dilakukan melalui analisis dalam sebuah kajian ilmiah. Karena itu,
lembaga penelitian dan para akademisi dapat melakukan: 1) Penelitian
unsur-unsur budaya Manggarai sehingga dapat dipublikasikan. 2) Kajian itu
menjadi dasar untuk pembangunan karakter manusia Manggarai. 3) Kajian itu
menjadi isi dari muatan lokal sebagai pelajaran wajib di sekolah
(Dasar-Menengah).
4)
Kajian itu menjadi referensi bagi pemerintah dalam membangun Manggarai berbasis
budaya lokal. 5) Kajian-kajian yang dipublikasikan dapat memancing refleksi
berkelanjutan ( a continuing reflection) bagi masyarakat Manggarai untuk
memperdalam pengetahuan budayanya dan memperkenalkan Manggarai pada orang
berbudaya lain.[19] 6)
Mendorong pemerintah, lembaga agama, lembaga adat, lembaga pendidikan dan
sanggar-sanggar untuk membuat festival budaya.
7)
Membangun bengkel teater sebagai wadah untuk mengeksprsikan bakat dan kemampuan
di bidang seni. 8) Membangun Sanggar Seni Kampus. 9) Menjadi tutor, fasilitator
dan narasumber di bidang seni.
V.
PENUTUP
Kebudayaan
ada dalam dua tegangan yang saling bersentuhan. Pertama, ada pergeseran tentang
apa yang disebut asli dan tiruan. Kedua, dinamisme dalam budaya itu sendiri. Kita,
sebagai manusia pemilik budaya, ada dalam ruang alternatif untuk mempertahankan
unsur-unsur positif kebudayaan dan menjadikannya sebagai fundasi nilai bagi
kehidupan.
Melestarikan
budaya dan melakukan pemertahanan terhadap nilai-nilainya membawa kita kepada
kesadaran kritis untuk berbuat sesuatu. Kegiatan “Festival Budaya” sebagai actus
humanus dari Prodi Sendrasik, FKIP, Unwira adalah tanda nyata dari
apresiasi yang tak kunjung pupus dari manusia pencinta budaya yang tak mau
kehilangan jati dirinya. Sedangkan kegiatan “Seminar Budaya” ini adalah
ekspresi reorientasi untuk membangun
budaya yang memiliki landasan kokoh dalam dasar-dasar logis dengan kiblat
hasilkan visi baru. Viva Prodi Sendrasik, Viva budaya Manggarai!
VI.
BACAAN PENDALAMAN
BUKU
Alexis Carrel, Manusia Misteri, diterjemahkan oleh Kania
Roesli. Bandung:
Remaja Karya, 1987.
Antony Giddens, Jalan Ketiga:
Pembaruan Demokrasi Sosial. Jakarta: Gramedia, 1999.
Barzilai, Gad. Communities and Law: Politics and
Cultures of Legal Identities.
University of Michigan Press, 2003.
Boritt, Gabor S. Lincoln and the Economics of the American
Dream. University of
Illinois Press, 1994.
Clyde
Kluckhohn, “Mirror for Man” terjemahan Parsuadi Suparlan dalam: Parsuadi
Suparlan [ed.], Manusia,
Kebudayaan Dan Lingkungannya. Jakarta:
Rajawali,
1984.
Deki,
Kanisius Teobaldus. Tradisi Lisan Orang Manggarai. Jakarta: Parrhesia,
2011.
________,
Satu Abad Gereja Katolik Manggarai: Perjumpaan Transformatif Agama-
Budaya, Flores
Pos, 19 Januari 2012.
________,
Belajar dari Kearifan Lokal, Pos Kupang, 22 Februari 2012.
________,
Agama Katolik Berpijak dan Terlibat. Jakarta: Parrhesia, 2012.
________,“Makna
dan Tujuan Hidup Manusia-Sebuah Filsafat Manusia
Menurut
Sokrates”, Bahan Kuliah Filsafat Manusia
(Ruteng: STIPAS St. Sirilus
2007.
Harry
Hamersma, Tokoh-Tokoh Filsafat Barat Modern. Jakarta: Gramedia,
1984.
Hicks.
David, “Change, Adjustments, and Persistence in Generalized Exchange.
A
Case Study from Indonesia [Manggarai]” dalam: Anthropos 83, 1988.
Hemo. Doroteus, Ungkapan Bahasa Daerah Manggarai. Ruteng:
Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, 1990.
__________,
Sejarah Daerah Manggarai. Ruteng, 1988.
__________,
Pola Penguasaan Pemilikan Tanah dan Penggunaan Tanah Secara
Tradisional Daerah Nusa Tenggara
Timur. Kupang: Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan
Direktorat Sejarah dan Nilai Tradsional Proyek
Inventarisasi dan Pembinaan
Nilai-nilai Budaya Daerah, 1990.
Ian Chalmers, Konglomerasi:
Negara dan Modal dalam Industri Otomotif Indonesia.
Jakarta: Gramedia, 1996.
Louis
Luzbetak, “Kerasulan dan Kebudayaan”, disadur dan diterjemahkan oleh
Josef
Glinka dalam: Seri Buku Pastoralia, Seri IX/7/1984.
Maumere:
Ledalero, 1984.
Lowie,
The History of Ethnological Theory. New York: Rinehart, 1937.
Max
Spoor (ed.), Globalisation, Poverty and Conflict- A Critical Development Reader.
New York: Kluwer Academic Publisher,
2004.
Yoseph
Suban Hayon, Kuliah Teologi Asia.
Maumere: STFK Ledalero, 1999.
INTERNET
http://mbahkarno.blogspot.com/2012/10/pengertiandefinisi-budaya-lokal- dan.html. Diakses 30 April 2013.
www.kebudayaanlokal.org. Diakses 2 Mei 2013.
http://www.aipi.or.id/en/news-and-messages/news/166-transformasi-kearifan- budaya-lokal-menghadapi-tantangan-global. Diakses 30 April
2013.
http://www.metrotvnews.com/lifestyle/read/2013/04/28/11/149923/Konser- Etnik-Jazz-Nestorman-Universalkan-Budaya-Lokal. Diakses 30 April
2013.
(Dipublikasikan pertama oleh: Jurnal Missio, Vol. V. No. 2 Thn 2013).
[1] Dipresentasikan dalam Seminar
yang diselenggarakan Program Studi Sendratasik Universitas Katolik Widya
Mandira Kupang di Aula MCC Ruteng, 3 Mei 2013.
[2] Dosen STKIP St. Paulus Ruteng,
Project Coordinator Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan Missio, penulis buku
Tradisi Lisan Orang Manggarai (Parresia Institute 2011), co-editor buku Gereja
Menyapa Manggarai (Parresia Institute 2011). E-mail: kanisius_2009@yahoo.com.
[3] Alexis Carrel, Manusia Misteri, diterjemahkan oleh Kania Roesli (Bandung:
Remaja Karya, 1987), p. 244: “Ilmu pengetahuan telah menguasai materi,
memberikan manusia kekuatan untuk mentransformasikan dirinya. Ilmu pengetahuan
telah menyingkirkan beberapa mekanisme rahasia hidup manusia dan telah pula
memperlihatkan kepada manusia bagaimana cara mengubah gerak mekanisme itu, cara
mencetak tubuh dan jiwanya menurut pola yang terakhir dari
keinginan-keinginannya. Untuk pertama kalinya dalam sejarah, umat manusia
dengan bantuan ilmu pengetahuan telah menjadi pengatur nasibnya sendiri”.
[4] Harry
Hamersma, Tokoh-Tokoh Filsafat Barat Modern (Jakarta: Gramedia, 1984), p. 3.
[5] Kanisius Teobaldus Deki, “Makna
dan Tujuan Hidup Manusia-Sebuah Filsafat Manusia Menurut Sokrates”, Bahan Kuliah Filsafat Manusia (Ruteng:
STIPAS St. Sirilus 2007), p. 1.
[6] Bdk. http://www.metrotvnews.com/lifestyle/read/2013/04/28/11/149923/Konser-Etnik-Jazz-Nestorman-Universalkan-Budaya-Lokal. Diakses 30 April 2013.
[7] Bdk. http://www.aipi.or.id/en/news-and-messages/news/166-transformasi-kearifan-budaya-lokal-menghadapi-tantangan-global. Diakses 30 April 2013.
[8] Sebuah uraian yang memadai
tentang pengaruh globalisasi dapat dilihat dalam:Max Spoor (ed.), Globalisation, Poverty and Conflict- A
Critical Development Reader, New York: Kluwer Academic Publisher, 2004.
[9] Antony
Giddens, Jalan Ketiga: Pembaruan
Demokrasi Sosial, Jakarta: Gramedia, 1999, hal. 32-33.
[10] Istilah “dunia ketiga” disebut juga dunia alternatif,
dunia bekas jajahan dan yang kemudian merdeka
tetapi masih tetap membawa akibat-akibat dari penjajahan masa lalu seperti
kemiskinan, keterpecahan, penindasan dan ketergantungan. Dunia ketiga merupakan
dunia yang sedang membangun. Dia ingin membangun dengan caranya sendiri, tetapi
“ruang” untuk itu sangat terbatas di tengah dunia yang cenderung “monolitik”. Ungkapan Dunia Ketiga pertama kali dinyatakan oleh
Alfred Sauvy, demokrat Prancis tahun 1952. Ia menulis dalam majalah Brasil
tentang 3 dunia. Dalam artikel “Trais mundes una Planete” yang terbit 14
Agustus 1951 dalam majalah “L
‘Observateur Politique, Economique et Litteraire” dia berbicara secara
eksplisit tentang Dunia Ketiga. Dunia Ketiga digunakan untuk negara-negara yang
sedang berkembang, miskin yang terbanyak berada di bumi belahan Selatan. Itu
berarti suatu realitas luas yang merangkum AmLat, Asia, Afrika dan Oceania
(terkecuali: Autralia dan New Zealand). Dunia Ketiga merupakan realitas jamak,
poliandrik, realitas yang sama: pemiskinan, penindasan, penjajahan,
kebergantungan. Sejak tahun 1970-an arti ini diperluas: kaum imigran, buruh di
seluruh dunia dan kelompok-kelompok minoritas miskin di negara-negara maju.
Dunia Ketiga dapat dipakai dalam berbagai pengertian: 1] Politis: kelompok non blok, kelompok alternatif yang secara
formal lahir tahun 1955. 2]
sosio-ekonomis: dunia yang miskin, belum berkembang, termasuk negara Utara
yang berkembang. 3] geografis: dunia
Selatan. 4] demografis: “two-third-world” penduduk 2/3 dunia. 5] Teologis: “from the underside of history”: orang-orang dari bagian bawah
sejarah, anak-anak Yakub yang mencari makanan di Mesir hanya untuk menemukan
dirinya yang kemudian diperbudak lagi, Gereja-Umat Allah: kelompok alternatif,
gereja sebagai kekuatan ketiga, mereka yang termasuk dalam EATWOT lebih
menyukai penggunaan istilah Dunia Ketiga daripada 2/3 dunia. Kebangkitan Dunia Ketiga menuju pengertian
yang baru sebagai “satu kekuatan sejarah” yang sedang bertumbuh dan berkembang,
yang menantang aturan atau ketakteraturan internasional dewasa ini. Ia sedang bangkit melawan eksploitasi Barat, meledaknya
kelas-kelas yang dieksploitasi, budaya-budaya yang dipinggirkan dan ras-ras
yang dienyahkan. Mereka meledak dari timbunan reruntuhan sejarah menuju
civilisasi, modernisasi dan liberalisasi. Bdk. Yoseph Suban Hayon, Kuliah Teologi Asia, Maumere: STFK Ledalero,
1999, hal. 1-2.
[11] Bdk. Ian
Chalmers, Konglomerasi: Negara dan Modal
dalam Industri Otomotif Indonesia, Jakarta: Gramedia, 1996, hal. 327-346.
[12] Louis Luzbetak, “Kerasulan dan
Kebudayaan”, disadur dan diterjemahkan oleh Josef Glinka dalam: Seri Buku
Pastoralia, Seri IX/7/1984 [Maumere: Ledalero, 1984], p. 19: [That
complex whole which includes knowledge, belief, art, morals, law, customs and
any other capabilities and habits acquired as member of society].
[13] Lowie, The History of
Ethnological Theory [New York: Rinehart, 1937] sebagaimana dikutip oleh
Louis Luzbetak, Ibid., p. 20: [The sum total of what an individual
acquires from his society-those beliefs, customs, artistic norms, food-habits,
and crafts which come to him not by his own creative but as a legacy from the
past, conveyed by formal and informal education].
[14] Clyde Kluckhohn, “Mirror for
Man” terjemahan Parsuadi Suparlan dalam: Parsuadi Suparlan [ed.], Manusia,
Kebudayaan Dan Lingkungannya [Jakarta: Rajawali, 1984], p. 78.
[15] http://mbahkarno.blogspot.com/2012/10/pengertiandefinisi-budaya-lokal-dan.html. Diakses 30 April 2013.
[16] Bdk. www.kebudayaanlokal.org. Diakses 2 Mei 2013.
[17] Ibid.
[18]
Kanisius T. Deki, Satu Abad Gereja Katolik Manggarai: Perjumpaan
Transformatif Agama-Budaya, Flores Pos, 19 Januari 2012.
[19] Misalnya karya yang dihasilkan
penulis sendiri: Tradisi Lisan Orang
Manggarai (Jakarta: Parrhesia, 2011). Dalam kerja sama dengan Max Regus, Gereja Menyapa Manggarai (Jakarta:
Parrhesia, 2011).
Gagah pak.
ReplyDeletePebangunan dan kehiduapan itu ibarat dua sisi mata uang.
Karena itu, keseapan baik secara pribadi maupn manajemen kepemerintahan sanagt dibutuhkan.
Menunjuang hal itu, harus diakui bahwa manggarai mempunyai kekayaan yang berdaya saing, namun persoalannya adalah cara kita mengembangkan itu.
Kita cepat terpelosok dalam budaya global,yang melupakan kakayaan kita.
Dan tulisan ini, kembali menggugah kekayaan kearifan/ local wisdom sebagai jembatan untuk menyadang, mampu bersaing di kanca global
Saya sangat mengapresiasi kepada bapak atas postingan artikel ini, dimana saya bisa mengetahui tentang globalisasi di kalangan masyarakat masa kini. Globalisasi memang dapat membawa perubahan bagi manusia, yaitu di bidang ekonomi, teknologi, dan politik. Tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa perubahan ini dapat berdampak positif maupun negatif . Dengan perkembangan ini banyak orang yang tidak bisa menyusaikan dangan perubahan yang ada bahkan banyak yang terjerumus ke hal- hal yang negatif.
ReplyDeleteDewasa ini memang tidak dapat dipungkiri lagi, bahwa kaum muda sekarang lebih khusus di wilayah manggarai , yang banyak dipengaruhi oleh budaya asing tentang bagaimana busana manggarai yang sebenarnya. Tetapi dengan perkembangan zaman, banyak kaum muda yang terpengaruhi dengan budaya luar khususnya dalam hal berbusana.
Globalisasi tidak bisa disalahkan tetapi tergantung kita yang menerima globalisasi tersebut. Sebagai orang berpendidikan kita tidak boleh dipengaruhi oleh globalisasi tetapi kita yang harus bisa menyusaikan dengan globalisasi tersebut. Yang menjadi pertanyaannya apakah hanya orang yang berpendidikan saja yang bisa menyusaikan dengan perkembangan yang ada? Menurut realita yang terjadi di masyarakat sekarang, yang banyak membuat ulah di masyarakat adalah justru orang yang yang berpendidikan, misalnya penggunaan narkoba, miras, pembunuhan, pemerkosaan, dan lain- lain.
Sebagai orang manggarai banyak hal yang kita harus lakukan untuk mempertahankan kebudayaan dalam melawan arus globalisai terutama dalam hal budaya. Yaitu menjunjung tinggi nilai- nilai budaya manggrai, tarian-tarian tradisional seperti: trian congkasae, ndudundake, danding, dan sanda , dan juga benda-benda budaya seperti: songke, balibelo, sapu,kebaya , ngong, gendang, dan lain- lain. Dengan menjaga dan melestarikan budaya yang kita miliki, maka budaya manggarai akan tetap eksis di mata masyarakat dunia.
Terima kasih kepada Bapak yang telah memposting artikel yang sangat menarik ini. Mudah- mudahan budaya manggarai akan tetap abadi di masyarakat manggarai maupun dimata dunia.
DELVIRA ANSEDI
Saya sangat mengapresiasi kepada bapak atas postingan artikel ini, dimana saya bisa mengetahui tentang globalisasi di kalangan masyarakat masa kini. Globalisasi memang dapat membawa perubahan bagi manusia, yaitu di bidang ekonomi, teknologi, dan politik. Tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa perubahan ini dapat berdampak positif maupun negatif . Dengan perkembangan ini banyak orang yang tidak bisa menyusaikan dangan perubahan yang ada bahkan banyak yang terjerumus ke hal- hal yang negatif.
ReplyDeleteDewasa ini memang tidak dapat dipungkiri lagi, bahwa kaum muda sekarang lebih khusus di wilayah manggarai , yang banyak dipengaruhi oleh budaya asing tentang bagaimana busana manggarai yang sebenarnya. Tetapi dengan perkembangan zaman, banyak kaum muda yang terpengaruhi dengan budaya luar khususnya dalam hal berbusana.
Globalisasi tidak bisa disalahkan tetapi tergantung kita yang menerima globalisasi tersebut. Sebagai orang berpendidikan kita tidak boleh dipengaruhi oleh globalisasi tetapi kita yang harus bisa menyusaikan dengan globalisasi tersebut. Yang menjadi pertanyaannya apakah hanya orang yang berpendidikan saja yang bisa menyusaikan dengan perkembangan yang ada? Menurut realita yang terjadi di masyarakat sekarang, yang banyak membuat ulah di masyarakat adalah justru orang yang yang berpendidikan, misalnya penggunaan narkoba, miras, pembunuhan, pemerkosaan, dan lain- lain.
Sebagai orang manggarai banyak hal yang kita harus lakukan untuk mempertahankan kebudayaan dalam melawan arus globalisai terutama dalam hal budaya. Yaitu menjunjung tinggi nilai- nilai budaya manggrai, tarian-tarian tradisional seperti: trian congkasae, ndudundake, danding, dan sanda , dan juga benda-benda budaya seperti: songke, balibelo, sapu,kebaya , ngong, gendang, dan lain- lain. Dengan menjaga dan melestarikan budaya yang kita miliki, maka budaya manggarai akan tetap eksis di mata masyarakat dunia.
Terima kasih kepada Bapak yang telah memposting artikel yang sangat menarik ini. Mudah- mudahan budaya manggarai akan tetap abadi di masyarakat manggarai maupun dimata dunia.
DELVIRA ANSEDI
Saya sangat mengapresiasi kepada bapak atas postingan artikel ini, dimana saya bisa mengetahui tentang globalisasi di kalangan masyarakat masa kini. Globalisasi memang dapat membawa perubahan bagi manusia, yaitu di bidang ekonomi, teknologi, dan politik. Tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa perubahan ini dapat berdampak positif maupun negatif . Dengan perkembangan ini banyak orang yang tidak bisa menyusaikan dangan perubahan yang ada bahkan banyak yang terjerumus ke hal- hal yang negatif.
ReplyDeleteDewasa ini memang tidak dapat dipungkiri lagi, bahwa kaum muda sekarang lebih khusus di wilayah manggarai , yang banyak dipengaruhi oleh budaya asing tentang bagaimana busana manggarai yang sebenarnya. Tetapi dengan perkembangan zaman, banyak kaum muda yang terpengaruhi dengan budaya luar khususnya dalam hal berbusana.
Globalisasi tidak bisa disalahkan tetapi tergantung kita yang menerima globalisasi tersebut. Sebagai orang berpendidikan kita tidak boleh dipengaruhi oleh globalisasi tetapi kita yang harus bisa menyusaikan dengan globalisasi tersebut. Yang menjadi pertanyaannya apakah hanya orang yang berpendidikan saja yang bisa menyusaikan dengan perkembangan yang ada? Menurut realita yang terjadi di masyarakat sekarang, yang banyak membuat ulah di masyarakat adalah justru orang yang yang berpendidikan, misalnya penggunaan narkoba, miras, pembunuhan, pemerkosaan, dan lain- lain.
Sebagai orang manggarai banyak hal yang kita harus lakukan untuk mempertahankan kebudayaan dalam melawan arus globalisai terutama dalam hal budaya. Yaitu menjunjung tinggi nilai- nilai budaya manggrai, tarian-tarian tradisional seperti: trian congkasae, ndudundake, danding, dan sanda , dan juga benda-benda budaya seperti: songke, balibelo, sapu,kebaya , ngong, gendang, dan lain- lain. Dengan menjaga dan melestarikan budaya yang kita miliki, maka budaya manggarai akan tetap eksis di mata masyarakat dunia.
Terima kasih kepada Bapak yang telah memposting artikel yang sangat menarik ini. Mudah- mudahan budaya manggarai akan tetap abadi di masyarakat manggarai maupun dimata dunia.
DELVIRA ANSEDI
JUDUL ARTIKEL
ReplyDelete( UPAYA PEMERTAHANAN BUDAYA LOKAL MANGGARAI DALAM MENGHADAPI ARUS GLOBALISASI )
Terimakasih kepda pa nik deki yang telah membuat artikel ini, karena artikel ini sangat bagus untuk menumbuhkan minat yang besar bagi kaum mudah orang manggarai untuk mengembangkan dan melestarikan kebudayaan lokal manggarai ,sebab saat ini seperti yang dijelaskan dalam artikel yaitu pengalaman hidup sehari-hari orang Manggarai, sudah sangat kurang kaum muda yang terlibat dalam permainan caci, menyertakan diri dalam tarian sae, ndundu ndake, danding dan tarian tradisional lainnya.
Ada hal yang sangat bagus dan menarik perhtian kaum muda dan menumbuhkan minat kaum muda orang manggarai dalam mempertahankan budaya lokalnya dari artikel ini yaitu :UPAYA PEMERTAHANAN BUDAYA LOKAL MANGGARAI. Seperti yang dijelaskan dalam artikel ada beberapa pihak yang terlibat dalam upaya pemertahanan budaya lokal manggarai yaitu :
1. Lembaga Agama
2. Lembaga Pemerintah
3. Lembaga Pendidikan
4. Lembaga Seni (Sanggar)
5. Lembaga Adat
6. Lembaga Penelitian, Akademisi dan Prodi Sendratasik
7. lembaga Pemerintah
Dari beberapa pihak diatas kami sebagi orang muda manggarai belajar dan melestarikan budaya lokal manggarai dari lembaga-lembaga yang terlibat dalam upaya pemeratahan budaya lokal manggarai. Lembaga-lembaga yang diatas yang saya kutip dari artikel sangat membantu kami dalam mengembangkan dan melestarikan budaya lokal manggarai.
Kata-kata dibawah ini yang digaris bawahi sangat menyentuh saya sebagai kaum muda orang manggarai yang juga bertanggung jawab untuk mempertahankan dan melestarikan budaya lokal manggrai, sebagai manusia pemilik budaya, ada dalam ruang alternatif untuk mempertahankan unsur-unsur positif kebudayaan dan menjadikannya sebagai fundasi nilai bagi kehidupan.
Melestarikan budaya dan melakukan pemertahanan terhadap nilai-nilainya membawa kita kepada kesadaran kritis untuk berbuat sesuatu.
Nama : Frida Nilda
Kelas : III B
NPM : 13.31.3079
Judul Artikel : Upaya Pemertahanan Budaya Lokal Manggarai dalam Menghadapi Arus Globalisasi
ReplyDeleteSaya sangat tertarik dengan judul artikel “Upaya Pemertahanan Budaya Lokal Manggarai dalam Menghadapi Arus Globalisasi”. Setelah saya membacanya, saya juga menemukan jawaban atas beberapa pertanyaan yaitu “Akankah budaya dan manusia pemiliknya akan tercaplok ke dalam arus besar globalisasi lalu kehilangan jati dirinya? Apakah nilai-nilai luhur budaya akan tererosi secara sistematis menuju lautan kepunahan? Adakah cara untuk mempertahankan nilai-nilai budaya dalam seluruh aspeknya?”
Dari artikel tersebut dapat saya simpulkan bahwa dengan adanya arus globalisasi akan memberikan dampak , baik itu positif maupun negatif yang tentunya mempengaruhi perkembanagan budaya lokal Manggarai. Kini, zaman kita ditandai oleh perubahan dan kemajuan dalam banyak bidang kehidupan masyarakat. Dengan adanya perubahan tersebut akan berakibat besar terhadap gaya hidup manusia. Selain itu, kenyataannya bahwa kehidupan manusia ditandai oleh kecendrungan membangun cara dan pandangan hidupnya.
Budaya lokal Manggarai bakal terancam , bukan saja secara moral, melainkan juga secara ontologis. Maksudnya kehilangan jati diri dan harga diri sebagai ata Manggarai. Salah satu contoh erosi adat istiadat Manggarai saat ini adalah “wangkas morad ata pecing curup adak ,tongka (jubir). Kita harus menyadari bahwa kebudayaan(budaya lokal) menggenggam bagi perkembangannya di masa depan.
Saya sangat bangga dengan Ivan Nestorman yang kendati bergelut di industri musik nasional, tetapi nekad meramu musik yang tidak biasa. Nestorman sadar, musiknya ibarat menjual es di kutub. Tetapi satu hal yang ingin dia sampaikan, memperkenalkan budaya lokal Indonesia di kancah music dunia. Saya sebagai seorang calon guru, melihat sosok Ivan Nestorman sebagai contoh bahwa budaya lokal harus dipertahankan. Saya awali langkah tersebut tentunya dengan memperkenalkan kepada peserta didik saya nanti berkaitan dengan budaya lokal Manggarai yang harus dijaga dan dilestarikan.
Dengan itu, maka kebudayaan tidak hanya didukung secara individual semata. Kebudayaan dalam arti sebenarnya hanya dapat diandalkan pada kehidupan manusia sebagai kebersamaan. Kebersamaan itu pula yang menjadi penjamin terjadinya pengalihan cara dan pandangan hidup generasi demi generasi.
Nama : Yuditha Menti Hoban
Kelas : III B
NPM : 13.31.3089
Judul Artikel : Upaya Pemertahanan Budaya Lokal Manggarai dalam Menghadapi Arus Globalisasi
ReplyDeleteSaya sangat tertarik dengan judul artikel “Upaya Pemertahanan Budaya Lokal Manggarai dalam Menghadapi Arus Globalisasi”. Setelah saya membacanya, saya juga menemukan jawaban atas beberapa pertanyaan yaitu “Akankah budaya dan manusia pemiliknya akan tercaplok ke dalam arus besar globalisasi lalu kehilangan jati dirinya? Apakah nilai-nilai luhur budaya akan tererosi secara sistematis menuju lautan kepunahan? Adakah cara untuk mempertahankan nilai-nilai budaya dalam seluruh aspeknya?”
Dari artikel tersebut dapat saya simpulkan bahwa dengan adanya arus globalisasi akan memberikan dampak , baik itu positif maupun negatif yang tentunya mempengaruhi perkembanagan budaya lokal Manggarai. Kini, zaman kita ditandai oleh perubahan dan kemajuan dalam banyak bidang kehidupan masyarakat. Dengan adanya perubahan tersebut akan berakibat besar terhadap gaya hidup manusia. Selain itu, kenyataannya bahwa kehidupan manusia ditandai oleh kecendrungan membangun cara dan pandangan hidupnya.
Budaya lokal Manggarai bakal terancam , bukan saja secara moral, melainkan juga secara ontologis. Maksudnya kehilangan jati diri dan harga diri sebagai ata Manggarai. Salah satu contoh erosi adat istiadat Manggarai saat ini adalah “wangkas morad ata pecing curup adak ,tongka (jubir). Kita harus menyadari bahwa kebudayaan(budaya lokal) menggenggam bagi perkembangannya di masa depan.
Saya sangat bangga dengan Ivan Nestorman yang kendati bergelut di industri musik nasional, tetapi nekad meramu musik yang tidak biasa. Nestorman sadar, musiknya ibarat menjual es di kutub. Tetapi satu hal yang ingin dia sampaikan, memperkenalkan budaya lokal Indonesia di kancah music dunia. Saya sebagai seorang calon guru, melihat sosok Ivan Nestorman sebagai contoh bahwa budaya lokal harus dipertahankan. Saya awali langkah tersebut tentunya dengan memperkenalkan kepada peserta didik saya nanti berkaitan dengan budaya lokal Manggarai yang harus dijaga dan dilestarikan.
Dengan itu, maka kebudayaan tidak hanya didukung secara individual semata. Kebudayaan dalam arti sebenarnya hanya dapat diandalkan pada kehidupan manusia sebagai kebersamaan. Kebersamaan itu pula yang menjadi penjamin terjadinya pengalihan cara dan pandangan hidup generasi demi generasi.
Nama : Yuditha Menti Hoban
Kelas : III B
NPM : 13.31.3089
ReplyDeleteNAMA : GABRIELA RATNASARI JEBARUS
NPM : 13.31.3071
KELAS : III B
UPAYA PEMERTAHANAN BUDAYA LOKAL MANGGARAI DALAM MENGHADAPI ARUS GLOBALISASI[1]
Kanisius Teobaldus Deki M.Th [2]
KOMENTAR SAYA :
Dalam tulisan tentang “ Upaya Pemertahanan Budaya Lokal Manggarai Dalam Menghadapi Arus Globalisasi” Saya sangat tertarik dengan ungkapan sudah sangat kurang kaum mudah terlibat dalam permainan caci, menyertakan diri dalam tarian tradisional. Dalam hal ini alangkah baiknya tokoh-tokoh masyarakat harus mendorong anak-anak mudah dalam mennjaga, meningkatkan dan mempertahankan budaya-budaya Manggarai
Seiring dengan kian pesatnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, arus globalisasi juga semakin menyebar ke segenap penjuru dunia. Penyebarannya berlangsung secara cepat dan meluas, tak terbatas pada negara-negara maju dengan pertumbuhan ekonomi tinggi, tapi juga melintasi batas negara-negara berkembang dan miskin dengan pertumbuhan ekonomi rendah singkatnya di Provinsi kita khususnya di daerah Manggarai. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi dengan derasnya arus globalisasi merupakan dua proses yang saling terkait satu sama lain.
Keduanya saling mendukung. Tak ada globalisasi tanpa kemajuan teknologi informasi dan komunikasi. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi juga berjalan lambat jika masyarakat tidak berpikir secara global.
Semua golongan, suka atau tidak suka, harus menerima kenyataan bahwa globalisasi merupakan sebuah virus mematikan yang bisa berpengaruh buruk pada pudarnya eksistensi budaya-budaya lokal atau sebuah obat mujarab yang dapat menyembuhkan penyakit-penyakit tradisional yang berakar pada kemalasan, kejumudan, dan ketertinggalan. Karena globalisasi diusung oleh negara-negara maju ( Barat ) yang memiliki budaya berbeda dengan negara-negara berkembang, maka nilai-nilai Barat bisa menjadi ancaman bagi kelestarian nilai-nilai lokal di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia lebih khusus juga daerah Manggarai.
Bagi Indonesia khususnya daerah Manggarai,merasuknya nilai-nilai Barat yang menumpang arus globalisasi ke kalangan masyarakat Manggarai merupakan ancaman bagi budaya asli yang mencitrakan lokalitas khas daerah-daerah di negeri ini. Kesenian-kesenian daerah Manggarai seperti caci.tarian sanda dan tarian traisional lainnya. Inilah masalah terbesar budaya lokal di era kekinian. Ketika gelombang globalisasi menggulung wilayah Indonesia, kekuatannya ternyata mampu menggilas budaya-budaya lokal
Karena itu, di era kontemporer sekarang ini, ujian terbesar yang dihadapi budaya lokal adalah mempertahankan eksistensinya di tengah terpaan globalisasi. Strategi-strategi yang jitu dalam menguatkan daya tahan budaya lokal perlu dirumuskan. Kerja sama antara kaum tokoh-tokoh adat dan kaum mudah harus diperhatikan dan dilestarikan agar terjaminnya mempertahankan budaya lokal dari arus globalisasi yang menyebar disegala arah kehidupan.
“JADILAH ANAK MUDA PEDULI BUDAYA”
“TABE…. MORI SEMBENG ITE”
menurut saya artikel bapak sangat menarik dan mengerti akan pentingnya kebudayaan.Karena kebudayaan dan manusia memiliki kaitan yang sangat erat.Keduanya saling mengandaikan.Satu akan mati tanpa yang lain dan sebaliknya.Manusia akan mengalami kepunahan,tanpa sistem kebudayaan.Kebudayaan memberikan kelengkapan dan kesempurnaan hidup suatu komunitas sosial.Suatu masyarakat akan kehilangan identitas manakala kehilangan kebudayaan sebagai sumber nilai da moral kehidupan setiap hari.Aturan kehidupan dan taat kelola sosial tersimpan dalam ruang kebudayaan suatu masyarakat.Oleh karena itu,saya berharap agar kita semua bersama sama tetap menjaga kebudayaan kita agar kita tetap memprkokoh kerukunan,kekeluargaan,dan persatuan di anggota masyakat.
ReplyDelete*KEBUDAYAAN ADALAH TANGGUNG KITA BERSAMA AGAR TETAP TERJAGA**(IRENE PRIANDARINI ARIANI)
menurut saya artikel bapak sangat menarik dan mengerti akan pentingnya kebudayaan.Karena kebudayaan dan manusia memiliki kaitan yang sangat erat.Keduanya saling mengandaikan.Satu akan mati tanpa yang lain dan sebaliknya.Manusia akan mengalami kepunahan,tanpa sistem kebudayaan.Kebudayaan memberikan kelengkapan dan kesempurnaan hidup suatu komunitas sosial.Suatu masyarakat akan kehilangan identitas manakala kehilangan kebudayaan sebagai sumber nilai da moral kehidupan setiap hari.Aturan kehidupan dan taat kelola sosial tersimpan dalam ruang kebudayaan suatu masyarakat.Oleh karena itu,saya berharap agar kita semua bersama sama tetap menjaga kebudayaan kita agar kita tetap memprkokoh kerukunan,kekeluargaan,dan persatuan di anggota masyakat.
ReplyDelete*KEBUDAYAAN ADALAH TANGGUNG KITA BERSAMA AGAR TETAP TERJAGA**(IRENE PRIANDARINI ARIANI)
menurut saya artikel bapak sangat menarik dan mengerti akan pentingnya kebudayaan.Karena kebudayaan dan manusia memiliki kaitan yang sangat erat.Keduanya saling mengandaikan.Satu akan mati tanpa yang lain dan sebaliknya.Manusia akan mengalami kepunahan,tanpa sistem kebudayaan.Kebudayaan memberikan kelengkapan dan kesempurnaan hidup suatu komunitas sosial.Suatu masyarakat akan kehilangan identitas manakala kehilangan kebudayaan sebagai sumber nilai da moral kehidupan setiap hari.Aturan kehidupan dan taat kelola sosial tersimpan dalam ruang kebudayaan suatu masyarakat.Oleh karena itu,saya berharap agar kita semua bersama sama tetap menjaga kebudayaan kita agar kita tetap memprkokoh kerukunan,kekeluargaan,dan persatuan di anggota masyakat.
ReplyDelete*KEBUDAYAAN ADALAH TANGGUNG KITA BERSAMA AGAR TETAP TERJAGA**(IRENE PRIANDARINI ARIANI)
menurut saya artikel bapak sangat menarik dan mengerti akan pentingnya kebudayaan.Karena kebudayaan dan manusia memiliki kaitan yang sangat erat.Keduanya saling mengandaikan.Satu akan mati tanpa yang lain dan sebaliknya.Manusia akan mengalami kepunahan,tanpa sistem kebudayaan.Kebudayaan memberikan kelengkapan dan kesempurnaan hidup suatu komunitas sosial.Suatu masyarakat akan kehilangan identitas manakala kehilangan kebudayaan sebagai sumber nilai da moral kehidupan setiap hari.Aturan kehidupan dan taat kelola sosial tersimpan dalam ruang kebudayaan suatu masyarakat.Oleh karena itu,saya berharap agar kita semua bersama sama tetap menjaga kebudayaan kita agar kita tetap memprkokoh kerukunan,kekeluargaan,dan persatuan di anggota masyakat.
ReplyDelete*KEBUDAYAAN ADALAH TANGGUNG KITA BERSAMA AGAR TETAP TERJAGA**(IRENE PRIANDARINI ARIANI)
Belis, Kegelisahan yang Tak Teratasi?
ReplyDeleteMenurut saya berbicara tentang belis,apalagi yang berkaitan dengan artikel yang telah saya baca bahwa belis merupakan kewajiban yang harus diberi oleh pihak laki-laki dan harus diterima oleh pihak perempuan .Berbicara tentang belis yang harus diberi oleh pihak laki-laki ingin menunjukkan bahwa ia menghargai orang tua dari pihak perempuan yang telah membesarkannya dan menyekolakannya,bukan berarti pihak laki –laki lmembeli atau membayar jasa kedua orang tua dari pihak perempuan tersebut. Belis tidak harus dilihat dari besar jumlah uang yang akan diberihkan,melainkan nilai sosial yang akan berkaitan dengan aspek yang menyatahkan bahwa perempuan perlu dihargai dan perlu menghargai rahim dan air susu ibu dari pihak perempuan .
Belis membuktikan bahwa kedua calon mempelai telah siap untuk menjalani sebuah ikatan yang akan dilakukan melalui acara adat yang akan menyatuhkan kedua keluarga besar dari kedua bela pihak .Belis hanyalah sebagai alat bukti untuk melalui sebuah tantangan dalam mencapai hubungan perkawinan ,sedangkan yang paling utama untuk memperoleh atw mencapai sebuah hubungan adalah cinta dari kedua mempelai.Belis juga adalah sebuah bentuk dukungan dari kedua keluarga besar sebagai tanda untuk meminang mempelai wanita yang nantinya akan menjadi nggota keluarga baru dari pihak laki laki.Terlibatnya keluarga besar dalam sebuah perkawinan adalah sebagai bukti cinta kasih dan ekspresi kegembiraan.
Otonomitas diri perempuan
Saya sebagai seorang perempuan berpendapat sama dengan artikel ini yang mengutarahkan bahwa kebiasaan kita orang Manggarai adalah apabila seorang perempuan yang sudah sudah melalui jenjang pendidikan tinggi maka,akan memperoleh belis mahal karena itu merupakan sebuah kekeliruan dan praktis belis yang salah.
Untuk mengatasi kegelisaan ini kita perlu memahami teori yang telah di lampirkan dalam artikel ini bahwa belis adalah bentuk penghargaan dan sesuatu yang wajib tanpa harus dengan harga yang nominal tinggi.sedangkan orang tua adalah tim sukses dalam mendukung sebuah hubungan dan pesta adalah bentuk rasa terimakasih dan ekspresi kegembiraan .Keutamaan dalam menjalin sebuah hubungan adalah cinta,kejujuran dan restu orang tua.
Nama : Felsiana Oktaviani Mbohong
Kelas : III B PGSD
NPM :.13.31.3104
UPAYA PEMERINTAHAN BUDAYA LOKAL MANGGARAI DALAM MENGHADAPI ARUS GLOBALISASI
ReplyDeleteMenurut apa yang telah saya baca berkaitan dengan pengalaman hidup orang Manggarai bahwa sangat kurang partisipasi dari kaum muda berkaitan dengan kegiatan – kegiatan yang berkaiatan dengan budaya manggarai contohnya tarian adat dan nyayian lagu-lagu daerah .Saya beranggapan bahwa itu disebabkan oleh kurangnya kesadaran dari kaum mudah untuk mengimplementasi budaya Manggarai yang telah mereka peroleh melalui,yang pertama lingkungan keluarga,lingkungan masyarakat dan yang terahkir lembaga pendidikan. Yang kedua usaha dari berbagai macam pihak untuk mendorong semangat kaum muda dilakukan oleh salah seorang kaum mudah flores timur tersebut adalah bentuk ajakan bagi kami selaku generasi penerus untuk membuka hati dan pikiran bahwa sebenarnya lagu –lagu tradisional bisa diaransememen menjadi lagu modern tanpa mengurangi makna dari lagu tersebut.Arus globalisasi yang hadir di tengah – tengah kehidupan kita saat ini adalah sebagai bentuk tantangan yang merusak pola pikir dan tingkah laku dari seseorang apalagi berkaitan dengan musik atau lagu daerah .
Globalisasi adalah terminologi baru. Dinegara – negara maju globalisa sangat di butuhkan karena dapat memperoleh keuntungan .Globalisasi memiliki wajah dan akibat baru.Teknologi baru , lembaga – lembaga keuangan baru memiliki utang yang besar.globalisasi melumpuhkan sistem negara berkembang dan negara maju.
Kebudayaan adalah keseluruhan pengetahuan ,kepercayaan,kesenian,kesusilaan dan hukum,adat - istiadat dan kebiasaan yang diperoleh masyarakat.Masuknya arus globalisasi dalam kebudayaan Manggarai membawa dua dampak yaitu dampak positife dan dampak negative. Sebenarnnya kebudayaan itu milik masyarakat dan memiliki karakter sosial.Masyarakat adalah kelompok individu yang berorganisasi yang memiliki kesadaran .Menurut saya ,upaya mempertahankan budaya Manggarai adalah cara tersendiri untuk meluputkan budaya ini dari campur tangan arus glabalisasi.Kesadaran kita untuk kembali kedalam nilai lokal adalah jalan pertama untuk mempertahankan budaya kita. Anggapan ini dikarenakan oleh pemikiran yang menyatakan bahwa kebudayaan kita harus dijaga dari globalisasi.Dilain pihak globalisasi menjadi sebuah kebutuhan dalam pembangunan .
Peran para pihak :
1. Lembaga agama
Menurut saya lembaga agama juga mempunyai peran penting dalam mempertahankan arus globalisasi di daerah Manggarai dengan cara diadakannya berbagai macam kegiatan positive seperti pembentukan OMK,ajang pencarian bakat,dan pemeran budaya lokal.
2. Lembaga pendidikan
Dalam lembaga pendidikan tidak mengurangi apa yang telah di lakukan oleh lembaga agama maka berbagai kegiatan juga harus dilakukan seperti lomba budaya,pameran festival kesenian daerah.
3. Lembaga pemerintahan
Mendukung dalam menyalurkan dana untuk melancarkan kegiatan yang dilaksanahkan oleh lembaga – lembaga diatas dan memberikan dukungan berupa keamanan dari pihak kepolisian.
4. Lembaga sanggar tari
Membuka daftar pelatihan bagi kaum muda yang ingin bergabung dalam sanggar tari tanpa dipungut biaya. Jangan memilih / membedahkan antar kaum mudah yang ingin bergabung.
5. Lembaga adat
Membenarkan atau meluruskan apa yang menjadi kesalahan dari kegiatan – kegiatan yang dilakukan oleh lembaga – lembaga yang melaksanahkan kegiatan tersebut.ikut berpartisipasi dalam kegiatan seperti memberi dukungan dalam rupa hadir dalam pelatihan.
Nama felsiana oktaviani mbohong
Kelas 3 b pgsd
Npm 13.31.3104
“RITUS TEING HANG ORANG MANGGARAI”
ReplyDeleteTrimakasih banyak pa, saya sangat mengapresiasasi artikel ritus teing hang orang manggarai yang memiliki begituh banyak pembekalan bagi diri saya sendiri memperkuat keyakinan akan relasi antara leluhur yang telah meninggal dengan keluarga yang ditinggalkan.
Artikel ini mengarahkan keyakinanan pembaca terhadap pengawasan dan kedekatan roh leluhur. Ini mungkin mustahil tapi percaya atu tidak percaya kajian dalam artikel ini mengupas lebih jauh hubungan antara leluhur dan keluarga yaang ditinggalkan serta dampakya.
Hal ini dibuktikan dengan pengalaman pembaca, yang pada awalnya meragukan bahkan memandang “teing hang“ leluhur ini sebagai pola lelucon semata, dan menaanggapi dampak kelalain teing hang dengan sikap acuh tak acuh.
Sikap ini nyatanya membawa dampak yang sangat luar biasa bagi diri saya, dalam rentan waktu saya merasa hidup dalam kebimbangan dan tak punya tujuan, hidup dalam kecemasan dan kegelisaan tiada batas, bahkan selalu diteror oleh mimpi-mimpi buruk dan di kejar oleh orang-orang yang wajahnya cukup asing tuk dideskripsikan dengan rupa manusia.
Teing hang mungkin sangat sederhana dan mudah dilakukan tetapi jika dilakukan-nya tidak dengan kepercayan dan keiklasan maka tidak akan menghasilkan apapun bagi pemberi sesajian. Tulisan ini memperkuat upaya mempertahankan aset budaya kita.
Nama: Gisela Srinarti Awut
ReplyDeleteKelas : III B PGSD
Npm : 13.31.3074
UPAYA PEMERATAAN BUDAYA LOKAL
MANGGARAI DALAM MENGHADAPI
ARUS GLOBALISASI
KOMENTAR:
Memang tidak dapat dipungkiri bahwa kaum muda sekarang lebih khusus Manggarai sudah dipengaruhi oleh budaya luar mulai dari hal kecil sampai hal besar. Globalisasi tidak bisa disalahkan tatapi tergantung kita menerima globalisasi tersebut. Kita tidak boleh dipengaruhi oleh globalisasi melainkan kita yang mempengaruhi globalisasi tersebut.
Trimaksih kepada Bapak karna telah memaparkan artikel yang begitu menarik unruk dibaca. Saya pun merasa bahwa budaya Manggarai patut untuk dipertahankan eksistensinya.
Nama: Gisela Srinarti Awut
ReplyDeleteKelas : III B PGSD
Npm : 13.31.3074
UPAYA PEMERATAAN BUDAYA LOKAL
MANGGARAI DALAM MENGHADAPI
ARUS GLOBALISASI
KOMENTAR:
Memang tidak dapat dipungkiri bahwa kaum muda sekarang lebih khusus Manggarai sudah dipengaruhi oleh budaya luar mulai dari hal kecil sampai hal besar. Globalisasi tidak bisa disalahkan tatapi tergantung kita menerima globalisasi tersebut. Kita tidak boleh dipengaruhi oleh globalisasi melainkan kita yang mempengaruhi globalisasi tersebut.
Trimaksih kepada Bapak karna telah memaparkan artikel yang begitu menarik unruk dibaca. Saya pun merasa bahwa budaya Manggarai patut untuk dipertahankan eksistensinya.