Sunday 31 January 2021

Temuan Dokumen Baru (Menguak Teka-Teki Tanah Sengketa Labuan Bajo- Sisi Tilik Dokumen Tanah- Bagian ke-6)

 


Foto Tanah Sengketa (sumber:floresa.co)

Temuan Dokumen Baru

D

alam perjalanan waktu, ketika ada begitu banyak yang membaca ulasan-ulasan saya edisi 1-5, mereka memberikan berbagai dokumen baru berkaitan dengan tanah yang disengketakan saat ini. Dokumen-dokumen itu membenarkan bahwa “ada teka-teki” dalam banyak aspek terkait tanah Toroh Lemma Batu Kallo.

Di penghujung tahun 2015, muncul Surat dari BPN Labuan Bajo bertanggal 21 Desember 2015. Surat itu berisi tentang undangan Sidang Panitia “A” Permohonan Hak Atas Tanah atas nama Dai Kayus. Surat ditujukan kepada Lurah Labuan Bajo, Anggota Panitia “A”, Muhamad Naser, Abdul Gani, Umar Ali, Maling Pembalas masing-masing sebagai Ahli Waris, Ente Puasa dan Muhamad Syair selaku saksi. Diundang juga H. Umar Ishaka dan Ramang N. Ishaka selaku Fungsionaris Adat, termasuk Dayus Kayus selaku pemohon. Dalam dokumen surat itu masih ditambahkan juga nama-nama yang diundang antara lain: Fatimah Badosalam, Muhamad Ali, Baharudin Kamis, Masan Basri, Samsul Bahri dan Sarul Rol. Total yang diundang adalah 17 orang.

Adapun Panitia “A” masuk dalam dokumen Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2007. Dalam pasal 1 dijelaskan bahwa Panitia Pemeriksaan Tanah A yang selanjutnya disebut Panitia “A” adalah panitia yang bertugas melaksanakan pemeriksaan, penelitian dan pengkajian data fisik maupun data yuridis baik di lapangan maupun di kantor dalam rangka penyelesaian permohonan pemberian hak milik, hak guna bangunan, hak pakai atas tanah Negara, hak pengelolaan dan permohonan pengakuan ha katas tanah.

Oleh Kejati NTT, Dai Kayus juga menjadi salah satu tersangka dan sudah ditahan. Apa yang menarik dari kasus Dai Kayus ada dalam tiga aspek ini. Pertama, alas hak kepemilikan tanah dari Dai Kayus dibenarkan oleh Funsionaris Adat Kedaluan Nggorang yang diwakili oleh H. Umar Ishaka dan Ramang N. Ishaka. Setelah kepemilikannya menjadi jelas, termasuk juga akta notaris dengan status kepemilikan yang tetap maka Day Kayus melakukan pensertifikatan hingga sertifikatnya keluar. Sertfikat keluar dari BPN dan dengan demikian menjadi final bahwa tanah itu miliknya.

Kedua, Kejati telah menangkap Dai Kayus serta kepala BPN dengan tuduhan karena mengambil tanah Negara sehingga menyebabkan kerugian Negara 3 triliun (belakangan nilai kerugian diturunkan Kejati menjadi 1,3 triliun). Juga Notaris yang melakukan proses akta tanah, Theresia Koro Demu ditahan. Sedangkan H. Umar Ishaka dan Ramang N. Ishaka, sebagai pihak yang memberikan keterangan mengenai alas hak atas tanah, belum ditangkap dan dijadikan tersangka. Peran mereka sangatlah penting. Sebagai Fungsionaris Adat, mereka bukan saja memiliki pengetahuan tentang tanah tetapi juga kuasa atasnya. Karena itu, jika mereka menyatakan bahwa tanah itu bebas dan merestui untuk pembuatan sertifikat, bukankah mereka juga bagian yang harus bertanggungjawab? Jika temuan Kejati tidak sealur dengan fakta ini, apa alasannya? Ataukah Kejati tebang pilih? Hal itu diperjelas pada point ketiga.

Ketiga, ada begitu banyak nama lain yang yang ada dalam dokumen Undangan BPN terkait Sidang Panitia “A” Permohonan Hak Atas Tanah Dai Kayus sebagaimana sudah dijelaskan di atas, ada 4 orang ahli waris dan 2 orang saksi, mengapa mereka juga tidak masuk sebagai tersangka? Kedudukan mereka sebagai ahli waris dan saksi atas tanah sangatlah penting. Saksi atas tanah, misalnya saksi batas, menjadi pemilik lahan di lokasi yang sama. Artinya, dua orang yang menjadi saksi juga memiliki lahan di daerah sengketa itu. Demikian halnya dengan para ahli waris, adalah pihak yang menerima tanah warisan dari orangtuanya.

Membaca Sikap Fungsionaris Adat

Setelah Kraeng Dalu Haji Ishaka meninggal, ada 3 orang yang menjadi penerus Fungsionaris Adat Nggorang: Haji Umar H. Ishaka, Haji Ramang H. Ishaka dan Muhamad Syair. Kegaduhan persoalan tanah di Labuan Bajo menggugah mereka untuk mengelurkan satu dokumen tertulis. Dokumen itu diberi judul: Surat Pernyataan Tentang Kedaulutan Fungsionaris Adat Nggorang Atas Tanah Adat Ulayat Nggorang di Wilayah Kelurahan Labuan Bajo, Kecamatan Komodo Kabupaten Manggarai Barat.

Ada 4 point penting dinyatakan dalam surat itu. Dalam point 1 disebutkan ha katas tanah sekitar 3.000ha yang telah diserahkan kepada banyak pihak termasuk di dalamnya pemerintah daerah. Point 2 menegaskan bahwa sejak otoritas Fungsionaris Adat menyerahkan tanah kepada para pihak, Fungsionaris Adat tidak lagi memiliki kewenangan atas tanah-tanah itu. Point 3 menyatakan bahwa setiap pihak yang telah memeroleh tanah tersebut dengan tata cara budaya Manggarai “kapu manuk-lele tuak” telah sah menjadi pemilik. Point 4 menyatakan bahwa siapa saja yang ingin memanfaatkan tanah tersebut langsung berurusan dengan pemiliknya.

Dokumen itu ditandatangani oleh Fungsionaris Adat atas nama Haji Umar H. Ishaka, Haji Ramang H. Ishaka dan Muhammad Syair. Pihak yang juga menandatangani dokumen itu selaku saksi antara lain: Haji Muhammad Syahip, Antonius Hantam, Haji Muhammad Abubakar Djudje, Abubakar Sidik, Theo Urus, Muhammad Sidik, Fransiskus Ndejeng, Muhammad H. Ishaka Bakar.

Jika membaca dokumen ini, sangatlah jelas bahwa Fungsionaris Adat sudah menyediakan ruang yang jelas bagi pemilik untuk melakukan apa saja atas tanah di maksud. Dokumen itu dikeluarkan pada 1 Maret 2013 di Labuan Bajo.

Jika memang demikian alur kebijakan Fungsionaris Adat, maka wajarlah kalau kemudian penerus Kraeng Dalu Haji Ishaka dalam diri anak-anaknya, memberikan keterangan alas hak atas tanah di Toroh Lemma Batu Kallo kepada Dai Kayus untuk disertifikat (bdk. Dokumen Surat bertanggal 21 Desember 2015). Demikian halnya sikap BPN, tanpa keraguan memanggil Fungsionaris Adat Nggorang dalam diri H. Umar Ishaka dan Ramang N. Ishaka. Simpulannya jelas, tanah ini bukanlah milik Pemda Manggarai (kemudian Manggarai Barat).

Dengan diterbitkannya sertifikat tanah atas nama Dai Kayus di Toroh Lemma Batu Kallo bukan hanya  membatalkan hak kepemilikan tanah itu atas nama Pemda Manggarai tetapi juga tidak mengakui fakta itu. Dengan kata lain, proses pengurusan yang belum final oleh Pemda Manggarai menjadi fakta tak terbantahkan bahwa tanah itu tidak bisa dikata sebagai milik Pemda Manggarai.

Sikap Kejati NTT Belum Profesional?

Kejanggalan-kejanggalan ini melahirkan pertanyaan: Apakah Kejati NTT sudah sungguh mempertimbangkan dokumen dan fakta lapangan terkait kasus ini?  Ada 2 hal yang patut disampaikan.

Pertama, aksi para Notaris dan PPAT se-NTT yang menolak anggota mereka Theresia Koro Demu dengan pemogokan kerja selama 3 hari (20-22 Januari 2021). Dalam penyampaian Ketua IPPAT NTT, Emmanuel Mali sangat menyayangkan Kejati NTT yang menahan rekan mereka sebab tugas notaris adalah membuat akta dan tidak masuk dalam isi yang menjadi janji para pihak. Jika kedua belah pihak, baik penjual maupun pembeli sudah menunjukkan sertifikat tanah maka akta dapat diterbitkan.

Penahanan Theresia Koro Demu oleh Kejati NTT, dalam pandangan IPPAT NTT, sangatlah tidak lazim dan bertentangan dengan profesi Notaris yang juga dilindungi undang-undang.

Kedua, sikap Kejati tebang pilih terhadap tersangka kasus lain di NTT sungguh berbeda dengan kasus tanah yang diklaim milik Pemda di Labuan Bajo. Koordinator TPID NTT, Meridian Dewanta menjelaskan bahwa dalam kasus Bank NTT Cabang Surabaya, di mana Negara dirugikan Rp.127 miliar, kredit macet itu juga melibatkan 2 notaris: Erwin Kurniawan dan Maria Baroroh. Dalam kenyataannya, dua notaris itu tidak ditahan. Oleh karena itu, Meridian meminta agar Kejaksaan Agung RI menindaktegas Kejati NTT (kastra.co, edisi 30 Januari 2021).

Jika masyarakat yang peduli akan kasus ini bertanya, apakah Kejati dalam melaksanakan tugasnya belum professional? Pertanyaan ini lahir dari kontradiksi-kotradiksi yang sudah dijelaskan pada bagian terdahulu tulisan ini.

Faktanya, Pemda Manggarai tidak memegang dokumen final atas tanah. Jika karena itu ada pihak yang mengklaim tanah itu dan menjualnya, maka semua pihak yang masih hidup dari Pemda Manggarai harusnya jadi tersangka. Demikian juga pihak-pihak lain yang dinyatakan dalam ulasan ke-6 ini. Sedangkan Pemda Manggarai Barat yang sudah berusaha melakukan pelbagai langkah mendapatkan kembali tanah itu, hendaklah dibebaskan. Juga orang-orang lain yang terbukti tidak bersalah.*** (bersambung).

No comments:

Post a Comment