Kanisius Teobaldus Deki M.Th
Dosen STKIP St. Paulus dan Peneliti Budaya Manggarai
Bagaimana kita
dapat memahami sebuah peristiwa di masa lampau? Jawabannya hanya satu,
penelusuran melalui kajian sejarah. Membahas hal ini kita dapat merujuk pada
para pemikir. Topolski (1976:53-55), misalnya, memandang sejarah sebagai
peristiwa masa lampau (past events, res
gestae), sebuah riset yang dilakukan oleh sejarahwan sekaligus berupa hasil
tertentu semisal pernyataan tentang peristiwa masa lalu (narrative about past events, historia rerum gestarum) atau dalam
istilah kerennya, historiografi, walau sebenarnya istilah itu merujuk pada
sejarah penulisan sejarah.
Tombo Nunduk adalah
sejarah tentang usul-asal sebuah keturunan yang dikisahkan secara lisan dan
diteruskan melalui proses pewarisan kepada generasi-generasi penerus suatu
suku. Unsur sejarah yang diyakini dekat dengan fakta merupakan ciri yang paling
khas dari tombo nunduk. Meskipun tidak ditulis namun tombo nunduk tetap
diingat karena ia merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sebuah silsilah
suatu keturunan. Tombo nunduk memiliki peran yang besar dalam menjajaki
kembali usul-asal suatu keturunan secara genealogis maupun dalam kaitannya
dengan kehadiran pihak lain di dalam tempat yang sama melalui relasi
perkawinan.
Tombo nunduk dapat
diklasifikasi ke dalam dua bentuk. Pertama, Tombo nunduk tentang
usul-asal sebuah keturunan [ase-kae, cama tau]. Dalam tombo nunduk jenis
ini orang akan mencari tahu usul-asalnya dalam garis keturunan. Hal ini menjadi
urgen ketika seseorang akan menikah. Sebelum melangsungkan pernikahan, orang
Manggarai biasa melakukan sebuah upacara yang disebut “Turuk Empo”. Turuk
Empo ialah sebuah usaha untuk mencari tahu garis keturunan dengan maksud
untuk menghindari kesalahan dalam menentukan jodoh. Misalnya, seorang pemuda
tidak diperbolehkan memperistri saudarinya sendiri, tantanya, atau semua orang
yang bukan dalam posisi sebagai anak rona [pihak pemberi gadis].
Meskipun peristiwa itu bukan merupakan kasus umum, ada beberapa kasus yang
dialami oleh mereka yang pergi merantau ke tempat jauh atau mereka yang sejak
kecil dipisahkan dari orang tua, perkawinan mereka ternyata sumbang [toe
kopn, jurak] menurut tatanan adat yang berlaku karena masih ada hubungan
darah.
Kedua, Tombo nunduk usul-asal tempat [beo,
golo]. Sering terjadi ketika kita pergi ke tempat yang baru muncul
pertanyaan, “Mengapa tempat ini atau itu bernama ini dan bukan itu?” Pertanyaan
yang sama kerap diajukan oleh orang Manggarai. Itulah sebabnya mengapa sebuah
nama memiliki arti yang mendalam bagi orang Manggarai, meskipun tidak mutlak. Tetapi yang
pasti ialah bahwa setiap nama sering terkait dengan peristiwa sejarah tertentu
yang dalam contoh dapat kita lihat dalam nama kampung Tenda pada uraian
berikut.
Terdapat beberapa makna dari tombo nunduk orang
Manggarai. Pertama, Tombo nunduk yang memaparkan uraian tentang
usul-asal keturunan genealogis bermuara pada satu kesimpulan yakni bahwa
orang-orang yang berada dalam lingkungan atau tempat tertentu adalah satu
keluarga [ase-kae, weta nara, cama tau]. Penelusuran usul-asal keturunan
memungkinkan seorang Manggarai memandang mereka yang satu keturunan dengannya
sebagai saudara. Konsekuensinya, dalam ruang lingkup yang sempit, karena mereka
satu keturunan atau memiliki hubungan kekeluargaan woe nelu [relasi yang
dibangun karena ikatan perkawinan], maka hak dan kewajiban sebagai anggota
keluarga besar, baik sebagai orang tua [ata tu’a], anak-anak, paman dan
bibi [amang-inang], menantu [koa] mesti dipenuhi. Dalam ruang
lingkup yang lebih luas, kesadaran akan adanya kesamaan asal keturunan
memungkinkan orang Manggarai merasa memiliki teman dan keluarga. Karena itu
mereka dapat saling mengandalkan dan bekerja sama. Itulah sebabnya, sesama
warga keturunan kerap disebut ata dite [orang kita, one of us].
Relasi yang dibangun dalam keluarga menghasilkan
perbedaan status dan berpengaruh pada cara memanggil.
Kedua, Tombo
Nunduk tentang sejarah usul-asal nama tempat. Tempat yang diberi nama memberikan
identitas tersendiri bagi orang yang mendiami wilayah itu. Dalam kebersamaan
dengan orang lain, kerap terjadi pembedaan yang dibuat menurut usul-asal. Jika
mereka berasal dari tempat yang sama, orang-orang itu merasa dikuatkan,
diteguhkan atau bahkan mengalami kegembiraan meskipun berada di tempat yang
jauh. Orang sering mengatakan, “Kali cama tau dite boe, keraeng” [ternyata
kita sama saudara] yang membedakan kita dengan “ata bana” [orang lain yang
tidak kita kenal, the others] bila berhadapan dengan orang yang baru
dikenal setelah mengadakan pengusutan asal kampung. Istilah “cama tau”
merupakan lambang, tanda yang pada gilirannya melahirkan
konsekuensi-konsekuensi dalam hidup bersama. Cama tau berarti sekarang
kita berjuang dalam kebersamaan, menciptakan sebuah bentuk hidup yang dilandasi
suasana persaudaraan yang memungkinkan kita hidup dalam semangat kolektifitas
yang sosial.
Tombo nunduk biasa
dikisahkan dalam pelbagai moment kehidupan orang Manggarai. Ada dua model
kesempatan yang kerap digunakan, yakni secara resmi maupun tidak resmi. Secara
resmi tombo nunduk diungkapkan dalam kebersamaan struktur seminal ada
upacara adat penti (pesta syukuran keluarga besar adat), pongo (peminangan),
Turuk empo (silsilah keturunan saat kedua mempelai hendak menikah).
Sedangkan secara tidak resma misalnya, saat berpapasan dengan orang baru ada ris
(sapaan), atau ketika melihat orang baru masuk ke perkampungan, kerap
ditanyakan usul-asal orang bersangkutan.
Pada zaman dahulu, sangat jarang terjadi perkawinan
yang tidak senonoh antara seorang gadis dengan seorang pemuda karena penerusan
tombo nunduk yang secara intens dilakukan hampir setiap malam menjelang tidur.
Kenyataan itu di zaman ini telah berubah sebab kebiasaan menuturkan sejarah
keturunan telah hampir punah. Sebuah kenyataan yang patut disesali sekaligus
menjadi tantangan untuk menarik kembali nilai-nilai positif yang ada dalam
tombo nunduk ini. Beberapa tahun terakhir ini, kebiasaan menumbuhkan
nilai-nilai tombo nunduk dikemas secara baru melalui ritus pernikahan yang
diwarnai seremoni adat Manggarai. ***
No comments:
Post a Comment