Tuesday 24 October 2017

Hubungan Gereja dan Dunia




 Kanisius Teobaldus Deki

Kalau kita coba menelisik tema tentang “Gereja Dalam Dunia”, kita menjadi sadar bahwa pembahasan tentangnya relatif baru sejak Konsili Vatikan II dijalankan, khususnya konstitusi Gaudium et Spes. Meskipun kita sadar bahwa Gereja selalu hidup dalam dunia, tetapi bagaimana model atau cara ia menghadirkan diri, itulah yang menjadi pusat tilikan “dalam dunia”nya. Melalui konstitusi apostolis Humanae Salutis yang terbit pada hari Natal 1961, Paus Yohanes XXII memanggil Konsili. Dalam konstitusi itu, Bapa Suci bermaksud mempertemukan daya kekuatan hidup abadi injil dengan dunia modern yang maju dalam bidang teknik dan ilmu tetapi juga bersifat sekularistis.[1]
Otonomitas manusia dan dunia coba dirangkum dalam konstitusi dogmatis Gaudium et Spes secara cukup memadai, meski tak bisa dikatakan bahwa ia berhasil menyajikan sebuah refleksi teologis yang komprehensif mengenai hubungan Gereja dan dunia. Dalam bagian “Manusia di dunia Dewasa ini”[2] dijelaskan semacam uraian sosiologis sebagai introduksi pada soal-soal tentang manusia. Dalam artikel 3 dikatakan bahwa manusia menjadi titik pusat tuju, “Konsili memusatkan perhatiannya pada dunia manusia, yakni seluruh keluarga umat manusia beserta alam semesta yang menjadi tempat tinggalnya”.[3]
Selanjutnya konstitusi yang sama dibagi ke dalam dua bagian. Bagian pertama, Gereja dan panggilan manusia.[4] Dalam bagian ini dimunculkan sebuah antropologi teologis, menyangkut martabat pribadi manusia, masyarakat manusia dan mengenai kegiatan manusia. Tetapi yang lebih penting dari itu ialah bagian tentang Gereja dan dunia modern, khususnya sebuah hubungan timbal balik antara Gereja dan dunia.[5]  Dan bagian kedua,[6] dapat dilihat sebagai sasaran utama konstitusi ini berupa beberapa masalah penting: masalah perkawinan, perkembangan kebudayaan, hidup sosial-ekonomis, politik dan perdamaian.
Dokumen Sacrosanctum Concilium menyebutkan dengan jelas bahwa Gereja adalah sakramen kesatuan karena dari lambung Kristus yang wafat di salib lahirlah sakramen ajaib, yakni Gereja seluruhnya. Gagasan ini diperluas lagi dalam Lumen Gentium. Beberapa pokok pikiran tentang eksistensi Gereja dalam dunia dijelaskan sebagai berikut: 1] Gereja di dalam Kristus bagaikan sakramen yakni tanda dan sarana persatuan mesra umat manusia dengan Allah dan kesatuan seluruh umat manusia.[7] 2] Allah memanggil manusia yang penuh kepercayaan untuk mengarahkan pandangannya kepada Yesus, Pencipta keselamatan dan dasar kesatuan serta perdamaian, dan membentuk mereka menjadi bagi semua dan tiap-tiap orang sakramen yang kelihatan dari kesatuan yang menyelamatkan itu.[8] 3] Kristus mengutus Roh-Nya yang menghidupkan ke dalam hati para murid dan oleh roh itu membentuk tubuhNya yaitu Gereja, menjadi sakramen keselamatan yang universal.[9] 4] Allah berkenan mencurahkan Roh yang dijanjikan Kristus sebelum menampilkan dengan meriah sakramen keselamatan manusia.[10]
Konsili Vatikan II, khususnya dokumen Gaudium et Spes menyatakan bahwa “Makna paling luhur dari martabat manusia terletak dalam panggilannya untuk memasuki persekutuan dengan Allah”. Panggilan kepada persatuan dan kesatuan antara Allah dan manusia dan manusia dengan manusia serta seluruh ciptaan merupakan muara dari gagasan Konsili Vatikan II tentang hubungan Gereja dan dunia.[11] Inilah titik mulai yang dapat menjadi jembatan penghubung antara eksistensi Gereja dalam menemukan tempatnya di dunia ini.


[1] Bdk. Tom Jacobs, “Gereja Dalam Dunia” dalam: JB. Banawiratma [ed.], Gereja dan Masyarakat, Yogyakarta: Kanisius, 1987, h. 19.
[2] GS 4-10, Op. Cit., hh. 511-520.
[3] GS 2:2, Ibid, h. 510.
[4] Bdk. GS 11-45, Ibid., hh. 521-565.
[5] Dalam art. 41-43 secara khusus dijelaskan tentang: 1] bantuan Gereja kepada orang individual, 2] bantuan Gereja kepada masyarakat manusia, dan 3] bantuan Gereja kepada kegiatan manusia.
[6] Bdk. GS 46-90, Ibid., hh. 567-633.
[7] LG 1, Ibid., h. 65.
[8] LG 9, Ibid., hh. 76-78.
[9] LG 48, Ibid., hh. 138-140.
[10] LG 59, Ibid., hh. 151-152.
[11] LG 1, 9, 48, 49, kerap berbicara tentang “sakramen keselamatan”, “sakramen kesatuan yang menyelamatkan”. Sakramen berarti: tanda dan sarana persatuan mesra umat manusia dengan Allah dan kesatuan seluruh umat manusia. Kata “persatuan” [unitas] dan “kesatuan” [unio] terdapat 54 kali dalam LG.

No comments:

Post a Comment