Menulis Buku, Bangun Budaya Literasi Dalam Koperasi Kredit di Indonesia
Kanisius
Teobaldus Deki, KSP Kopdit Kopkardios dan STIE Karya
Sejak saya bergabung dengan
Gerakan Koperasi Kredit Indonesia (GKKI) tahun 2007, ada decak kagum yang sulit
dielak melihat komitmen perjuangan dari para pegiat Kopdit di Indonesia.
Perjuangan ini bertujuan mulia: membebaskan masyarakat dari kepungan kemiskinan
dan memutuskan rantai ketergantungan melalui pemberdayaan ekonomi. Wadahnya
adalah koperasi kredit.
Ketika dipilih menjadi
Pengurus KSP Kopkardios, saya menjabat sebagai sekretaris. Saya memperkuat diri
dengan pelbagai literatur yang membincangkan secara intens tentang koperasi
kredit, mulai dari sejarah, latar kelahirannya hingga bagaimana
mengoperasikannya untuk mencapai tujuan mulia tadi. Saya berjumpa dengan
anggota secara langsung, baik dalam pendidikan dan sosialisasi, maupun ketika
bertransaksi di kantor. Kunjungan lapangan kami tingkatkan, pertemuan dengan
anggota diintenskan. Jadilah sebuah komunitas keluarga yang memiliki satu
kesadaran bahwa hidup ini merupakan sebuah perjuangan untuk berubah dan
bertumbuh bersama.
Lambat laun, ketika ada
undangan untuk mengikuti Rapat Nasional (Ratnas), saya menghadirinya pertama di
Jogjakarta tahun 2012. Kala itu saya menyaksikan orang datang dari berbagai
daerah di seluruh Indonesia, tumpah ruah, memenuhi Hotel Saphire Jogjakarta.
Keceriaan wajah dari peserta mengikuti lokakarya nasional (Loknas)
mengisyaratkan bahwa apa yang telah dilakukan selama bertahun-tahun di Kopdit
masing-masing kini sedang dirayakan sebagai perjalanan yang menggembirakan dan
memberikan harapan baru. Materi-materi dalam Loknas memandu arah untuk semakin
memperkuat pengetahuan, mengentalkan komitmen dan semangat agar melayani lebih
sungguh.
Pada level tertentu,
materi-materi itu tidak hanya bersentuhan dengan motivasi, tetapi menjadi
mercusuar yang memancarkan cahaya pengetahuan agar mengelola Kopdit dengan
benar. Persoalan pengelolaan ini menjadi titik sentral sehingga niat dan
cita-cita untuk memenangkan kesejahteraan anggota dan masyarakat menjadi nyata.
Di situlah nilai-nilai dan jati diri Kopdit menjadi terang-benderang sebagai
matra dalam berkoperasi.
Tradisi Peluncuran Buku
Memotivasi
Ada satu hal yang patut
didiskusikan secara mendalam dalam kegiatan Loknas yakni acara launching
buku. Acara ini ditampilkan megah-meriah di bagian pembukaan. Selalu ada buku
yang diluncurkan setiap tahun di kegiatan Loknas. Bukunya berbicara tentang
pengelolaan Kopdit. Pada tahun 2012 di Jogja, untuk pertama kalinya saya
mengikuti peluncuran buku karya bersama Munaldus, Yuspita Karlena, Yohanes RJ,
Saniansa dan B. Hendi dengan judul: Credit Union Kendaraan Menuju
Kemakmuran-Praktik Bisnis Sosial Model Indonesia (Jakarta: PT. Elex Media
Komputindo, 2012). Setelah buku pertama ini sukses, Munaldus, Yuspita Karlena
dan Herlina menerbitkan buku baru: Kiat Mengelola Credit Union, terbit
tahun 2014 oleh penerbit yang sama dan dilaunching tahun 2014 di Medan, Sumatera
Utara.
Dua buku ini menjadi sumber
yang baik untuk memadukan secara erat dimensi pengetahuan, pengalaman dan
motivasi dalam mengelola Kopdit. Buku yang ditulis lahir dari rahim kecintaan
yang mendalam terhadap Kopdit dan beraras pada pengembangan dan pemberdayaan
Kopdit di masa yang akan datang.
Tidak setiap tahun saya
mengikuti Loknas, karena bergilir dengan Pengurus atau Pengawas yang lain.
Namun, beberapa pengalaman mengikuti Loknas yang disertai peluncuran buku,
menimbulkan daya dorong yang besar bagi saya untuk juga mulai menulis Kopdit.
Langkah pertama saya lakukan dengan menulis buku: Setia Mengabdi
Kemanusiaan:Tapak-Tapak Membangun Bersama Kopkardios (Jogjakarta:
AsdaMedia, 2016). Setelah itu, diikuti buku KSP Kopdit Suka Damai dengan judul:
KSP Kopdit Suka Damai: Meretas Mimpi Menggapai Harapan Membangun Peradaban
(Ruteng: Lembaga Nusa Bunga Mandiri, 2019). Setahun kemudian, saya menulis buku
untuk KSP Kopdit Hanura di bawah judul: Terus Menggemakan Nurani Memantulkan
Kesejahteraan: 25 Tahun Kopdit Hanura (Ruteng: Lembaga Nusa Bunga Mandiri,
2020).
Buku-buku ini menjadi bacaan
yang simpatik bagi anggota Kopdit, pegiatan Kopdit, akademisi dan masyarakat
umum. Ada kemudahan bagi anggota untuk mengetahui latar kelahiran Kopdit,
tokoh-tokoh inisiator, para pendiri dan anggota awali. Sajian informasi seputar
usaha dan perjuangan mereka yang tak kenal lelah, penuh daya juang, memicu
mereka untuk menjadi anggota aktif. Pada level Badan Pengurus,Pengawas,
informasi ini membantu mereka melanjutkan pengelolaan Kopdit dengan baik dan
benar. Dimensi pengetahuan memperdalam kesetiaan untuk melanjutkan pengelolaan
sesuai tujuan. Elaborasi yang kreatif dengan perkembangan zaman menolong mereka
untuk memperkokoh Kopdit dalam perubahan zaman. Ketika Kopdit menjadi salah
satu tempat dibangunnya kajian ekonomi mikro, buku tentang Kopdit menjadi acuan
setiap peneliti. Demikian para siswa dan mahasiswa yang menjalankan masa
pratikum memahami konsep Kopdit secara lebih memadai dengan membaca buku ini.
Kesadaran untuk menulis buku
terus berlanjut. Selain tetap menulis Kopdit, pada tahun 2021 saya mulai
menulis tentang tokoh Kopdit Nasional, Bapak Romanus Woga di bawah judul: Dian
yang Tetap Bercahaya-75 Tahun Romanus Woga (Jogjakarta: AsdaMedia, 2022).
Buku ini diluncurkan di Hotel Asthon saat Loknas pasca pandemi Covid-19
di Kupang. Sebuah buku yang menulis perjalanan hidup dan perjuangan Bapak Rommy
dalam membangun gerakan Kopdit di NTT dan kemudian di Indonesia dan Asia
melalui pelayanannya sebagai Ketua Inkopdit dan Wakil Presiden ACCU di Bangkok.
Ketika peluncuran buku di
Kupang sukses, kesadaran untuk menulis pada diri pelaku Kopdit makin besar. Tatkala
Kopdit merayakan 25 tahun, 40 tahun dan 50 tahun, kehadiran sebuah buku menjadi
moment penting untuk menegaskan jati dirinya dalam sejarah. Tradisi itu
berkembang baik di tingkat Inkopdit, Puskopdit maupun primer. Tonnio Irnawan
dari Inkopdit menulis buku dengan judul: Perjalanan Gerakan Koperasi Kredit
Indonesia Mencapai Integrasi Nasional (Jakarta: Inkopdit, 2022). Buku ini,
seperti judulnya bertutur tentang perjalanan kelahiran GKKI dan suka duka
sejarahnya hingga mencapai integrasi nasional. Buku ini menandai peringatan 50
tahun gerakan Kopdit di Indonesia.
Di Puskopdit Flores Mandiri,
tradisi meluncurkan buku menjadi sebuah peristiwa penting. Ketika merayakan
Pancawindu Gerakan Kopdit di Puskopdit Flores Mandiri, Mikhael Hongkoda Jawa,
dkk menerbitkan buku dengan judul: Koperasi Kredit Membangun Peradaban
Bermartabat (Ende: Puskopdit Flores Mandiri, 2011). Sepuluh tahun kemudian,
persis merayakan Pesta Emas Gerakan Kopdit, mereka menerbitkan dua buku:
Pertama, Merawat Ingatan Jejak Sejarah Koperasi Kredit di Flores. Kedua,
Koperasi Kredit Dialog Kehidupan. Dua buku ini diterbitkan oleh Penerbit
Ledalero.
Demikian masih banyak Kopdit
serta Puskopdit yang menandai hari lahir lembaga mereka dengan acara peluncuran
buku. Sebuah tradisi yang terus berkembang dan memperkaya khazanah ilmu dan
pengalaman berkoperasi dari waktu ke waktu.
Membangun Budaya Literasi
Kopdit
Dalam arus riuh rendah gemuruh
tema literasi yang menjadi main stream percaturan wacana di Indonesia
belakangan ini, GKKI juga mengambil bagian secara aktif. Hal itu ditandai oleh
pembangunan media dalam GKKI, dimulai dari Inkopdit.
Kehadiran Majalah PICU yang
diinisiasi dan dikelola oleh Inkopdit menjadi sumber inspirasi dan informasi
untuk bertukar pengalaman dalam pengelolaan Kopdit sekaligus menjadi medium
konsolidasi ide bagi semua pegiat Kopdit di seluruh Indonesia. Opini-opini yang
dipublikasi melalui PICU memupuk kecerdasan sekaligus memancing daya kreatif
melalui olahan konsep yang dielaborasi sesuai konteks masing-masing Kopdit.
Pada tahun 2023 ini, saya
mendapat kepercayaan untuk menulis dua Kopdit. Pertama nian, sebuah
Kopdit di Kota Bajawa, Flores. Bukunya berjudul: Satu Hati Membangun
Kesejahteraan Bersama-40 Tahun Kopdit Sehati (Jogjakarta: AsdaMedia, 2023).
Kopdit ini bernama Sehati. Kopdit ini
lahir dari rahim pemikiran para pegawai di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan
Kabupaten Ngada. Mereka lalu mendirikan Kopdit Sehati (dari kata: Satu Hati)
untuk mengatasi kesulitan ekonomi mereka. Dari lingkup dinas, Kopdit ini
kemudian menjalar menjumpai masyarakat luas hingga saat ini anggotanya sudah
berada di beberapa kabupaten.
Apa yang menarik dari acara launching
buku di Bajawa pada 6 Mei 2023 adalah pesan dalam acara itu untuk membangun
budaya literasi dalam Kopdit. Hal yang sama diulang kembali pada saat acara launching
buku General Manager Kopdit Swasti Sari, Yohanes Sason Helan di Kupang 5
Agustus 2023, dengan judul: Bangun Kesejahteraan Masyarakat NTT Untuk
Indonesia (Jogjakarta: AsdaMedia, 2023). Bapa Rommy Woga, sebagai salah
satu keynote speaker mengatakan bahwa kita perlu terus membangun budaya
literasi dalam Kopdit.
Budaya literasi dalam Kopdit
bisa dipahami sebagai sebuah habit
untuk membaca dan menulis serta berpikir kritis. Tujuannya agar terciptanya tradisi
berpikir yang diikuti oleh proses membaca dan menulis sehingga menciptakan
inovasi-inovasi yang berdaya guna dalam Kopdit. Melalui penerbitan artikel,
berita pun buku, terdapat kebiasaan menulis sejarah kelahiran lembaga,
tokoh-tokoh perintis Kopdit yang mengubah, dan tatanan nilai yang menciptakan
karakter pelaku dan pegiat Kopdit yang sesuai dengan prinsip dan jati dirinya.
Kebiasaan menulis, membaca dan
berpikir kritis dalam Kopdit lalu menjadi sebuah budaya untuk memotivasi
anggota dan masyarakat untuk terlibat dalam gerakan mulia ini. Tulisan yang
menarik dan menggugah memiliki daya dorong yang kuat untuk menggerakkan
perubahan dan mengajak orang terlibat di dalamnya. Di sisi lain, kekuatan sebuah
publikasi dapat menolong orang untuk menggali lebih dalam ide dan konsep serta
mengembangkannya secara kreatif.
Selain itu, budaya literasi
membangun kemampuan dokumentatif yang baik dalam Kopdit. Melalui sebuah buku,
perkembangan lembaga dari masa ke masa terdeteksi secara teratur. Dari sanalah
para generasi pelanjut Kopdit akan meneruskan visi dan misi lembaga itu dan
mengembangkannya secara kreatif dan inovatif.
Akhirnya, buku tentang Kopdit
menjadi bagian tak terpisahkan dari pendidikan sebagai salah satu pilar penting
Kopdit. Anggota diajak untuk membaca dan mencintai lembaganya. Semangatnya
terus dipicu. Ia dapat berbicara kepada orang lain tentang Kopdit dari
pengalaman membaca dan merefleksinya sendiri. Ia dapat berkata-kata lancar
karena berpengetahuan. Inilah terjangan yang menjadi fokus budaya literasi
dalam Kopdi yakni semua komponen sama-sama memiliki kompetensi karena kemampuan
membaca, menulis dan berpikir kritis-inovatif.***
Comments
Post a Comment