MEMBANGUN GENERASI EMAS KABUPATEN ENDE

                                 Makalah Peluncuran Buku Drs. Djafar H, Achmad, M.M

Ende, 18 Agustus dan 6 November 2023

Kanisius Teobaldus Deki, S.Fil, M.Th

STIE KARYA 


Lembaga Nusa Bunga Mandiri, sebuah lembaga yang bergerak pada penguatan Sumber Daya Manusia, memiliki orientasi untuk membangun wawasan berbasis kajian analitik terhadap pembangunan di NTT dan Indonesia. Kajian-kajiannya bertitik pusat pada upaya untuk menemukan faktor-faktor pendorong percepatan pembangunan dan peningkatan masyarakat, baik yang dilakukan oleh pemerintah, pelaku usaha, lembaga non pemerintah maupun masyarakat.

Pendahuluan

Lembaga Nusa Bunga Mandiri, sebuah lembaga yang bergerak pada penguatan Sumber Daya Manusia, memiliki orientasi untuk membangun wawasan berbasis kajian analitik terhadap pembangunan di NTT dan Indonesia. Kajian-kajiannya bertitik pusat pada upaya untuk menemukan faktor-faktor pendorong percepatan pembangunan dan peningkatan masyarakat, baik yang dilakukan oleh pemerintah, pelaku usaha, lembaga non pemerintah maupun masyarakat.

Sejak tahun 2013, salah satu kajian yang paling banyak mendapat tempat adalah program dan pelaksanaan pembangunan daerah dan para tokoh yang berperan sebagai aktor pembangunan. Karena itu, Lembaga Nusa Bunga Mandiri membuat riset atau kajian-kajian yang lebih dalam, baik capaian pembangunan suatu daerah, maupun tokoh-tokoh yang berperan di dalamnya.

Dalam konteks NTT, ada begitu banyak capaian pembangunan yang dapat dideretkan. Capaian-capaian itu meminimalisir penilaian dan predikat jelek yang disematkan secara terus menerus kepada daerah kita. Makin hari dijumpai capaian-capain kecil yang mengarah ke pemicu pertumbuhan yang besar, antara lain pertumbuhan ekonomi, penurunan stunting, keluar dari status daerah tertinggal. Indikator keberhasilan yang bertitik tumpu pada produktivitas, efisiensi, partisipasi masyarakat, dinamika penduduk, keterbukaan informasi, daya saing dan stabilitas sosial kita jumpai dalam kenyataan kehidupan sehari-hari.

Capaian-capaian ini mesti berani dikatakan untuk terus memacu semangat kita membangun bersama NTT mulai dari setiap kabupaten-kota. Salah satu cara strategis yang dilakukan oleh Lembaga Nusa Bunga Mandiri adalah melakukan riset capaian pembangunan dan para tokoh selaku aktor yang berada di balik gerakan itu melalui penulis buku biografi.

Pada hari ini, kita boleh bersyukur mendapat kesempatan istimewa untuk melaunching Buku Biografi Pembangunan Drs. Djafar H. Achmad, M.M. Sebagai perwakilan Lembaga Nusa Bunga Mandiri, kami mempresentasikan kepada kita semua tentang alur kajian dan penulisan buku ini.

 

Mulai Dengan Kajian Lalu Tawarkan Menulis

Tahun penuh kenangan! Mungkin itulah kalimat yang tepat bagi masyarakat Kabupaten Ende di tahun 2022. Saat itu, untuk pertama kalinya Presiden RI Bapak Ir. Joko Widodo mengunjungi Kabupaten Ende. Kunjungan ini memiliki nilai historis khususnya pada saat negara ini merayakan Hari Kelahiran Pancasila, 1 Juni 2022. Kunjungan ini merupakan kesempatan istimewa sebab mengukuhkan kembali perjalanan sejarah bangsa ke masa silam tatkala Ir. Soekarno diasingkan di Ende oleh Pemerintah Kolonial Belanda. Di tanah inilah Ir. Soekarno yang kelak menjadi Presiden Pertama RI, menenun nilai-nilai fislosofis Pancasila, Dasar Negara RI.

Kehadiran Presiden Joko Widodo merupakan sebuah peristiwa penting sebab presiden sebelumnya, kecuali Soekarno, tak pernah datang ke tempat ini. Kehadiran orang nomor satu di republik ini merupakan sebuah pengakuan sekaligus ajakan untuk merenungkan kembali nilai-nilai Pancasila dan menghayatinya dalam kehidupan sehari-hari.

Kehadiran Presiden tentulah memiliki efek positif bagi kemajuan daerah ini. Dari sisi pariwisata, pengukuhan pariwisata sejarah perjuangan bangsa mendapat tempat yang layak di Kabupaten Ende. Situs-situs Bung Karno tertata apik dan mendapat pengunjung dari pelbagai penjuru dunia. Penataan kawasan situs Bung Karno, seperti Pantai Kota Raja, menjadikan Kota Ende sebagai tempat yang rindu untuk dikunjungi. Demikian Monumen Pancasila di Simpang Lima yang telah ditata apik.

Kunjungan Presiden RI Ir. Joko Widodo melahirkan pertanyaan, siapakah aktor di balik kehadiran Bapak Pembangunan ini di Ende? Pertanyaan ini mendapat jawaban. Salah satu tokoh kunci adalah Drs. Djafar H. Achmad, M.M. Selaku Kepala Daerah Kabupaten Ende, ia memiliki peran strategis. Ia membangun konsolidasi dan koordinasi dengan banyak pihak sehingga peristiwa besar itu dapat terjadi.

Dari peristiwa itulah, kami membuat kajian terkait pembangunan yang telah dilakukan oleh Bapak Haji Djafar, demikian biasa disapa. Sejak tahun 2008 ia bertekad maju ke perhelatan Pilkada, hingga tahun 2014 dan 2018 demi mengabdikan hidupnya bagi kemajuan dan kesejahteraan masyarakat Kabupaten Ende. Kami menjumpai ada banyak hal positif yang dapat dibagikannya kepada publik, khususnya generasi masa depan Kabupaten Ende dan NTT. Bapak Haji Djafar adalah salah satu putera daerah yang telah lama mengabdi di Jakarta, baik di Pelindo, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang mengelola pelabuhan laut maupun di perusahaan multinasional Jababeka setelah ia purna bakti dari Pelindo.

Melalui refleksi yang mendalam, kami mengajukan diri untuk menulis sebuah publikasi dalam tema Biografi Pembangunan yang telah dijalankannya selama dua periode masa jabatan 2014-2019 selaku Wakil Bupati dan 2019-2023 selaku Bupati menggantikan pendahulunya, Ir. Marselinus Y.W. Petu.

Niat kami mendapatkan sambutan positif. Bapa Haji Djafar menerima rencana kami dalam bingkai warisan (legacy) bagi generasi penerus Kabupaten Ende. Menurut Bapa Haji Djafar, bertutur tentang sejarah perjalanan hidup yang penuh perjuangan merupakan sebentuk ucapan terima kasih atas segala hal baik yang telah diterimanya mulai dari keluarga, lembaga pendidikan, tempat berkarya dan kepercayaan yang diberikan masyarakat Kabupaten Ende kepadanya. Selain itu, buku biografi ini beraras memberikan motivasi bagi siapa saja yang ingin berkiprah dalam ruang-ruang publik melayani masyarakat dan menyejahterakan hidup mereka.

 

Skema Buku

Buku ini memiliki 9 Bab. Bab Pertama berjudul: Ende Rahim Pancasila. Ende sejak zaman dahulu adalah wilayah dengan posisi yang strategis. Sejak zaman Portugis dan Spanyol, hingga Belanda dan Jepang, Ende menjadi kota pusat niaga yang terkenal di Flores. Arus niaga yang kuat itu membawa serta posisi Ende sebagai pusat Flores, hingga paska kemerdekaan. Ende adalah Ibu Kota Daerah Flores.

Selain itu, dalam tatanan Negara Kesatuan Republik Indonesia, Ende memiliki peran yang istiewa. Di tanah inilah Pancasila dilahirkan. Karena itu, Ende layak disebut sebagai Rahim Pancasila. Kehidupan yang plural, menerima, menghargai dan hidup dalam perbedaan adalah kekuatan Ende sebagai rumah bersama (Sa’o Bersama).

Bab Kedua berjudul: Dari Pulau Bunga Mengembangkan Panji Juang. Pada bagian ini dinyatakan sejarah kelahiran, keluarga, pendidikan hingga karier dari Bapa Haji Djafar. Pulau Ende yang terpencil di zaman dahulu ternyata melahirkan seorang pemimpin yang hebat.

Bab Ketiga berjudul: Rindu Mengabdi Kampung Halaman. Kerinduan ini adalah sebuah kerinduan hakiki. Ia memperkuat dirinya dengan berbagai pendidikan dan pelatihan. Ia terjun ke berbagai organisasi hingga kemudian karirnya terus menanjak dariw aktu ke waktu. Ketika sudah berhasil di tanah rantau, Ia ingat pulang. Ia ingin membaktikan dirinya bagi sesama saudara di kampung halaman. Mulai tahun 2008. Meskipun ia belum berhasil, namun niat itu tak pernah lumpuh dan sirna. Ia mencoba lagi tahun 2013 sebagai kandidat Wakil Bupati dan berhasil. Tahun 2018 hal yang sama dilakukan hingga kemudian ia melanjutkan tingkat estafet kepemimpinan daerah ini selaku Bupati.

Bab Keempat: I Will Back Home and Win! Adalah kisah kemenangan bagi rakyat Ende. Ia kemudian membaktikan dirinya sebagai seorang wakil yang senantiasa menolong Bupati. Itulah sebabnya Bab Kelima buku ini diberi judul: Wakil Bupati Itu Penolong. Ia bertugas untuk secara bersama membangun kesejahteraan masyarakat melalui tugas yang dipercayakan kepadanya.

Bab Keenam: Menahkodai Kabupaten Ende Menuju Sejahtera. Ini dimulai dengan Rencana Pembangunan Periode Kedua. Ketika dipilih untuk melanjutkan tongkat kepemimpian, ia memiliki kerinduan agar Ende menjadi Kabupaten Pintar, Ende Juara dan Ende Berbudaya. Ia selalu belajar dan bekerja sama dengan semua elemen. Hasilnya dapat diperoleh ketika kita harus mengucapkan: Good Bye Status Daerah Tertinggal, dan meraih Opini WTP. Bapa Haji Djafar terus menggenjot niaga melalui pelabuhan laut dan pembangunan terminal baru bandar udara sebab bandara menjadi pintu masuk ekonomi baru. Selain itu, memperkuat Sektor Pariwisata sebagai Prime Mover of Economic.

Bab Ketujuh: Ende, Pancasila dan Joko Widodo. Bab ini mengulas bahwa sejak zaman lampau Ende mendapatkan perhatian dari pemimpin bangsa ini, mulai dari Soekarno, Hatta, Boediono dan akhirnya Joko Widodo. Bapa Haji Djafar merupakan salah satu tokoh penting dalam menghadirkan Presiden Joko Widodo ke Ende. Ia ingin Ende menjadi Kota Pancasila. Satu-satunya di Indonesia. Tidak ada yang lain. Kehadiran Presiden Joko Widodo ingin menegaskan kembali posisi Ende dalam sejaran bangsa ini sekaligus pembangunan karakter anak-anak bangsa. Peristiwa ini sedemikian luar biasa sehingga menjadi tanda harapan baru bagi daerah ini ke depannya.

Bab Kedelapan: Total Mengabdi Untuk Kesejahteraan Masyarakat. Badai wabah Pandemi-19 meluluh-lantakkan semua sendi kehidupan. Masyarakat Kabupaten Endepun mengalami hal yang sama. Bapa Haji Djafar bangkit untuk berjuang bersama semua elemen bertahan dan keluar dari aneka krisis akibat pandemi Covid-19 ini. Ia melihat bahwa bersama semua elemen yang mencintai kabupaten ini, apapun masalah yang dihadapinya dapat diatasi dengan baik.

Dalam bab ini juga dibangun prinsip dasar kepemimpinannya melalui filosofi Ka’e no’o Aji. Kita adalah saudara, kakak dan adik yang saling memperkuat, mendukung agar masyarakat Ende sejahtera dalam semua aspek kehidupannya. Ia membangun strategi agar membangun Ende berbasis tiga batu tungku: Tungku Agama, Tungku Adat (Mosalaki) dan Tungku Pemerintah yang senantiasa bekerja sama. Ide jenius ditampilkannya melalui penghidupan Budaya Pire di Kabupaten Ende sebagai Hari Hening Daerah. Ia ingin menunjukkan bahwa Ende memiliki kekhasan dari kebudayaannya yang sangat kaya.

Membangun Generasi Emas

Soekarno memandang jauh ke depan. Alih generasi merupakan sebuah proses alamiah yang berkesinambungan. Di sisi inilah peran generasi muda menjadi sangat penting dan strategis. “Beri aku 10 pemuda, niscaya aku akan mengguncangkan dunia”, kata Soekarno. Pekikan ini merupakan sebuah penciptaan arus utama untuk mendidik generasi muda sebagi pelanjut perjuangan bangsa, juga perjuangan daerah. Kesadaran ini terus terpatri erat pada nubari Bapa H. Djafar untuk mengembang tugas mendidik generasi muda demi meraih Generasi Emas 2045.

Tahun 2045 Indonesia memasuki usia 1 abad, sebuah momentum bersejarah perjalanan panjang kehidupan berbangsa dan bernegara selama 100 tahun. Refleksi panjang tentang apa yang terjadi selama hampir 100 tahun ini menguatkan niat pemimpin bangsa untuk membangun wacana dan gagasan tentang Generasi Emas 2045.

Sebuah kenyataan yang sudah diprediksi bahwa pada tahun itu terjadi bonus demografi. Jumlah penduduk Indonesia dalam usia produktif (15-64 tahun) berjumlah 70%. Jika kondisi ini sungguh dimanfaatkan dengan baik maka akan meminimalisir banyak hal buruk seperti kemiskinan, kesehatan yang rendah, pengangguran dan tingkat kriminalitas yang tinggi.

“Kita lihat, ada banyak fakta yang membutuhkan perhatian serius kita, khususnya bagaimana kabupaten kita ini menyiapkan generasi masa depannya dari sekarang. Target kita, anak-anak Kabupaten Ende akan menjadi generasi yang cerdas, inovatif dan dapat menerima perubahan serta berakselerasi dengannya. Kita menyiapkan mereka menjadi pribadi yang tangguh dengan memiliki kecerdasan yang komprehensif, produktif dan inovatif. Mereka pribadi pencipta damai dalam interaksi sosialnya, punya karakter yang kuat, sehat jasmani dan rohani. Mereka memiliki kedekatan dengan alam dan berperadaban unggul”, papar Bapa H. Djafar tentang harapannya akan Generasi Emas 2045.

Untuk mencapai harapan itu, dalam perspektif Bapa H. Djafar, peran lembaga keluarga, pendidikan dan lembaga agama sangatlah penting. Lembaga-lembaga ini membangun fundasi pendidikan karakter bagi setiap pribadi anak.

Pada tempat pertama, keluarga merupakan tempat anak mendapatkan keutuhan cinta dari orangtua, saudara-saudarinya, dari keluarga besarnya. Situasi penuh kasih sayang menjadi dasar yang kuat baginya untuk percaya diri, mampu berjuang dan bertarung dalam situasi apapun di luar rumah. Dalam keluarga dibangun nilai-nilai yang penting bagi penciptaan karakter anak.

“Anak dilatih untuk mengucapkan terima kasih ketika diberi, bersyukur ketika ia menerima rahmat dari Allah, meminta maaf ketika bersalah dan mohon ampun bila telah melukai sesama dan Tuhan. Anak dilatih untuk bersabar, mengantri, menolong tanpa pamrih dan memiliki hati bagi orang lain. Ia rela berbagi dengan sesama saudaranya, kebiasaan ini, jika sudah berpola maka akan menjadi kebiasaan ketika ia berada di luar rumah. Sikapnya tetap sama di mana saja ia berada menjadi pribadi yang baik”, tandas Bapa H. Djafar.

Untuk menghasilkan Generasi Emas 2045, keluarga menjadi benteng pertama dan utama. “Mari kita bentuk keluarga yang berpegang teguh pada nilai-nilai agama dan budaya kita. Nilai-nilai ini menolong anak untuk bertumbuh menjadi pribadi yang mandiri dan unggul. Jauhi segala bentuk kekerasan. Perlakukan anak dengan penuh kasih sayang dan bawa mereka ke hadapan Allah. Saya selalu mengajak keluarga-keluarga untuk tidak alpa sembahyang, berdoa kepada Yang di Atas supaya Ia meridhoi perjalanan dan perjuangan hidup kita. Setara dengan itu, anak-anak dibawa ke acara adat. Pesta-pesta adat kita kaya akan makna. Penghormatan terhadap leluhur merupakan hal yang sangat positif. Tanpa leluhur kita tidaklah mungkin ada. Bawalah anak-anak ke acara-acara itu supaya mereka memahami tatanan nilai yang sangat kaya di dalamnya”, ujar Bapa H. Djafar.

Pada tempat kedua, Bapa H. Djafar berharap pada lembaga pendidikan. Lembaga pendidikan menjadi tangga kedua penciptaan masyarakat yang berkarakter. Tugas itu menjadi pengabdian mulia para pendidik, pemerintah dan pemangku kebijakan. “Guru punya peran strategis dalam membangun masyarakat. Guru ini penggerak. Ia mentrasformasikan misi pendidikan dalam tingkat pembelajaran kehidupan anak didik. Ia menempatkan dirinya sebagai pribadi yang inovatif, kritis, the ways of thinking, selaras dengan kebutuhan para muridnya. Orientasinya tetaplah pada penciptaan karakter unggul pada peserta didik. Lembaga pendidikan memiliki tugas mengembangkan SDM yang mampu berpikir rasional, kritis, aktif, inovatif, berwawasan kebangsaan dan mindset entrepreneur”, paparnya antusias.

Untuk mencapai harapan ini, tentunya tidaklah mudah. Lembaga pendidikan menyiapkan sarana prasarana yang memadai dan pengajar yang handal. “Peran guru lalu berubah. Ia menjadi penggerak, inisiator, mitra, sahabat pengajar yang menyalurkan apa yang kita sebut sebagai learning based outcome curriculum. Tentulah tidak mudah pekerjaan guru. Namun itulah yang harus dilakukannya. Muara akhirnya adalah dihasilkan generasi yang cerdas tetapi sekaligus memiliki karakter”, ungkapnya.

Pada tempat ketiga, Bapa H. Djafar menggarisbawahi pentingnya lembaga agama. Agama dalam pandangannya merupakan rumah yang membentuk kecintaan terhadap Yang Ilahi serentak Yang Insani. Kecintaan ini bukanlah sebuah lakutapa abstrak. Ia berbuah pada tindakan nyata.

“Generasi Emas 2045 merupakan generasi yang profesional dalam bekerja, memiliki sentuhan kasih dalam pergaulan dengan sesama dan mampu bertarung dalam persaingan global. Ini merupakan gabungan dari tempaan tiga rumah ini: keluarga, pendidikan dan agama. Di rumah kita dilatih untuk mencintai pekerjaan, di sekolah kita dididik menjadi profesional, di rumah ibadah kita dididik untuk menjadi pribadi yang tangguh. Iman itu penyerahan diri yang aktif. Ia percaya pada Allah serentak menyadari bahwa ia tetap menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sesuai profesi yang dimiliki. Orang yang hanya tahu berdoa tetapi tidak bekerja adalah pribadi yang rapuh dan salah menilai peran Tuhan dalam kehidupannya”, tandasnya.

Bapa H. Djafar mengatakan bahwa adalah tugas lembaga agama untuk memperdalam iman pemeluk agama, membangun relasi yang intim dengan Tuhan. Semakin seseorang dekat dengan Tuhan perilaku hidupnya semakin baik dengan sesamanya. “Jangan terbalik. Semakin rajin beribadah, malah perilakunya semakin menyusahkan sesama. Ini keliru. Lembaga agama harus mengajarkan ajarannya untuk saling mencintai, mengasihi, tolong-menolong, toleransi, saling menghargai perbedaan dan tidak menjadikan perbedaan keyakinan alasan untuk bermusuhan”, kilahnya.

Dalam pengalamannya berada di Kabupaten Ende, Bapa H. Djafar melihat bahwa kehidupan sosial kemasyarakatan umat beragama sangatlah rukun dan damai. Situasi ini perlu dipertahankan. Kerja sama antar umat, dialog dan sikap toleransi merupakan mutiara indah dalam kehidupan bersama. “Saya selalu terkesima dengan cara kita membangun kebersamaan. Sebagai Bupati saya mendatangi Bapa Uskup untuk mendiskusi banyak hal pembangunan. Saya sadar bahwa pembangunan kabupaten ini adalah sumbangsih banyak pihak, maka kerja kolaborasilah yang saya pakai sebagai metode. Demikian dengan MUI, imam masjid dan para pendeta. Semua berjalan positif. Antar umat juga saling tolong menolong. Jika ada perayaan di Natal atau Paskah di Gereja, anak-anak Remaja Masjid menjadi petugas keamanan. Demikian pun sebaliknya. Ini situasi yang sangat khas Ende karena kita datang dari rahim yang sama, Rahim Pancasila”, papar Bapa H. Djafar optimis.

Hal yang diupayakan secara bersama adalah meminimalisir cara pandang berbau SARA. Ia selalu menyampaikan secara terbuka bahwa metode pembangunan di Kabupaten Ende adalah Tiga Batu Tungku: Pemerintah, Agama dan Adat. Karena itu, jika ada pihak yang secara sengaja menggelontorkan isu sesat berkaitan dengan SARA adalah tugas semua pihak untuk tidak terpancing.

Memandang Ke Depan

Bapa H. Djafar sungguh yakin, tantangan hidup global sangatlah besar. Seraya mengakui apa yang disampaikan oleh Charles Darwin, Bapa Evolusi tentang ‘The Survival of the Fittest’, yang menang dalam pertarungan itu adalah yang mampu menyesuaikan diri dan mempersiapkan diri secara baik.

“Saya sungguh percaya bahwa anak-anak kita dapat berkompetensi dengan anak lain di negeri ini. kita perkuat lembaga keluarga, lembaga pendidikan dan lembaga agama untuk membentuk karakter dan kompetensi mereka. Kita optimis melalui tempaan yang terus menerus mereka dapat bertumbuh dan berkembang sebagai generasi yang bertarung”, ujarnya.

Ini tentu bukanlah usaha pribadi, tetapi dijalankan secara bersama oleh semua elemen. Membangun Generasi Emas 2045 adalah tugas dan tanggung jawab bersama semua pihak. “Impian kita bersama membangun Generasi Emas 2045 bagi anak-anak Kabupaten Ende dijalankan dalam kebersamaan.

Namun untuk memenuhi niat suci mengabdi masyarakat Kabupaten Ende ini, tentulah Bapa H. Djafar membutuhkan dukungan semua elemen masyarakat. Sebagaimana ungkapan kebijaksanaan leluhur kita mengatakan: ‘To’o lei po’o mbana lei mbeja, Boka ngere hi bere ngere ae’ yang dapat kita maknai sebagai sebuah keluarga kita harus beranjak bersama sebagaimana rumpun bambu yang selalu bersama, sepenanggungan dalam penderitaan dan selalu mengalir seperti air. Mari kita bina kekompakkan kita menjadikan Ende, Rahim Pancasila sebagai tanah yang mengalirkan kesejahteraan dan kebahagiaan hidup”, pungkasnya penuh harap agar apa yang menjadi cita-cita bangsa memajukan kehidupan bersama dapat tercapai purna!***

Comments

Popular posts from this blog

RITUS TEING HANG ORANG MANGGARAI[1] (Sebuah Studi Awal Untuk Mencari Pertautannya dengan Inkulturasi Iman Kristen)

Asal Usul Orang Manggarai-Flores-NTT

BELAJAR ADAT MANGGARAI (Bagian Pertama: TOROK)