Friday 11 March 2016

Ritus Teing Hang Empo dan Usaha Melawan Lupa



Kanisius Teobaldus Deki*


Apakah yang terjadi jika ada amnesia kronis melanda manusia? Semua kebaikan akan terhapus tanpa cerita. Bahkan kenangan akan kehilangan dayanya di hadapan kekuasaan peristiwa hidup yang terus berlanjut. Atau, yang lebih lebih celaka, orang tidak bisa belajar dari sejarah. Kesadaran akan kebaikan masa lalu menyebabkan muncul kerinduan untuk menulis sejarah. Sebuah upaya mencatat kembali apa yang terjadi di waktu lampau.
Jika menilik usul asal kata, dalam bahasa Inggris, sejarah disebut “history” yang secara etimologis berasal dari kata bahasa Yunani “historia” yang berarti ikuiri (inquiry), wawancara (interview), interogasi saksi mata dan laporan mengenai hasil tindakan; entah saksi (witness) maupun hakim (judge), seorang yang tahu tentang peristiwa. Sejarawan ternama, Tacitus (69-96) menggunakan sebutan yang sama untuk judul bukunya yang sohor, Historiae untuk peristiwa-peristiwa yang diamatinya dan Annales untuk laporan periode sebelumnya. Istilah annal (Latin: Annalecta) dan kemudian chronicles menjadi sebutan yang kerap. Konon, Gereja zaman lampau memiliki tradisi mencatat (annals dan chronicles) yang sangat bagus sehingga membentuk sebuah historiae yang komplit dan terpercaya.
Berbeda dengan tardisi Barat yang mengandalkan tulisan dan keberaksaraan sebagai pengingat, tradisi Timur malah menciptakan model reminder yang lain, yakni ritual-ritual. Salah satunya yang layak untuk dibahas adalah ritual akhir tahun orang Manggarai.
Menjelajahi wilayah Manggarai Raya hari ini, di 31 Desember setiap tahun, ada nuansa eksotis dalam serpihan ritual teing hang empo (harafiah: memberi makan leluhur) yakni sebuah upacara khusus yang dilakukan untuk mengucap syukur kepada Sang Pencipta dan leluhur, memohon ampun atas segala kesalahan sekaligus memohon pertolongan agar kehidupan yang akan datang lebih baik.
Di awal abad ke-20, pekabar Injil yang memasuki wilayah ini melihat ritual ini sebagai bagian dari penyembahan berhala. Bahkan keragu-raguan itu juga masih muncul pada para gembala umat di abad ke-21 ini, lebih-lebih saat mereka menanggapi bagian toto urat (memperlihatkan pratanda yang ditunjukkan hati dan usus hewan korban) sebagai bentuk takhyul.
Menyaksikan kekhusukan acara dan sikap bathin pelaku yang meyakini upacara teing hang empo sebagai bagian esensial dari ritual tahunan jelang tutup tahun melahirkan pertanyaan: mengapa orang Manggarai masih terikat pada tradisi semacam itu?
Penghormatan terhadap leluhur menjadi sangat terkenal dalam wacana para ahli agama setelah filsuf dan sosiolog Inggris menulis buku Principles of Sociology (London, Vol I 1876). Terdapat Sembilan belas bab dari buku ini membahas tentang hidup manusia, kematian, kebangkitan, jiwa, roh, kehidupan sesudah kematian dan kultus penyembahan dan penghormatan kepada roh. Bab 20 berjudul The Veneration of Ancestor in General (penghormatan kepada leluhur secara umum) membahas secara serius tentang mengapa perlu menghormati para leluhur. Dalam bagian ini Spencer mengatakan bahwa terbanyak masyarakat yang memiliki ritual semacam ini percaya bahwa leluhur adalah pengantara.

Usaha Melawan Lupa
Membahas kembali ritual teing hang empo pada pesta penti maupun acara tutup tahun di Manggarai ada kenyataan tak terbantahkan tentang keterjalinan sejarah hidup manusia. Adanya manusia kini disebabkan adanya manusia terdahulu. Keberadaan menjadi nyata oleh keberadaan itu sendiri. Sesuatu tidak mungkin ada dari kenihilan (creatio ex nihilo). Empo (leluhur), ende agu ema (mama dan bapak) adalah pencipta yang berkesinambungan.
Ritual teing hang empo pada galibnya adalah sebuah mimesis akan mengalirnya waktu dan peristiwa-peristiwa. Kebersamaan dalam situasi yang bahagia, kisah tentang keberhasilan dan kesuksesan bahkan kegagalan yang lalu memberi pesan kuat untuk lebih berusaha adalah tirisan refleksi pengikat memori.
Ada benang merah yang tak dapat disangkal pada persambungan kehidupan manusia yang akrab disebut regenerasi. Alih generasi ini muncul dalam wajah yang jamak: nilai-nilai (persaudaraan, semangat kekeluargaan, persatuan, kebersamaan, kasih, saling memaafkan), pengalaman, pengetahuan, dan keyakinan. Di sini ritual teing hang ingin menegaskan bahwa eksistensi kita sebagai manusia tak pernah seutuhnya menjadi milik kita. Eksistensi itu terus mengalir pada nadi pribadi dan waktu yang terus berputar menghasilkan kisahan-kisahan baru (new story telling).
Leluhur (empo) ataupun mama dan bapa (ende-ema) yang telah mangkat mengingatkan kita, agar tidak lupa, bahwa hidup tak pernah final. Kebaikan tak pernah sempurna. Ia menjadi katarsis yang selalu menggema di sepanjang kehidupan pada saat memoria kita tetap bersujud di hadapan kerapuhan waktu. Waktu yang usang karena dibatasi nama (hari, minggu, bulan dan tahun) senantiasa diperbarui oleh kenangan akan kebaikan kehidupan para pendahulu. Serentak keyakinan bahwa mereka tetap menjunjung kita dalam doa yang tak kunjung putus di hadapan Sang Khalik, Pemilik Kehidupan itu.

*) Peneliti budaya Manggarai dan Dosen STKIP St. Paulus. Diterbitkan pertama kali oleh: www.nusalale.com, pada 31 Desember 2015.

5 comments:

  1. Selamat siang Pa, Saya tertarik dengan tulisan Bapak tentang adat manggarai yang berbicara Teing Hang Empo. Teing hang empo untuk orang yang sudah meninggal (ata pala sina) sangat penting. Karena jika kita tidak melakukan acara teing hang empo maka kita akan mendapat resikonya yang bisa mengakibatkan hal yang buruk pada diri kita sendiri.
    Pada zaman dahulu kita orang manggarai sering melakukan acara teing hang (memberi sesajian kepada roh-roh nenek moyang dan sanak saudara yang sudah meninggal dunia). Tetapi dengan perubahan zaman acara teing hang empo tidak lagi nampak dan jarang lagi dilakukan oleh orang manggarai, karena semua orang sudah percaya kepada agama yang dianut oleh setiap individu dan orang manggarai juga salah mengerti tentang agama bahwakalau kita menganut sebuah agama maka kita tidak boleh lagi percaya kepada roh-roh nenek moyang. Sebenarnya dalam agama pernah melarang manusia untuk meninggalkan kepercayaan kita terhadap roh-roh nenek moyang.
    Saya berharap, budaya manggarai yang seperti acara teing hang empo dan acara-acara adat yang lain harus tetap ditanamkan kepada generasi penerus, supaya adat yang diwariskan oleh leluhur kita tidak pudar dan tidak dihilangkan dan tetap terus dijaga. Sebenarnya budaya-budaya dan istilah-istilah manggarai yang digunakan dalam kegiatan upacara adat sangatlah unik dan memiliki makna yang tinggi.
    Maaf Pa komentar saya tidak bersifat ilmiah tetapi lebih keperasaan.

    atas nama rosalia wati.

    ReplyDelete
  2. Pada zaman dahulu kita orang manggarai sering melakukan acara teing hang (memberi sesajian kepada roh-roh nenek moyang dan sanak saudara yang sudah meninggal dunia). Tetapi dengan perubahan zaman acara teing hang empo tidak lagi nampak dan jarang lagi dilakukan oleh orang manggarai, karena semua orang sudah percaya kepada agama yang dianut oleh setiap individu dan orang manggarai juga salah mengerti tentang agama bahwakalau kita menganut sebuah agama maka kita tidak boleh lagi percaya kepada roh-roh nenek moyang. Sebenarnya dalam agama pernah melarang manusia untuk meninggalkan kepercayaan kita terhadap roh-roh nenek moyang.
    Saya berharap, budaya manggarai yang seperti acara teing hang empo dan acara-acara adat yang lain harus tetap ditanamkan kepada generasi penerus, supaya adat yang diwariskan oleh leluhur kita tidak pudar dan tidak dihilangkan dan tetap terus dijaga. Sebenarnya budaya-budaya dan istilah-istilah manggarai yang digunakan dalam kegiatan upacara adat sangatlah unik dan memiliki makna yang tinggi.

    ReplyDelete
  3. Ritus Teing Hang Empo dan Usaha Melawan Lupa
    Komentar: Ritus teing hang empo dan usaha melawan lupa adalah artikel menarik dengan ulasan yang begitu akurat mengenai pentingnya ritus teing hang empo yang dilakukan masyarakat manggarai sebagi salah satu cara mencatat sejarah.walau ada begitu banyak ritual adat manggarai, Dalam hal ini penulis lebih menekankan ritus akhir tahun ini sebagai contoh dasar bagaimana orang manggarai berusaha melawan lupa. Memang dewasa ini orang manggarai diwarnai oleh akulturasi budaya asing, namun orang manggarai tidak pernah lupa dengan adat istiadat atau kebiasaan mereka sebagaimana yang dilakukan oleh nenek moyang pada jaman dulu.
    Disisi lain, dengan sampel gaya bahasa manggarai penulis mencoba mengingatkan serta mencatat intisari tentang pentingnya upacara-upacara yang menjadi kebiasaan manggarai kepada pemuda manggarai untuk diwariskan. Penulis menconca untuk membangun kesadaran para penerus bumi nuca lale bahwa tanah mbate ini memiliki begitu banyak kebiasaan adat yang harus dilestarikan dan dibudidayakan agar kebiasaan-kebiasaan itu tidak hilang bersama peradapan yang menghanyutkan kesadaran tentang pentingnya kebiasaan-kebiasaan masyarakat manggarai.
    Nama : Leonardus Candra
    Kelas : III B PGSD

    ReplyDelete
  4. RITUS TEING HANG EMPO DAN MELAWAN LUPA

    Teing hang empo untuk kalangan masyarakat manggarai pada umumnya sudah lazim di dengar, tetapi kegiatan teing hang empo bukan semata-mata rutinitas yang sering dilakukan tetapi memiliki makna yang begitu dalam tentang silsila kehidupan manusia. acara ritus teing hang empo dilakukan oleh masyarakat manggarai setiap akhir tahun dan acara ini biasa di sebut dengan acara penti. Dalam acara ini begitu banyak hal yang dilakukan oleh masyarakat manggarai diantaranya melakukan penyebelihan hewan tertentu untuk sesajian leluhur, hal ini dilakukan berangkat dari kebiasaan dan kepercayaan yang sudah membudaya dan turun-temurun. Menurut kepercayaan orang manggarai hal ini merupakan sebuah upacara khusus yang dilakukan untuk mengucap syukur kepada Sang Pencipta dan leluhur, memohon ampun atas segala kesalahan sekaligus memohon pertolongan agar kehidupan yang akan datang lebih baik dari hari atau tahun yang sebelumnya. Serta menjauhkan mereka dari segala malapetaka yang akan menimpa hidup mereka, mendapatkan hasil perkebunan yang melimpah dan memberikan mereka penguatan dalam menjalani kehidupan. ritus teing hang empo ini memang sudah sangat terkenal dalam kalangan kehidupan kita pada saat ini, karena mengandung nilai dan maka yang sangat nyata dalam kehidupan yang sedang kita jalani. saya sangat setuju ketika ada orang tua yang melatih dan bahkan mewariskan secara resmi bagaimana ritus teing hang empo yang sesungguhnya kepada generasi penerus agar budaya teing hang empo tidak hilang begitu saja dari kehidupan kita di masa yang akan datang, karena banyak orang yang tidak mengetahui ritus acara teing hang empo.


    USAHA MELAWAN LUPA


    Membahas kembali ritual teing hang empo pada pesta penti maupun acara tutup tahun di Manggarai ada kenyataan tak terbantahkan tentang keterjalinan sejarah hidup manusia. Adanya manusia kini disebabkan adanya manusia terdahulu. Keberadaan menjadi nyata oleh keberadaan itu sendiri. Silsila keluarga berangkat dari suatu pemahaman bahwa ende ema merupakan pencipta yang berkesenambungan yang telah melahirkan manusia baru kedunia ini. Kembali kepada ritual teing hang empo bahwa Ritual teing hang empo pada galibnya adalah sebuah mimesis akan mengalirnya waktu dan peristiwa-peristiwa. Kebersamaan dalam situasi yang bahagia, kisah tentang keberhasilan dan kesuksesan bahkan kegagalan yang lalu memberi pesan kuat untuk lebih berusaha adalah tirisan refleksi pengikat memori.

    Nama : Sabina bahong
    Kelas : III B
    NPM : 13.31.3065

    ReplyDelete
  5. RITUS TEING HANG EMPO DAN MELAWAN LUPA

    Teing hang empo untuk kalangan masyarakat manggarai pada umumnya sudah lazim di dengar, tetapi kegiatan teing hang empo bukan semata-mata rutinitas yang sering dilakukan tetapi memiliki makna yang begitu dalam tentang silsila kehidupan manusia. acara ritus teing hang empo dilakukan oleh masyarakat manggarai setiap akhir tahun dan acara ini biasa di sebut dengan acara penti. Dalam acara ini begitu banyak hal yang dilakukan oleh masyarakat manggarai diantaranya melakukan penyebelihan hewan tertentu untuk sesajian leluhur, hal ini dilakukan berangkat dari kebiasaan dan kepercayaan yang sudah membudaya dan turun-temurun. Menurut kepercayaan orang manggarai hal ini merupakan sebuah upacara khusus yang dilakukan untuk mengucap syukur kepada Sang Pencipta dan leluhur, memohon ampun atas segala kesalahan sekaligus memohon pertolongan agar kehidupan yang akan datang lebih baik dari hari atau tahun yang sebelumnya. Serta menjauhkan mereka dari segala malapetaka yang akan menimpa hidup mereka, mendapatkan hasil perkebunan yang melimpah dan memberikan mereka penguatan dalam menjalani kehidupan. ritus teing hang empo ini memang sudah sangat terkenal dalam kalangan kehidupan kita pada saat ini, karena mengandung nilai dan maka yang sangat nyata dalam kehidupan yang sedang kita jalani. saya sangat setuju ketika ada orang tua yang melatih dan bahkan mewariskan secara resmi bagaimana ritus teing hang empo yang sesungguhnya kepada generasi penerus agar budaya teing hang empo tidak hilang begitu saja dari kehidupan kita di masa yang akan datang, karena banyak orang yang tidak mengetahui ritus acara teing hang empo.


    USAHA MELAWAN LUPA


    Membahas kembali ritual teing hang empo pada pesta penti maupun acara tutup tahun di Manggarai ada kenyataan tak terbantahkan tentang keterjalinan sejarah hidup manusia. Adanya manusia kini disebabkan adanya manusia terdahulu. Keberadaan menjadi nyata oleh keberadaan itu sendiri. Silsila keluarga berangkat dari suatu pemahaman bahwa ende ema merupakan pencipta yang berkesenambungan yang telah melahirkan manusia baru kedunia ini. Kembali kepada ritual teing hang empo bahwa Ritual teing hang empo pada galibnya adalah sebuah mimesis akan mengalirnya waktu dan peristiwa-peristiwa. Kebersamaan dalam situasi yang bahagia, kisah tentang keberhasilan dan kesuksesan bahkan kegagalan yang lalu memberi pesan kuat untuk lebih berusaha adalah tirisan refleksi pengikat memori.

    Nama : Sabina bahong
    Kelas : III B
    NPM : 13.31.3065

    ReplyDelete