Kanisius
Teobaldus Deki
Bagaimana
sebuah produk seni budaya dapat bertahan? Itulah pertanyaan awal yang muncul
tatkala kenyataan menyodorkan fakta tentang terkikisnya minat kaum muda
terhadap seni budaya Manggarai. Ambil misal, hingga saat ini kaum muda yang
terlibat dalam permainan caci sangatlah sedikit. Caci sebagai sebuah ajang
tarung lokal yang sangat kesohor dari Manggarai berlimpah makna: semangat
juang, keberanian, ketabahan, pengorbanan, keindahan, ketulusan,
ketelitian, kesemarakan, persaudaraan
dan kebersamaan kini dilihat sebagai bentuk kekayaan masa lalu yang usang dan
dihindari. Hal ini merupakan sebuah kenyataan yang memerihatinkan!
Pertanyaan
tadi coba dijawab pemuda Manggarai melalui kegiatan gelar seni budaya yang telah
dilakukan pada 27-28 Oktober 2015. Sebuah ajang kaum muda unjuk kebolehan
melalui seminar dan pagelaran seni budaya. Catatan kecil ini lebih merupakan
sebuah mimesis dan memoria untuk memulangkan kita pada kekayaan yang sudah
dilangkahi, serentak kembali kepadanya untuk menemukan makna demi merajut
kehidupan berbasis karakter budaya kita.
Akar Masalah
Hubungan
kaum muda dan dunia seni tidaklah selalu selaras. Keterlibatan mereka dalam
dunia seni terganjal banyak masalah dan tantangan. Khusus untuk kaum muda di
daerah, tantangan yang dihadapi lebih sering terkait dengan daya tahan terhadap
desakan pola hidup dan norma baru. Globalisasi membawa serta teknologi dan
pilihan kesenian yang lebih sering bertolak belakang dengan kreasi-kreasi seni
lokal. Begitu pula halnya, globalisasi menganjurkan pentingnya kalkulasi
ekonomi bagi kreasi seni yang mencerabutkan gagasan kesenian lokal dari
akar-akar budaya setempat. Seni menjadi barang dagangan, dipajang dan dipentas
semata-mata untuk memuaskan selera pasar dan industri pariwisata. Kreasi seni
lokal pada akhirnya kehilangan spontanitas, otentisitas dan cita rasa estetika
itu sendiri.
Kapitalisasi
budaya di atas dibuat makin parah dengan kurangnya perhatian pemerintah daerah dan
masyarakatnya. Pemerintah daerah tidak memiliki agenda kebudayaan yang jelas
dan hal ini berakibat langsung pada orientasi kesenian kaum muda di daerah. Kaum
muda pelaku seni menjadi galau, merasa diabaikan, dan merasa kreasi seni yang
sedang mereka lakukan tidak bermanfaat bagi masyarakat. Kaum muda akhirnya
dilanda disorientasi, sebuah situasi darurat di mana pragmatisme menuntun
mereka meniru perilaku modal dalam kreasi seni. Sikap apatis pemerintah daerah
kerap ditandai dengan hanya memanfaatkan kreasi seni kaum muda untuk memamerkan
budaya lokal pada acara-acara resmi kenegaraan tapi tidak menjadikan kreasi
seni kaum muda sebagai bagian integral dari pembangunan kebudayaan daerah
termasuk di dalamnya tidak ada agenda kepemudaan yang terpadu dengan
sektor-sektor pembangunan lainnya.
Tantangan
lain datang dari terbatasnya dukungan dan perhatian masyarakat daerah terhadap
kreasi seni kaum muda. Hal ini lebih disebabkan oleh berurat berakarnya rasa rendah
diri masyarakat di hadapan masyarakat atau kebudayaan yang dianggap lebih
modern. Apa saja yang datang dari luar sana dianggap lebih baik, lebih maju dan
lebih bernilai ekonomis. Dampaknya sangat merusak, bahwa kreasi seni lokal yang
digeluti kaum muda dianggap sebagai pelarian dari ketidakmampuan menerima
perubahan. Dalam situasi ini, kaum muda pelaku seni dilanda keraguan dan
semakin tak percaya diri. Komitmen kian pudar dan satu per satu kelompok seni
yang dirintis kaum muda berubah haluan dan bahkan semakin banyak yang
membubarkan diri.
Menggagas kembali, melibatkan semua
Menanggapi
kondisi tersebut, kegiatan Gelar Seni Budaya ini memandang perlunya pembaharuan
cara pandang terhadap kesenian daerah dan memandang kaum muda sebagai sumber
daya kesenian daerah yang sangat mendesak untuk diperhatikan. Mereka
membutuhkan insentif moril agar dapat keluar dari rasa rendah diri dan
memulihkan komitmen mereka bagi kelestarian dan kemajuan budaya daerah. Pentas
Seni dapat menjadi ajang strategis bagi para pelaku seni daerah. Mereka dapat
bersua dalam satu panggung pementasan dan mengukur sejauh mana kreasi mereka
telah dan akan tetap melestarikan budaya daerah serta meramu unsur-unsur baru
dari kebudayaan nasional dan dunia.
Diharapkan pula dengan penyelenggaraan Gelar Seni Budaya tersebut
pemerintah daerah dan masyarakat terdorong untuk lebih pro-aktif mendukung
kerja-kerja kesenian kaum muda. Pemerintah memiliki sumber daya dan otoritas
yang dapat dikerahkan untuk memaksimalkan pencapaian budaya daerah. Kaum muda
pelaku seni membutuhkan insentif kelembagaan agar kreasi seni mereka berada
dalam agenda pembangunan pemerintah. Begitu pula dukungan masyarakat diharapkan
dihidupkan kembali melalui Gelar Seni tersebut. Dukungan masyarakat sangatlah
penting karena kreasi seni kaum muda lahir dan berkembang dari sejarah dan
dinamika masyarakatnya sendiri. Sebuah usaha bersama melakukan pemertahanan
nilai budaya, bukan hanya pada apa yang tampak, tetapi mulai dari hati yang
memiliki nilai-nilai dan kebanggaan akan seni budaya.***(Diposkan pertama oleh: www.nusalale.com pada 31/12/2015)
Hubungan kaum muda dengan dunia seni memang tidak selalu selaras,apalagi tentang dunia seni budaya lokal.Kebanyakan kaum muda sekarang memandang sebelah mata jika ditanya tentang kesenian daerah mereka.Padahal,kesenian daerah banyak menawarkan makna dan nilai-nilai yang pantas untuk ditanam dalam diri setiap pribadi.Globalisasi membawa serta hal-hal berkaitan dengan seni tetapi kebanyakan bertolak belakang dengan kesenian budaya lokal.Sangat memprihatinkan karena budaya lokal mulai ditinggalkan dan diabaikan oleh kaum muda karena arus globalisasi yang menawarkan banyak hal yang menarik.Menarik,dan diterima begitu saja tanpa diseleksi.
ReplyDeleteManggarai memiliki banyak kesenian budayanya,mulai dari permainan caci,berbagai tarian,dan juga lagu daerahnya.Kesenian daerah Manggarai juga memiliki banyak nilai-nilai yang dapat ditanam dalam diri sebagai pedoman hidup.
Nilai-nilai dalam kesenian budaya Manggarai misalnya semangat juang,keberanian,pengorbanan,kerja sama,persaudaraan,dan juga keindahan.Semua orang muda manggarai menyadari hal ini.Tetapi,kebanyakan mereka lebih tertarik mencari nilai-nilai ini melalui cara lain,misalkan kumpul bersama teman-teman untuk sekedar berbincang-bincang dan minum miras.Tidak sedikit kaum muda melakukan hal ini atas nama persaudaraan dan juga kebersamaan.Sangat memprihatinkan.
Untuk menumbuhkan semangat dan cinta kaum muda terhadap kesenian budaya,ada baiknya semua pihak mendorong kaum muda agar tertarik dengan kesenian budaya dan juga memberi apresiasi terhadap kaum muda yang peduli dengan budaya agar mereka tidak merasa diabaikan.
nama: Maria Yasinta Wawe