Friday, 9 November 2018

Menegakkan Keadilan

Kanisius Teobaldus Deki

Keadilan tidak boleh dimanipulasi. Foto: www.fee.org

            Dalam banyak dialog Sokrates berdiskusi tentang apa itu keadilan dan kebenaran. Bahkan hidupnya sendiri menunjukkan bahwa ia sendiri menjadi figur yang setia menentang kelaliman dan ketidakadilan para pemimpin zamannya. Sokrates menjadi pahlawan karena membela keadilan dan kebenaran. Dalam buku Republik Plato menampilkan Sokrates yang berdiskusi tentang esensi keadilan dengan Thrasymachos. Menurut Franz Magnis-Suseno, dialog ini dapat dimengerti sebagai salah satu langkah dalam usaha Plato membuka kesadaran bahwa gaya hidup yang bermutu, yang menuju kebahagiaan, tidak tercapai melalui egoisme dan pemuasan nafsu, melainkan dengan mengangkat diri pada nilai-nilai abadi. Keadilan bukan sekedar tirai asap kepentingan para penguasa, melainkan prasyarat kesejahteraan dan kebahagiaan yang sebenarnya. Maka keadilan adalah keutamaan terpenting yang harus dikejar.[1]

            Keadilan mempunyai arti sentral dalam hidup manusia. Dan sebaliknya ketidakadilan membawa manusia kepada tindakan sewenang-wenangan. Sokrates menegaskan hal itu dalam Republik, sebagai berikut:

            Rupa-rupanya di mana-mana, dalam negara, dalam keluarga atau dalam ketentaraan di manapun, ketidakadilan mempunyai akibat bahwa bertindak bersama menjadi tidak mungkin, karena terjadi perpecahan-perpecahan dan pertengkaran, dan di mana-mana ketidakadilan menyebabkan bahwa apa pun akan bermusuhan dengan dirinya sendiri dan dengan segenap lawan dan dengan semua yang adil. Menurut hematku, ketidakadilan mempunyai akibat-akibat alami yang sama dalam individu. Individu akan mempunyai budi yang terpecah belah dan tidak akan mampu untuk bertindak karena tidak bertekad satu; dan ia akan bermusuhan dengan semua yang adil dan dengan dirinya sendiri.[2]

            Berbeda dengan ketidakadilan, menurut Sokrates keadilan dekat dengan Tuhan karena para dewa adalah bagi mereka yang adil.[3] Keadilan juga merupakan keunggulan atau keutamaan jiwa dan ketidakadilan adalah kelemahannya.[4] Sokrates kemudian membuat kesimpulan bahwa jiwa yang adil, atau orang yang adil akan hidup dengan baik, dan yang tidak adil dengan tidak baik. Sokrates juga menegaskan bahwa hidup dengan tidak adil tidak pernah dapat lebih menguntungkan daripada hidup yang adil.[5] Jadi, keadilan sebenarnya membuat hidup manusia mencapai keutuhannya, yakni kesempurnaan jiwanya sendiri.





[1] Franz Magnis-Suseno, 13 Model Pendekatan Etika (Yogyakarta: Kanisius, 1997), p. 15.
[2] Ibid, p. 35.
[3] Loc. Cit.
[4] Ibid, p. 37.
[5] Ibid, p. 38.

No comments:

Post a Comment