Kanisius Teobaldus Deki
M
|
anusia secara umum percaya akan
kekekalan, sebagaimana jelas pada kepercayaan yang spontan akan kehidupan kekal
sesudah kematian. Kepercayaan ini terdapat pada semua bangsa, bahkan yang
paling kuno. Hanya manusialah yang membuat persembahan kepada orang yang telah
meninggal, dan menguburnya secara khusus, bahkan ada suku tertentu yang juga
menyiapkan alat-alat makan untuk mereka. Kepercayaan ini mempunyai hubungan
yang erat dengan kepercayaan akan suatu pahala atau suatu hukuman sesudah
kematian.[1]
Jika
kehidupan mempunyai arti, maka sulitlah untuk menganggap bahwa sebagian besar
umat manusia itu keliru dalam kepercayaan akan kehidupan kekal. Tentu saja,
bila tidak diakui bahwa kehidupan itu mempunyai arti, maka argumen ini menjadi
tidak berlaku. Suatu kelemahan lain argumen ini adalah bahwa ia hanya menuntut
suatu kehidupan yang berlangsung terus. Kehidupan terus ini mesti mengandung
unsur kekekalan.[2]
Suatu
makhluk berhenti hidup karena alasan ekstrinsik atau karena alasan instrinsik.
Alasan instrinsik berhubungan dengan esensi, sedangkan alasan ekstrinsik adalah
mengenai eksistensi. Esensi suatu mahkluk dapat dimusnahkan secara langsung
karena pembusukan, atau secara tidak langsung karena kehilangan suatu sandaran
yang pokok baginya. sedangkan eksistensi suatu mahkluk dapat musnah karena
suatu peniadaan.[3]
D
|
alam buku Phaidon Sokrates menjelaskan kepada kita tentang ganjaran bagi
setiap jiwa. Dalam uraian Sokrates tampak bahwa ada relasi timbal balik antara
kehidupan manusia selama berada di dunia dengan kehidupan yang diterimanya
setelah ia meninggal (tubuh terpisah dengan jiwa). Jiwa akan menerima tempat
tinggal abadinya sesuai dengan tingkah lakunya selama hidup di dunia. Ketika
jiwa datang ke rumah Hades dia tidak membawa apa-apa selain kebajikan-kebajikan
yang sudah dihayatinya selama masih berada dalam dunia.
Jiwa
yang selama hidupnya di dunia selalu melaksanakan kebajikan-kebajikan akan
dibebaskan dari Akheron dan Tartaros, dan mendatangi tempat tinggal murni di
atas bumi. Arah kebajikan-kebajikan manusia adalah kehidupan jiwa yang bahagia
selamanya. Karena itu, manusia dengan segala daya dan upaya harus memiliki
pengetahuan tentang diri sendiri (mengenal diri), melaksanakan
kebajikan-kebajikan dalam kehidupan setiap hari sesuai dengan ajaran filsafat
yakni hidup tanpa mempedulikan tubuh. Hanya orang yang memiliki daimon yang baik akan mencapai kehidupan
jiwa yang bahagia sampai selamanya.
No comments:
Post a Comment