Thursday 15 November 2018

Kehidupan Kekal Yang Bahagia

Kanisius Teobaldus Deki






  M
anusia secara umum percaya akan kekekalan, sebagaimana jelas pada kepercayaan yang spontan akan kehidupan kekal sesudah kematian. Kepercayaan ini terdapat pada semua bangsa, bahkan yang paling kuno. Hanya manusialah yang membuat persembahan kepada orang yang telah meninggal, dan menguburnya secara khusus, bahkan ada suku tertentu yang juga menyiapkan alat-alat makan untuk mereka. Kepercayaan ini mempunyai hubungan yang erat dengan kepercayaan akan suatu pahala atau suatu hukuman sesudah kematian.[1]

          Jika kehidupan mempunyai arti, maka sulitlah untuk menganggap bahwa sebagian besar umat manusia itu keliru dalam kepercayaan akan kehidupan kekal. Tentu saja, bila tidak diakui bahwa kehidupan itu mempunyai arti, maka argumen ini menjadi tidak berlaku. Suatu kelemahan lain argumen ini adalah bahwa ia hanya menuntut suatu kehidupan yang berlangsung terus. Kehidupan terus ini mesti mengandung unsur kekekalan.[2]

          Suatu makhluk berhenti hidup karena alasan ekstrinsik atau karena alasan instrinsik. Alasan instrinsik berhubungan dengan esensi, sedangkan alasan ekstrinsik adalah mengenai eksistensi. Esensi suatu mahkluk dapat dimusnahkan secara langsung karena pembusukan, atau secara tidak langsung karena kehilangan suatu sandaran yang pokok baginya. sedangkan eksistensi suatu mahkluk dapat musnah karena suatu peniadaan.[3]

  D
alam buku Phaidon Sokrates menjelaskan kepada kita tentang ganjaran bagi setiap jiwa. Dalam uraian Sokrates tampak bahwa ada relasi timbal balik antara kehidupan manusia selama berada di dunia dengan kehidupan yang diterimanya setelah ia meninggal (tubuh terpisah dengan jiwa). Jiwa akan menerima tempat tinggal abadinya sesuai dengan tingkah lakunya selama hidup di dunia. Ketika jiwa datang ke rumah Hades dia tidak membawa apa-apa selain kebajikan-kebajikan yang sudah dihayatinya selama masih berada dalam dunia.
          Jiwa yang selama hidupnya di dunia selalu melaksanakan kebajikan-kebajikan akan dibebaskan dari Akheron dan Tartaros, dan mendatangi tempat tinggal murni di atas bumi. Arah kebajikan-kebajikan manusia adalah kehidupan jiwa yang bahagia selamanya. Karena itu, manusia dengan segala daya dan upaya harus memiliki pengetahuan tentang diri sendiri (mengenal diri), melaksanakan kebajikan-kebajikan dalam kehidupan setiap hari sesuai dengan ajaran filsafat yakni hidup tanpa mempedulikan tubuh. Hanya orang yang memiliki daimon yang baik akan mencapai kehidupan jiwa yang  bahagia sampai selamanya.



[1] Luois Leahy, Op. Cit., p. 159.
[2] Ibid, p. 160.
[3] Ibid, p. 161.


No comments:

Post a Comment