Sunday 11 November 2018

Kesempurnaan Jiwa

Kanisius Teobaldus Deki


 Foto: www.kompasiana.com

  D
alam Apologia Sokrates menerangkan kepada hakim-hakimnya, bahwa ia menganggap sebagai tugasnya mengingatkan para warga negara Athena supaya mereka mengutamakan jiwa mereka dan bukan kemewahan, kekayaan, kehormatan atau hal-hal lain yang tidak sebanding dengan jiwa. Dalam pembelaannya Sokrates menyapa hakim-hakimnya sebagai berikut:

              “Suppose that... you said to me ‘Socrates, on this occasion we shall disregard Anytus and acquit you, but only on one condition, that you give up spending your time on this quest and stop philosophizing. If we catch you going on in the same way, you shall be put to death’. Well, supposing, as I said, that you should offer to acquit me on these terms, I should reply, “gentlemen, I am your very grateful and devoted servant, but I owe a greater obedience to God than to you; and so long as I draw breath and have my faculties, I shall never stop practicing philosophy and exhorting you and elucidating the truth for everyone that I meet. I shall go on saying, in my usual way, “My very good friend, you are an Athenian and belong to a city which is the greatest and most famous in the world its wisdom and strength. Are you not ashamed that you give your attention to acquiring as much money as possible, and similarly with reputation and honor, and give no attention or thought to truth and understanding and the perfection of your soul?” And if any of you disputes this and professes to care about these things, I shall not at once let him go or leave him; no, I shall question him and examine him and test him; and if appears that in spite of his profession he has made no real progress towards goodness, I shall reprove him for neglecting what is of supreme importance, and giving his attention to trivialities. I shall do this to everyone that I meet, young or old, foreigner or fellow-citizen; but especially to you my fellow citizens, in as much as you are closer to me in kinship. This, I do assure you, in what my God commands; and it is my belief that no greater good has ever befallen you in this city than my service to my God; for I spend all my time going about trying to persuade you, young and old, to make your first and chief concern not for your bodies nor for your possession, but for the highest welfare of your souls, proclaiming as I go ‘wealth does not bring goodness, but goodness brings wealth and every other blessing, both to individual and to the State’. Now if I corrupt the young by this message, the message would seem to be harmful; but if anyone says that my message is different from this, he is talking nonsense. And so, gentlemen, I would say, ‘You can please yourselves whether you listen to Anytus or not, and whether you acquit me or not; you know that I am not going to alter my conduct, not even if  I have to die a hinder of deaths”.[1]
(Seandainya…kalian katakan kepada saya: “Sokrates, pada kesempatan ini kita akan abaikan Anytus dan membebaskan engkau, tetapi hanya dengan satu syarat, jangan habiskan waktumu untuk investigasi ini dan berhentilah berfilsafat. Jika kami dapati engkau sedang melakukan hal yang sama, engkau akan dihukum mati”. Baiklah, pengandaian seperti yang saya katakan, bahwa jika kalian menawarkan untuk  membebaskan saya berdasarkan syarat-syarat itu, harus saya katakan, “Saudara, saya adalah hambamu yang patuh dan setia, tetapi saya harus lebih taat kepada Allah daripada kepada kalian; dan sepanjang saya masih bisa bernafas dan masih memiliki kekuatan, maka saya tidak akan berhenti berfilsafat dan menasehati kalian dan menjelaskan kebenaran bagi setiap orang yang saya jumpai. Saya akan terus mengatakan, dengan cara yang biasa saya gunakan, “Sahabatku yang sangat baik, kalian adalah orang Athena dan kota ini termasuk yang terbesar dan terkenal di dunia karena kebijaksanaan dan kekuatannya. Tidakkah kalian malu karena kalian menaruh perhatian untuk memperoleh uang sebanyak mungkin, demikian pula reputasi dan penghormatan, dan sama sekali tidak menaruh perhatian atau pemikiran pada kebenaran dan pengertian dan kesempurnaan jiwamu?” Dan jika di antaramu ada yang memperdebatkan hal ini dan berjanji untuk memperhatikan hal ini, sekali-kali saya tidak akan membiarkan dia pergi atau meninggalkan dia; tidak, saya akan menanyai dia dan menguji dia; dan jika tampak bahwa apa yang telah dia janjikan itu tidak menunjukkan perkembangan yang nyata, maka saya akan mencela dia karena mengabaikan apa yang sangat penting, sebagai gantinya malah memberikan perhatian kepada hal-hal yang sepele. Saya akan melakukan hal ini kepada setiap orang yang saya jumpai, tua atau muda, orang asing atau sesama warga; tetapi khususnya kepada kalian, hai saudara-saudara sebangsa, sejauh hubungan kalian dengan saya lebih dekat dalam kekerabatan. Demikianlah, saya jamin kalian, apa yang Allah perintahkan; karena saya telah menghabiskan seluruh waktu saya untuk mengajak kalian, tua atau muda, untuk menaruh kepedulian yang paling utama dan pertama bukan demi tubuh kalian atau demi harta milik kalian, melainkan demi kesejahteraan tertinggi bagi jiwa-jiwa kalian, sebagaimana saya wartakan, “kekayaan tidak memberikan kebaikan, tetapi kebaikan memberikan kekayaan dan setiap berkat yang lain, baik bagi setiap orang maupun bagi negara”. Sekarang jika saya merusak kaum muda dengan pesan ini, pesan ini tampaknya berbahaya; tetapi jika seseorang mengatakan bahwa pesan saya berbeda dengan pesan ini, ia omong kosong. Oleh karena itu, saudara, saya ingin mengatakan, “Kalian dapat saja menyenangkan kalian sendiri apakah kalian mendengarkan Anytus atau tidak, dan apakah kalian membebaskan saya atau tidak; ketahuilah bahwa saya tidak mau mengubah sikap saya, bahkan jika saya harus mati secara konyol sekalipun…”).

  D
ari pernyataan-pernyataan di atas jelas bagi kita bahwa tujuan tertinggi kehidupan manusia menurut Sokrates adalah membuat jiwanya menjadi sebaik mungkin. Sokrates dengan demikian memberi arti baru bagi jiwa (Yunani: psykhe) yang sejak saat itu diterima umum dalam bahasa Yunani, yaitu jiwa sebagai inti sari kepribadian manusia. Burnet mengatakan,

              “Sokrates agaknya orang Yunani pertama yang bicara mengenai psykhe sebagai wadah pengetahuan dan ketidaktahuan, kebaikan dan keburukan. Karena itu tugas utama manusia adalah “memelihara jiwanya” dan ini merupakan ajaran pokok Sokrates”.[2]

  T
ingkah laku manusia hanya disebut “baik”, jika dengan itu ia berusaha supaya manusia menurut inti sarinya, dan bukan menurut salah satu aspek lahiriah saja, dijadikan sebaik mungkin. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa tujuan kehidupan manusia ialah kebahagiaan (eudaimonia), asal saja istilah ini dimengerti sebagaimana dimaksudkan dalam bahasa Yunani. Bagi orang modern, kata “kebahagiaan” (Inggris: happiness) menunjukkan suatu keadaan subyektif orang bersangkutan. Dalam bahasa-bahasa modern kebahagiaan sama artinya dengan “merasa bahagia”. Tetapi dalam bahasa Yunani kebahagiaan berarti suatu keadaan obyektif yang tidak tergantung pada perasaan subyektif. Bagi bangsa Yunani eudaimonia berarti kesempurnaan; atau lebih mendalam, eudaimonia berarti mempunyai daimon yang baik dan yang dimaksudkan dengan daimon ialah jiwa. Karena itu J. Burnet mengusulkan supaya eudaimonia diterjemahkan dalam bahasa Inggris dengan kata “well-being”. Gagasan eudaimonia Sokrates ini kemudian berkembang pesat pada pemikiran Plato dan Aristoteles. Mereka juga secara eksplisit dalam ajarannya masing-masing  mengakui bahwa tujuan tertinggi hidup manusia adalah eudaimonia.




[1] Apologia, dalam Plato, The Last days of  Socrates (The Apology, Crito, Phaedo), translated by H. Tredennick, Harmondsworth, (Midlesex:Penguin Books, 1957), p.35-36.
[2] John Burnet, Euthyphro, Apology of  Socrates and Crito, Oxfford: Clarendon Press, 1924, p. 123. seperti dikutip  I.F. Stone, Peradilan Sokrates, diterjemahkan oleh Rahmah Asah Harun (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1991), p. 120.

No comments:

Post a Comment