Kanisius Teobaldus Deki
Foto: www.kompasiana.com
D
|
alam Apologia Sokrates
menerangkan kepada hakim-hakimnya, bahwa ia menganggap sebagai tugasnya
mengingatkan para warga negara Athena supaya mereka mengutamakan jiwa mereka
dan bukan kemewahan, kekayaan, kehormatan atau hal-hal lain yang tidak
sebanding dengan jiwa. Dalam
pembelaannya Sokrates menyapa hakim-hakimnya sebagai berikut:
“Suppose that... you said to me ‘Socrates, on this occasion we shall
disregard Anytus and acquit you, but only on one condition, that you give up
spending your time on this quest and stop philosophizing. If we catch you going
on in the same way, you shall be put to death’. Well, supposing, as I said,
that you should offer to acquit me on these terms, I should reply, “gentlemen,
I am your very grateful and devoted servant, but I owe a greater obedience to
God than to you; and so long as I draw breath and have my faculties, I shall
never stop practicing philosophy and exhorting you and elucidating the truth
for everyone that I meet. I shall go on saying, in my usual way, “My very good
friend, you are an Athenian and belong to a city which is the greatest and most
famous in the world its wisdom and strength. Are you not ashamed that you give
your attention to acquiring as much money as possible, and similarly with
reputation and honor, and give no attention or thought to truth and
understanding and the perfection of your soul?” And if any of you disputes this
and professes to care about these things, I shall not at once let him go or
leave him; no, I shall question him and examine him and test him; and if
appears that in spite of his profession he has made no real progress towards
goodness, I shall reprove him for neglecting what is of supreme importance, and
giving his attention to trivialities. I shall do this to everyone that I meet,
young or old, foreigner or fellow-citizen; but especially to you my fellow
citizens, in as much as you are closer to me in kinship. This, I do assure you,
in what my God commands; and it is my belief that no greater good has ever
befallen you in this city than my service to my God; for I spend all my time
going about trying to persuade you, young and old, to make your first and chief
concern not for your bodies nor for your possession, but for the highest
welfare of your souls, proclaiming as I go ‘wealth does not bring goodness, but
goodness brings wealth and every other blessing, both to individual and to the
State’. Now if I corrupt the young by this message, the message would seem to
be harmful; but if anyone says that my message is different from this, he is talking
nonsense. And so, gentlemen, I would say, ‘You can please yourselves whether
you listen to Anytus or not, and whether you acquit me or not; you know that I
am not going to alter my conduct, not even if
I have to die a hinder of deaths”.[1]
(Seandainya…kalian
katakan kepada saya: “Sokrates, pada kesempatan ini kita akan abaikan Anytus
dan membebaskan engkau, tetapi hanya dengan satu syarat, jangan habiskan
waktumu untuk investigasi ini dan berhentilah berfilsafat. Jika kami dapati engkau sedang
melakukan hal yang sama, engkau akan dihukum mati”. Baiklah, pengandaian
seperti yang saya katakan, bahwa jika kalian menawarkan untuk membebaskan saya berdasarkan syarat-syarat
itu, harus saya katakan, “Saudara, saya adalah hambamu yang patuh dan setia,
tetapi saya harus lebih taat kepada Allah daripada kepada kalian; dan sepanjang
saya masih bisa bernafas dan masih memiliki kekuatan, maka saya tidak akan
berhenti berfilsafat dan menasehati kalian dan menjelaskan kebenaran bagi
setiap orang yang saya jumpai. Saya akan terus mengatakan, dengan cara yang
biasa saya gunakan, “Sahabatku yang sangat baik, kalian adalah orang Athena dan
kota ini termasuk yang terbesar dan terkenal di dunia karena kebijaksanaan dan
kekuatannya. Tidakkah kalian malu karena kalian menaruh perhatian untuk
memperoleh uang sebanyak mungkin, demikian pula reputasi dan penghormatan, dan
sama sekali tidak menaruh perhatian atau pemikiran pada kebenaran dan
pengertian dan kesempurnaan jiwamu?” Dan jika di antaramu ada yang
memperdebatkan hal ini dan berjanji untuk memperhatikan hal ini, sekali-kali
saya tidak akan membiarkan dia pergi atau meninggalkan dia; tidak, saya akan
menanyai dia dan menguji dia; dan jika tampak bahwa apa yang telah dia janjikan
itu tidak menunjukkan perkembangan yang nyata, maka saya akan mencela dia
karena mengabaikan apa yang sangat penting, sebagai gantinya malah memberikan
perhatian kepada hal-hal yang sepele. Saya akan melakukan hal ini kepada setiap
orang yang saya jumpai, tua atau muda, orang asing atau sesama warga; tetapi
khususnya kepada kalian, hai saudara-saudara sebangsa, sejauh hubungan kalian
dengan saya lebih dekat dalam kekerabatan. Demikianlah, saya jamin kalian, apa
yang Allah perintahkan; karena saya telah menghabiskan seluruh waktu saya untuk
mengajak kalian, tua atau muda, untuk menaruh kepedulian yang paling utama dan
pertama bukan demi tubuh kalian atau demi harta milik kalian, melainkan demi
kesejahteraan tertinggi bagi jiwa-jiwa kalian, sebagaimana saya wartakan,
“kekayaan tidak memberikan kebaikan, tetapi kebaikan memberikan kekayaan dan
setiap berkat yang lain, baik bagi setiap orang maupun bagi negara”. Sekarang
jika saya merusak kaum muda dengan pesan ini, pesan ini tampaknya berbahaya;
tetapi jika seseorang mengatakan bahwa pesan saya berbeda dengan pesan ini, ia
omong kosong. Oleh karena itu, saudara, saya ingin mengatakan, “Kalian dapat
saja menyenangkan kalian sendiri apakah kalian mendengarkan Anytus atau tidak,
dan apakah kalian membebaskan saya atau tidak; ketahuilah bahwa saya tidak mau
mengubah sikap saya, bahkan jika saya harus mati secara konyol sekalipun…”).
D
|
ari pernyataan-pernyataan di atas jelas bagi kita bahwa tujuan
tertinggi kehidupan manusia menurut Sokrates adalah membuat jiwanya menjadi
sebaik mungkin. Sokrates dengan demikian memberi arti baru bagi jiwa (Yunani: psykhe) yang sejak saat itu diterima
umum dalam bahasa Yunani, yaitu jiwa sebagai inti sari kepribadian manusia.
Burnet mengatakan,
“Sokrates
agaknya orang Yunani pertama yang bicara mengenai psykhe sebagai wadah pengetahuan dan ketidaktahuan, kebaikan dan
keburukan. Karena itu tugas utama manusia adalah “memelihara jiwanya” dan ini
merupakan ajaran pokok Sokrates”.[2]
T
|
ingkah laku manusia hanya disebut “baik”, jika dengan itu ia berusaha
supaya manusia menurut inti sarinya, dan bukan menurut salah satu aspek
lahiriah saja, dijadikan sebaik mungkin. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa
tujuan kehidupan manusia ialah kebahagiaan (eudaimonia),
asal saja istilah ini dimengerti sebagaimana dimaksudkan dalam bahasa Yunani.
Bagi orang modern, kata “kebahagiaan” (Inggris: happiness) menunjukkan suatu keadaan subyektif orang bersangkutan.
Dalam bahasa-bahasa modern kebahagiaan sama artinya dengan “merasa bahagia”.
Tetapi dalam bahasa Yunani kebahagiaan berarti suatu keadaan obyektif yang
tidak tergantung pada perasaan subyektif. Bagi bangsa Yunani eudaimonia berarti kesempurnaan; atau
lebih mendalam, eudaimonia berarti
mempunyai daimon yang baik dan yang
dimaksudkan dengan daimon ialah jiwa. Karena itu J. Burnet mengusulkan supaya eudaimonia diterjemahkan dalam bahasa
Inggris dengan kata “well-being”.
Gagasan eudaimonia Sokrates ini
kemudian berkembang pesat pada pemikiran Plato dan Aristoteles. Mereka juga
secara eksplisit dalam ajarannya masing-masing
mengakui bahwa tujuan tertinggi hidup manusia adalah eudaimonia.
[1] Apologia,
dalam Plato, The Last days of Socrates (The Apology, Crito, Phaedo),
translated by H. Tredennick, Harmondsworth, (Midlesex:Penguin Books, 1957),
p.35-36.
[2] John Burnet, Euthyphro, Apology of
Socrates and Crito, Oxfford: Clarendon Press, 1924, p. 123. seperti
dikutip I.F. Stone, Peradilan Sokrates, diterjemahkan oleh Rahmah Asah Harun (Jakarta:
Pustaka Utama Grafiti, 1991), p. 120.
No comments:
Post a Comment