Kanisius Teobaldus Deki
Foto:www.medium.com
Dalam Phaedo Sokrates
berbicara tentang kekekalan jiwa. Menurut Sokrates hal-hal yang berlawanan
berasal dari hal-hal yang berlawanan. Kematian berasal dari kehidupan,
kehidupan berasal dari kematian. Ajaran mengenai ingatan menunjukkan bahwa jiwa
telah hidup sebelum kehidupan sekarang ini. Maka, ia akan tetap hidup setelah
kehidupan ini. Kodrat jiwa adalah sederhana dan mirip dengan “ide-ide”. Maka,
sama seperti ide-ide itu, ia tidak dapat dihancurkan. Inilah bukti yang
didasarkan atas spiritualitas jiwa, sedangkan spiritualitas itu sendiri
akhirnya dibuktikan melalui kegiatan intelektual.
Apakah
yang ada dalam tubuh jika tubuh itu hidup? Tentu tak lain adalah
jiwa. Lalu, apakah yang membawa kehidupan? Sekali lagi tak lain adalah
kematian. Tetapi jiwa tak dapat mati, ia
tidak lenyap. Menurut Sokrates, jika yang tak dapat mati itu juga tidak dapat
lenyap, maka mustahillah bagi jiwa itu untuk hancur pada saat kematian datang;
sebab kematian itu tidak akan pernah diterimanya.[1] Karena jiwa tidak dapat mati, maka menurut
Sokrates jiwa itu membutuhkan perawatan tidak hanya pada waktu yang kita
katakan sebagai hidup, melainkan sepanjang waktu dan tampaknya akan sangat
berbahaya kalau seseorang itu mengabaikannya. Ketika jiwa itu datang ke rumah
Hades[2],
dia tidak membawa apa-apa kecuali buah-buah keutamaan sebagai hasil pendidikan
dan latihan yang diterimanya; dan ini merupakan bantuan atau sebaliknya
kerugian bagi orang yang mati itu sejak pertama kali berjalan menuju ke sana.
Pada saat kematian, arwah pelindung dari masing-masing jiwa bertugas untuk
membawanya ke suatu tempat tertentu. Di sana mereka akan menghadapi pengadilan
dan kemudian berjalan langsung ke rumah Hades, dibimbing oleh petugas yang
menyertainya sampai ke tempat itu.[3]
Jiwa yang
bijaksana dan mulia dapat mengerti dan mengikuti keadaan yang demikian, tetapi
jiwa yang memiliki nafsu badani[4]
tetap menginginkan pemuasan nafsu dan tetap bergentayangan di dunia yang
tampak, yang kemudian banyak menahan beban dan derita sebab arwah yang ditunjuk
untuk membimbingnya agak sulit menyeretnya pergi dari dunia yang nyata itu.[5]
Menurut
Sokrates orang-orang yang dianggap telah menjalankan kehidupan dalam kesucian akan
dibebaskan dari Akheron dan Tartaros[6],
seperti orang yang dikeluarkan dari penjara, dan akan mendatangi tempat tinggal
yang murni dan ditempatkan di atas bumi. Dan mereka yang telah menyucikan diri
sendiri dengan ajaran filsafat, hidup tanpa mempedulikan tubuhnya
selama-lamanya. Orang-orang yang demikian akan
menempati tempat tinggal yang jauh lebih indah dibandingkan dengan yang
lainnya. Keindahan tempat itu tidak dapat digambarkan dan juga tidak cukup
waktu untuk melakukannya.[7]
[1]
Yayasan Pengembangan Ilmu, Op. Cit., p. 25.
[2] Hades
adalah tempat perhentian jiwa atau tujuan jiwa-jiwa sesudah kematian.
[3]
Yayasan Pengembangan Ilmu, Op. Cit.,
p. 26.
[4] Yang
dimaksudkan dengan Jiwa yang masih memiliki nafsu badani adalah jiwa dari
manusia yang selama hidupnya tidak memiliki kualitas hidup yang baik,
pengetahuan dan keutamaan-keutamaan tidak dimilikinya selama hidup.
[5] Ibid,
p. 27.
[6] Akheron: tempat untuk mereka yang semasa hidupnya tidak banyak melakukan
perbuatan baik dan tidak banyak juga melakukan kejahatan. Bdk. konsep “purgatory” dalam agama Kristen. Tartaros: tempat yang layak bagi mereka yang hidupnya penuh
kejahatan dan mereka tidak bisa dimurnikan lagi. Bdk. konsep “hell” dalam agama Kristen.
[7]
Yayasan Pengembangan Ilmu, Op. Cit.,
p. 34.
No comments:
Post a Comment