Wednesday, 7 November 2018

Ganjaran Bagi Jiwa

Kanisius Teobaldus Deki


 Foto:www.medium.com
            
Dalam Phaedo Sokrates berbicara tentang kekekalan jiwa. Menurut Sokrates hal-hal yang berlawanan berasal dari hal-hal yang berlawanan. Kematian berasal dari kehidupan, kehidupan berasal dari kematian. Ajaran mengenai ingatan menunjukkan bahwa jiwa telah hidup sebelum kehidupan sekarang ini. Maka, ia akan tetap hidup setelah kehidupan ini. Kodrat jiwa adalah sederhana dan mirip dengan “ide-ide”. Maka, sama seperti ide-ide itu, ia tidak dapat dihancurkan. Inilah bukti yang didasarkan atas spiritualitas jiwa, sedangkan spiritualitas itu sendiri akhirnya dibuktikan melalui kegiatan intelektual.

            Apakah yang ada dalam tubuh jika tubuh itu hidup? Tentu tak lain adalah jiwa. Lalu, apakah yang membawa kehidupan? Sekali lagi tak lain adalah kematian.  Tetapi jiwa tak dapat mati, ia tidak lenyap. Menurut Sokrates, jika yang tak dapat mati itu juga tidak dapat lenyap, maka mustahillah bagi jiwa itu untuk hancur pada saat kematian datang; sebab kematian itu tidak akan pernah diterimanya.[1]  Karena jiwa tidak dapat mati, maka menurut Sokrates jiwa itu membutuhkan perawatan tidak hanya pada waktu yang kita katakan sebagai hidup, melainkan sepanjang waktu dan tampaknya akan sangat berbahaya kalau seseorang itu mengabaikannya. Ketika jiwa itu datang ke rumah Hades[2], dia tidak membawa apa-apa kecuali buah-buah keutamaan sebagai hasil pendidikan dan latihan yang diterimanya; dan ini merupakan bantuan atau sebaliknya kerugian bagi orang yang mati itu sejak pertama kali berjalan menuju ke sana. Pada saat kematian, arwah pelindung dari masing-masing jiwa bertugas untuk membawanya ke suatu tempat tertentu. Di sana mereka akan menghadapi pengadilan dan kemudian berjalan langsung ke rumah Hades, dibimbing oleh petugas yang menyertainya sampai ke tempat itu.[3]

            Jiwa yang bijaksana dan mulia dapat mengerti dan mengikuti keadaan yang demikian, tetapi jiwa yang memiliki nafsu badani[4] tetap menginginkan pemuasan nafsu dan tetap bergentayangan di dunia yang tampak, yang kemudian banyak menahan beban dan derita sebab arwah yang ditunjuk untuk membimbingnya agak sulit menyeretnya pergi dari dunia yang nyata itu.[5]

            Menurut Sokrates orang-orang yang dianggap telah menjalankan kehidupan dalam kesucian akan dibebaskan dari Akheron dan Tartaros[6], seperti orang yang dikeluarkan dari penjara, dan akan mendatangi tempat tinggal yang murni dan ditempatkan di atas bumi. Dan mereka yang telah menyucikan diri sendiri dengan ajaran filsafat, hidup tanpa mempedulikan tubuhnya selama-lamanya. Orang-orang yang demikian akan menempati tempat tinggal yang jauh lebih indah dibandingkan dengan yang lainnya. Keindahan tempat itu tidak dapat digambarkan dan juga tidak cukup waktu untuk melakukannya.[7]



[1] Yayasan Pengembangan Ilmu,  Op. Cit., p. 25.
[2] Hades adalah tempat perhentian jiwa atau tujuan jiwa-jiwa sesudah kematian.
[3] Yayasan Pengembangan Ilmu, Op. Cit., p. 26.
[4] Yang dimaksudkan dengan Jiwa yang masih memiliki nafsu badani adalah jiwa dari manusia yang selama hidupnya tidak memiliki kualitas hidup yang baik, pengetahuan dan keutamaan-keutamaan tidak dimilikinya selama hidup.
[5] Ibid, p. 27.
[6] Akheron: tempat untuk mereka yang semasa hidupnya tidak banyak melakukan perbuatan baik dan tidak banyak juga melakukan kejahatan. Bdk. konsep “purgatory” dalam agama Kristen. Tartaros: tempat yang layak bagi mereka yang hidupnya penuh kejahatan dan mereka tidak bisa dimurnikan lagi. Bdk. konsep “hell” dalam agama Kristen.
[7] Yayasan Pengembangan Ilmu, Op. Cit., p. 34.

No comments:

Post a Comment