Monday, 25 April 2016

MENULIS UNTUK APA?



Tentang Manfaat Menulis[1]

Oleh Kanisius T. Deki
Foto: Kantor Kopkardios Ruteng



1.   Pengantar
Bagi kebanyakan orang, menulis adalah sebuah pekerjaan yang dibayangkan sebagai suatu masalah besar. Jika orang ditanya tentang kegemaran, sangat sedikit yang menyatakan “menulis” sebagai hal yang paling disukai. Selama satu semester yang lalu saya mengasuh mata kuliah Pengantar Penulisan Ilmiah. Mahasiswa mengatakan bahwa menulis itu sebuah kegiatan yang melelahkan, memakan banyak waktu dan membosankan. Dengan kata lain, menulis adalah pengalaman yang tak enak untuk diingat dan bahkan perlu dihindari. Lalu muncul pertanyaan spotan, mengapa? Alasan yang ditampilkan begitu banyak. Mulai dari kesulitan menemukan ide sampai bagaimana ide direalisasikan di atas kertas.
Tahun 1982, anggapan tentang betapa sulitnya menulis disanggah oleh terbitnya buku Arswendo Atmowiloto. Membaca judul buku itu banyak orang bertanya, “Ah, apakah ini tidak salah judul?” Menurut Arsewendo, mengarang atau menulis itu gampang. Alasannya sederhana, menulis adalah sebuah proses yang bisa dipelajari.[2] Pernyataan Arswendo ini dibenarkan oleh begitu banyak orang yang kerap menuangkan gagasannya melalui tulisan.[3] Menulis merupakan sebuah pekerjaan yang mengasyikan dan membawa kebahagiaan.
Terlepas dari dua tegangan yang melihat bahwa menulis itu sukar dan gampang, makalah ini berbicara kepada kita tentang makna menulis untuk menemukan arti kehidupan. Bahan ini hanya merupakan pancingan dan tidak memberikan presentasi yang mendetail tentang teknik menulis melainkan bagaimana kita memiliki visi untuk menulis.

2.   Beberapa Manfaat
Ada begitu banyak alasan yang bisa dikemukakan mengapa kita perlu menulis. Menulis merupakan aktivitas yang tak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia. Di manapun kita berada, aktivitas menulis merupakan sine qua non (syarat mutlak): di kantor, sekolah, di jalan-jalan maupun dalam kehidupan harian di rumah. Menulis adalah jalan untuk bisa mengungkapkan pikiran dan ide-ide yang kita miliki. Menurut The Liang Gie, ada beberapa alasan menulis, antara lain memenuhi: nilai kecerdasan (intellectual value), nilai pendidikan (educational value), nilai kejiwaan (psichological value), nilai sosial (social value), nilai keuangan (financial value) dan nilai filosofis (philosophical value).[4] Berikut ini ada beberapa alasan mengapa perlu menulis.[5]
·        Pelepasan Emosional. James Penebaker, profesor psikologi di Southern Methodist University membuktikan bahwa melalui serangkaian penelitian bahwa menulis perasaan-perasaan akan membawa pengaruh yang positif bagi kesehatan dan kekebalan tubuh.[6] Orang yang memiliki buku harian diuji dan terbukti kekebalan tubuhnya lebih baik dibandingkan orang yang tidak mempunyainya. Manfaat menulis sungguh nyata. Mengapa? Karena dengan menulis, emosi dan perasaan-perasaan mendapatkan penyalurannya. Mengungkapkan perasaan dan pikiran secara tertulis dapat membentuk perubahan-perubahan kimiawi dalam tubuh sehingga menghasilkan kesehatan yang prima.
·        Belajar Dua Kali lalu Menemukan Ide. Pepatah Latin mengatakan, “Nemo dat qoud non habet” (Orang tidak dapat memberikan kepada orang lain sesuatu yang tidak dimilikinya). Memberikan sesuatu mengandaikan memiliki sesuatu. Dalam tulisan, bagaimana caranya supaya bisa memberikan sesuatu? Jawabannya adalah dengan belajar dan belajar.
Upaya belajar terus menerus akan mengantar setiap penulis untuk memiliki sesuatu. Belajar yang diupayakan karena kemauan sendiri akan lebih bermanfaat dibandingkan dengan situasi belajar yang dipaksakan. Dengan kata lain, menulis mengharuskan penulis belajar terus menerus.  Melalui proses belajar yang terus menerus, penulis memiliki sesuatu yang dapat dibagikan. Dia hanya bisa memberikan bahan atau materi yang telah dikuasainya.
Membaca merupakan langkah awal dari seluruh proses. Melalui pembacaan, mata pikiran kita terbuka lebar. Karena itu membaca disebut sebagai “jendela dunia”, darinya kita bisa melihat keluar untuk menemukan perspektif dan membuka wawasan berpikir. Dengan membaca banyak, muncullah pencerahan dan lahirlah ide. Ide inilah yang kemudian kita kembangkan menjadi gagasan baru yang dapat disusun dalam kerangka tesis, antitesis dan sintesis. Begitu pentingnya membaca dalam proses menulis maka tak pelak lagi tanpa membaca seorang penulis akan kehabisan ide.
·        Memperkaya Diri dengan Pelbagai Ilmu. Ernie Zelinski pernah berujar, “The richest people in the world are those who have fun earning their living and the same time have a healthy work-life balance”.[7] Pernyataan Ernie Zelinski ini menjernihkan pikiran kita akan makna kekayaan. Kaya dalam arti yang sesungguhnya tidak terbatas  hanya pemenuhan material, tetapi lebih dari itu keseluruhan hidup yang bahagia.
Para penulis adalah orang-orang yang kaya. Dalam arti tertentu, para penulis adalah orang-orang yang kaya akan ilmu pengetahuan dan imaginasi. Mungkin hanya sedikit orang yang menggantungkan hidupnya dari menulis. Melalui para penulis pembaca menemukan banyak hal baru. Kekayaan itulah yang mereka bagikanmelalui tulisan.
·        Melatih Berpikir Cepat, Logis dan Sistematis. Pisau menjadi tajam karena kerap diasah. Demikian halnya dengan pikiran yang terus dilatih akan membuat neuron-neuron aktif bekerja. Menulis adalah pekerjaan yang berkaitan erat dengan kerangka “logis-sistematis”. Logis karena mengandaikan pemikiran yang lurus dengan kaidah-kaidah logika tertentu dan sistematis berkaitan erat dengan kerangka atau metode ilmiah tertentu. Logis juga berarti dapat dipertanggungjawabkan. Dalam komunikasi lisan akan sangat sulit menjelaskan pokok-pokok pikiran secara detail. Namun dalam bahasa tulisan, apapun yang tertulis tetap tertulis. Karena itu alur pikiran, dalam bahasa tulisan seharusnya sistematis. Runut dalam menguraikan sesuatu akan sangat membantu pembaca memahami alur pikiran kita.
·        Mendapat Imbalan. Selain hal yang telah disebutkan di bagian terdahulu, motivasi lain dari menulis adalah mendapat imbalan. Menurut R. Masri Sareb Putra, ada dua hal yang memotivasi para penulis yakni manfaat finansial dan manfaat sosial.[8] Hingga saat ini hanya sedikit orang yang memperoleh manfaat finansial dari menulis. Kelompok ini termasuk para wartawan, kolumnis dan kontributor pada media cetak. Terdapat deretan nama yang bisa disebut antara lain: Arsewendo Atmowiloto dan Goenawan Moehamad. Sedangkan Ayu Utami, Fira Basuki, Marga T, Mira W, Max Regus, meski mendapat imbalan dari menulis namun biaya hidup mereka tidak melulu bergantung dari menulis.
Selain mendapat imbalan finansial, para penulis juga menerima manfaat sosial. Predikat “terkenal” membawa efek domino. Seorang penulis yang  terkenal menjadi laris. Banyak orang yang membutuhkan karyanya. Dia diundang untuk memberikan seminar-seminar sebagai pemakalah atau moderator. Pikiran-pikirannya dapat dengan mudah mempengaruhi orang lain.

3.   Menulis & Kita: Presentasikan Makna Kehidupan
Seorang teman pernah berkomentar, “Bagaimana jadinya hidup ini tanpa tulisan?” Pertanyaan ini menarik untuk disimak. Menulis adalah ekspresi dari eksistensi kita sebagai ens rationale (mahkluk rasional). Pikiran bisa diekspresikan bukan hanya melalui kemampual verbal tetapi juga linguistik. Kata-kata yang diucapkan meski berguna sekali tetapi lambat laun akan hilang dengan sendirinya karena kemampuan mengingat kita yang semakin berkurang. Tetapi melalui tulisan, kata-kata yang sama akan tetap bergema karena dapat dibaca kembali. Pembacaan atas bahan yang sama bisa memberikan nuansa yang berbeda terkait dengan penafsiran yang berbeda pula. Karena itu ia menjadi semakin kaya makna.
Menulis sebagai sebuah aktivitas adalah bagian dari hidup yang menyatu dengan kehidupan itu sendiri. Setiap kata yang terucap adalah ekspresi dari penggalan-penggalan kisah hidup. Fragmen-fragmen kehidupan yang ditulis terus menerus dan direfleksikan akan membawa dampak bagi kehidupan. Kehidupan yang telah ditulis dengan tinta perjuangan, dikemas dalam refleksi yang mendalam membawa perubahan pada hidup. Hidup menjadi sebuah kisah yang bergulat antara pengalaman dan kenyataan di satu pihak dan refleksi di pihak lain. Di sini peran bahasa, khususnya kata-kata sebagai simbol mendapat arti yang sangat penting dalam usaha penyingkapan makna itu. Hermeneutik lalu menjadi sebuah sistem dan diskursus dalamnya usaha mengais makna adalah aktivitas yang melibatkan teks: entah tertulis maupun kehidupan manusia itu sendiri.[9]
Di tengah gejolak sosial, ketidakadilan, perlakuan yang nonhuman, penindasan, kata-kata yang ditulis melawan kekerasan lebih keras dari dentuman roket balistik yang diluncurkan pejuang Hizbullah atau mujahidin Palestina serta semua orang yang menggunakan kekerasan senjata untuk memaksakan keinginannya. Kata-kata yang dikemas dalam opini kerap mengubah tindak kekerasan dan kebijakan yang timpang di negeri ini. Menulis menjadi sebuah senjata yang paling ditakuti oleh rejim-rejim diktator dan orang-orang yang berperilaku tidak adil. Itulah sebabnya, pada zaman Orde Baru, terdapat usaha pembungkaman terhadap pers demi melanggengkan penindasan dan aksi korup rejim yang berkuasa.

4.   Penutup
Bagi lingkungan akademis, menulis identik dengan kehidupan itu sendiri. Menulis bukan lagi hanya sebuah upaya menjawabi tuntutan-tuntutan akademis untuk menyelesaikan kuliah dan meraih gelar sarjana. Menulis lebih dari sekedar sebuah tanggungjawab akademis. Menulis adalah eksistensi kita sebagai ens rationale sekaligus ens sociale (mahkluk sosial) yang menunjukkan identitas dengan menghubungkan kecerdasan intelektual pada satu pihak dan keterlibatan sosial di pihak lain.
Menulis dan memublikasikan pikiran  mengemban misi itu. Dia berada di tengah kehidupan untuk merefleksikan kehidupan dalam perspektif ilmiah-rasional. Menjalin benang merah antara kehidupan dan perjuangan untuk meraih humanitas merupakan orientasi yang dibangunnya. Tulisan yang coba dikemas dalam setiap edisinya adalah refleksi tentang kehidupan yang tak lepas dari perjuangan memberikan makna sekaligus membentangkan makna baru untuk hidup yang tengah bergulat dengan kerapuhannya. Kegiatan menulis berada dalam dan untuk komunikasi kehidupan yang mempunyai orientasi terhadap informasi yang mengubah.[10]
Menulis adalah upaya untuk membuat hidup lebih hidup. Setiap kata yang terungkap dalam tulisan adalah kata kehidupan yang mempunyai makna. Makna itu direfleksikan terus menerus sehingga menjadi sebuah daya baru untuk mendorong hidup yang rapuh kepada kebakaan dan kekekalan. Hanya dalam refleksi yang mendalam makna itu menampakkan diri dan pemaknaan itulah yang membawa kebahagiaan.***




[1] Kanisius Teobaldus Deki, “Manfaat Menulis-Sebuah Motivasi” dipresentasikan dalam: Seminar Kampus di Aula Missio, 26 Agustus 2007.
[2] Arswendo Atmowiloto, Mengarang Itu Gampang, Jakarta: Gramedia, 1982, hal. 1.
[3] Istilah “tulisan” digunakan untuk menyatakan sebuah karya tulis yang disusun berdasarkan tulisan, karangan, dan pernyataan gagasan orang lain. Bdk. Slamet Soeseno, Teknik Penulisan Ilmiah Populer, Jakarta: Gramedia, 1984, hal. 1.
[4] St. Tartono, Menulis di Media Massa Gampang, Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusatama, 2005, hal. 82-83.
[5] Bdk. R. Masri Sareb Putra, Menulis Meningkatkan dan Menjual Kecerdasan Verbal-Lingustik Anda, Malang: Dioma, 2005, hal. 38-48.
[6] Paul G. Stoltz, Adversity Quotient, John Wiley & Sons, 1997, hal. 77.
[7] Bdk. Ernie J. Zelinski, The Joy of Not Working, Ten Speed Press, 1997, hal. 24.
[8] R. Masri Sareb, Op. Cit., hal. 46-47.
[9] Kanisius Teobald Deki, “Hermeneutika Paul Ricoeur Upaya Distansiasi Teks dan Pembaca Sebuah Diskursus Reflektif-Kritis” dalam: Jurnal Missio, Vo. 3, No. I, Januari-Juli 2006, hal. 52.
[10] Bdk. Wilbur Schramm, “The Nature of Communication between Humans,” dalam: Donald F. Robert [ed.], The Process end effects of Mass Communication, Urbana: University of Illinois Press, 1972, hal. 13.

1 comment:

  1. Terima kasih ulasan tentang manfaat menulis ini. Kiranya semakin termotivasi belajar menulis...

    ReplyDelete