1. Pengantar
Bagi kebanyakan
orang, menulis adalah sebuah pekerjaan yang dibayangkan sebagai suatu masalah
besar. Jika orang ditanya tentang kegemaran, sangat sedikit yang menyatakan
“menulis” sebagai hal yang paling disukai. Selama satu semester yang lalu saya
mengasuh mata kuliah Pengantar Penulisan Ilmiah. Mahasiswa mengatakan bahwa
menulis itu sebuah kegiatan yang melelahkan, memakan banyak waktu dan
membosankan. Dengan kata lain, menulis adalah pengalaman yang tak enak untuk
diingat dan bahkan perlu dihindari. Lalu muncul pertanyaan spotan, mengapa?
Alasan yang ditampilkan begitu banyak. Mulai dari kesulitan menemukan ide
sampai bagaimana ide direalisasikan di atas kertas.
Tahun 1982,
anggapan tentang betapa sulitnya menulis disanggah oleh terbitnya buku Arswendo
Atmowiloto. Membaca judul buku itu banyak orang bertanya, “Ah, apakah ini tidak
salah judul?” Menurut Arsewendo, mengarang atau menulis itu gampang. Alasannya
sederhana, menulis adalah sebuah proses yang bisa dipelajari.[2] Pernyataan
Arswendo ini dibenarkan oleh begitu banyak orang yang kerap menuangkan
gagasannya melalui tulisan.[3] Menulis merupakan
sebuah pekerjaan yang mengasyikan dan membawa kebahagiaan.
Terlepas dari dua
tegangan yang melihat bahwa menulis itu sukar dan gampang, makalah ini
berbicara kepada kita tentang makna menulis untuk menemukan arti kehidupan.
Bahan ini hanya merupakan pancingan dan tidak memberikan presentasi yang
mendetail tentang teknik menulis melainkan bagaimana kita memiliki visi untuk
menulis.
2. Beberapa
Manfaat
Ada begitu banyak alasan yang bisa dikemukakan mengapa
kita perlu menulis. Menulis merupakan aktivitas yang tak bisa dipisahkan dari
kehidupan manusia. Di manapun kita berada, aktivitas menulis merupakan sine
qua non (syarat mutlak): di kantor, sekolah, di jalan-jalan maupun dalam
kehidupan harian di rumah. Menulis adalah jalan untuk bisa mengungkapkan
pikiran dan ide-ide yang kita miliki. Menurut The Liang Gie, ada beberapa
alasan menulis, antara lain memenuhi: nilai kecerdasan (intellectual value),
nilai pendidikan (educational value), nilai kejiwaan (psichological
value), nilai sosial (social value), nilai keuangan (financial
value) dan nilai filosofis (philosophical value).[4] Berikut
ini ada beberapa alasan mengapa perlu menulis.[5]
·
Pelepasan
Emosional. James Penebaker, profesor psikologi di Southern Methodist
University membuktikan bahwa melalui serangkaian penelitian bahwa menulis
perasaan-perasaan akan membawa pengaruh yang positif bagi kesehatan dan
kekebalan tubuh.[6] Orang yang
memiliki buku harian diuji dan terbukti kekebalan tubuhnya lebih baik
dibandingkan orang yang tidak mempunyainya. Manfaat menulis sungguh nyata.
Mengapa? Karena dengan menulis, emosi dan perasaan-perasaan mendapatkan
penyalurannya. Mengungkapkan perasaan dan pikiran secara tertulis dapat
membentuk perubahan-perubahan kimiawi dalam tubuh sehingga menghasilkan
kesehatan yang prima.
·
Belajar Dua Kali
lalu Menemukan Ide. Pepatah Latin
mengatakan, “Nemo dat qoud non habet” (Orang tidak dapat memberikan
kepada orang lain sesuatu yang tidak dimilikinya). Memberikan sesuatu
mengandaikan memiliki sesuatu. Dalam tulisan, bagaimana caranya supaya bisa
memberikan sesuatu? Jawabannya adalah dengan belajar dan belajar.
Upaya belajar terus menerus akan
mengantar setiap penulis untuk memiliki sesuatu. Belajar yang diupayakan karena
kemauan sendiri akan lebih bermanfaat dibandingkan dengan situasi belajar yang
dipaksakan. Dengan kata lain, menulis mengharuskan penulis belajar terus
menerus. Melalui proses belajar yang
terus menerus, penulis memiliki sesuatu yang dapat dibagikan. Dia hanya bisa
memberikan bahan atau materi yang telah dikuasainya.
Membaca merupakan langkah awal dari seluruh proses. Melalui
pembacaan, mata pikiran kita terbuka lebar. Karena itu membaca disebut sebagai
“jendela dunia”, darinya kita bisa melihat keluar untuk menemukan perspektif
dan membuka wawasan berpikir. Dengan membaca banyak, muncullah pencerahan dan
lahirlah ide. Ide inilah yang kemudian kita kembangkan menjadi gagasan baru
yang dapat disusun dalam kerangka tesis, antitesis dan sintesis. Begitu
pentingnya membaca dalam proses menulis maka tak pelak lagi tanpa membaca
seorang penulis akan kehabisan ide.
·
Memperkaya Diri
dengan Pelbagai Ilmu. Ernie Zelinski
pernah berujar, “The richest people in the world are those who have fun
earning their living and the same time have a healthy work-life balance”.[7] Pernyataan Ernie
Zelinski ini menjernihkan pikiran kita akan makna kekayaan. Kaya dalam arti
yang sesungguhnya tidak terbatas hanya
pemenuhan material, tetapi lebih dari itu keseluruhan hidup yang bahagia.
Para penulis adalah orang-orang yang kaya. Dalam arti
tertentu, para penulis adalah orang-orang yang kaya akan ilmu pengetahuan dan
imaginasi. Mungkin hanya sedikit orang yang menggantungkan hidupnya dari
menulis. Melalui para penulis pembaca menemukan banyak hal baru. Kekayaan
itulah yang mereka bagikanmelalui tulisan.
·
Melatih Berpikir
Cepat, Logis dan Sistematis.
Pisau menjadi
tajam karena kerap diasah. Demikian halnya dengan pikiran yang terus dilatih
akan membuat neuron-neuron aktif bekerja. Menulis adalah pekerjaan yang
berkaitan erat dengan kerangka “logis-sistematis”. Logis karena mengandaikan
pemikiran yang lurus dengan kaidah-kaidah logika tertentu dan sistematis
berkaitan erat dengan kerangka atau metode ilmiah tertentu. Logis juga berarti
dapat dipertanggungjawabkan. Dalam komunikasi lisan akan sangat sulit
menjelaskan pokok-pokok pikiran secara detail. Namun dalam bahasa tulisan,
apapun yang tertulis tetap tertulis. Karena itu alur pikiran, dalam bahasa
tulisan seharusnya sistematis. Runut dalam menguraikan sesuatu akan sangat
membantu pembaca memahami alur pikiran kita.
·
Mendapat Imbalan. Selain hal yang telah disebutkan di bagian terdahulu,
motivasi lain dari menulis adalah mendapat imbalan. Menurut R. Masri Sareb
Putra, ada dua hal yang memotivasi para penulis yakni manfaat finansial dan manfaat
sosial.[8] Hingga saat ini
hanya sedikit orang yang memperoleh manfaat finansial dari menulis. Kelompok
ini termasuk para wartawan, kolumnis dan kontributor pada media cetak. Terdapat
deretan nama yang bisa disebut antara lain: Arsewendo Atmowiloto dan Goenawan
Moehamad. Sedangkan Ayu Utami, Fira Basuki, Marga T, Mira W, Max Regus, meski
mendapat imbalan dari menulis namun biaya hidup mereka tidak melulu bergantung
dari menulis.
Selain mendapat
imbalan finansial, para penulis juga menerima manfaat sosial. Predikat
“terkenal” membawa efek domino. Seorang penulis yang terkenal menjadi laris. Banyak orang yang
membutuhkan karyanya. Dia diundang untuk memberikan seminar-seminar sebagai
pemakalah atau moderator. Pikiran-pikirannya dapat dengan mudah mempengaruhi
orang lain.
3. Menulis
& Kita: Presentasikan Makna Kehidupan
Seorang teman pernah berkomentar, “Bagaimana jadinya
hidup ini tanpa tulisan?” Pertanyaan ini menarik untuk disimak. Menulis adalah
ekspresi dari eksistensi kita sebagai ens rationale (mahkluk rasional).
Pikiran bisa diekspresikan bukan hanya melalui kemampual verbal tetapi juga
linguistik. Kata-kata yang diucapkan meski berguna sekali tetapi lambat laun
akan hilang dengan sendirinya karena kemampuan mengingat kita yang semakin
berkurang. Tetapi melalui tulisan, kata-kata yang sama akan tetap bergema
karena dapat dibaca kembali. Pembacaan atas bahan yang sama bisa memberikan
nuansa yang berbeda terkait dengan penafsiran yang berbeda pula. Karena itu ia
menjadi semakin kaya makna.
Menulis sebagai sebuah aktivitas adalah bagian dari hidup
yang menyatu dengan kehidupan itu sendiri. Setiap kata yang terucap adalah
ekspresi dari penggalan-penggalan kisah hidup. Fragmen-fragmen kehidupan yang
ditulis terus menerus dan direfleksikan akan membawa dampak bagi kehidupan.
Kehidupan yang telah ditulis dengan tinta perjuangan, dikemas dalam refleksi
yang mendalam membawa perubahan pada hidup. Hidup menjadi sebuah kisah yang
bergulat antara pengalaman dan kenyataan di satu pihak dan refleksi di pihak lain.
Di sini peran bahasa, khususnya kata-kata sebagai simbol mendapat arti yang
sangat penting dalam usaha penyingkapan makna itu. Hermeneutik lalu menjadi
sebuah sistem dan diskursus dalamnya usaha mengais makna adalah aktivitas yang
melibatkan teks: entah tertulis maupun kehidupan manusia itu sendiri.[9]
Di tengah gejolak sosial, ketidakadilan, perlakuan yang
nonhuman, penindasan, kata-kata yang ditulis melawan kekerasan lebih keras dari
dentuman roket balistik yang diluncurkan pejuang Hizbullah atau mujahidin
Palestina serta semua orang yang menggunakan kekerasan senjata untuk memaksakan
keinginannya. Kata-kata yang dikemas dalam opini kerap mengubah tindak
kekerasan dan kebijakan yang timpang di negeri ini. Menulis menjadi sebuah
senjata yang paling ditakuti oleh rejim-rejim diktator dan orang-orang yang
berperilaku tidak adil. Itulah sebabnya, pada zaman Orde Baru, terdapat usaha
pembungkaman terhadap pers demi melanggengkan penindasan dan aksi korup rejim
yang berkuasa.
4. Penutup
Bagi lingkungan akademis, menulis identik dengan
kehidupan itu sendiri. Menulis bukan lagi hanya sebuah upaya menjawabi
tuntutan-tuntutan akademis untuk menyelesaikan kuliah dan meraih gelar sarjana.
Menulis lebih dari sekedar sebuah tanggungjawab akademis. Menulis adalah eksistensi
kita sebagai ens rationale sekaligus ens sociale (mahkluk sosial)
yang menunjukkan identitas dengan menghubungkan kecerdasan intelektual pada
satu pihak dan keterlibatan sosial di pihak lain.
Menulis dan memublikasikan pikiran mengemban misi itu. Dia berada di tengah
kehidupan untuk merefleksikan kehidupan dalam perspektif ilmiah-rasional.
Menjalin benang merah antara kehidupan dan perjuangan untuk meraih humanitas
merupakan orientasi yang dibangunnya. Tulisan yang coba dikemas dalam setiap
edisinya adalah refleksi tentang kehidupan yang tak lepas dari perjuangan
memberikan makna sekaligus membentangkan makna baru untuk hidup yang tengah
bergulat dengan kerapuhannya. Kegiatan
menulis berada dalam dan
untuk komunikasi kehidupan yang mempunyai orientasi terhadap informasi yang
mengubah.[10]
Menulis adalah upaya untuk membuat hidup lebih hidup.
Setiap kata yang terungkap dalam tulisan adalah kata kehidupan yang mempunyai
makna. Makna itu direfleksikan terus menerus sehingga menjadi sebuah daya baru
untuk mendorong hidup yang rapuh kepada kebakaan dan kekekalan. Hanya dalam
refleksi yang mendalam makna itu menampakkan diri dan pemaknaan itulah yang
membawa kebahagiaan.***
[1] Kanisius Teobaldus Deki, “Manfaat Menulis-Sebuah Motivasi”
dipresentasikan dalam: Seminar Kampus
di Aula Missio, 26 Agustus 2007.
[3] Istilah “tulisan”
digunakan untuk menyatakan sebuah karya tulis yang disusun berdasarkan tulisan,
karangan, dan pernyataan gagasan orang lain. Bdk. Slamet Soeseno, Teknik
Penulisan Ilmiah Populer, Jakarta: Gramedia, 1984, hal. 1.
[4] St. Tartono, Menulis di Media Massa Gampang, Yogyakarta:
Yayasan Pustaka Nusatama, 2005, hal. 82-83.
[5] Bdk. R. Masri
Sareb Putra, Menulis Meningkatkan dan Menjual Kecerdasan Verbal-Lingustik
Anda, Malang: Dioma,
2005, hal. 38-48.
[9] Kanisius Teobald
Deki, “Hermeneutika
Paul Ricoeur Upaya Distansiasi Teks dan Pembaca Sebuah Diskursus
Reflektif-Kritis” dalam: Jurnal Missio, Vo. 3, No. I, Januari-Juli 2006,
hal. 52.
[10] Bdk. Wilbur
Schramm, “The Nature of Communication between Humans,” dalam: Donald F. Robert
[ed.], The Process end effects of Mass Communication, Urbana: University
of Illinois Press, 1972, hal. 13.
Terima kasih ulasan tentang manfaat menulis ini. Kiranya semakin termotivasi belajar menulis...
ReplyDelete