Berkarya Dalam Keheningan In Memoriam Br. Marcellus Sutaryo O.Carm

Kanisius Teobald Deki



Kiranya tahun 2001, saya tak ingat persis. Waktu itu rumah Biara Beato Dionysius-Maumere kedatangan penghuni baru. Lelaki itu betubuh gempal, pendek dan bersahaja. Rambutnya lurus, kulitnya sawo matang. Ia tersenyum ketika disapa. Dari kelembutan nada bicaranya dipastikan kalau ia berasal dari Jawa Tengah. Ternyata benar, pria itu kelahiran Muntilan 14 Juli 1955. Ia murah senyum dan tak banyak bicara. Ia biasa disapa Bruder Marcell.

Rumah Biara Dionysius kini lengkaplah sudah. “Bruder Marcel memiliki keahlian membangun”, kata Romo Prior memperkenalkan profil Br. Marcell secara singkat. Penghuni paling tua di rumah biara Dionysius adalah Br. Albert. Beliau seorang kepala rumah tangga yang sangat baik, penuh kasih sayang dan sangat perhatian kepada semua penghuni rumah. Tak hanya makanan yang diperhatikan dengan saksama, juga kebutuhan penampilan seperti pakaian, sandal dan sepatu. Selain itu kesehatan paling diutamakan.

Kehadiran Br. Marcell menjadi penyempurna dalam komunitas ini. Sebagai anggota rumah yang mayoritas masih muda-belia, kehadiran orang-orang berusia lanjut dibutuhkan sebagai penunjuk arah sekaligus tokoh panutan. Selain itu, rata-rata, cita-cita pemuda dari Flores adalah menjadi imam. Sangat jarang ada yang memilih jalan hidup sebagai bruder. Pilihan ini lebih karena belum banyak contoh dari generasi terdahulu. Kehadiran dua orang bruder di rumah biara Dionysius menjadi sebuah panorama spiritual tersendiri.

Sederhana dan Pencinta Keheningan

Saban hari kami selalu bersama. Ketika sudah memasuki pintu filosofen, para frater pergi ke kampus Ledalero untuk mengikuti perkuliahan. Br. Marcell menampilkan wajah karmelit yang sederhana dalam semua aspek: tutur kata dan perilaku hidupnya. Ia jarang bicara, semacam ada keheningan yang sangat mendalam dalam prinsip hidupnya untuk menginternalisasi motto Karmel: O Beata Solitudo (Oh Keheningan yang Membahagiakan).

Itulah sebabnya katika ada anggota rumah yang membunyikan musik dari tape di kamar, ia mengeritik keras. Ia mengarahkan pola hidup sederhana para karmelit sebagai pilihan untuk mencintai keheningan dan senantiasa berdoa. Ia memang memberikan contoh nyata. Ia pendoa yang setia. Dalam keseluruhan hidpnya, ia selalu hadir dalam doa brevir, doa hening meditasi dan perayaan ekaristi.

Setiap hari, para karmelit berdoa tak kunjung putus. Secara bersama: mulai dari ibadat pagi, meditasi, misa pagi, ibadat siang, ibadat senja dan ibadat malam. Beberapa hari tertentu dalam minggu ada ibadat bacaan. Br. Marcell tetap berada di tempatnya, walau kami tahu beliau memiliki pekerjaan tetap sebagai arsitek sekaligus pembangun gedung-gedung yang dibutuhkan oleh biara.

Keheningan dan berdoa itulah yang menjadi penciri dirinya. Ketika jam rekreasi beliau hadir walau tak banyak bicara. Semangat persaudaraan sebagai salah satu kharisma dalam Ordo dipraktikkannya dengan berbagai cara. Demikian pelayanan kepada para frater studen, termasuk mengantar ke kampus jika sopir sakit.

 

Berkarya Dalam Keheningan

Br. Marcell  bercerita kalau dirinya pernah berkarya di Medan, Sumatera Utara. Selain provinsi, Ordo Karmel Indonesia memiliki dua Komisariat: Komisariat Medan dan Komisariat Indonesia Timur di Flores. Ordo Karmel bertumbuh dan berkembang dengan baik. Ordo ini memiliki panggilan yang subur. Tugas Br. Marcel adalah membangun gedung-gedung baru.

Ketika sudah berkarya di Flores, Br. Marcell mengabdikan diri sepenuhnya pada pembangunan gedung kapela dan aula. Sebagai seorang arsitek, bangunan Br. Marcell memiliki ciri khas. Tampilannya artistik, menawan dan mengusung tema natural. Bata merah dibiarkannya tanpa salutan semen acian. Jika terkena sinar matahari senja, warna bata merah bangunan kapela tampak memantulkan cahaya merah berkilauan.

Demikianpun ketika membangun aula, Br. Marcell mengadopsi model bangunan lokal yang terbuat dari bambu. Bangunan ini terlihat sedehana namun sangat cocok untuk Maumere yang panas. Ventilasinya terbilang banyak sehingga mengurangi rasa panas di dalam ruangan.

Begitu juga ketika membangun kembali rumah ret-ret Sao Elia Mageria di Mauloo. Konsep bangunan Sao Ria, rumah adat Lio, melekat pada model bangunannya. Rumah ret-ret Mageria yang berada wilayah Lio, menjadi salah satu ikon arsitektural yang peka budaya. Hal ini mendekatkan diri sekaligus simbol penyatuan dan penghargaan yang total terhadap lokalitas dan budayanya.

Salah satu karyanya yang tak terlupakan adalah penataan rumah pertapaan karmelit di Gunung Kelikeo, Nuaria, Lio. Bersama Rm. Zakharias, Sang Pertapa, mereka membangun tempat itu sebagai sebuah komunitas baru, komunitas pertapa yang setiap waktu hidupnya dibaktikan dalam doa, meditasi dan ekaristi bagi dunia. Rumah pertapa yang disebut “sel” dibuat senyaman mungkin, demikian kapela dan aulanya.

Ketika Br. Marcell bekerja, ia tak banyak bicara. Ia mengorganisir para tukang bangunan dengan baik. Tak terdengar cerita bahwa ia marah. Ia mengarahkan mereka dengan baik, sampai pekerjaannya selesai. Pernah suatu kali saya diajak Br. Marcell ke bengkel bangunan di Waerhubing untuk mengecek pemesanan kusen bangunan. Ia sangat teliti mengarahkan pekerja di bengkel itu untuk mengerjakan kusennya dengan presisi dan kualitas bagus. Ketika kusen-kusen itu datang, ia mengecek kembali dan memuji hasil kerja orang-orang bengkel kayu itu.

Selama kurang lebih 4 atau 5 tahun kami tinggal bersama. Lama tak terdengar kabar tentang beliau. Sampai pada tahun 2021 saya membaca berita tentang perayaan kehidupan membiaranya yang ke-40 bersama para karmelit yang lain. Dari berita itu pula saya tahu kalau beliau seangkatan dengan Rm. Christophorus Pratiwo Irianto O.Carm, yang juga bekerja di Flores, sebagai pastor paroki di Mauloo.

Usia 40 tahun hidup membiara tentu bukanlah waktu yang pendek. Sebuah peristiwa yang disyukuri karena kasih Tuhan dan kesetiaan Br. Marcell menjawab panggilan Tuhan. Ia berkanjang dalam doa, persaudaraan dan pelayanan sepanjang hidupnya. Ia menjadi contoh nyata menjadi karmelit yang menghayati regula, bukan sebatas aturan tetapi lebih sebagai jalan hidup yang membahagiakan.

Model Hidup Bagi Provinsi Baru

Beberapa bulan lalu saya mendapat informasi bahwa Ordo Karmel Indonesia telah mengubah status Komisariat Indonesia Timur di Flores menjadi provinsi tersendiri. Tentu ini berita menggembirakan. Panggilan untuk masuk Ordo Karmel di Indonesia Timur terbilang melimpah. Bahkan sebagian imam sudah dikirim ke luar negeri untuk bermisi. Ini sebuah berita yang menambah harapan bahwasannya Ordo Karmel telah menyumbang misionaris bagi gereja universal.

Terdengar berita bahwa Rm. Marcel Barus O.Carm terpilih sebagai Provinsial pertama untuk provinsi baru ini. Mantan pastor paroki Longgo-Dalong, Keuskupan Labuan Bajo ini dikenal sebagai pribadi yang sederhana, pekerja keras dan melayani umat dengan baik. Tentu, perubahan status ini menjadi sebuah langkah maju sekaligus menyajikan tantangan baru. Pertanyaan kuncinya adalah apakah mereka dapat mandiri dengan status ini? Dengan cara apa mereka membangun kemandirian itu?

Salah satu jawabannya adalah contoh hidup dari para pendahulu. Satu persatu tokoh yang membangun Karmel Flores telah berpulang. Br. Albertus, Rm. Ino Daeng Karwayu dan deretan nama lainnya telah mangkat, kembali ke rumah Bapa, termasuk Br. Marcell. Mereka adalah model kesetiaan yang berkanjang dalam kesetiaan kepada Tuhan melalui Ordo Karmel, hingga wafatnya. Kesederhanan, kesahajaan hidup serta pelayanan mereka yang tak kenal lelah kepada umat Tuhan merupakan spiritualitas yang tetap menjadi ciri karmelit dalam pelayanannya di tengah dunia.  Sebuah penemuan yang menguatkan bahwa doa, keheningan dan persaudaraan adalah jalan untuk semakin sempurna melayani Tuhan dan sesama dalam seluruh kenyataan mereka: kesusahan hidup dan penderitaan, kegembiraan dan harapan.

Hari ini, 6 Juni 2025, saya mendapat kabar kepergian Br. Marcell, dalam usia 70 tahun. Beliau adalah seorang figur yang sederhana dan bersahaja, giat bekerja sebagaimana Nabi Elia, dalam diam menampakkan karya yang mengagumkan! Selamat Jalan Bruder, jadilah pendoa bagi kami yang masih berziarah di dunia ini.***

Comments

  1. Turut berduka cita batas kepergian Bruder Marcel. Walau tak pernah berjumpa dan berkenalan dengannya, tetapi pengalaman perjumpaannya dengan Ka'e Kanis Deki yang tergambar dalam uraian ini sungguh mengagumkan.
    Berbahagialah dalam kebahagiaan Abadi Surgawi, Bruder. Diakan kami semua yang masih berziarah di bumi ini.

    ReplyDelete
  2. Hebat Pa Nick, luar biasa, sya tdk kenal beliau namun ulasan d'ite sangat menimbulkan kelaziman atas pribadi Br. Marcell, O. Carm. Slm profisiat. Frans

    ReplyDelete
  3. turut berduka cita atas kepergian bliau,dan bruder Marcel telah mendedikasikan hdp utk pelayanan.semoga semangat pelayanan bliau mengisparasi kita smua utk melayani dgn sepenuh hati

    ReplyDelete
  4. Turut berduka atas meninggalnya Br. Marsel🙏

    ReplyDelete
  5. Even Tangi, O.Carm6 June 2025 at 05:25

    Terima kasih, Kae. 2 thn lalu kmi sempat kunjung bliau dan cerita² ttg karyanya dulu di Flores. Segala yg digambarkan ttg Bruder sungguh tepat adanya: tenang, ramah, dan bersahaja. Semoga teladan kesederhanaan bliau jd model bgmna kmi para Karmelit hidup di zaman ini... Selamat jalan, Bruder!

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima kasih Tuang, sehatlah selalu dan bahagia dalam pelayanan. Tadi jam 7 malam sy ikuti Ibadat Arwah beliau di chanel youtube. Pembacaan riwayat hidup beliau sungguh menyentuh karena apa yg saya alami ternyata demikianlah kesan para saudara yang lain.

      Delete
  6. Terima kasih saudaraku terkasih. Meski tak kenal siapa dia, apapun dia dan bagaimanapun dia, dia sodara kita, deskripsi ringkas menimbulkan kesan dan gambar imajinatif tentang Bruder. Berdoa bersama kita kuatkan iman akan kematian, kehidupan dan kebangkitan Tuhan Yesus senantiasa berbelas kasih kepada roh Bruder. Terimakasih sodaraku terkasih

    ReplyDelete
  7. Terima kasi kae Decky untuk tulisan ini. Kita mengenang dia yang telah berjasa untuk kita. Rm. Yanto, Prior Wairklau

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

RITUS TEING HANG ORANG MANGGARAI[1] (Sebuah Studi Awal Untuk Mencari Pertautannya dengan Inkulturasi Iman Kristen)

Asal Usul Orang Manggarai-Flores-NTT

Drs. Donatus Hargens, Lelaki Dengan Garpu Tala: In Memoriam