Foto Tanah Sengketa (sumber:floresa.co)
Temuan Dokumen Baru
D |
alam perjalanan waktu, ketika
ada begitu banyak yang membaca ulasan-ulasan saya edisi 1-5, mereka memberikan
berbagai dokumen baru berkaitan dengan tanah yang disengketakan saat ini.
Dokumen-dokumen itu membenarkan bahwa “ada teka-teki” dalam banyak aspek
terkait tanah Toroh Lemma Batu Kallo.
Di penghujung tahun 2015,
muncul Surat dari BPN Labuan Bajo bertanggal 21 Desember 2015. Surat itu berisi
tentang undangan Sidang Panitia “A” Permohonan Hak Atas Tanah atas nama Dai
Kayus. Surat ditujukan kepada Lurah Labuan Bajo, Anggota Panitia “A”, Muhamad
Naser, Abdul Gani, Umar Ali, Maling Pembalas masing-masing sebagai Ahli Waris,
Ente Puasa dan Muhamad Syair selaku saksi. Diundang juga H. Umar Ishaka dan
Ramang N. Ishaka selaku Fungsionaris Adat, termasuk Dayus Kayus selaku pemohon.
Dalam dokumen surat itu masih ditambahkan juga nama-nama yang diundang antara
lain: Fatimah Badosalam, Muhamad Ali, Baharudin Kamis, Masan Basri, Samsul
Bahri dan Sarul Rol. Total yang diundang adalah 17 orang.
Adapun Panitia “A” masuk dalam
dokumen Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 7
Tahun 2007. Dalam pasal 1 dijelaskan bahwa Panitia Pemeriksaan Tanah A yang
selanjutnya disebut Panitia “A” adalah panitia yang bertugas melaksanakan
pemeriksaan, penelitian dan pengkajian data fisik maupun data yuridis baik di
lapangan maupun di kantor dalam rangka penyelesaian permohonan pemberian hak
milik, hak guna bangunan, hak pakai atas tanah Negara, hak pengelolaan dan
permohonan pengakuan ha katas tanah.
Oleh Kejati NTT, Dai Kayus juga
menjadi salah satu tersangka dan sudah ditahan. Apa yang menarik dari kasus Dai
Kayus ada dalam tiga aspek ini. Pertama,
alas hak kepemilikan tanah dari Dai Kayus dibenarkan oleh Funsionaris Adat
Kedaluan Nggorang yang diwakili oleh H. Umar Ishaka dan Ramang N. Ishaka.
Setelah kepemilikannya menjadi jelas, termasuk juga akta notaris dengan status
kepemilikan yang tetap maka Day Kayus melakukan pensertifikatan hingga
sertifikatnya keluar. Sertfikat keluar dari BPN dan dengan demikian menjadi
final bahwa tanah itu miliknya.
Kedua, Kejati telah menangkap
Dai Kayus serta kepala BPN dengan tuduhan karena mengambil tanah Negara
sehingga menyebabkan kerugian Negara 3 triliun (belakangan nilai kerugian
diturunkan Kejati menjadi 1,3 triliun). Juga Notaris yang melakukan proses akta
tanah, Theresia Koro Demu ditahan. Sedangkan H. Umar Ishaka dan Ramang N.
Ishaka, sebagai pihak yang memberikan keterangan mengenai alas hak atas tanah,
belum ditangkap dan dijadikan tersangka. Peran mereka sangatlah penting.
Sebagai Fungsionaris Adat, mereka bukan saja memiliki pengetahuan tentang tanah
tetapi juga kuasa atasnya. Karena itu, jika mereka menyatakan bahwa tanah itu
bebas dan merestui untuk pembuatan sertifikat, bukankah mereka juga bagian yang
harus bertanggungjawab? Jika temuan Kejati tidak sealur dengan fakta ini, apa
alasannya? Ataukah Kejati tebang pilih? Hal itu diperjelas pada point ketiga.
Ketiga, ada begitu banyak nama
lain yang yang ada dalam dokumen Undangan BPN terkait Sidang Panitia “A”
Permohonan Hak Atas Tanah Dai Kayus sebagaimana sudah dijelaskan di atas, ada 4
orang ahli waris dan 2 orang saksi, mengapa mereka juga tidak masuk sebagai
tersangka? Kedudukan mereka sebagai ahli waris dan saksi atas tanah sangatlah
penting. Saksi atas tanah, misalnya saksi batas, menjadi pemilik lahan di
lokasi yang sama. Artinya, dua orang yang menjadi saksi juga memiliki lahan di
daerah sengketa itu. Demikian halnya dengan para ahli waris, adalah pihak yang
menerima tanah warisan dari orangtuanya.
Membaca Sikap Fungsionaris Adat
Setelah Kraeng Dalu Haji Ishaka
meninggal, ada 3 orang yang menjadi penerus Fungsionaris Adat Nggorang: Haji
Umar H. Ishaka, Haji Ramang H. Ishaka dan Muhamad Syair. Kegaduhan persoalan
tanah di Labuan Bajo menggugah mereka untuk mengelurkan satu dokumen tertulis.
Dokumen itu diberi judul: Surat Pernyataan Tentang Kedaulutan Fungsionaris Adat
Nggorang Atas Tanah Adat Ulayat Nggorang di Wilayah Kelurahan Labuan Bajo,
Kecamatan Komodo Kabupaten Manggarai Barat.
Ada 4 point penting dinyatakan
dalam surat itu. Dalam point 1 disebutkan ha katas tanah sekitar 3.000ha yang
telah diserahkan kepada banyak pihak termasuk di dalamnya pemerintah daerah.
Point 2 menegaskan bahwa sejak otoritas Fungsionaris Adat menyerahkan tanah
kepada para pihak, Fungsionaris Adat tidak lagi memiliki kewenangan atas
tanah-tanah itu. Point 3 menyatakan bahwa setiap pihak yang telah memeroleh
tanah tersebut dengan tata cara budaya Manggarai “kapu manuk-lele tuak” telah sah menjadi pemilik. Point 4 menyatakan
bahwa siapa saja yang ingin memanfaatkan tanah tersebut langsung berurusan
dengan pemiliknya.
Dokumen itu ditandatangani oleh
Fungsionaris Adat atas nama Haji Umar H. Ishaka, Haji Ramang H. Ishaka dan
Muhammad Syair. Pihak yang juga menandatangani dokumen itu selaku saksi antara
lain: Haji Muhammad Syahip, Antonius Hantam, Haji Muhammad Abubakar Djudje,
Abubakar Sidik, Theo Urus, Muhammad Sidik, Fransiskus Ndejeng, Muhammad H.
Ishaka Bakar.
Jika membaca dokumen ini,
sangatlah jelas bahwa Fungsionaris Adat sudah menyediakan ruang yang jelas bagi
pemilik untuk melakukan apa saja atas tanah di maksud. Dokumen itu dikeluarkan
pada 1 Maret 2013 di Labuan Bajo.
Jika memang demikian alur
kebijakan Fungsionaris Adat, maka wajarlah kalau kemudian penerus Kraeng Dalu Haji Ishaka dalam diri
anak-anaknya, memberikan keterangan alas hak atas tanah di Toroh Lemma Batu
Kallo kepada Dai Kayus untuk disertifikat (bdk. Dokumen Surat bertanggal 21
Desember 2015). Demikian halnya sikap BPN, tanpa keraguan memanggil Fungsionaris
Adat Nggorang dalam diri H. Umar Ishaka dan Ramang N. Ishaka. Simpulannya
jelas, tanah ini bukanlah milik Pemda Manggarai (kemudian Manggarai Barat).
Dengan diterbitkannya
sertifikat tanah atas nama Dai Kayus di Toroh Lemma Batu Kallo bukan hanya membatalkan hak kepemilikan tanah itu atas
nama Pemda Manggarai tetapi juga tidak mengakui fakta itu. Dengan kata lain,
proses pengurusan yang belum final oleh Pemda Manggarai menjadi fakta tak
terbantahkan bahwa tanah itu tidak bisa dikata sebagai milik Pemda Manggarai.
Sikap Kejati NTT Belum Profesional?
Kejanggalan-kejanggalan ini
melahirkan pertanyaan: Apakah Kejati NTT sudah sungguh mempertimbangkan dokumen
dan fakta lapangan terkait kasus ini?
Ada 2 hal yang patut disampaikan.
Pertama, aksi para Notaris dan
PPAT se-NTT yang menolak anggota mereka Theresia Koro Demu dengan pemogokan
kerja selama 3 hari (20-22 Januari 2021). Dalam penyampaian Ketua IPPAT NTT,
Emmanuel Mali sangat menyayangkan Kejati NTT yang menahan rekan mereka sebab
tugas notaris adalah membuat akta dan tidak masuk dalam isi yang menjadi janji
para pihak. Jika kedua belah pihak, baik penjual maupun pembeli sudah
menunjukkan sertifikat tanah maka akta dapat diterbitkan.
Penahanan Theresia Koro Demu
oleh Kejati NTT, dalam pandangan IPPAT NTT, sangatlah tidak lazim dan
bertentangan dengan profesi Notaris yang juga dilindungi undang-undang.
Kedua, sikap Kejati tebang
pilih terhadap tersangka kasus lain di NTT sungguh berbeda dengan kasus tanah
yang diklaim milik Pemda di Labuan Bajo. Koordinator TPID NTT, Meridian Dewanta
menjelaskan bahwa dalam kasus Bank NTT Cabang Surabaya, di mana Negara
dirugikan Rp.127 miliar, kredit macet itu juga melibatkan 2 notaris: Erwin
Kurniawan dan Maria Baroroh. Dalam kenyataannya, dua notaris itu tidak ditahan.
Oleh karena itu, Meridian meminta agar Kejaksaan Agung RI menindaktegas Kejati
NTT (kastra.co, edisi 30 Januari 2021).
Jika masyarakat yang peduli
akan kasus ini bertanya, apakah Kejati dalam melaksanakan tugasnya belum
professional? Pertanyaan ini lahir dari kontradiksi-kotradiksi yang sudah
dijelaskan pada bagian terdahulu tulisan ini.
Faktanya, Pemda Manggarai tidak
memegang dokumen final atas tanah. Jika karena itu ada pihak yang mengklaim
tanah itu dan menjualnya, maka semua pihak yang masih hidup dari Pemda
Manggarai harusnya jadi tersangka. Demikian juga pihak-pihak lain yang
dinyatakan dalam ulasan ke-6 ini. Sedangkan Pemda Manggarai Barat yang sudah
berusaha melakukan pelbagai langkah mendapatkan kembali tanah itu, hendaklah
dibebaskan. Juga orang-orang lain yang terbukti tidak bersalah.*** (bersambung).