Foto: Perayaan Ekaristi Perdana P. Kale Bale SVD dan P. Gabriel Manek SVD di Ruteng. Sumber: KITVL-Leiden University.
Kanisius
Teobaldus Deki
Penulis
Buku 100 Tahun Paroki Katedral, Dosen STIE Karya Ruteng
Pater Kale lahir di Paga tahun 1914.
Ia berasal dari keluarga campuran Sabu-Maumere. Dia merupakan anak pertama dari
empat bersaudara. Ayahnya seorang polisi. Mereka bertumbuh dan berkembang dalam
kehidupan bersahaja. Sebagai anak polisi dia mengikuti orangtuanya ke mana saja
mereka pindah. Tidak banyak catatan tentang masa kecil dan pendidikan dasarnya.
Saat itu seminari menengah hanya satu-satunya di Nusa Tenggara yakni di Sikka
yang dimulai 2 Februari 1926. Seminari itu dipimpin oleh P. Cornelissen SVD.
Dia mengenyam pendidikan di tempat itu pada 1927-1929. Selanjutnya, P. Kale
melanjutkan pendidikan ke Seminari Yohanes Berchmans-Toda Belu Mataloko.
Pada 28 Januari 1941, Kale tercatat
sebagai imam pribumi pertama dari Seminari Tinggi St. Paulus Ledalero bersama
rekannya P. Gabriel Manek SVD. Mereka adalah panenan perdana dari seminari
tinggi itu. Sebenarnya, ada dua angkatan pertama yang juga menjadi mahasiswa
calon imam di panti itu: Lucas Lusi dan Niko Meak. Lucas Lusi kemudian menjadi
imam projo Keuskupan Agung Ende ditahbiskan pada tahun 1944 oleh Mgr. Hendrikus
Leven SVD. Sedangkan Niko Meak meninggal sebagai frater pada 30 November 1938.
Pater Kale pascatahbisan dibenum
sebagai pastor di wilayah Maumere. Dia bertugas hampir di seluruh wilayah
Maumere sampai Komandaru. Persis 15 Mei 1942 tiba-tiba berita sedih muncul.
Semua misionaris Eropa diperintahkan untuk meninggalkan Indonesia. Pada 15 Juli
1942 terdapat 70 imam, 14 bruder dan 29 suster dibuang ke Pare-Pare oleh
Jepang. Mereka hidup sengsara lara di tempat itu dan baru mengalami kemerdekaan
setelah Jepang dinyatakan kalah.
Selama Jepang menjajah Indonesia
itulah beberapa frater ditahbiskan sebelum waktunya: Yohanes Bala Letor dan R.
Pedriko. P. Yan Bala, asal Koting-Maumere, diberi tugas untuk melayani umat di
Manggarai.
Sesudah Indonesia merdeka, Pater Kale
ditugaskan di Manggarai. P. Kale menjadi pastor paroki di Katedral tahun 1953.
Ia melayani umat dengan sepenuh hati untuk semua aspek, bukan saja pelayanan
sacramental tetapi juga memperhatikan aspek pendidikan, ekonomi dan sosial.
Pater Kale mendirikan SDK Ruteng VI dan Panti Asuhan. “Setiap umat yang datang
padanya selalu dilayani dengan baik. Mereka yang berkekurangan meminta uang dan
diberikan. Dia tidak mau umat pulang dengan tangan kosong”, kesaksian seorang
imam SVD tentang sosok P. Kale.
Berpikir
Jauh ke Depan
Pater Kale menjadi salah satu tokoh
kunci untuk pendidikan tinggi di Manggarai, khususnya dengan kehadiran lembaga
Akademi Pendidikan Kateketik (APK) di Ruteng yang kemudian menjadi cikal bakal
UKI Santu Paulus Ruteng.
Tatkala tahun 1959 lembaga pendidikan
Kateketik hendak dibangun di tanah ulayat orang Tenda, Lingko Tubi, bersamaan
dengan itu ada rencana polisi membangun asrama di tempat itu. Dengan sigap P.
Kale dan tim kerjanya menjumpai tetua adat di Tenda. Dia meminta ijin untuk
membeli tanah itu untuk kepentingan misi. Jadilah demikian, P. Kale membeli
tanah-tanah dari pemiliknya masing-masing untuk menjadi tanah misi. Sebagai
Vikaris Jenderal Keuskupan Ruteng, P. Kale membantu Mgr. Wilhelmus van Bekkum
SVD dalam banyak urusan.
Usaha P. Kale tidak sia-sia. Tanah
itu tidak dapat diganggu-gugat oleh siapapun sehingga menjadi tempat yang layak
lagi legal untuk di atasnya dibangun rumah pendidikan tinggi yang menampung
sebagian anak-anak bumi Manggarai pun Nusantara demi meraih masa depan yang
lebih baik.
Kelak di kemudian hari, dia tidak
hanya memperjuangkan ruang bagi bertumbuhnya generasi-generasi baru anak tanah
Nuca Lale, lebih dari itu, dia mengangkat harkat dan martabat anak-anak yang
tersingkir karena kehilangan orang tuanya.
Membangun
Panti Asuhan
Teks Injil Lukas 11:27-28 sangat
memberi pengaruh pada P. Kale. Dalam teks itu, seorang perempuan yang menjadi
pendengar Yesus berteriak: "Berbahagialah ibu yang telah mengandung Engkau dan susu yang
telah menyusui Engkau." Tetapi Ia berkata:
"Yang berbahagia ialah
mereka yang mendengarkan firman Allah dan yang
memeliharanya." P. Kale sudah mengikuti Yesus dengan penuh kesetiaan.
Ia bukan saja menjadi pendengar. Dia adalah pemelihara Sabda. Menimba kekuatan
dari Sabda dan menjalankannya dalam kehidupan kongkrit.
Di bagian lain, kisah
tentang pengadilan terakhir injil Mateus 25:35-40, sangat menginspirasi P. Kale
sehingga kemudian dia mendirikan panti asuhan bagi masyarakat yang membutuhkan
pertolongannya. Teks lengkap berbunyi demikian:
“Sebab ketika Aku
lapar, kamu memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu memberi Aku minum; ketika
Aku seorang asing, kamu memberi Aku tumpangan;
ketika Aku telanjang, kamu memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit,
kamu melawat Aku; ketika Aku di dalam penjara, kamu mengunjungi Aku. Maka
orang-orang benar itu akan menjawab Dia, katanya: Tuhan, bilamanakah kami
melihat Engkau lapar dan kami memberi Engkau makan, atau haus dan kami memberi
Engkau minum? Bilamanakah kami melihat Engkau sebagai orang asing, dan kami
memberi Engkau tumpangan, atau telanjang dan kami memberi Engkau pakaian? Bilamanakah
kami melihat Engkau sakit atau dalam penjara dan kami mengunjungi Engkau? Dan
Raja itu akan menjawab mereka: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala
sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina
ini, kamu telah melakukannya untuk Aku.”
Pater Kale mendirikan panti ini
mula-mula dekat Rumah Wunut, lalu berpindah ke Kampung Maumere. Tatkala makin
banyak anak yang membutuhkan pertolongan, perawatan dan pendampingan, sementara
rumah itu tidak lagi dapat menampung, maka P. Kale memindahkan rumah panti ke
Kampung Wae Peca-Lalong.
Selain membutuhkan tempat yang luas,
P. Kale juga berpikir ke arah kemandirian. Menurut informasi yang disampaikan
Bapa Musa, saudara dan rekan pengurus panti, P. Kale membeli beberapa bidang
tanah, yang kemudian dijadikan sawah dan ladang. Sawah ditanami padi. Sekali
panen diperoleh 6 ton padi. Itu sudah sangat cukup bagi kebutuhan anak-anak
panti dari segi ketercukupan pangan. Ladang ditanami tanaman perdagangan
seperti cengkeh dan kopi. Selain itu dibudidayakan juga sayur mayur untuk
keperluan mereka sehari-hari.
Usaha P. Kale tidaklah sia-sia.
Banyak anak panti yang dididik dan dibesarkannya bertumbuh menjadi pribadi-pribadi
yang mandiri dalam pelbagai aspek kehidupan. Mereka kini tersebar di mana-mana
dalam pelbagai profesi. Mereka menjadi manusia yang lengkap oleh sentuhan kasih
P. Kale dan timnya di panti asuhan Wae Peca.
Usai menjalankan tugas dari Paroki
Katedral, P. Kale mendirikan paroki Ka Redong. Selanjutnya, di usia senjanya,
P. Kale menepi di Panti Asuhan Wae Peca dan akhirnya meninggal pada tahun 1989
dalam usia 75 tahun. P. Kale dikebumikan di Novisiat SVD Kuwu sebagai rumah
peristirahatannya yang terakhir.
Tugas dan pelayanan terhadap kelompok
peripheral (terpinggirkan) ini terus
dijalankan oleh para misionaris SVD dan awam yang dengan hati lapang memberikan
cinta dan kasih sayang. Setelah P. Hila Gudi SVD meninggal, P. Kobus Modo, SVD
meneruskan karya ini bersama bapa Musa dan tim.
Menurut catatan P. Kobus, ada begitu
banyak perhatian dan cinta yang mereka terima dalam melanjutkan karya agung P.
Kale. Para donator menyediakan sejumlah dana bagi pembangunan ruang baca dan
perpustakaan. Pemerintah menyediakan hand
tractor dan sejumlah dana sosial untuk aneka keperluan. Tak kurang juga
warga masyarakat kota datang berkunjung dan mencurahkan perhatian. Ini semua
adalah tanda-tanda bahwa kepedulian terhadap sesama merupakan kenyataan yang
tetap ada dan harus dipupuk untuk terus bertumbuh.
P. Kale sudah tiada. Namun cinta dan
pengabdiannya untuk orang-orang Manggarai merupakan simpul-simpul Kerajaan
Allah dalam wajah yang peduli dan rela berkorban bagi sesama yang menderita dan
berkekurangan. Dengan cara ini, layaklah dia disebut sebagai pahlawan
kemanusiaan bagi kita. Sebuah teladan yang mendorong kita melakukan hal serupa. Foto: P. Kobus Modo SVD
Jika ada yang tertarik membantu karya pelayanan untuk Panti ini dapat menghubungi P. Kobus Modo SVD: 0822-3693-9855.
(Dipublikasi pertama oleh: www.floressmart.com pada Rabu, 23 Oktober 2019)
Mantap e om Nik.. Jd ingat pater Kale.. .
ReplyDeleteTrima kasih kk.
DeleteMksh Nana kadis . Menggali dan mempublis nilai-nilai melalui figur figur sejarah,Ini adalah bentuk pewartaan dan harus diseringkan.
ReplyDeleteTerima kasih amang.
ReplyDelete