Penulis: Aris Ninu
Editor: Apolonia Matilde
Penyakit yang paling berbahaya saat ini bukanlah Aids, jantung pun stroke melainkan terasing secara sosial. Belenggu paling mematikan
adalah hilangnya kepekaan terhadap sesama dalam pelbagai bentuknya. Setiap
individu sibuk dengan dirinya sendiri. Egoisme kian menguat dalam diri setiap
orang. Kemudian egoisme itu menggumpal pada perasaan yang sama dalam
kelompok-kelompok komunitas sehingga melahirkan masyarakat yang apatis pada
sesama, termasuk yang diberi kategori miskin secara ekonomi.
Masyarakat yang egois adalah efek paling kentara dari
makin sirnanya nilai-nilai pembentuk karakter pada masyarakat. Padahal bangsa kita disebut sebagai bangsa
yang berbudaya dan kaya akan nilai. Filosofi gotong royong dalam segala bidang
kehidupan perlahan-lahan punah. Sehingga jurang antara yang kaya dan miskin
kian melebar, yang kuat menyantap yang lemah, seolah mengamini adagium Thomas
Hobes, “Homo Homini Lupus” (manusia
menjadi serigala bagi sesamanya).
Salah satu jawaban yang solutif untuk mengatasi problema
itu adalah koperasi kredit. Melalui koperasi kredit prinsip solidaritas dalam konsep
ekonomi gotong royong menjadi nyata. Prinsip-prinsip berbasis kemanusiaan
dibangun. Mengapa koperasi? Apa untungnya? Bagaimana mengemas ekonomi kreatif
berbasis koperasi? Bagaimana koperasi akhirnya menyokong kemanusiaan?
Ikuti perbincangan Pos Kupang dengan Kanisius Teobaldus Deki S.Fil., M.Th di ruang kerjanya di Kantor Kopkardios Ruteng, Kamis, 30 Agustus 2018.
Bagaimana
awalnya anda berkenalan dengan koperasi dan mengapa memilih koperasi?
Ceritanya panjang. Tahun 2005 saya menyelesaikan studi
magister. Waktu itu kampus STKIP Santu Paulus Ruteng dirundung masalah akut.
Kampus hampir tutup. Dosen-dosen mengundurkan diri. Uskup Edu Sangsun SVD
sebagai Pembina yayasan mencari orang-orang Manggarai yang berijazah S2. Saya
salah satu yang dihubungi. Datanglah saya ke Ruteng. Saat itu perekonomian di
Manggarai sangat susah. Tahun sebelumnya ada kasus pembabatan kopi petani di
lahan yang ditengarai kawasan hutan. Gaji kami sangat kecil. Waktu itu untuk
menghidupi diri sendiri saja cukup susah. Apalagi kelompok masyarakat lainnya.
Lalu bersama beberapa teman berniat membentuk koperasi. Kebetulan saat berada
di Israel saya mengenal kelompok masyarakat yang mandiri di segala bidang yang
disebut “kibbutz”. Saya ingin
menawarkan ide itu kepada teman-teman. Namun, ide itu dihentikan tatkala kami
mengetahui Keuskupan sudah membentuk Koperasi Karyawan Dioses Ruteng
(Kopkardios). Lalu, kami masuk di sana sebagai anggota yang aktif. Koperasi
dalam benak kami adalah badan usaha milik bersama yang di dalamnya roh usahanya
dibarengi nilai-nilai kemanusiaan.
Apakah
masih releven mendiskusikan koperasi ketika saat bersamaan Koperasi Unit Desa
sudah lenyap?
Ya, itulah pertanyaan yang sering diajukan kepada kami.
Kebetulan tahun 1970-an Credit Union
(CU) sudah mulai diperkenalkan di Flores, termasuk Manggarai. Di Ende dan
Maumere CU langsung berhasil dipraktikkan. Sedangkan di Manggarai gagal. Kisah
gagal ini cukup mengganjal kami dalam mengkampanyekan koperasi di Manggarai,
termasuk KUD. Namun oleh keuletan dan ketekunan para Pengurus, Pengawas dan
Manajemen, kendati lahir di akhir era 1990-an, koperasi kredit tetap diterima
masyarakat.
Bagaimana
pertumbuhan dan perkembangan Kopkardios selanjutnya?
Kopkardios lahir dari kesadaran karyawan Dioses Ruteng
yang kesulitan ekonomi. Lembaga ini berdiri tahun 1999 dan mulai beroperasi di
awal millennium baru tahun 2000. Mulanya ada 25 orang yang menjadi pendiri
dengan modal awal Rp. 12.000.000. Sampai tahun buku 2010 pertumbuhan anggota
dan modalnya bisa dibilang lamban. Tahun 2010, anggota berjumlah 1.584. saat
itu, kami terpilih sebagai Badan Pengurus. Dalam tempo 8 tahun kami kami
menambahkan jumlah anggota 11.150 orang dengan asset sebesar Rp. 53M. Anggota
kami tersebar di tiga wilayah kabupaten Manggarai Raya.
Faktor
apa yang menyebabkan pertumbuhan lembaga ini begitu massif?
Ada tiga faktor penting yang kami jumpai. Pertama, kami menjawabi kebutuhan
anggota akan uang dengan prosedur yang mudah dan murah. Kedua, bunga yang kami berikan sangat kecil dengan system yang
mengutungkan anggota. Motto kami “Ca weras pande beka-ca mongko pande do” (Satu
bulir menjadi banyak-satu buah menjadi lebih banyak). Anggota mengumpulkan uang
lalu dipinjamkan oleh anggota yang membutuhkannya. Ada spirit gotong royong di
sana. Ketiga, kami melayani
masyarakat lapisan bawah yang kurang diperhatikan lembaga keuangan konvesional
lainnya seperti bank. Anggota kami berada di kampung-kampung nun jauh di
pelosok-pelosok Manggarai Raya.
Apakah
keuntungan ril yang diperoleh anggota?
Akses mereka akan lembaga keuangan ada. Melalui koperasi
mereka dihargai. Mereka meminjam karena hak, bukan lagi sebagai peminta-minta.
Mereka dipercayai sebagai manusia yang memiliki saham, bukan karena mereka
memiliki jaminan berupa asset. Mereka dapat berusaha, menciptakan ekonomi
kreatif melalui modal dari koperasi. Mereka bisa menyekolahkan anak ke jenjang
perguruan tinggi, membangun rumah, membeli kendaraan dan memiliki jaminan masa
depan melalui dana pensiun.
Tantangan
apa yang sangat besar dalam membangun koperasi?
Mentalitas masyarakat kita masih menjadi tantangan utama.
Masyarakat kita sudah terbiasa dengan label miskin, mengharapkan bantuan,
kurang berusaha, dan cenderung instant. Lihat saja banyak rentenir berwajah
koperasi yang menjual uang dengan bunga 20%. Masyarakat mau berhutang asal
cepat, saat ini, sekarang dan di sini. Ini tantangan bersama semua pihak,
khususnya pemerintah daerah. Selain itu, pemerintah belum memandangan koperasi
sebagai solusi untuk pembangunan ekonomi yang efektif. Hal itu terlihat ada
kebijakan anggaran yang masih minim untuk pendidikan koperasi.
Baru-baru
ini gedung kantor Kopkardios dibangun, termasuk salah satu gedung koperasi
termegah di NTT, apa harapan anda selanjutnya?
Tahun 2017 saya terpilih menjadi Ketua Pengurus. Hal
pertama yang saya lakukan adalah mewujudkan impian kami untuk memiliki kantor
sendiri. Masyarakat kita sangat figurative. Mereka butuh simbol. Karenanya kami
sepakat membangun kantor baru yang megah sebab sebelumnya kami meminjam gedung
milik keuskupan Ruteng. Pada tanggal 7 Juli 2018, bersamaan dengan HUT Koperasi
Tingkat Provinsi NTT, gedug ini diresmikan oleh Gubernur NTT, Drs. Frans Lebu
Raya bersama utusan Menteri Koperasi dan UKM RI. Melalui tampilan gedung baru
ini kami ingin menyakinkan masyarakat bahwa kita mampu menjadi lembaga keuangan
yang terpercaya yang membantu anggotanya untuk menjadi sejahtera.
Bagaimana
pandangan tentang pertumbuhan koperasi di Bumi Manggarai Raya saat ini?
Pertumbuhan koperasi baik. Khusus untuk koperasi kredit,
ada 39 Kopdit yang tergabung pada Pusat Koperasi Kredit (Puskopdit) Manggarai
yang bertumbuh dan berkembang dengan baik. Kami melihat ada geliat pertumbuhan
anggota dan modal yang berpengaruh pada pertumbuhan usaha anggota di
masyarakat.
Respon
masyarakat tentang perkoperasian menurut anda?
Sampai sejauh ini, melihat banyak kantor koperasi yang
membantu masyarakat dalam akses keuangan, masyarakat makin mengenal dan mulai
mencintai koperasi. Koperasi sudah menjadi salah satu rujukan utama keuangan
masyarakat. Bukan lagi lembaga keuangan alternative.
Bagaimana
pandangan anda tentang koperasi harian yang terus ada di tengah kehidupan
masyarakat?
Tentu “koperasi harian” adalah lembaga keuangan yang
bukan dimiliki para anggota, melainkan lembaga milik perseorangan yang
bertamengkan koperasi. Sebuah koperasi didirikan oleh anggota untuk kepentingan
anggota. Praktik “koperasi harian” adalah praktik rentenir karena memberikan
pinjaman kepada pihak yang bukan anggota dengan bunga yang tinggi. Resikonya
sangat tinggi. Dengan bunga yang tinggi (rata-rata 20%) bukan membantu orang
yang sedang berkesulitan tetapi malah mencekik mereka untuk terus berada di
lubang kemiskinan. Sebenarnya, inilah saat yang tepat bagi masyarakat untuk
tidak dijajah terus menerus oleh para rentenir itu, yakni dengan menjadi
anggota koperasi yang benar.
Apa
pandangan dan penilaian anda soal koperasi di NTT
Provinsi kita disebut “Provinsi Koperasi”. Tugasnya
berat. Pertama, membuat rakyat NTT sadar akan perlunya mereka berkoperasi lalu
terlibat aktif di dalamnya. Kedua, pemerintah juga terlibat aktif dalam
kampanye dan pendidikan serta pendampingan lembaga koperasi yang ada sehingga
dari segi manajemen mereka mampu melayani anggota secara maksimal. Kami melihat
bahwa sampai sejauh ini, kebijakan anggaran pemerintah Provinsi dan Kabupaten
belum betul mengakomodir kepentingan ini.
Bagaimana
harapan anda agar koperasi di NTT bisa mendunia
Koperasi kredit lahir di Eropa untuk membantu masyarakat
kelas bawah, yakni para buruh. Koperasi di NTT bisa mendunia tatkala
perekonomian kita berada dalam prinsip dan sistem ekonomi gotong royong. Dalam
semangat gotong royong yang kuat menolong yang lemah, yang lemah diberdayakan
sehingga mereka bisa mandiri. Angka kemiskinan menurun. Angka produktivitas
makin naik grafiknya. Tingkat kesejahteraan penduduk terus membaik. Lapangan
kerja menyerap tenaga kerja. Kisah saling tolong inilah yang bisa menjadikan
NTT sebagai “the best practice”
(contoh baik) untuk ditawarkan kepada dunia.
Menurut
anda apakah Manggarai layak menjadi kabupaten koperasi agar masyarakat bisa
keluar dari kemiskinan.
Tentu sangat layak. Data pertumbuhan lembaga koperasi
kita membaik dari waktu ke waktu. Tinggal saja kemauan baik pemerintah untuk
terus melakukan pendampingan kepada lembaga-lembaga ini. PAD Manggarai 70%
bersumber dari pertanian. Itu artinya, melakukan inovasi di bidang pertanian
menjadi pilihan utama selain sector jasa. Saat ini, program hortikultura pada
kelompok masyarakat menunjukkan kegairah ekonomi baru. Ikutannya adalah
pendampingan manajemen keuangan kelompok dan keluarga agar uang yang dihasilkan
berdaya guna.
Apakah
selama ini koperasi di Manggarai menurut anda sudah membantu masyarakat keluar
dari kemiskinan?
Kami pastikan bahwa koperasi telah ikut membantu
masyarakat keluar dari kemiskinan walaupun belum seluruhnya. Penduduk yang
menjadi anggota koperasi belum sampai 11% dari total jumlah penduduk. Itu
artinya, masih banyak calon anggota yang perlu diajak untuk menjadi anggota.
Dengan demikian, mereka belajar literasi keuangan, usaha kreatif dan mandiri
sehingga kemakmuran bukan lagi rencana atau cita-cita melainkan fakta.
Harapan
anda kepada Pemkab Manggarai dan NTT guna memajukan koperasi?
Pemerintah melalui instansi teknis hendaknya memandang
koperasi sebagai salah satu peluang ekonomi utama dalam membangun kesejahteraan
rakyat Manggarai. Kesadaran itu harus terus menerus dibangun sehingga
tereksplisitasi pada program-program ril pengentasan kemiskinan masyarakat.
Karena itu, dana pendidikan bagi anggota, badan Pengurus, badan Pengawas dan
tim Manajemen sangat dibutuhkan untuk dianggarkan pada APBD. Selain itu,
perlunya figur model. Dengan bupati, wakil bupati, Sekda dan pejabat teras
lainnya masuk koperasi itu adalah kampanye efektif untuk mengajak masyarakat
agar juga menjadi anggota. Hal mana membenarkan bahwa pembangunan adalah usaha
bersama semua pihak.
Biodata:
Nama
: Kanisius Teobaldus Deki, S.Fil., M.Th
Pekerjaan
: Dosen, Peneliti, Penulis, Pegiat LSM.
TTL
: Tenda, 1 Juli 1976
Istri:
Yosefina Pantu, S.Kom
Anak:
Joseph Aristarchus de Deki & Elijah Carstenzs de Deki
Riwayat
Pendidikan:
SD
tahun 1989
SLTP
tahun 1992
SLTA
tahun 1995
S1
tahun 2003
S2
tahun 2005
Riwayat
Pekerjaan:
Dosen
STKIP Santu Paulus (2005-2018).
Staf
Ahli DPR RI (2005-2009).
Dosen
STIPAS St. Sirilus (2007-2013).
Ketua
Lembaga Nusa Bunga Mandiri (2013- ).
Tim
Perumus RPJMD Kabupaten Manggarai (2016).
Tim
Seleksi Jabatan Eselonering Kabupaten Manggarai (2017).
Ketua
KSP Kopkardios (2017- ).
Wakil
Ketua Puskopdit Manggarai (2018- ).
Menulis
sebagai Seni Merawat Jiwa:
Saya menulis sejak di bangku
sekolah menengah. Hingga saat ini menulis adalah kegemaran yang selalu saya
lakukan. Saya menulis artikel opini, termasuk untuk Harian Umum Pos Kupang, dan
media-media lain. Ada 7 judul buku sudah saya tulis, baik ilmiah populer maupun
karya sastra yang diterbitkan secara nasional. Selain itu, bersama teman-teman,
kami mendirikan media online yang diberi nama floressmart.
Secara khusus saya berfokus
pada bidang budaya, ekonomi dan politik. Ketiga hal itu bertalian secara erat.
Budaya melahirkan nilai-nilai, ekonomi membangun kehidupan dan politik
menciptakan kehidupan yang bermartabat. Tulisan-tulisan yang terbangun memiliki
roh pada penelitian. Sebagai peneliti saya bekerja bersama banyak pihak,
termasuk pemerintah daerah. Ketekunan saya sebagai peneliti membuat saya sering
dipercayai sebagai pembicara atau narasumber seminar-seminar aneka tema.
Menulis bagi saya adalah
ekspresi jiwa yang berjalan kepada kesempurnaan. Menjalin ide-ide untuk
mencipta gagasan yang bernas bagi keadaban publik merupakan muara akhir dari
tulisan-tulisan saya. Dengan terus menulis, saya sedang merawat jiwa untuk
berbakti kepada kemanusiaan.
*Artikel ini telah tayang di
pos-kupang.com dengan judul Kanisius Teobaldus Deki S.Fil, M.Th : Membangun Ekonomi Gotong Royong,
http://kupang.tribunnews.com/2018/09/10/kanisius-teobaldus-deki-sfil-mth-membangun-ekonomi-gotong-royong.
Penulis: Aris Ninu
Editor: Apolonia Matilde