Friday 29 September 2017

PARA PIHAK DALAM RITUS ADAT ORANG MANGGARAI (BELAJAR ADAT MANGGARAI-Bagian Ketiga)


Kanisius Teobaldus Deki

 Acara adat Tesi sebelum rumah Gendang dibangun di Tenda

Apakah sebuah ritus adat Manggarai dapat dilakukan tanpa kehadiran pihak lain? Jawabannya: Tidak. Siapa saja yang harus hadir dalam ritual adat orang Manggarai? Ini temuan kami yang boleh jadi kita masih bisa diskusikan.

PARA PIHAK DALAM RITUS ADAT ORANG MANGGARAI

1) Setiap ritual adat, kehadiran pemilik acara adalah unsur konstitutif. Tidak bisa sebuah acara dibuat tanpa kehadiran pemiliknya. Pemilik acaralah, apapun namanya, yang mengundang pihak lain keluarga atau famili (ase-kae pa'ang olon-ngaungn musin), pihak penerima gadis (anak wina) dan pihak pemberi gadis (anak rona). Para pihak ini hadir dengan peran dan hak masing-masing.

2) Pihak ase-kae, anak wina dan anak rona menjadi saksi dalam ritual itu. Pada acara "kapu" (penerimaan secara resmi) pada anak rona akan dikatakan sbb:  

"Yo ruma, ai ite ende-ema anak rona, ata ine watu cie-ame watu nare, ai comong agu wangkan dite, le rekok lebo, ro’eng ngoel, ngasang wing agu dading de anak dite…. one leso ho’o kali ga, kudu adak lite, cikop le’as, kudu anak ngger olon kali, neka manga koles rekok lebo, ro’eng ngoe one mose dise, kudu ise kali, petu kole sosor, kudu tiwu galang naang, woko hoo kali ite ngasang ende ema, weki neki ranga manga one leso hoo, reweng dami ngasang kesa, ngasang koa, toe manga banan lami ta ite, tuak keta dami ngasang kesa agu koa one leso ho’o, kudut kapu agu naka ite ngasang ende-ema, one leso hoo, kudu sendeng lobo bekek ited mori leso hoo, kapu lobo paa, ai hitus reweng ruku agu sake bao agu mede. Ho’o tuak dami ngasang kesa kudu rokot sangged tombo dami one leso ho’o, kudut kapu agu naka ite ngasang ende ema ata ine watu cie, ame watu nare. Yo ite, toe reweng kanang, kepok" (sambil menyodorkan sebotol tuak kepada anak rona).

3) Pihak yang telah di-"kapu" (misalnya anak rona) akan menjawab sbb: 
"Yo, neho reweng dami ngasang ende ema kole ite, ai comong agu wangkan dite, le rekok lebo-ro’eng ngoel, ngasang wing agu dading, de anak dami, koa dami, woko ho’o kali leson bog a, kudu adak cikop le’as, ho’o kole kami ende-ema weki neki ranga manga one leso ho’o, mesen keta nuk agu tenang dite ngasang kesa, ngasang koa, kamping ami ngasang ende ema leso ho’o, teti tuak dite nagasang kesa laing, anak lain, kudut kapu agu naka ami ngasang ende ema one leso ho’o, neho tae dami ite, ai hitu muings ngasang reweng ine-reweng ame, atau haeng tae, repeng pede, sanggen ruku agu sake, ata mbat dise ame, serong dise empo, kudut hiang tau ngasang ema agu anak, neho tae dami ite, toe ma celan one mai reweng dite". 
Dari jawaban anak rona, diketahui bahwa mereka juga merestui acara ini dilangsungkan. Ada pengambilan bagian secara aktif para pihak.

4) Keterlibatan para pihak itu bermacam-macam sesuai dengan posisi. Ase-kae yang hadir dalam acara adat cukup dengan memberikan kewajiban sesuai kesepakatan (bantang) ataupun secara sukarela. Misalnya pada saat acara wuat wa'i (perutusan) ase-kae memberikan sejumlah uang tanda mendukung orang yang di-"wuat-wa'i"-kan. Sedangkan anak wina selain memberikan sejumlah uang sesuai "na'a bantang" melalui "sida" (pembebanan sejumlah uang) juga memberikan uang "tura cai" (penyampaian bahwa sudah datang), "manuk" (ayam) dan "wali urat di'a/naring urat di'a" (syukur karena pratandanya baik atau sesuai harapan). Dan anak rona memiliki posisi penting dalam ritus adat orang Manggarai. Pada acara tertentu mereka mendapat sejumlah uang atau hewan. Pada acara "Cear Cumpe" (Pemakluman bahwa si ibu sudah boleh keluar rumah dan beraktifitas seperti biasa pasca kelahiran) dan "teing Ngasang" (pemberian nama bayi), anak rona dipertuan agung karena mereka disebut sebagai sumber dan asal (ulu, sa'i). Demikian halnya dalam acara "tuke rewa" (peminangan) dan "wagal/nempung" (pengresmian perkawinan secara meriah). Mereka mendapat sejumlah uang dan hewan "paca" (belis).

5) Terdapat keyakinan bahwa melalui kerelaan untuk memberi dalam acara ritual adat, anak wina akan memeroleh rejeki yang berlimpah. Semakin banyak memberi, semakin banyak menerima rejeki.

6) Pihak anak rona disebut dalam bahasa kiasan yang kaya arti, misalnya sebagai berikut:
*ende-ema
*ine watu ci'e-ame watu nare
*ulu-sa'i

7) Akhirnya, ritual adat tidak bisa dijalankan tanpa kehadiran penutur torok (dalam bahasa kiasan disebut: ata lemba sangged tombo, letang temba, mu'u luju-lema emas). Dalam ritus tertentu seorang penutur torok mempersiapkan diri secara serius melalui "selek" (merias diri dengan segala kualitas kedirian, termasuk "teing hang ase-ka'e weki" memberikan persembahan kepada roh pelindung diri) agar acara itu berjalan baik dan mulus, tanpa mendatangkan bala bagi dirinya maupun pemilik acara. Jika acara selesai ada "caca selek" dengan mempersembahkan kurban khusus. sebagaimana pernah disinggung pada tulisan terdahulu, ketika penutur torok "cadel" pada saat renge, hal itu bisa mendatangkan malapetaka bagi banyak orang.

No comments:

Post a Comment