Posts

Contradictio in Terminis (Catatan Untuk Wilibrodus Nurdin)

Oleh Kanisius T. Deki, M.Th Staf Pengajar STKIP St. Paulus Ruteng Pos Kupang edisi Kamis 12 Januari 2012 menurunkan opini yang ditulis oleh saudara Wilibrodus Nurdin (WN), salah seorang anggota Pimpinan Dewan Manggarai Timur. Tulisannya diberi judul: “Ambivalensi APBD Manggarai Timur”. Tulisan ini, dalam telisikan saya adalah lanjutan dari berita Pos Kupang edisi Rabu 4 Januari 2012 dalam berita “APBD Matim Cacat Hukum” dan edisi Kamis 5 Januari 2012 berjudul “Pembahasan APBD Matim Sesuai Aturan” yang menyoal proses pembahasan APBD Manggarai Timur (Matim). Tatkala membaca tulisan ini, ada dua hal yang menyita perhatian saya. Pertama, soal tulisan. Setahu saya, tak banyak anggota DPRD kita yang bisa atau biasa menulis di koran (ruang publik) yang aras pemikirannya terbaca secara langsung. Kehadiran opini ini memberikan keyakinan kepada publik bahwa anggota dewan kita berkualitas. Setelah sekian lama menjadi anggota Dewan, saudara WN baru menampilkan pemikirannya dalam ben...

Tragedi Listrik Ulumbu-Manggarai

I listrik ulumbu adalah harapan saat diresmikan beberapa waktu lalu ulumbu menjadi pusat perhatian karena akan tiba saatnya listrik tidak padam sesuka hati akan tiba waktunya orang hidup dalam pendarnya cahaya lampu tanpa putus, tanpa pupus... II namun ulumbu tetap menghadirkan tragedi listrik di Ruteng tetap padam suku-suka merusakkan alat elektronik pribadi tanpa subsidi PLN menghancurkan jam kerja yang andalkan listrik menambah dosa saat maki adalah pilihan untuk membebaskan rasa stress & frustrasi saat dikejar deadline! III listrik ulumbu lalu menghadirkan sejuta tanda tanya yang intinya meragukan semua yang telah dibangun dalam harapan, dalam keheranan! tapi, betulkah listrik ini berkomitmen untuk melayani rakyat? atau hanya sekedar sebuah mega proyek yg menguntungkan penguasa? hai penguasa, jawab kami dengan listrik yang menyala tetap, bukan dengan argumentasi kamuflase yg banyak dusta!

MENJADI MANUSIA DENGAN KEKUATAN PENUH Catatan Akhir Tahun

I saat ini, kita sedang menunggu waktu dan waktu berjalan terus tanpa henti apalah artinya sebuah pergantian waktu? apakah hanya sebuah memoria akan terlampaunya saat? atau sekedar memenuhi simbol keterbatasan? II masih seperti sebelumnya, limitasi waktu & ruang adalah kenyataan yg menumbuhkan kesadaran bahwa kita masih hidup masih ada nafas yang berhembus, darah yang mengalir, jantung yg masih berdetak, kata yg masih terucap, gerak yang masih lincah pikiran yang masih berfungsi dan kita berkata, "aku masih hidup..." III ada pergulatan yang tak mungkin dielakkan, ada kisah pengalaman yang tak dapat ditolak seperti, ada senja yang selalu menanti kepulangan kita ada mentari yang tetap bersinar meski awan terus bergerak dan kita, masih berjuang di bawah kolong langit beraktivitas bersama semesta yang terus berputar tanpa kita sadari... IV dalam ruang kenyataan yang tak selalu indah untuk dinikmati juga dalam waktu yang tak selalu mencatat keberhasilan kita selalu dihadapi o...

Wuad Wa'i & Pendidikan Orang Manggarai

Tak dapat disangkal, kebijasanaan lokal kerap kali menjadi rujukan alternatif di saat modernisasi telah menciptakan individualisme ekstrem. Modernitas oleh individualismenya itu meciptakan sekat-sekat pemisah yang terjal sehingga memungkinkan sosialitas menjadi bagian yang terpinggirkan. Tragedinya muncul, ketika acuan kita lebih dominan ke area modernitas itu, ketimpangan menjadi tak terelekan. Pihak yang kuat akan tetap hidup yang lemah menyerah lalu tak berdaya. Menyadari hal itu, berpaling ke nilai budaya tradisional menjadi pilihan alternatif. Orang Manggarai punya tradisi yang menarik dalam banyak bidang, termasuk bidang pendidikan. Kesadaran akan kelemahan personal menyebabkan mereka mengandalkan komunalisme. Itulah sebabnya banyak sisi kehidupan yang ditanggung bersama. Ada tradisi yang disebut "wuad Wa'i" (kerap juga disebut acara Pesta Sekolah) yakni sebuah ritus perutusan yang dibuat jelang orang pergi ke tempat perantauan demi melanjutkan pendi...

Tuhan dan Agama

Suatu siang saya dikejutkan oleh beberapa pertanyaan: Apakah Tuhan butuh agama? Ataukah Manusia saja yang butuh agama? Apakah Tuhan hanya "disalurkan" lewat agama? Apakah manusia bisa bertemu dengan Tuhan walau tanpa agama? Apakah Tuhan bisa dijumpai secara resmi tanpa pihak yang disebut sebagai "wakil, perantara, gembala?" Kalau Tuhan yang butuh agama, betulkah Ia perlu urusan berbelit-belit? Kalau Tuhan tidak butuh agama, mengapa Dia membiarkan agama-agama tetap ada? Ataukah biarTuhan tahu ada agama, namun karena kedirianNya tidak terwakili agama maka agama bukan soal bagi diriNya? pertanyaan ini datang dari seorang yang baru pulang sembayang... saya tidak menyangka pertanyaan-pertanyaan ini diajukan walau sebenarnya setiap orang beragama berhak untuk mencari pemahaman atas imannya sebuah pencarian untuk menemukan otentisitas dan originalitas atasnya... sambil minum kopi robusta yang enak saya membentangkan penjelasan rasional-sistematis yang menjadi inti hadirn...

Tuhan yang Kupercayai

oleh Nick Teobald Decky pada 30 Oktober 2010 pukul 16:16 s iapakah Tuhan? siapakah Allah? begitu banyak gambaran tentang diriNya sekian defenisi menumpuk dalam kesadaran manusia terlampau banyak ide mengenai Dia siapakah Dia? banyak orang membunuh atas namaNya tak kurang juga yang menipu demi namaNya berjuta alasan munafik telah timbul karenaNya juga hukum-hukum dan peraturan bengis untuk memuliakan Dia benarkah itu identitas diriNya? jika ada bencana, Dia disebut sedang beri cobaan jika ada kehancuran, Dia jadi asal-muasalnya jika ada kelaparan, wabah, sakit Dia lagi murka jika ada kematian orang tercinta, di kotbah2 disebut, Tuhan telah memanggilnya karena lebih mencintai dia betulkah itu adalah jati diriNya? Allah yang merampas? Allah yang tega? Allah yang jahat? apakah dalam diri Allah ada dua kodrat yang saling berlawanan (kadang Dia baik, kadang Dia jahat)? malam2 permenunganku menyentuh kesadaran bahwa manusia terlalu gampang menyerahkan segala sesuatu kepada Tuhan bahkan ji...

Trdisi Lisan Orang Manggarai

Image
Penggunaan tradisi lisan sebagai seni dalam ilmu-ilmu sosial menjadi hal biasa setelah terbitnya buku Jan Vansina: De la Tradition Orale: esai de methode historique (dalam bahasa Perancis 1961, dalam bahasa Inggris 1973). Di sini Vansina menampilkan sarana-sarana sistematik untuk mengidentifikasi, mengumpulkan dan menafsirkan tradisi-tradisi lisan dalam rangka menemukan aspek-aspek masa lampau, terutama di tempat yang tidak memiliki dokumentasinya secara tertulis. Vansina mendefinisikan tradisi lisan sebagai “kesaksian verbal yang ditransimisikan dari satu generasi ke generasi lainnya atau ke generasi masa depan”. [1] Sebelum Vansina membuat uraian sistematis dengan menampilkan contoh-contoh dari hasil penelitiannya di Ruanda-Urundi dan Kuba di Kongo, Afrika, tradisi lisan sudah berkembang secara universal pada berbagai kebudayaan di seluruh dunia. Tradisi lisan merupakan cikal-bakal tradisi tulisan yang berkembang sangat kuat pada zaman modern (dan kontemporer) hingga saat ini. ...