Kanisius
Teobaldus Deki
Penulis
Buku 100 Tahun Paroki Katedral Ruteng, Dosen STIE Karya
Kita telah memiliki uskup baru! Itulah
berita menggembirakan dari Vatikan kepada Gereja Keuskupan Ruteng pada Rabu, 13
November 2019. Berita ini telah ditunggu-tunggu kedatangannya. Hal itu memang
beralasan. Uskup Ruteng Mgr. Hubertus Leteng mengundurkan diri pada 11 Oktober
2017. Meski Keuskupan Ruteng tak sempat mengalami Sede Vacante (tahta lowong) karena langsung diisi oleh Mgr.
Silvester San sebagai Administrator Apostolik, namun kerinduan umat untuk
memiliki seorang uskup purna terus membuncah.
Pada Rabu, 13 Novmber 2019,
pkl. 18.30, di Gereja Katedral Ruteng umat penuh sesak untuk mendengar berita
pengangkatan Uskup Ruteng yang baru oleh Paus Fransiskus melalui Duta Vatikan
di Indonesia. Dengan surat pengumuman nomor 1390/2019, Romo Siprianus Hormat
Pr, Sekretaris Eksekutif KWI, dipilih oleh Bapa Suci menjadi Uskup Ruteng yang
baru. Berita ini memantik tepuk tangan yang membahana dalam gereja ini. Para
imam, biarawan-biarawati dan umat yang hadir bergembira ria.
Artikel ini lebih merupakan
sebuah luapan kegembiraan akan terpilihnya seorang uskup bagi Keuskupan Ruteng
yang selama ini dalam penantian panjang. Sebuah catatan reflektif akan peran penting
lagi strategis seorang uskup bagi pelayanan umat yang dipercayakan kepadanya.
Rekonsiliasi
Pengunduran diri Mgr.
Hubertus Leteng pada 11 Oktober 2017 bukanlah kenyataan tanpa konflik. Kala itu
sangat jelas pada pelbagai level, baik di kalangan klerus maupun umat, tak
terhindarkan pro kontra, saling menuduh dan menyerang dalam pewacanaan peristiwa
yang terjadi. Pertanyaan yang terus diajukan kala itu, benarkah hal itu
terjadi? Pertanyaan tunggal yang sampai akhir tak mendapat jawaban dari Vatikan
demi kebaikan bersama (pro bonum commune)
seluruh gereja. Bisa jadi menurut Vatikan, fakta keterpecahan yang tak
berkesudahan dapat menjadi penghambat latent bagi pembangunan kembali gereja
Keuskupan ini dari keruntuhannya.
Tugas mahaberat bagi Mgr.
Sipri Hormat, yang bisa dibilang semacam “Urbi et Orbi” Paus, adalah
memaklumkan perlunya rekonsiliasi sebagai langkah awal membangun kembali
keuskupan Ruteng. Rekonsiliasi adalah sebuah gerak kesadaran akan kelemahan dan
kesalahan masing-masing pihak yang berkonflik, seraya membuka ruang untuk
saling mengampuni. Ia adalah sebuah jalan untuk kembali saling menerima dan
percaya satu sama lain. Buah rekonsiliasi ini adalah terciptanya kembali
komunitas yang harmonis dan berdaya sehingga kehidupan kembali ditempatkan
dalam rel injili untuk saling berbagi kasih tanpa syarat (Mat 5:46).
Tentu sebuah rekonsiliasi
yang sejati akan terlahir dari kerendahan hati untuk saling menerima satu sama
lain tanpa prasangka, apalagi dendam. Sebuah pengampunan mutlak tanpa batas (Mat
18:21-22).Tujuan besarnya adalah agar Keuskupan Ruteng kembali menjadi pelayan yang
baik bagi semua pihak, khususnya umat. Sebagai keuskupan dengan jumlah umat
terbanyak di Indonesia, saatnya keuskupan ini di bawah Gembala baru, bekerja
lagi, menumbuhkan kemitraan yang egaliter dengan semua pihak, merajut kembali
kerja sama dengan semua elemen sehingga kerajaan Allah menjadi nyata di tengah
dunia.
Tanda Harapan
Peran Gereja sangat sentral
untuk menghadirkan dan mengajarkan nilai-nilai moral. Tugas utama seorang uskup
sebagai pengganti Kristus dan para rasul adalah menjadi imam, nabi dan raja.
Melalui tugas keimamam, oleh sakramen-sakramen gereja seorang uskup bertugas
menguduskan dunia beserta isinya. Sebagai nabi, dia mewartakan kebenaran,
berani dengan tegas dan tanpa kompromi menyatakan benar sebagai benar dan salah
sebagai salah. Sebagai raja, dia adalah seorang pemimpin yang memiliki visi ke
depan, bijaksana dan penuh perhatian terhadap orang-orang yang menjadi tanggung
jawabnya, khususnya yang lemah dan tak berdaya (Mat 25:40).
Dokumen Konsili Vatikan II,
khususnya Konstitusi Pastoral Gaudium et
Spes artikel 1 menulis: “Kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan
orang-orang zaman sekarang, terutama kaum miskin dan siapa saja yang menderita,
merupakan kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan pada murid Kristus juga.”
Rumusan ini menjadi sebuah imperative
moral bagi uskup dan segenap anggota gereja untuk menjadi pembawa kabar
baik sekaligus pelaku dari kabar baik itu.
Uskup oleh rahmat tahbisan
dapat memimpin umat yang dipercayakan kepadanya kepada sebuah keniscayaan
hadirnya komunitas kasih di tengah dunia. Komunitas manusia yang memikul beban
berat persoalan ekonomi, kehidupan sosial yang memiliki jurang terjal antara
yang kaya dan miskin. Dunia yang ditandai ketidakadilan, korup, lingkungan
hidup yang rusak, nilai-nilai moral yang tak berdaya menghadapi tantangan
aktual, masalah kesehatan stunting
dan penyakit menular seksual. Tak lupa, absennya perhatian terhadap sesama oleh
karena terjangan individualisme yang mendera setiap pribadi dan kelompok
masyarakat. Inilah medan baru bagi Bapa Uskup, ladang penggembalaan yang
dipercayakan Kristus. Selamat datang dan menjadi tanda harapan bagi kami!
Dipublikasi pertama oleh: Harian Umum Pos Kupang, edisi Sabtu, 16 November 2019.
Artikel ini menjadi sebuah pelajaran bagi saya,karna setelah membaca artikel ini saya baru memahami tugas dan peranan Bapa Uskup.Semoga dalam PelayananNya Bapa Uskup selalu bijak dan bertanggung jawab.
ReplyDeleteSelamat Bertugas Bapa Uskup yang Baru,Tuhan Yesus Memberkati.
(Anisa)
This comment has been removed by the author.
DeleteSaat sya membaca artikel ini .
ReplyDeleteSya turut berbahagia atas kehadiran bpa uskup Ruteng yang baru, terimakasih atas kehadirannya bpa uskup, semoga segala peranan dan pelayananmu sebagi imam,nabi dan raja selalu diberkati .
Tuhan menyertai��(Icha)
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteSetelah membaca Artikel diatas saya merasa terkesan, karena menjadi seorang uskup bukanlah hal yang mudah. Ia memiliki tugas dan tanggungjawab yang besar dalam pelayanan kepada Umatnya. Semoga Bapa uskup yang baru selalu setia dan bertanggungjawab dalam menjalankan tugasnya. Tuhan Yesus memberkati.
ReplyDelete(INDRY SMAN)