Kanisius
Teobaldus Deki
081238575433
Perhelatan Pilkada di kabupaten-kota
NTT, 15 Februari 2017, baru saja berakhir. Ada pihak yang menang, tentu
sebaliknya, ada yang kalah. Yang menang bersyukur, bergembira dalam pesta yang
semarak, sedangkan yang kalah merenung penuh introspeksi diri seraya menyusun
strategi baru untuk beraliansi dengan yang menang atau justru membentuk koalisi
untuk tetap melawan. Selalu ada situasi dikotomis dalam perhelatan politis itu.
Kemenangan dalam politik kontestasi kerap melahirkan pertanyaan menarik ini:
“apa muara akhir dari sebuah kemenangan politik?” Atau, lebih pragmatis
pertanyaan itu bisa dirumuskan: “untuk siapa kemenangan politik?”
Tulisan ini lebih sebuah sajian
refleksi yang mengarahkan kembali sesat pikir yang justru berkelimpahan dalam
diri pelaku politik sehingga sering salah kaprah dan berakibat fatal bagi
kemaslahatan hidup banyak orang. Sebuah pertanyaan yang secara khusus diarahkan
bagi persiapan Pilkada kepala daerah NTT 2018 mendatang.
Situasi Penuh
Keprihatinan
Dalam banyak situasi dan bidang
kehidupan, membahas NTT sudah dipepaki dengan berbagai label miring. Di bidang
ekonomi NTT adalah provinsi ketiga dari nomor akhir di Indonesia yakni 22,01%
dari 1.150,08 ribu penduduk (Tribunnews,
7 Maret 2017). Di bidang kesehatan dan pendidikan menempati urutan yang
kurang lebih sama. Belum secara sosial, human
trafficking, kasus kekerasan (violence),
tenaga kerja illegal, korupsi, perjudian, bunuh diri, meramaikan berita harian
dalam kehidupan masyarakat NTT.
Situsi ini, setelah sedemikian akut,
melahirkan dua sikap yang berbeda. Pada level pertama, ada usaha dari
pemerintah provinsi dan kabupaten untuk membangun program kerja terencana dalam
memetakan potensi wilayah dan manusia NTT lalu melahirkan jargon-jargon yang
coba dikembangkan sebagai program strategis. Program Anggur Merah yang langsung
diarahkan ke desa-desa, melihat desa sebagai lokus dan fokus penguatan ekonomi.
Tak berhenti di situ, NTT dikemas menjadi provinsi koperasi, provinsi jagung
dan provinsi sapi.
Pada level selanjutnya, ada kemarahan
lalu berupaya merebut kekuasaan politik sebagai langkah untuk mengatasinya. Sejauh
mana program-program itu sudah berhasil mengeluarkan NTT sebagai provinsi
terpuruk? Tak ada yang bisa menjamin bahwa program-program itu secara massif
sudah merubah label yang terus melekat pada wajah NTT.
Memenangkan Rakyat
Meskipun Pilkada merebut kursi
gubernur dan wakil gubernur masih jauh di 2018, genderang Pilkada sudah mulai
ditabuh. Aroma politik kontestasi sudah tercium dengan kemunculan beberapa figur
tokoh NTT. Ada Esthon Foenay yang akan berpasangan dengan Christian Rotok. Ada
Beny Kabur Harman, Christo Blasin, Aleks Ofong, Lusia Adinda Lebu Raya yang
belum menentukan wakilnya tapi sudah meramaikan bursa calon gubernur versi
pewacanaan public melalui media. Hingga saat ini, yang sudah mendeklarasikan
diri hanyalah Esthon-Christ. Tentu, deklarasi, pemakluman sebagai permulaan
aksi politik kontestasi akan terus bermunculan.
Pertanyaan yang bertubi-tubi datang
menghujam nurani para pemimpin politik dalam ranah Pilkada selayaknya menjadi
titik mulai pengabdian mereka di NTT. Pertanyaan itu erat kaitannya dengan
esensi dan substansi dari politik, sebagaimana ditulis W.A. Robson (1954) dalam
literature klasik The University Teaching
of Social Sciences, yakni memeroleh kekuasaan dan menjalankannya untuk
kebaikan masyarakat (bonum commune).
Untuk meraih itu, politik merupakan jalan lapang pengambilan keputusan (decision making), membangun kebijakan
umum (public policy) dan pembagian
nilai (distribution of value).
Membahas kembali upaya mengeluarkan
NTT dari belenggu berbagai predikat jeleknya, program-program pembangunan NTT
haruslah berbasis kebutuhan rakyat NTT. Infrastruktur jalan yang belum
seluruhnya mengakses perkampungan masyarakat menjadi program andalan bersama
pemerintah kabupaten-kota. Penumbuhan sentra-sentra ekonomi baru dan kreatif
melalui pembukaan pasar dan kerja sama distribusi hasil lintas kabupaten,
provinsi dan Negara menjadi mutlak dan harus. Pemetaan kerja sama arus
pariwisata antar kabupaten dan provinsi menjadi salah satu pilihan prioritas
untuk memperkenalkan panorama pariwsata alam dan budaya NTT ke berbagai
wisatawan yang mendorong percepatan ekonomi.
Demikian halnya meningkatkan sumber
daya manusia melalui pendidikan formal, nonformal dan informal terus
digencarkan melalui perbaikan mutu lembaga pendidikan dan tenaga kependidikan.
Sertifikasi mutu lembaga pendidikan harus diimbangi dengan kejujuran
menyampaikan data dan komitmen semua pihak untuk menjamin mutu pendidikan
berbasis pemenuhan nilai-nilai dasar (basic
value) demi pembentukkan karakter. Setara dengan itu, pembacaan atas
potensi lahan yang serius merekomendasikan pengembangan ternak dan budidaya
hortikultura untuk kebutuhan masyarakat NTT pun dieksport ke luar daerah.
Demikian halnya dengan pemenuhan kebutuhan dasar di bidang kesehatan menjadi
salah satu prioritas.
Pada kenyataan posisi kemiskinan yang
merata di seluruh NTT, kerja sama semua pihak merupakan keharusan. Penumbuhan
motivasi bekerja sama dapat disalurkan melalui gerakan koperasi kredit yang
kian gencar di seluruh kabupaten-kota NTT.
Fokus, Terukur dan
Tuntas
Tentu kita hakul yakin, membanjirkan
NTT dengan begitu banyak program bukanlah solusi yang tepat. Indikator
program-program unggulan dan strategis haruslah, meminjam istilah Dr. Deno
Kamelus (2016): fokus, terukur dan tuntas. Program-program itu memiliki fokus
yang tepat pada masyarakat mana program akan diarahkan sesuai dengan derajat
kebutuhannya. Sejalan dengan itu, program kerja dapat diukur (quantified) melalui jumlah yang
merasakan manfaat program. Akhirnya, program tuntas mengatasi multimasalah yang
dialami oleh masyarakat.
Selain isu-isu strategis dan
indicatornya di atas, program tetaplah program jika tidak ada yang
mengeksekusinya. Perhelatan politik Pilkada 2018 adalah moment menentukan untuk
mengubah wajah NTT lima tahun ke depan. Pengusungan kandidat yang visioner,
memiliki integritas khususnya bebas korupsi,
merakyat dan penuh keberanian untuk mengubah situasi kemiskinan dan
ketakberdayaan NTT menjadi peluang bagi pemenangan kepentingan rakyat. Lalu,
apakah pawai kemenangan tidak diperlukan? Tetaplah hal itu dilakukan sebagai
pendeklarasian bahwa perjuangan untuk memenangkan rakyat segera dimulai.***
(Dipublikasikan pertama kali oleh: www.nusalale.com pada 13 Maret 2017)
No comments:
Post a Comment