Kanisius Teobaldus Deki
Sosok Doroteus Hemo dikenal khalayak Manggarai sebagai
pribadi yang banyak menghabiskan masa hidupnya sebagai peneliti dan penulis.
Fokusnya pada sejarah dan budaya Manggarai. Sejauh telusuran referensi yang
kami jumpai,[1]
terlihat bahwa orang Manggarai pertama yang memunyai banyak karya tentang
sejarah dan kebudayaan tentang daerahnya sendiri, Manggarai, adalah Doroteus![2]
“Bapa saban hari selalu meneliti dan menulis. Jika dia
sudah selesai pekerjaannya di sekolah pun di kantor, selalu berkutat dengan
tulisan. Ia rajin membaca, mewawancarai orang lalu menuangkan ide atau
konsep-konsepnya dalam bentuk tulisan”, kenang Mama Antonia Aqulina Apul.
Doroteus melihat bahwa ada banyak peneliti dan penulis dari
luar yang membahas tentang Manggarai dan segala kekayaannya. “Saya ingin agar
pihak kita sendiri membicarakan diri kita dari perspektif sendiri, bukan
bergantung pada apa kata orang yang adalah outsider.
Keberanian kita mengatakan diri kita pada orang lain memberi manfaat yang
sangat besar untuk meluruskan perspektif yang keliru”, katanya suatu kali
kepada salah seorang anaknya, Engelbertus G. Hemo.
“Ketika saya sedang kuliah di Universitas Indonesia
Jakarta, ada peneliti dari Amerika mewawancarai Bapa dan berniat menerjemahkan
karya-karyanya ke dalam bahasa Inggris. Waktu itu Bapa memberitahu orang itu
untuk menghubungi saya. Saat itulah saya sadar bahwa apa yang Bapa lakukan
melalui karya-karyanya sangatlah luar biasa. Saya memuji keberanian, keuletan,
pilihan sikapnya untuk menarasikan kekayaan budaya Manggarai kepada dunia
luar”, lanjut Engelbertus.
Bapa Doroteus menjadi narasumber untuk berbagai kegiatan
seminar ilmiah pun penelitian-penelitian yang dibuat oleh outsider. “Naskah-naskah seminarnya diketik rapih, dibuat
sistematis, juga jawaban-jawaban untuk wawancara ditulis rapih. Bapa selalu
mengerjakan sesuatu dengan serius hingga tuntas. Terbukti, dalam banyak tahun
ia menghasilkan banyak karya, meskipun kala itu, peralatan seadanya namun ia
tetap produktif”, jelas istrinya yang biasa disapa Mama Lin.
Doroteus Hemo memang konsisten. Ia bekerja melakukan
penelitian dan menulis temuan-temuannya. Karya-karyanya yang sohor antara lain:
Sejarah Perlawanan Keraeng Motang Rua
Terhadap Belanda Di Benteng Wake dan Di Desa Copu (1975), Analisa Sejarah Tentang Bentuk Rumah Adat
Daerah Manggarai (1978), Sejarah
Daerah Manggarai (1988), Pola
Penguasaan Tanah Secara Tradisional Daerah Nusa Tenggara Timur (1990) dan Ungkapan Bahasa Daerah Manggarai (1990),
Cerita Rakyat Daerah Manggarai
(Terbit Februari 1994), Beberapa
Kebiasaan Orang Manggarai Masa Lampau (1998, belum sempat terbit).
Kajian-kajiannya memiki content yang
mendalam dan detail sehingga masih relevan hingga saat ini.
Karya-karyanya banyak menjadi rujukan bagi penulis asal
Manggarai selanjutnya seperti Robert M.Z. Lawang,[3]
Dami N. Toda[4]
dan Antony Bagul Dagur.[5]
Sejak saat itu bermunculan publikasi-publikasi yang secara khusus membahas
Manggarai. Doroteus terlihat seperti pioneer
dalam studi-studi ini dari sisi tilik insider.[6]
Sejarah adalah Guru Kehidupan
Pepatah Latin “Historia
magistra vitae” (sejarah adalah guru kehidupan) sangatlah tepat bagi Doroteus.
Ungkapan itu datang dari buku Cicero[7]
yang berjudul De Oratore (Tentang
Ucapan). Ungkapan itu ada dalam ucapan lengkapnya: “Historia vero testis temporum, lux varitatis, vitae memoria, magsitra
vitae, nuntia vetustatis” (sejarah merupakan saksi zaman, cahaya kebenaran,
kenangan akan hidup, guru kehidupan dan pesan dari masa lalu).[8]
Banyak orang belajar dari pengalaman. Pengalaman yang baik dan benar kemudian
menjadi pola perilaku. Ketika pola perilaku yang sama diteruskan, terjadi
perulangan. Perulangan itu membentuk tradisi dan kemudian budaya.
“Suatu hari saya bertanya, mengapa Bapa ingin menulis sejarah.
Bapa memberi jawaban yang mengejutkan. Ia memilih sejarah karena dari sejarah
terbentuk peradaban. Peradaban yang benar dan human hanya terjadi sebagai
perbaikan dari kekeliruan dan kesalahan masa lalu”, kenang Engelbertus.
Memang terlihat ada persambungan yang linear antara
minatnya dalam bidang sejarah dengan konsepnya tentang kehidupan. Selepas
menjadi guru Sekolah Dasar di beberapa tempat, tatkala ada kesempatan untuk
kuliah di Universitas Nusa Cendana, ia memilih jurusan Sejarah. “Bukanlah
kebetulan Bapa memilih jurusan ini. Ia sudah lama merefleksikannya. Ia ingin
melakukan sesuatu untuk Manggarai. Ketika orang tidak memahami sejarahnya, ia
gampang kelihalangan identitas”, tandas Mama Lin.
Pembelajaran dari sejarah merupakan moment penting untuk mengkiritisi
kehidupan. Dalam bukunya yang berjudul: Sejarah Manggarai ia membuat
periodisasi mulai dari kondisi pra sejarah, zaman kuno, masa kurang lebih tahun
1500 sampai kehadiran Belanda 1908, kehadiran Jepang dan zaman kemerdekaan.[9]
Sejarah mengarah ke masa depan. Ia sungguh menyadari itu.
Ia lalu meneliti dan menulis tentang aspek penting dari keberadaan manusia
sebagai mahkluk pembelajar. Ia mengungkapkan persoalan-persoalan tanah ulayat
di Manggarai sebagai tema kajian.[10]
Ia juga membincangkan bagaimana membangun kehidupan bermutu melalui
kebijaksanaan-kebijaksanaan lokal (local
wisdom) dalam buku-bukunya tentang Ungkapan Bahasa Manggarai.[11]
Doroteus mengamini apa yang diungkapkan oleh Presiden RI
pertama Ir. Soekarno. Jangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah (Jasmerah) adalah
semboyan yang terkenal yang diucapkan oleh Soekarno, dalam pidatonya yang
terakhir pada Hari Ulang Tahun (HUT) Republik Indonesia tanggal 17 Agustus
1966. Dalam pidatonya itu, Soekarno mengingatkan kita untuk membangun bangsa
karena “menurunnya kesadaran
nasional kita dan menurunnya kekuatan jiwa nasional kita. Apakah kelemahan jiwa kita itu? Jawabanku
pada waktu itu adalah, "kelemahan jiwa kita ialah bahwa kita kurang
percaya kepada diri kita sendiri sebagai bangsa, sehingga kita menjadi bangsa
penjiplak luar negeri, kurang percaya-mempercayai satu sama lain, padahal kita
ini pada asalnya adalah rakyat gotong royong", ungkap Soekarno dalam
pidatonya berapi-api.[12]
Pendoa
yang Demokratis
Doroteus lahir di Nekang tahun 1939. Ia menyelesaikan
program sarjana (S1) jurusan Sejarah Universitas Nusa Cendana Kupang, Tahun
1978. Dalam keseharian hidupnya, ia dikenal sebagai pria pendiam. Ia memaknai
hidup dalam kedekatan yang intim dengan Tuhan. “Kami senantiasa diajar Bapa
untuk berdoa. Berdoa sebagai kekuatan dahsyat untuk mengubah kehidupan. Dalam
pandangan Bapa, berdoa bukanlah rutinitas, tetapi sebuah komunikasi yang intens
dengan Yang Kuasa”, kata Mama Lin.
Kehidupan spiritual yang terpelihara dengan baik membawa
mereka menjadi keluarga yang baik. Nilai-nilai doa mengalir ke medan hidup yang
demokratis. “Bapa tidak memaksa kami. Bapa memberi kami kesempatan untuk
menjalankan hidup sesuai pilihan kami masing-masing. Bahkan ketika pemilihan
sekolahpun, Bapa tidak melakukan intervensi. Yang beliau minta adalah tanggung
jawab. Karena demokratis, kami masing-masing menjalankan pilihan kami dengan
gembira”, ujar Engelbertus.
Dalam banyak kesaksian, Doroteus dikenal sebagai pribadi
yang memiliki karakter manajemen yang kuat. Ia dipercaya menjadi kepala sekolah
dengan kemampuan mengelaborasi manajemen pendidikan dengan kajian-kajian.
Ia menikah dengan Antonia Aqulina Apul yang lahir di
Waning, 13 Juni 1947 pada 11 Oktober 1965. Perkawinan mereka melahirkan buah
kasih: Titus Amandus C. Ndanu, SE, Engelbertus G. Hemo, S.IP, Martinus F. Hemo,
SH, drh. Kristo M. Hemo, Rosalia T. M. Hemo, S.Kep, Petrus F. Hemo, A.Md,
Benediktus H. Hemo, A.Md.
Ia telah bertugas di banyak tempat sebagai guru. Tahun
1956 mulai mengajar di SDK Lengko Ajang,
lalu berpindah ke SDK Wunis Reweng, SDK Pembe Congkar, SDK Ruteng IV, SDK
Ruteng II dan SMAK St. Thomas Aquinas Ruteng.
Usai menjadi kepala sekolah di SMAK St. Thomas Aquinas,
dirinya dipercaya untuk bekerja di Kantor Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Kabupaten Manggarai. Selama bekerja sebagai PNS di Kantor Depdikbud Kabupaten
Manggarai, juga berkarya sebagai Dosen APK St. Paulus Ruteng, Guru PGAK St.
Sirilus Ruteng. Jabatan terakhirnya sebagai Kasubag Perencanaan dan Program
(PRP) Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Manggarai.
Setelah sekian lama berkarya, lelaki turunan Poco
Leok-Satar Mese yang tinggal di Pau dan Nekang ini akhirnya menghembuskan nafas
terakhir dalam kedamaian di tengah keluarganya pada 8 Juni 2001. Ia dimakamkan
di rumahnya di Jl. Ulumbu, kelurahan Bangka Nekang, kecamatan Langke Rembong.
Terima kasih bapa Doroteus untuk segala kebaikanmu untuk membangun peradaban
Manggarai.***
[1] Ada
beberapa nama yang layak disebut, antara lain: J.W. Meerburg, Proeve eener beschrijving van Land en Volk
van Midden-Manggarai (West Flores), afdeling Bima, Gouvernement Celebes en
Onderhoorighendendoor J.W. Meerburg, Controleur Bima, TBG, 1891; Dagboek van de Controleur van Bima, J.W. Meerburg
geouden/gedurende zijne reis door het binnerland van Manggarai (West Flores)
van Reo via Koi-Tjia-Dege-Roete-Lolah en Todo naar Nanga Ramo van den 14den
April to met de 6den Mei 1890, TB, 1893; W.L.J. Koymans, Memorie van overhage van den afredenden
Gezaghhebber van Manggarai, ARA-Den Haag, 1932; E.E. van der Kam, Memorie van overgave van den afrenden
Controleur van Manggarai, Ruteng-ARA, Den Haag, 1936; Adolf Burger, Hoe diep goddiensttig de Manggaraier van
West Flores, 1938; De maan als de
brenger van doo den ziekte. Een Manggarais verhaal met enkele varienten,
1940; W.Ph. Coolhaas, Bjidrage tot kennis van het Manggaraische
Volk West Flores, 1942; Wilhelmus van Bekkum, Warloka-Todo-Pongkor, een brok geschiedenis van Manggarai (West
Flores), 1944; geschiedenis van Manggarai (West Flores), 1964a; De Machtsvershuivingen van Goaneesche an
Bimaneesche invloeden, 1964b; Gordon L. John Jr, The History of Manggarai (West Flores) Indonesia (USA: Cambridge
Mass, 1972).
[2] Memang
ada juga penulis sejarah, namun karya mereka belum diterbitkan, sebatas naskah
sayembara, misalnya: Mikael Agus, Pengalaman
Sejarah Manggarai (Motangrua melawan Imperialisme Belanda), 1973 (naskah 23
halaman); I. Berahi, Sejarah Peperangan
di Manggarai Melawan Pemerintah Belanda, 1973 (naskah 5 halaman).
[3] Robert
M.Z. Lawang, Stratifikasi Sosial di
Cancar, Manggarai, Flores Barat
(Jakarta: Universitas Indonesia, 1989).
[4] Dami N.
Toda, Manggarai Mencari Pencerahan
Histriografi (Ende: Nusa Indah, 1999).
[5] Antony
Bagul Dagur, Kebudayaan Manggarai Sebagai
Salah Satu Khasanah Kebudayaan Nasional (Surabaya: Ubhara Press, 1997).
[6] Ada
banyak penulis nasional yang membahas Manggarai tersebar di banyak publikasi
misalnya: Konetjaraningrat “Manggarai” in Frank M Lebar (ed.), Ethnic Groups of Insular Southeast Asia (New
Haven: Human Relations Area File Press, Vol. 1:81-83); Laporan Penelitian Arkeologi Warloka, Kabupaten Manggarai, Flores No.
30 (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1984).
[7] Cicero, lengkapnya: Marcus Tullius Cicero, lahir 3 Januari 106 SM dan meninggal 7
Desember 43 SM. Ia adalah filsuf, orator yang memiliki keterampilan handal
dalam retorika, pengacara, penulis dan negarawan Romawi kuno. Ia dikenal
sebagai ahli pidato Latin dan ahli gaya prosa. Karya filsafatnya sangat terkenal
dan berpengaruh, di antaranya tertuang dalam pidato-pidatonya yang berjumlah 57
tulisan, selain 17 fragmennya yang lain. Kemudian karya-karya filsafat,
retorika, dan surat-surat tercatat berjumlah ± 800 buah dan tersimpan baik
hingga saat ini. Pada sumber lain tercatat bahwa pada Juli 43 SM, lebih dari
900 tulisan diselamatkan, 835 ditulis oleh Cicero sendiri, 416 dialamatkan
kepada sahabatnya, seorang ksatria bernama Pomponius Atticus, dan 419 kepada 94
orang lain, baik kerabat maupun kenalannya. Untuk perluasan lihat: Howard
Jones, Master Tully: Cicero in Tudor England (Nieuwkoop: De
Graaf, 1998); Neal Wood, Cicero's
Social and Political Thought (New York: University
of California, 1991).
[8] Pius
Pandor, Ex Latina Claritas (Jakarta:
Obor, 2010), hal. 96.
[9] Doroteus
Hemo, Sejarah Daerah Manggarai
(Ruteng, 1988).
[10]
Pola Penguasaan
Pemilikan Tanah dan Penggunaan Tanah Secara Tradisional Daerah Nusa Tenggara
Timur, (Kupang: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat
Sejarah dan Nilai Tradsional Proyek Inventarisasi dan Pembinaan Nilai-nilai
Budaya Daerah, 1990).
[11] Doroteus
Hemo, Ungkapan bahasa Daerah Manggarai
Provinsi NTT (Kupang, 1990).
[12]
Lihat: https://id.wikipedia.org/wiki/Jangan_Sekali-kali_Meninggalkan_Sejarah.
Diakses 24 Juli 2021.