Wednesday, 12 March 2025

 BUKU BARU !


Makna dan Tujuan Hidup Manusia: 

Sebuah Filsafat Etis Sokrates



JUDUL BUKU : Makna dan Tujuan Hidup Manusia: Sebuah Filsafat Etis Sokrates
JUMLAH HALAMAN :  126 HALAMAN
NOMOR ISBN : 978-623-89765-3-9


Buku ini merupakan sebuah catatan reflektif bagi kita untuk mengungkapkan apa yang menjadi makna dan tujuan hidup manusia dari perspektif Sokrates, filsuf Yunani kuno. Konsep pemikirannya masih tetap relevan dan aktual untuk dikaji. 

Bagi Sokrates hidup ini memiliki makna dan tujuan agar manusia mengalami kebahagiaan (eudaimonia). Untuk itu pengetahuan dan keutamaan merupakan jalan menuju kepada pencapaian kebahagiaan. 

Dalam tirisan-tirisan pemikiran etis Sokrates itulah, kita coba berlangkah lebih jauh masuk  dan berupaya menemukan serta mengenal diri sendiri dengan baik dan benar. Melalui jalan ini, dari diri kita diharapkan lahir suatu tanggapan balik sehingga menimbulkan pengalaman transformatif yang bermuara pada pencapaian kebahagiaan. 



Kanisius Teobaldus Deki, Direktur Lembaga Nusa Bunga Mandiri, Ketua Dewan Kebudayaan Manggarai,  staf pengajar pada STIE Karya Ruteng. Ia bergiat pada kajian-kajian pembangunan, pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) untuk berbagai Perusahaan Daerah, Lembaga Keuangan, Koperasi, Lembaga Adat, Dinas Pemerintah Daerah dan Desa. 

Sunday, 22 December 2024

Bangun Kesejahteraan Masyarakat NTT Untuk Indonesia

Judul Buku: Bangun Kesejahteraan Masyarakat NTT Untuk Indonesia-Biografi Yohanes Sason Helan

Penulis : Kanisius Teobaldus Deki

Penerbit : Lembaga Nusa Bunga Mandiri

Jumlah Halaman: xxxi + 330

Ukuran : 18cm x 24cm

Cover : Hard Cover dan Soft Cover


Penulisan Buku Biografi ini memiliki beberapa tujuan yang terungkap dalam beberapa aspek ini, yaitu:

Pertama nian, Sejarah (History). Pada aspek ini dibentangkan sejarah KSP Kopdit Swasti Sari sejak awal hingga saat ini. Di dalamnya dimasukkan para Pendiri, Badan Pengurus dan Badan Pengawas, Manajer dan tim manajemen. Secara khususnya tokoh utama buku biografi Bapa Yohanes Sason Helan dan capaian-capaiannya.

Kedua, Nilai (Values). Kopdit Swasti Sari bertumbuh dan berkembang karena ada seperangkat nilai yang dianut dan menjadi pedoman perjalanan lembaga keuangan mikro ini. Nilai-nilai itu juga memandu Bapa Yohanes Sason Helan untuk memperjuangkan pertumbuhan anggota, modal dan usaha lembaga.

Ketiga, Pendidikan (Education) dan Motivasi (Motivation). Pendidikan adalah salah satu pilar dalam Kopdit. Dalamnya ada dimensi pengetahuan (konwledge), pengalaman (experince) dan motivasi (motivation). Buku Biografi Bapa Yohanes Sason Helan ini menjadi salah satu model untuk membagikan pengetahuan (share of knoledge), membagikan pengalaman (share of experince) dan memberikan motivasi (build-up motivation) bagi para pembaca untuk mengenal lebih dekat Gerakkan Kopdit, sekaligus dalam aras yang lebih luas, menjadi bagian yang bertalian erat dengan gerakan literasi dan edukasi Kopdit, khususnya Kopdit Swasti Sari.

Keempat, Keberlanjutan (Sustainability). Buku Biografi Bapa Yohanes Sason Helan mengusung tonggak keberlanjutan dalam membangun tradisi manajerial di KSP Kopdit Swasti Sari. Bapak Yohanes telah meletakkan dasar-dasar manajemen serta strategi pengembangannya. Para pelanjut, melalui regenerasi kepemimpinan, belajar untuk meneruskan, mempertahankan yang baik dan menyesuaikan dengan perkembangan aktual sehingga KSP Kopdit Swasti Sari terus tumbuh, maju dan mencapai tujuannya yang mulia yakni kesejahteraan anggota.

Kelima, Pengaruh yang Kuat (Impact). Penulisan Buku Biografi Bapa Yohanes Sason Helan memberi pengaruh positif yang kuat pada persepsi dan konsep anggota serta pihak eksternal (pemerintah, perguruan tinggi, dan stake-holder yang lain). Keberanian untuk mengungkapkan ke publik sebuah pengalaman dan pengetahuan mengelola lembaga keuangan mikro dengan jumlah ratusan ribu anggota dan uang triliunan rupiah bukan merupakan perkara mudah. Impact ini, secara internal, akan mendorong banyak staf manajemen terus belajar dan saling memberi pengaruh positif satu sama lain, membangun tim kerja (networking) dan selalu dalam semangat kolaborasi. Secara eksternal, memberi kontribusi ekonomi bagi daerah dan negara dengan membuka lapangan kerja dan menjadi lembaga penyalur uang yang mendorong usaha anggota.

Kelima, Predikat (Branding). KSP Kopdit Swasti Sari menjadi salah satu dari 5 Kopdit Besar Nasional ditilik dari jumlah anggota dan modal. Dari lima Kopdit, Swasti Sari menjadi salah satu perwakilan NTT. Dari waktu ke waktu Kopdit Swasti Sari terus melebarkan sayap pelayanannya ke 30 Kantor Cabang di 6 provinsi, 81 Kantor Kas dengan mempekerjakan hampir 500 karyawan. Predikat ini ada dalam rangkaian kerja keras Bapa Yohanes Sason Helan dan tim. Penciptaan predikat merupakan pekerjaan yang tak boleh alpa untuk dikatakan dalam Buku Biografi ini.


Satu Hati Membangun Kesejahteraan Bersama-40 Tahun KSP Kopdit Sehati

Judul : Satu Hati Membangun Kesejahteraan Bersama-40 Tahun KSP Kopdit Sehati

Penulis : Kanisius Teobaldus Deki

Penerbit : Lembaga Nusa Bunga Mandiri, 2023.

Jumlah Halaman: xxx + 278

Ukuran Buku : 18cm x 24cm

Cetakan: Hard Cover dan Soft Cover


Ada dua tujuan besar yang menjadi titik mulai bagi penulisan buku ini.

Pertama, dimensi historis. Pada awalnya adalah sebuah niat. Niat itu datang dari usaha mengatasi tantangan hidup yang penuh kekurangan dan kesulitan. Niat itu lalu menjadi sebuah impian dan rencana agar sebagai sebuah komunitas mereka memiliki lembaga keuangan yang mudah diakses dan secara memadai dapat memenuhi kebutuhan bersama. Itulah awal yang menentukan tatkala dengan kesadaran penuh para pegawai di lingkup Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Ngada bersatu hati membentuk Kelompok Studi Tabungan (KST) tahun 1981. KST berjalan dengan baik. Mereka kemudian memiliki cita-cita lebih besar untuk membangun lembaga keuangan formal. Keinginan itu mendapat format yang tepat. Tahun 1983, melalui Koperasi Kredit, cita-cita itu tercapai.

Buku ini mengusung judul: “Satu Hati Membangun Kesejahteraan Bersama-40 Tahun KSP Kopdit Sehati”. Seluruh isi buku bertutur tentang kisah-kasih perjalanan niat membangun kesejahteraan secara bersama dalam paradigma kesatuan hati, pikiran, cita-cita dan tindakan. Ia beraras pada pencapaian kehidupan yang layak, sejahtera, bahagia lahir dan batin melalui sumber daya finansial. Sebuah buku yang secara sempurna melukiskan pergerakkan orang-orang kreatif yang melahirkan inovasi demi kehidupan komunitas umat manusia yang lebih baik.

Kedua, melampaui tapal batas narasi sejarah, buku ini tidak saja bertutur tentang pengalaman dan cerita sejarah melainkan juga refleksi atasnya yang bermuara pada pembangunan motivasi. Melalui bab-bab yang terbentang di dalamnya, buku ini menampilkan pelajaran-pelajaran berharga serentak memantik rasa ingin tahu yang mendalam bagi yang membacanya. Pada giliran berikutnya, pembaca dipengaruhi sehingga ia termotivasi untuk berada di alur pergerakan yang sama. Koperasi Kredit bertumbuh dan berkembang karena pendidikan yang terus menerus dilakukan.

Selama tahun 2020-2022, kita dihadapkan dengan pandemi Covid-19. Wabah ini telah meluluh-lantakkan sendi-sendi kehidupan dunia. Terdapat banyak orang meninggal dunia,. Hal itu menyebabkan adanya larangan untuk beraktivitas di luar rumah. Produktivitas menurun. Banyak pihak waktu itu meramalkan ekonomi akan hancur lebur. Lembaga-lembaga keuangan akan rontok satu persatu. Namun justru pada saat itu, daya tahan KSP Kopdit Sehati diuji. Para Pengurus, Pengawas. Manajemen dan Anggota tetap menjalankan tugas dan kewajibannya dengan baik. Alhasil, lembaga ini terus mengalami kemajuan dengan capaian-capaian yang menakjubkan!

Pengalaman itu terus menumbuhkan semangat dan komitmen untuk melanjutkan perjalanan membangun kesejahteraan bersama sebagai opsi mutlak dan satu-satunya untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik. Akselerasi terus dibangun bersamaan dengan munculnya ”Revolusi Industri 4.0”, istilah yang muncul pertama kali dalam karya Klaus Shwab (2016) The Fourth Industrial Revolution. Revolusi Industri 4.0 secara fundamental mengakibatkan berubahnya cara manusia berpikir, hidup, dan berhubungan satu dengan yang lain. Era ini akan mendisrupsi berbagai aktivitas manusia dalam berbagai bidang, tidak hanya dalam bidang teknologi saja, namun juga bidang yang lain seperti ekonomi, sosial, dan politik. KSP Kopdit Sehati tidak ketinggalan kereta memanfaatkan pelbagai tantangan menjadi peluang baru untuk terus tumbuh dan berkembang sebagai lembaga keuangan mikro yang sehat, kuat, terpercaya, profesional dan berkelanjutan.

Dituntun oleh misinya, KSP Kopdit Sehati terus memperkuat diri ke arah pengembangan yang berkelanjutan, dituntun nilai-nilai dan prinsip koperasi dengan menerapkan asas pendidikan, solidaritas, swadaya, inovasi dan persatuan nasional. Kopdit ini mengembangkan pelayanan yang sehat sesuai mottonya: saya melayani dengan hati, didukung oleh sistem kontrol internal yang memadai dan profesional. Ia juga memperkuat keberlanjutan dan pengembangan usaha anggota melalui pendidikan dan kewirausahaan.

Buku ini sangat layak dimiliki oleh setiap orang yang berkemauan baik, khususnya membangun kesejahteraan bagi banyak orang.***

Saturday, 21 December 2024

Ritus-Ritus Adat Manggarai

PenulisDr. Maksimus Regus, Dr. Hubertus Muda, Kanisius Teobaldus Deki, S.Fil., M.Th, Antonius Mbukut, S.Fil., M.Th, Odilia Jayanti Mahu, S.Pd., M.Pd, Yohanes Mario Vianey, SS, M.M, Kordianus Larum, S.Ak., M.Ak dan Melky Sobe, S.Fil.

Penerbit : Lembaga Nusa Bunga Mandiri dan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Manggarai, 2024.

Jumlah Halaman: xi + 326

Ukuran Buku: 18cm x 24cm.



Apa yang tersaji dalam pembahasan ritus secara keseluruhan dalam buku ini memang dilihat sebagai sebuah ”ritus keagamaan” orang Manggarai sebab pada dasarnya ritus adalah ”agama dalam tindakan”.[1] Karena itu Ritus–ritus adat agar dimengerti secara utuh dan harus juga dibaca dalam terang ”mitos” tentang ritus –ritus adat. Ritus-ritus adalah pengulangan atau penghadiran kembali dari ”perbuatan dan realitas asali” yang dinyatakan dalam mitos.

Mitos dan Ritus adalah dua fenomen agama asli yang sama-sama penting. Mitos dihayati lewat upacara ritual dimana manusia bisa meniru,mengulangi dan menghasilkan kembali apa yang telah dilaksanakan ”in illo tempore” oleh makhluk adikodrati dan dengan demikian manusia bersatu kembali dengan yang ilahi itu dan dengan berpartisipasi secara simbolis dalam ”keadaan asali” makhluk-makhluk ilahi itu manusia memperoleh keselamatan.  Dengan demikian ”mitos” memiliki fungsi eksistensial, fungsi legitimatif ritus yang dilaksanakan manusia. Kegiatan- kegiatan manusia, seksualitasnya, perkawinan, pekerjaan, persaudaraan, solidaritas antar-manusia mendapat pendasarannya pada mitos.

Kalau ”Ritus” adalah ”agama dalam tindakan” maka ”mitos” adalah ”agama dalam hakikatnya”. Mitos memiliki nilai vital bagi manusia karena menghadirkan kembali peristiwa primordial ”in illo tempore” sebuah jangkauan waktu tak terbatas masa lampau yang tidak diketahui manusia. Dengan pengulangan kembali peristiwa asali itu diyakini akan hadir kembali kekuatan asali primordial yang membawa kesejahteraan bagi manusia dewasa ini. Jadi untuk menjadi manusia yang sadar akan tanggungjawab sosial yang tinggi, tolok ukur tanggungjawab itu adalah meniru kata dan tindak laku (dicta dan gesta) dan mengulangi kembali tindakan-tindakan mereka baik dalam kegiatan fisik sederhana maupun dalam kegiatan-kegiatan sosial lainnya.

Fenomenologi Agama mengatakan bahwa semua  agama memiliki kelompok ritual yang memperingati masa peralihan Individu dari satu status sosial ke status sosial yang lain. Ada ritus penerimaan, ritus inisiasi,dan ritus yang mengawal seluruh tapak kehidupan manusia.Pada ritus penerimaan misalnya ada tahap perpisahan, ada tahap peralihan, ada tahap penggabungan. Pada ritus perpisahan misalnya indidvidu dipisahkan dari satu kelompok, tempat atau status tertentu.Dan pada tahap peralihan ia disucikan dan menjadi subyek bagi agenda-agenda perubahan, sedangkan pada tahap penggabungan individu diresmikan menjadi secara resmi menjadi anggota pada suatu tempat, kelompok atau status yang baru. Ada pula jenis ritus yang dikenal sebagai ritus intensifikasi yang terpusat pada pada upacara Tahun Baru, ritus perburuan dan ritus pertanian yang mengarah pada pembaharuan atau meningkatkan kesuburan, ketersediaan hasil buruan dan panenan.      

Ada pula ritus yang bertujuan ”mengontrol prilaku manusia” dalam situasi yang dianggap sebagai krisis. Ritus ini dimaksudkan agar menjamin perpindahan dari situasi berkabung misalnya ke situasi sosial yang normal dari orang-orang yang ditinggalkan agar mereka hidup biasa kembali sebagaimana layaknya setiap hari. Ritus ini dilaksanakan agar calon-calon yang sah menjaga prilakunya sehingga dapat diterima secara umum untuk jabatan-jabatan yang lebih terhormat. Ritus sebagai ”kontrol sosial” bermaksud mengontrol perilaku individu demi dirinya sendiri sebagai individu ataupun demi individu bayangan. Ritus ini memang mengontrol prilaku, keadaan hati, perasaan dan nilai-nilai dalam kelompok demi kepentingan komunitas secara menyeluruh.

Ada pula ritus yang mengarah kepada ”transformasi keadaan” dalam diri manusia atau alam.Ritus kadang-kadang dijalankan secara intens lewat pantangan-pantangan untuk menjamin transformasi yang cepat dan menyeluruh seperti yang diinginkan oleh pelaku ritus. Dalam ritus yang sama ini terkadang tujuannya juga dalah mencegah perubahan yang tidak diinginkan. Perubahan yang dimaksudkan adalah perubahan kecil, sebuah koreksi untuk memulihkan keseimbangan dan status quo, melestarikan gerakan sistem dalam ikatan persekutuan, atau menyangkut perubahan sistim yang radikal, tercapainya tingkat keseimbangan baru atau kwalitas baru dalam persekutuan.Melalui ritus ini orang masuk dalam relasi baru dengan dunia dan komunitas,memperoleh kesempatan-kesempatan baru, bisa terkena juga bahaya-bahaya baru, serta tanggungjawab baru pula yang diterima secara sadar.

Ritus-Ritus Adat Manggarai adalah ritus keagamaan yang memiliki fungsi yang penting bagi masyarakat Manggarai. Fungsi sosial itu dapat kita lukiskan sebagai berikut:

Pertama, adalah perayaan syukur kepada Tuhan yang dikenal sebagai ”Ine Wie Ame Mane”. Ritus pelbagai jenis ini adalah syukur lewat torok atau doa yang menjadi bagian utama dari sebuah ritus. Doa dan torok mereka menyatakan iman mereka akan Tuhan yang peduli, Tuhan yang terlibat, Tuhan yang dekat, sedekat siang dan malam, Tuhan sebagai pribadi yang ”toe nggeru deu toe lelo tadang”, yang belaskasihnya berlimpah-limpah ”kembus neho wae teku, mboas neho wae woang”. Manusia bersyukur karena mereka mengalami kesejahteraan hidup, kedamaian, kecukupan, bahkan kelimpahan”.

Doa selama ritus adalah ungkapan hati nurani manusia Manggarai untuk menghadirkan kembali ”kesejahteraan atau keselamatan primordial” itu ketengah-tengah kehidupan mereka.Pada saat kesejahteraan primordial itu hadir tidak boleh ada satu anggota keluargapun yang tidak hadir. Doa ritual  itu bermakna sebagai kebutuhan manusia akan keselamatan ”hic et nunc” atau keselamatan yang dekat bukan keselamatan yang jauh. Teriakan bersama-sama itu dinamika Cako-wale) merupakan ritus keagamaan agar terjadi inkarnasi atau hadirnya kembali keselamatan primoridial bagi seluruh komunitas orang Manggarai. Dengan demikian ritus-ritus adat merupakan saat menghadirkan kembali benih-benih inkarnatif keselamatan primordial yang didambakan semua orang Manggarai.

Kedua, Ritus mempertegas kembali jatidiri orang Manggarai lewat torok yang mengajak orang Manggarai untuk wetik dia wekim, tanda di’a rangam, kawe di’a wakem, tuluk di’a pu’um, cau di’a waum”.

Dalam doa yang sangat sering kedengaran di rumah gendang bahwa kita ini ”berbapa sama dan beribu tunggal” ada keinginan besar untuk membangun orang Manggarai sebagai ata manga culit” atau yang berkarakter, bermartabat.Dalam doa sering kedengaran agar keluarga bertumbuh berkembang dan dijauhkan dari bahaya misalnya anggota keluarga dikenal sebagai perusak masyarakat lalu digelar sebagai ”hi nos bike golo, hi ndasing bike laing, hi pijang bike niang.

Saat kembali ke ”mbaru gendang” atau ke Rumah Induk sekaligus meneguhkan ”sense of community atau imagined community” yang teguh dan mendalam sehingga harmoni keluarga selalu saja diperbaharui setiap tahun. Peristiwa kembali ke rumah Induk ini merupakan pengukuhan identitas diri dan identitas kelompok. Saat kembali ke rumah Induk ini melibatkan juga kesadaran akan hak dan kewajiban anggota keluarga besar yang berpuncak pada akan primat manusia seutuhnya.Kembali ke rumah Induk dengan kesadaran terhadap kebanggaan keluarga besar memang berbasis pada primat manusia diatas segala-galanya.

Ketiga,  Kesadaran berkeluarga diatas diteguhkan  dan diungkapkan lewat sikap atau prilaku menghilangkan silang sengketa”, pertikaian atau perpecahan yang masih membebani keluarga besar. Solusi damai yang ditawarkan disamping berasal dari leluhur yang sama melainkan karena ada talenta-talenta sosial bahkan prinsip hidup yang mengatakan ”sale-sale awot ca kali jaong, ho’o kali mabru aruk mai taung, ongko niang lodok ongko neki co’o, neo lonto telo natas labar cama, ema agu anak ca kali bantang, ase agu kae ca kali tae”.

Ritus mendorong memudahkan terjadinya resolusi konflik kultural dalam keluarga karena ada kesadaran akan turunan darah yang sama dan talenta sosial yang membawa kedamaian hidup. Pada saat itu damai diperoleh setelah mereka saling mengaku salah, saling mengampuni yang merupakan dua tahap sebelum rekonsiliasi atau damai bersama.

Keempat, Apa yang kita temukan pada tujuan ketiga itu diperteguh dan dikuatkan oleh tujuan keempat yaitu hadirnya yaitu kebijaksanaan leluhur  yang sejak awal memiliki daya tarik misterius karena amat lantang menyebut manusia sebagai putera suku, putra matahari, putra angkasa dan dengan demikian memiliki kewajiban etis-religius  yaitu saling mendukung dan bermusyawarah, agar tidak berbenang kusut dan agar hidup dengan penuh keharmonisan.Isi dari ”kearifan leluhur”  mau mengatakan bahwa jatidiri manusia yang benar itu adalah manusia sebagai ”ata dite” toe ”ata bana”. Kita pada dasarnya baik dan harus berbuat baik agar hidup menjadi baik, di dalam dunia yang fana ini dan menuju ke tujuan yang mahabaik, yaitu ”sang pemilik yang terkuat, termulia, pencipta dan perias jagat raya. Mengapa  ”kita”? Karena kita berasal dari asal yang sama, berdiam di bumi yang sama, hidup dalam kebersamaan atau kekitaan dan bergerak ke tujuan yang sama yaitu persekutuan dengan Yang Ilahi, sang Dewa jagat raya.Kearifan leluhur ini secara intrinsik membenarkan refleksi para filsuf kontemporer yang melihat manusia sebagai ”sesama” atau menurut  Luijpen William A.  (1969: 261)”to exist is to co-exist”.[2] Kearifan leluhur menyatakan bahwa dalam segala aspeknya yang manusiawi manusia niscaya berada bersama. Ada bersama bersifat esensial pada manusia dan manusia adalah ”kita”. Jangan heran kalau orang Manggarai yakin ritus-ritus adat itu mengusung persaudaraan:

Manik mata woko lonto cama,

Manik pelet woko lonto pedek,

Manik lelo woko lonto leok,

Manik porong woko lonto mongko,

Manik ninik woko lonto cimping.

Menyimak empat tujuan  dan fungsi ritus adat orang Manggarai satu persatu dengan segala implikasinya apalagi kalau dihubungkan dengan kehadiran keluarga besar di dalam ”mbaru gendang”  sebagai representasi citra ilahi maka seluruh proses  ritus keagamaan ini mengandung makna ”sakralitas, spiritualitas dan moralitas” yang mendalam.

Kita telah membaca manusia Manggarai lewat ”sastra lisannya”. Kita sadar bahwa ”sastra lisan” itu tidak hanya sekedar sarana komunikasi melainkan juga sarana untuk menjelaskan jatidiri dan martabat orang Manggarai. Torok dan goet (local wisdom) merupakan sebuah narasi kontekstual yang melukiskan siapakah orang Manggarai itu.Sangat disadari bahwa ”tradisi lisan” (local wisdom) itu sendiri bersifat sosial, bahasa tutur/lisan dalam pengamatan kita di atas ini memang bukan saja ”to tell´ melainkan juga ”to do”. Kata-kata menjadi alat untuk bertindak. Jadi lewat ”kearfian leluhur” (local wisdom) memang terbaca peringkat baik peringkat sistemik maupun peringkat kontekstual. Kearifan lokal Manggarai dimaknai sebagai sebuah sistim yang ditentukan oleh nilai-nilai sosial kemasyarakatan.

Hasil penelusuran kebijaksanaan hidup ritus-ritus adat Manggarai dapat dijadikan ”muatan lokal” bagi pengajaran budi pekerti karena ”goet dan torok” memang dimaknai sebagai kebijakan sikap (indigenous wisdom). Upaya-upaya seperti ini penting agar warisan agung masa lampau tidak punah sebagaimana disinyalir sebuah terbitan yang mengambil judul umum ”the vanishing cultures of the world”. Akhir-akhir ini ada banyak orang Manggarai yang mulai berkutat dengan budaya Manggarai  secara umum agar Manggarai tidak dimasukan ke dalam kategori ”the vanishing cultures”. Hal ini adalah bagian dari perjuangan utuh manusia Manggarai dalam rangka memurnikan dan memajukan kebudayaan Manggarai.

Kami sangat yakin bahwa kebudayaan itu bukan terutama kultur material, walaupun tidak bisa disangkal pentingnya, budaya itu adalah soal hati, soal bahasa, soal kata-kata. Sastra lisan ritus-ritus adat yang baru kita simak bukan saja obyek penelitian kita melainkan ”mediasi”. Mediasi antara manusia dengan manusia disebut komunikasi dan dalam komunikasi itu ada ”tanggungjawab, empati, kepekaan, ada konfidentialitas, ada refleksi dan saling percaya”.

Mediasi antara manusia dengan dunia sekitar disebut ”referensi”, antara manusia dengan diri sendiri disebut ”pengenal diri”. Dalam narasi ”ritus-ritus adat” hadirlah manusia Manggarai yang berbudi bahasa. Budi itu tidak hanya bermenung mengenai ”ratio” melainkan juga ”kesadaran etis”. ”Ritus-ritus adat yang pepak makna ” memiliki citra mediasi yang disebut ”referensi, komunikasi dan pengenalan diri”. Kalau ”budi” menunjukan dimensi personal maka bahasa menyatakan dimensi sosial di mana manusia itu berada.

Ritus Adat Manggarai[1]

         Sumber kajian perayaan ritus-ritus adat ini berasal dari tiga bahan baku pokok: pertama, refleksi atas pengalaman dan pengamatan pribadi penulis sendiri mengenai beberapa ritus adat Manggarai. Kedua studi kepustakaan yang berbicara mengenai narasi-narasi kemanusiaan baik tersirat maupun tersurat dari sumber-sumber itu. Khusus mengenai Ritus-ritus Adat Manggarai sumber utama berasal dari Jilis A.Verheyen SVD: Manggarai dan Wujud Tertinggi”, Jakarta: LIPI, RUL, 1990; Max Regus dan Kanisius T.Deki: Gereja Menyapa Orang Manggarai, Jakarta:Perrhesia, 2011), Dorotheus Hemo, et.al., Pola Penguasaan Tanah dan Penggunaan Tanah secara tradisional Daerah Nusa Tenggara Timur, Kupang: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Proyek Inventarisasi dan Pembinaan Nilai-Nilai Budaya Daerah, 1990), Rm.Dr.Martin Chen dan Charles Suwendi (editor), Iman, Budaya & Pergulatan Sosial”, Refleksi Yubileum 100 Tahun Gereje Katolik Manggarai, OBOR, Jakarta 2011. Adrianus Nggoro, Kebudayaan Manggarai Selayang Pandang (Ende: Nusa Indah, 2005) dan Petrus Janggur, Butir-butir Adat Manggarai (Ruteng: Yayasan Siri Bongkok, 2012). Namun ekologi pikiran yang dibangun dari data-data yang diperoleh dari ketiga sumber ini merupakan tanggungjawab penulis.

           Ketiga: hadirnya pergeseran paradigma penelitian sosial  dengan ciri khas sebagai berikut: pertama, budaya lokal dalam diri tokoh-tokoh adat dengan narasi-narasi lokalnya adalah ”hulu” bukan lagi ”hilir” seperti pada masa lampau. Narasi lokal dalam ritus-ritus adat Manggarai adalah tuan rumah bagi penafsiran budaya Manggarai baik ”auto-interpretasi” maupun ”hetero-interpretasi”. Bangunan penulisan jenis apapun harus bertolak dari dialog serius dengan tokoh-tokoh adat Manggarai karena mereka adalah autoritas, referensi dan subyek yang harus didengar dengan hati.Sumber –sumber luar atau asing hanyalah ”kesaksian, kritik atau gaungnya semata”. Jadi pemanfaatan kisah penuturan lisan yang menyimpan narasi-narasi kemanusiaan Manggarai dalam kemasan budaya yang sangat kaya harus dihormati. Narasi-narasi kemanusiaan hadir di dalam tradisi lisan mereka dan harus kita simak apa yang tersembunyi dalam lapisan metafora. Konsekwensinya pendekatan metodologis tidak hanya membutuhkan ”penguasaan bahasa” melainkan juga kesabaran dan kepekaaan membeda-bedakan fenomena kultural dan para informannya.Sudah sangat disadari pentingnya peneleitian dan penggalian sumber-sumber asli yang audi-oral seluas-luasnya sehingga dapat ditemukan apa yang disebut kebenaran fakta material Wharheit), ataukah idealisasi fiksional Dichtung). Singkatnya narasi lokal adalah referensi, guru atau sumber tempat para peneliti menlaksanakan proses ”listening to the culture” untuk memahami budaya lokal Manggarai.

Ciri khas kedua pergeseran paradigma penelitian sosial adalah hadirnya ”dekolonisasi metodologi”. Yang dimaksudkan adalah bebasnya seorang peneliti dari ”arogansi kepentingan” misalnya demi legitimasi kekuasaan seperti pada masa lampau.Nyali kolonial atau gairah menjajah tidak boleh lagi menguasai atau mempengaruhi citra sebuah penelitian sosial.

Sasaran penelitian Kami adalah mencari dan menemukan nilai-nilai sosio-spiritual dalam entitas ritus dan praksis ”ritus-ritus Adat” Manggarai di antara orang Manggarai. Kami menggunakan metode penelitian kwalitatif yang berperspektif kajian budaya. Prosedur penelitian diperoleh melalui proses pemahaman makna terhadap praktek ritus-ritus adat  yang ditentukan oleh dimensi kedalaman data bukan banyaknya data.[2]

Ritual orang Manggarai dapat dilihat dari jenis dan waktu pelaksanaannya, yakni: 1) ritual yang berkaitan dengan proses awal kehidupan manusia, yaitu: kehamilan, masa nifas dan menopausme; 2) ritual yang berkaitan dengan kelangsungan hidup dan interaksi sosial, yaitu: mata pencaharian, penyakit, perkawinan, syukuran dan selamatan, sumbangan sosial; dan 3) ritual yang berhubungan dengan transisi antara kehidupan dunia dan akhirat, yaitu kematian.[3]

Selain tiga point itu, sebenarnya orang Manggarai punya relasi yang intens dengan “dunia seberang” melalui ritus-ritus khusus. Munculnya ritus teing hang dalam upacara penti, misalnya, merupakan salah satu bukti keberlanjutan relasi antara manusia, leluhur, pencipta dan alam semesta.

Berikut ini merupakan ulasan menyangkut segala tata upacara ritual orang Manggarai dalam seluruh siklus hidupnya.[4]

Ritus Awal Kehidupan Manusia

Pada masa kehamilan ada dua ritus yakni rono réneng (rono: mencuci rambut dengan air santan kelapa, réneng: air kelapa muda) dan cimo/cikop le’as (cimo/cikop: membetulkan, le’as: punggung wanita bagian bawah). Pertama, Ritus rono réneng ini bertujuan untuk menyucikan seorang ibu hamil dari dosa yang pernah dilakukannya dan mengusir segala roh jahat agar janin yang berada dalam rahimnya bertumbuh sehat dan lahir tanpa cacat. Kedua, ritus cimo/cikop le’as bertujuan untuk membersihkan kandungan seorang ibu yang mengalami abortus spontaneous (keguguran) dan memohon kepada Tuhan dan leluhur agar peristiwa yang sama tidak terjadi lagi.

Pada masa persalinan, diadakan ritus teing ngasang (teing: memberi, ngasang: nama) dan cear cumpe (cear: membongkar, cumpe: tempat persalinan). Ritus ini dibuat sekaligus dengan maksud memberikan identitas kepada sang bayi dan ibunya dapat kembali menjalankan aktivitasnya.

Dalam masa menopause, ibu menjalankan ritus dopo wing (dopo: berhenti, wing: usia reproduksi). Tujuan dari ritus ini adalah mendoakan agar anak yang pernah dilahirkan dalam berkembang dan hidup dengan baik.

 Ritus Berkaitan Kelangsungan Hidup

Ada beberapa pembagian dalam bidang ini.

1.       Ritual berhubungan dengan mata pencaharian yakni lea sose (lea: membelah, sose: bambu). Ritual ini berhubungan dengan usaha petani membuka kebun bersama dalam satu hamparan tanah ulayat. Selain itu ada upacara dara ni’i (dara: darah hewan, ni’i: benih, bibit) yang dimaksudkan agar segala jenis benih dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan harapan. Selanjutnya upacara Kalok/Cepa (kalok/cepa: siram air) suatu upacara pada saat padi berumur dua bulan. Padi disiram dengan air agar hujan turun terus menerus, dibebaskan dari hama dan segala penyakit. Penti weki (penti: kumpul, weki: orang) yakni upacara yang dilakukan sebagai tanda syukuran atas penyelenggaran Ilahi selama satu tahun. Adapun penti ini terbagi menjadi dua yakni penti mese dan penti koe.

2.     Ritual berkaitan dengan penyakit atau sakit ada tiga yakni peler (pemberian persembahan), kando nipi (kando : buang, nipi: mimpi) dan takung ceki (takung: memberikan sesajian, ceki: nenek moyang). Upacara Peler dilakukan karena adanya tindakan yang merugikan alam oleh orang yang sakit, misalnya, membunuh ular tapi tidak sampai mati. Upacara Kando nipi dibuat karena orang yang sakit tidak mengingat orang tua atau leluhur yang sudah meninggal melalui tata upacara yang lazim. Sedangkan upacara takung ceki dibuat dengan maksud agar Tuhan dan leluhur menyembuhkan orang yang sedang sakit dari penderitaannya.

3.      Ritus Perkawinan. Dalam bagian ini ada beberapa tahapan yang perlu dilalui yakni rekak (perkenalan), pongo (ikat), wagal/nempung, dan podo (antar) yang mempunyai dua acara khas yakni: gerep ruha (injak telur) dan pentang pitak.

Ritus Kematian

Kematian memiliki banyak ritual, di antaranya: haeng nai (haeng: dapat, nai: nafas), po’e woja agu latung (po’e: menahan, woja: padi, latung: jagung), ancem peti (ancem: tutup, peti: peti mayat), tekang tana-rampi boa (tekang: menggali, tana: tanah, rampi: menggaruk tanah, boa: kubur), tokong bako/lami loce (tokong/lami: menjaga, loce: tempat pembaringan sebelum mayat dikuburkan), saung ta’a (saung: daun, ta’a: hijau) dan paka di’a (paka: sifat, di’a: baik).



[1] Bdk. Max Regus dan Kanisius T Deki (eds.), Gereja Menyapa Manggarai (Jakarta: Parrhesia, 2011), pp. 49-196

[2] Ignas Kleden   ”Penelitian Dan kemampuan Ilmu-Ilmu sosial: Pelajaran dari Seminar Orientasi Sosial Budaya”, Prisma ,No 1, Januari 1984, hal. 61

[3] Ibid.

[4] Ibid.

Foto: Berkumpul bersama keluarga dalam melangsungkan upacara adat merupakan moment yang membahagiakan: tua-muda, laki-laki-perempuan, semuanya memberikan kisah tersendiri (sumber: nik).

 Kerangka Pembahasan

Dalam mengemukakan dimensi makna dari tradisi budaya ini kami mengambil semua ritus utama mulai dari ritus kelahiran, ritus kebun, ritus pembangunan rumah, ritus perkawinan, ritus kematian hingga ritus teing hang. Di antara ritus-ritus itu juga ditampilkan ritus penyembuhan, penolakan bala dan normalisasi kehidupan dari kemalangan dan dosa. Pengambilan ini dimaksudkan sebagai sebuah gambaran yang mempresentasikan makna hidup orang Manggarai dalam siklus kehidupannya.

Selain itu, dalam ulasan, fokus kami ialah bagaimana isi torok dan tempatnya dalam tata upacara sebuah ritus. Itulah sebabnya ditemukan adanya perbedaan titik berat penekanan. Pada bagian tertentu dijelaskan seperlunya, namun di bagian lain dibuat penjelasan sedetail mungkin. Dengan demikian torok yang menjadi sentrum senantiasa ada dalam sebuah struktur yang utuh.

Demikian halnya dengan terjemahan, kami tidak menerjemahkan semua teks torok, melainkan hanya sebagian saja, yang bisa mewakili isi teks lain. Itupun bukanlah terjemahan tekstual yang ketat. Kami juga memasukkan beberapa teks dari bahasa Manggarai yang agak berbeda juga struktur khusus dengan maksud adanya sebuah pola perbandingan antara satu kebiasaan yang sama di daerah Manggarai yang berbeda. [1] 

Buku ini sangat kaya akan ungkapan adat, struktur pembahasan yang konsisten dan selalu memberikan pemahaman akan ritus adat Manggarai. Sebuah buku yang layak dimiliki oleh setiap orang Manggarai.***

[1] Naskah-naskah ini dikerjakan tahun 2004 dan bersama tim dilanjutkan tahun 2009 dan pernah dimuat sebagai bab dalam buku kami:  Gereja Menyapa Manggarai (Jakarta: Parrhesia Institute, 2011). Naskah ini kemudian dikoreksi kembali melalui penelitian lanjutan tahun 2017. Untuk bahan bandingan lihat. Adrianus Nggoro, Kebudayaan Manggarai Selayang Pandang (Ende: Nusa Indah, 2005) dan Kanisius Teobaldus Deki, Tradisi Lisan Orang Manggarai (Jakarta: Parrhesia Institute, 2011). Publikasi bandingan sejenis lih. Jeff Hill dan Peggy Daniels, Life Events and Rites of Passage (Detroit: Omnigraphics, 2008). Sumber lain kami nyatakan di akhir setiap bab yang membahas ritus serta pada Bibliografi.

Foto: Di setiap kampung, busana adat dalam melangsungkan upacara adat sudah dinyatakan. Busana yang indah, semarak, agung menjadi ciri dari upacara adat (sumber: nik).


[1] Mariasusay Dhavamony, Fenomenologi Agama (Yogyakarta: Kanisius, 1988), hal. 88

[2] Bdk. Muda Hubert, ”Bentuk-Bentuk Manifestasi Wujud Tertinggi Dalam                       Masyarakat Ngadha Flores” dalam: Bulletin Candraditya, Tahun 1, no.2. Ledalero. 1988.

 


Rumah Sejahtera Bersama-25 Tahun KSP Kopdit Suka Damai

Judul Buku: Rumah Sejahtera Bersama-25 Tahun KSP Kopdit Suka Damai

Penulis : Kanisius Teobaldus Deki

Penerbit : Lembaga Nusa Bunga Mandiri, 2024

Jumlah Halaman : xxx + 295

Ukuran : 18cm x 24 cm

Edisi : Hard Cover dan Soft Cover



Mulanya adalah sebuah impian. Impian untuk mengalami kehidupan yang layak dan bermartabat. Impian itu menggerakkan para inisiator dan pendiri untuk berpikir menemukan jalan keluar mengatasi berbagai kesulitan hidup, khususnya dalam bidang ekonomi. Dijumpai satu faktor kunci: akses masyarakat ke lembaga keuangan lemah dan rendahnya kepercayaan lembaga keuangan formal kepada masyarakat kecil.

Kesadaran ini memicu para pendiri dan anggota awali untuk memulai sebuah gerakan pembebasan dalam rupa pembentukan Koperasi Kredit Suka Damai. Sebuah gerakan yang mulanya kecil kemudian berubah menjadi pusaran dengan kekuatan besar yang memberikan pengaruh bagi banyak orang.

Buku ini bertutur tentang perjalanan dan perjuangan Kopdit Suka Damai untuk menjadi “rumah sejahtera bersama” bagi setiap individu, keluarga dan masyarakat yang menjadi anggotanya selama rentang 25 tahun berdirinya. Sebuah ikhtiar yang tidak saja indah pada tataran narasi tetapi memukau dan menyentuh pada ranah kehidupan konkrit. Sebuah buku yang bukan saja mengajak untuk memahami gerakan Kopdit ini, tetapi juga menggugah untuk ikut ambil bagian di dalamnya secara aktif sebagai anggota. Buku yang layak untuk dibaca dan dimiliki!

Perjalanan 25 tahun mengabdi masyarakat dan negara merupakan sebuah usaha membangun tapak-tapak ziarah bermakna membangun ekonomi. Jejak-jejak pengabdian ini menorehkan kisah-kisah indah merajut kehidupan yang sejahtera dan bermartabat. Ada pertautan niat baik antara pendiri, pengurus, pengawas, manajemen dan anggota dalam merancang kehidupan. Pertuatan yang lindan itu bersenyawa dalam tindakan yang diatur dalam hak dan kewajiban. Angka 25 tahun bukan sekedar sebuah kumpulan waktu. Ia juga menjadi moment dan kesempatan untuk berbakti lewat kebaikan dan menjadi berkat bagi sesama. Inilah pesan paling kuat dari perayaan 25 tahun yakni mengentalkan niat, membangun rumah sejahtera dalam wadah Kopdit Suka Damai, demi kebahagiaan bersama.

KOMENTAR:

Di tengah begitu banyak tantangan ekonomi yang dihadapi masyarakat, kehadiran KSP Kopdit Suka Damai dengan jumlah anggota sebanyak 22.129 orang dan aset sebesar Rp.130.668.954.906 merupakan sebuah kegembiraan dan harapan. KSP Kopdit Suka Damai berada di wilayah destinasi super premium Labuan Bajo. Ada begitu banyak harapan yang bisa ditaruh di pundak Kopdit ini. Utamanya, agar masyarakat kecil memiliki akses ke lembaga keuangan milik mereka sendiri dalam mengembangkan perekonomian keluarga dan menopang usaha produktif mereka. (Kadis Koperasi dan UMKM Provinsi NTT: Drs. Ady Endezon Mandala, M.Si).

Sebagai sebuah gerakan bersama, Induk Koperasi Kredit (Inkopdit) Indonesia sungguh berbahagia dan berbangga atas capaian KSP Kopdit Suka Damai. Capaian-capaian ini hendaknya memacu kita untuk terus meningkatkan usaha, menambah anggota dan menjumpai masyarakat yang belum memiliki akses ke lembaga keuangan mikro ini. Inkopdit selalu memberikan motivasi dan pendampingan melalui Pusat Koperasi Kredit (Puskopdit) Manggarai agar apa yang sudah dimulai dan dikembangkan oleh KSP Kopdit Suka Damai dapat diteruskan dan memberikan kebaikan bagi semakin banyak orang. (Dr. Wara Sabon Dominikus, M.Sc, Ketua Induk KOperasi Kredit Indonesia).

Sebagai Bupati Manggarai Barat, kami tentu berbangga hati memiliki Koperasi Kredit Suka Damai yang telah melayani anggota dan masyarakat melalui produk yang dimilikinya. Kami tetap mendukung sepenuh hati pelayanan lembaga ini menuju usia emas 50 tahun nantinya. Mari terus berusaha membangun bersama agar Manggarai Barat semakin mantap: maju, unggul, tangguh dan populer di segala aspek kehidupan dan kesejahteraan masyarakatnya semakin nyata. Selamat berjuang, Ad Multos Annos! (Edistasius Endi, SE, Bupati Manggarai Barat).

Penutup

Perjalanan selama 25 tahun pengabdian kepada masyarakat menyodorkan fakta tak terbantahkan bahwa Kopdit Suka Damai menjadi salah satu lembaga keuangan yang diandalkan di NTT. Sebagai sebuah primer tingkat provinsi, Kopdit Suka Damai terus bertumbuh dan berkembang ke arah yang positif. Hal itu ditunjang oleh pelbagai macam faktor, utamanya kemampuan manajerial yang baik, kemampuan keuangan yang handal, komitmen anggota untuk terus maju dalam usaha serta peluang yang masih terpampang luas.

Buku ini layak dimiliki oleh pegiat Koperasi Kredit, anggota Kopdit, mahasiswa manajemen dan akuntansi serta semua orang yang berkemauan baik untuk membangun kesejahteraan bersama.


Wednesday, 18 December 2024

Penjaga Malam yang Jadi Tokoh Sukses


Judul Buku:  PETRUS DJAWA SUR-Pengabdian Tanpa Batas Pada Kebaikan

Penulis : Kanisius Teobaldus Deki

Penerbit : Lembaga Nusa Bunga Mandiri, 2024.

Jumlah Halaman : xx-312

Edisi : Hard Cover dan Soft Cover

Kota Bajawa cerah sekali siang itu. Tidak seperti biasanya, ia kerap diselimuti kabut tebal. Bangunan terlihat terang benderang dari jalur jalan trans-nasional, Ruteng-Ende. Tata kota yang simetris dengan jalur hijau terencana dengan baik membuat kota ini terlihat indah dipandang mata. Jikalau bertandang ke Bajawa, pintu masuknya di Watu Jaji sudah memberi arah yang jelas langsung ke jantung kota.

Di sepanjang jalan, rumpun-rumpun bambu menjadi peneduh sekaligus penghasil oksigen yang besar bagi warga penghuni kota. Ketika melintasi jembatan Wae Woki, tanjakan yang meliuk-liuk merupakan penanda kita akan masuk ke kota. Tak jauh dari persimpangan pertama, terpampang jelas sebuah bangunan berlantai empat di sisi kiri jalan protokol: Hotel Edelweis.

Hotel ini menjadi terkenal sebagai hunian para tetamu dan pelancong yang berkunjung ke wilayah Ngada dan Nagekeo. Ngada dikenal sebagai daerah wisata budaya yang eksotis dengan kekhasannya pada perkampungan adat dan ritual-ritual budaya kolosal yang mengundang perhatian dunia.

Di kampung-kampung wilayah Ngada ini, kerajinan tangan (handycraft) khas tenunan ikat menjadi sebuah pekerjaan yang digeluti secara serius oleh kaum perempuan. Hal mana menjadi pemandangan umum di NTT. Namun kekhasan tenunan Ngada adalah material tenunan yang alami. Bahkan mereka dapat membuat tenunan dari benang serat bambu.

Selain itu, potensi wisata alamnya sangat menantang. Gunung Inerie yang menjulang tinggi seolah sebagai sebuah tiang monumen agung dari alam yang menghiasi Ngada. Bila melintas dengan pesawat, Inerie, gunung api yang sudah tidak aktif ini memberi kesan indah dan mempesona. Di pesisir utara, ada Riung dengan 17 pulaunya yang memikat hati dan menjadi rumah hunia bagi ribuan burung kelelawar.

Hotel Edelweis saban hari dijadikan rumah bagi para turis dari mancanegara juga wisatawan domestik yang mengunjungi Ngada. Hotel ini menjadi salah satu ikon Kota Bajawa dari masa ke masa. Selain letaknya yang berada di gerbang masuk Kota Bajawa, fasilitas yang dimilikinya juga standar dengan model arsitektur bangunan modern. Kamar-kamarnya lapang. View ke Gunung Inerie dan Wolobobo sebagai salah satu keunggulannya. Para tetamu grup pun sendiri, menjadikan Hotel Edelweis sebagai tempat untuk beristirahat sejenak sebelum melangkahkan kaki ke perjalanan berikutnya (the next stage).

Jika memasuki pintu depan hotel, kita akan bersua dengan owner Hotel Edelweis, Bapa Petrus Djawa Sury. Bapa Pit, demikian biasa disapa adalah pemilik tunggal dari hotel ini. Dalam perjalanan usaha dunia pariwisata Bapa Pit telah memainkan peran yang strategis untuk mendukung lama tinggal dari wisatawan di Ngada. Lelaki dengan perawakan kecil dan memiliki pesona bijaksana ini bergiat dalam bisnis perhotelan sejak ia purna bakti dari tugasnya di dunia birokrasi Pemda Ngada.

Ia mengabdikan seluruh hidupnya untuk kemajuan dunia pariwisata melalui bisnis pariwisata. Usaha ini mendapat sokongan yang sangat besar dari pendamping hidupnya, Mama Monika Ngadha. Mama Monika memiliki keahlian menenun kain ikat Ngada. Ia membentuk kelompok penenun dan menghasilkan karya yang spektakuler. Salah satu maha karya Mama Monika adalah busana adat Ngada yang dikenakan Bapak Presiden Joko Widodo bersama Ibu Negara, Ibu Iriana Widodo saat kunjungan kenegaraan di Kabupaten Ngada.

Kegembiraan mereka menjadi lengkaplah sudah. Kehadiran Bapa Presiden Joko Widodo di Ngada menjadi sebuah rekognisi mendalam atas keteguhan hati dan komitmen mereka mengabdi bagi Ngada tercinta, khususnya dalam menghadirkan kekayaan lokalnya melalui tenunan yang indah sekaligus menawan hati. Kekhasan tenunan Mama Monika dari pewarna alami memberi mereka ruang yang luas untuk berkarya dengan bebas dan selaras alam.

Buku ini merupakan sebuah narasi perjalanan kehidupan Bapa Petrus Djawa Sury, Putera Langa-Bajawa, yang oleh karena ketekunan dan keuletannya ia dijuluki “Zamrud Langa”. Sebuah buku yang meniscayakan perjuangan hidup dari anak petani di Kampung Langa yang kemudian bertarung dalam kehidupan Kota Bajawa menjadi seorang Pegawai Negeri Sipil. Ia memulai karirnya sebagai penjaga malam di Kantor Dinas PU Ngada. Sebagai remaja tamatan SMP, ia berusaha mendedikasikan dirinya dalam tugas dan tanggung jawab yang terlihat biasa namun memberi dampak besar. Tapak-tapak ziarah pengembaraannya kemudian memasuki etape emas. Persis ketika memasuki usia purnabakti, ia malah menunjukkan kedigdayaannya sebagai seorang entrepreneur, pengusaha yang sukses.

Kehidupannya yang dilumuri kesuksesan tentu datang dari seperangkat tatanan nilai yang dihayatinya. Nilai-nilai warisan leluhur dalam kehidupan kultur Ngada yang kental bersenyawa dengan spiritualitas Kristiani yang dihayatinya secara konsisten. Spiritualitas itulah yang menjadi tiang-tiang penyanggah dan tonggak-tonggak penting dari rumah kehidupannya.

Tatkala kita membaca buku ini, kita tidak saja mendapatkan sajian panorama kehidupan pribadi, keluarga dan pekerjaan Bapa Pit, tetapi juga orientasi pengalaman yang bisa menjadi cermin bagi kita melangkah ke depan. Sebuah buku yang memandu kita untuk menenun makna kehidupan kita sendiri mencapai kepenuhannya.***


Monday, 16 December 2024

Joko Widodo dan NTT, Secercah Harapan

Kanisius Teobaldus Deki

STIE Karya


Hari-hari ini ramai diberitakan tentang rencana kedatangan Presiden RI Ir. Joko Widodo ke beberapa kabupaten di NTT. Dalam notulensi rapat Pemprov NTT pada Kamis, 30 Desember 2023, disebutkan empat wilayah yang akan didatangi Jokowi, sapaan akrab orang nomor satu RI itu. Kabupaten itu antara lain: Manggarai Barat, Manggarai, Nagekeo dan Kota Kupang. Namun sayangnya, kunjungan beliau kali ini batal. Belum ada konfirmasi alasan menyangkut pembatalan ini secara resmi.

Harus diakui bahwa Presiden Jokowi sangat kerap datang dan mengunjungi NTT. Ada dua jenis kunjungan yang dilakukan beliau. Pertama nian, meresmikan pelbagai mega proyek infrastruktur bagi NTT. Pembangunan Labuan Bajo sebagai destinasi wisata super premium sangatlah memukau kita. Konsep ketertinggalan yang disebabkan oleh jarak yang jauh dengan pusat, Jakarta, kini diperpendek Jokowi dengan dua jam penerbangan langsung. Sebagaimana dalam konsep pembangunan yang termaktub dalam Nawacitanya, pembangunan dari pinggiran, Jokowi mempresentasikan kehadiran negara untuk membangun kawasan Labuan Bajo secara serius dan tuntas.

Tak hanya berfokus pada pariwisata Labuan Bajo, ia juga memerhatikan daerah lain sesuai potensi yang dimilikinya. Beberapa bendungan raksasa dibangun Jokowi untuk mengairi ribuan hektar sawah dan menyediakan pasokan air untuk pemenuhan kebutuhan air minum bagi masyarakat. Di Pulau Timor Jokowi membangun bendungan Raknamo, Rotiklot, Temef dan Kolhua. Di Flores ada bendungan Napun Gete di Sikka dan Ir. Sutami Mbay di Nagekeo. Pembangunan bendungan ini menjadi sebuah upaya meningkatkan taraf hidup masyarakat melalui sektor pertanian.

Kedua, selain berfokus pada kesejahteraan masyarakat, Jokowi juga hadir di Kabupaten Ende pada peringatan Hari Kelahiran Pancasila, 1 Juni 2022 lalu. Kehadirannya ingin menandaskan eksistensi bangsa melalui peristiwa kelahiran Pancasila di Ende, Flores, NTT. Peristiwa itu serentak sebuah proklamasi tentang Ende sebagai situs sejarah pembentukkan bangsa Indonesia. Pengalaman Presiden Soekarno berdampingan dengan masyarakat Ende yang plural membangun identitas kebangsaan baginya ketika mempersiapkan kemerdekaan negeri tercinta ini.

Selain Soekarno yang mengunjungi Ende dua kali sesudah ia menjadi presiden, setelahnya tidak ada presiden yang datang ke wilayah itu. Bahkan ketika Soeharto mengunjungi Sikka pada 1 April 1982 dan Borong tahun 1981 di masa awal kekuasaannya, ia tak menghampiri Ende. Padahal di masa Orde Baru, Pancasila sebagai sebuah entitas bangsa ini sangat getol dibicarakan dan bahkan dijadikan ideologi tunggal.

Absennya Presiden Soeharto ke Ende, demikian presiden selanjutnya, termasuk Megawati, memberi ruang lemah bagi kerinduan anak bangsa ini bagi pengakuan Ende sebagai rahim Pancasila. Megawati selaku anak kandung Soekarnopun tak sampai mengunjungi situs bersejarah itu. Ia hanya sampai pada tahap mengagendakan kunjungan pada masa ia memimpin republik ini. Termasuk setelahnya, ketika ia menjabat sebagai Ketua PDI Perjuangan, Megawati tak jua ke Ende.

Nawacita yang Berkelanjutan

Begitu kerapnya Jokowi datang ke NTT, tentu menimbulkan secercah harapan. Hal ini memang beralasan. Sejak Jokowi dipercayakan menjadi Presiden dalam masa jabatan pertama ia menggaungkan Nawacita. Melalui Nawacitanya ini, Indonesia diharapkan mampu berubah dan menjadi negara yang berdaulat secara politik, mandiri dalam bidang ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan. Sembilan prioritas Nawacita Jokowi kemudian mengilhami Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019.

Pada poin ke-3 dinyatakan: “Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan”. Pada bagian ini termaktub di dalamnya desentralisasi asimetris, pemerataan pembangunan antar wilayah terutama desa, kawasan timur Indonesia dan kawasan perbatasan, penataan daerah otonomi baru untuk kesejahteraan rakyat dan mengimplementasi Undang-undang Desa.

Kawasan Timur Indonesia, termasuk NTT di dalamnya, dan kawasan perbatasan adalah wilayah yang selama ini tidak mengalami pemerataan pembagian kue pembangunan. Kehadiran Jokowi sebagai kepala negara telah merepresentasi kehadiran negara dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Nawacita ini tetap dilanjutkan ketika ia dipercaya masyarakat Indonesia untuk periode kedua. Penentuan Labuan Bajo sebagai destinasi super premium yang diikuti oleh kehadiran Badan Otorita Pariwisata dengan wilayah kerja kawasan Bima NTB hingga Flores-Lembata telah memberi dampak yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi saat ini dan di masa depan.

Kebijakan-kebijakan pembangunan Jokowi di NTT berkiblat pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Hal ini tentu terus disokong dengan pelibatan aktif semua elemen: pemerintah, masyarakat dan dunia usaha. Dari pihak kita di NTT, mengisi ruang yang telah disediakan Jokowi. Semua aktivitas usaha harus berorientasi mendorong bertumbuhnya ekonomi yang produktif, kreatif dan inovatif. Tujuan akhirnya adalah memberi pengaruh positif pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Sebagai pemimpin dan negawaran, Jokowi tetap berusaha mengimplementasikan Nawacitanya hingga ke penghujung masa baktinya di tahun 2024. BPS mencatat pertumbuhan ekonomi NTT pada triwulan pertama tahun 2023 sebesar 3,73%. Pertumbuhan ini diharapkan akan terus meningkat pasca penanganan pandemi Covid-19. Demikian angka kemiskinan menurun dari 21,35% tahun 2018 menjadi 19,96% pada Maret 2023.

Prestasi-prestasi Jokowi untuk Indonesia, khususnya bagi NTT, tentulah hal yang membanggakan dan patut diapresiasi. Ia telah membantu NTT secara nyata. Itulah sebabnya juga, kerinduan masyarakat NTT bagi kehadiran Jokowi secara fisik menjadi sebentuk ungkapan kegembiraan yang tak dapat dilawan dengan narasi anti Jokowi.***


  BUKU BARU ! Makna dan Tujuan Hidup Manusia:  Sebuah Filsafat Etis Sokrates JUDUL BUKU : Makn a dan Tujuan Hidup Manusia: Sebuah Filsafat ...