Sumber: www.google.com
Kanisius Teobaldus Deki
Staf Pengajar STIE Karya,
Peneliti Lembaga Nusa Bunga Mandiri
Saat ini wacana tentang
pembangunan Pabrik Semen di Lingko Lolok dan Luwuk, desa Satar Punda, Kecamatan
Lambaleda sangat kencang, menimbulkan kekisruhan. Pertentangan-pertentangan
terasa di mana-mana dalam ruang publik. Saling serang merupakan situasi yang
terang benderang dipamerkan dalam perdebatan publik. Argumentasi-argumentasi
yang dibangun berbasis pada kepentingan masing-masing pihak yang melatarinya.
Kedua belah pihak, pemerintah dan
masyarakat memunyai konsep-konsep yang ingin dimenangkan. Di satu sisi,
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Manggarai Timur (Matim) memiliki landasan pijak
pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) untuk mensejahterakan
masyarakat melalui pemanfaatan maksimal potensi wilayah yang dimilikinya.
Beroposisi pada konsep Pemkab, masyarakat (dengan berbagai kategori: pemilik
lahan, pemerhati lingkungan, insitusi swadaya masyarakat, institusi agama dan
elemen-elemen lain) terpecah belah. Ada yang menerima, tak sedikit juga yang
menolak rencana itu.
Artikel ini merupakan sebuah kajian
yang bertujuan membangun dasar epistemologis pilihan sikap kita dalam menganalisis
kebijakan pembangunan.
Konsep Pembangunan
Pembangunan daerah menjadi alasan utama dalam menentukan pilihan
sikap Pemkab Matim untuk menerima tawaran investor untuk melakukan investasi.
Logika yang dibangun adalah keterhubungan antara terciptanya lapangan kerja,
keterserapan tenaga kerja, pendapatan
per kapita naik dan kemakmuran ekonomi menjadi muara akhir dari pembangunan
itu. Logika ini merupakan sebuah upaya merealisasikan visi, misi dan program
kerja dengan tujuan final (final goal)
bahwa akhirnya masyarakat yang mereka pimpin mencapai kesejahteraan.
Pembangunan pada hakikatnya memiliki dua unsur penting; pertama,
masalah materi yang mau dihasilkan dan dibagi, bersemuka dengan hal kedua,
masalah manusia yang menjadi pengambil inisiatif dan sekaligus menjadi subjek
dari pembangunan itu. Sebab, bagaimanapun juga, pembangunan tidak hanya sampai
pada jumlah produksi dan distribusi barang-barang material, lebih dari itu
pembangunan harus berkiblat pada pemerdekaan manusia dalam segala aspeknya.
Manusia adalah dasar sekaligus alasan pembangunan sehingga segala dimensinya
harus dihiraukan.
Pemerintah dalam alur logis pembangunan adalah pihak yang secara
legal mendapatkan mandate dari rakyat untuk memenuhi tujuan pembangunan. Ia
memiliki kekuasaan yang sah (legal power)
mengimplementasi program pembangunan bagi rakyatnya. Melalui legitimimasi
kekuasaan itu, termasuk di dalamnya ia memiliki kekuatan yang memaksa.
Dalam wacana pembangunan mondial, muncul dua persepsi teoretik
tentang perubahan sosial (social exchange)
dalam pembangunan, yakni teori modernisasi dan teori dependensi. Teori modernisasi
berupaya memperlihatkan kesenjangan antara Negara maju dan Negara berkembang.
Solusi untuk melakukan percepatan pembangunan adalah dengan memberikan bantuan
kepada Negara-negara berkembang dalam banyak hal untuk mengejar
ketertinggalannya.
Setelah sekian lama berjalan, para ekonom melihat bahwa konsep ini
membawa kebergantungan Negara berkembang kepada Negara maju, bahkan muncul
Negara-negara yang terkebelakang (the
development of underdevelopment) akibat modernisasi yang dicanangkan
melalui pelbagai bantuan dari Negara maju untuk Negara berkembang. Teori
Dependensi mengatakan bahwa kebergantungan terhadap Negara maju dan pemilik
modal menyebabkan perangkap kemiskinan (the
vicious circles) yang tak terelakkan. Karena itu, membebaskan diri dari
ketergantungan adalah jalan yang harus dipilih untuk menjadi sejahtera.
Dua konsep teoretik itu diterjemahkan oleh para pengambil
kebijakan baik pada level Negara maupun dalam skala kecil, di daerah-daerah.
Mencari Solusi Bersama
Jika ditilik, terdapat tiga kelompok yang saling memberi pengaruh
dalam wacana pabrik semen di Matim. Pertama,
aliran developmentalis. Kelompok ini berusaha mencari jalan keluar atas masalah
perekonomian kabupaten Manggarai Timur yang masih masuk dalam kategorisasi
daerah tertinggal baik Perpres nomor 113 Tahun 2015 maupun Perpes nomor 62
Tahun 2020 bersama 13 kabupaten lain di NTT. Dalam situasi ini alasan yang sangat dasariah
bagi Pemkab Matim mencari segala daya upaya untuk membebaskan rakyatnya keluar
dari kertinggalan. Diharapkan, dengan adanya pabrik semen ini, ada penyerapan
tenaga kerja yang memberi pengaruh pada adanya pendapatan pada masyarakat.
Kedua, aliran ekosentrisme. Aliran ini peduli pada
lingkungan hidup. Pembangunan tetap boleh dilakukan asalkan tidak merusak
lingkungan dan ekosistem yang ada di dalamnya. Karenanya, kehidupan yang
selaras alam adalah hal utama. Diskusi pertumbuhan ekonomi bukanlah hal yang paling
penting. Sektor-sektor yang harus digenjot menurut aliran ini adalah ekowisata
berbasis pertanian organik.
Ketiga, aliran antroposentrisme. Aliran ini
mengutamakan masa depan manusia dan turunannya. Menurut aliran ini, manusialah
tujuan dan pusat pembangunan. Pembangunan tidak boleh merusak harkat dan
martabat manusia. Kemajuan pembangunan tidak boleh menciderai manusia.
Apapun aliran yang memberi pengaruh pada setiap pewacanaan,
pertentangan pendapat bukanlah tujuan. Diskursus rasional hanyalah medium kita
mengambil keputusan yang tepat dan mengakomodir kehidupan yang layak dan
bermartabat.
Dari indicator tentang daerah tertinggal yang berbasis 6 (enam)
aspek, antara lain: perekonomian masyarakat, sumber daya manusia, sarana dan
prasarana, kemampuan keuangan daerah, aksesibilitas dan karakteristik daerah,
Kabupaten Manggarai Timur berturut-turut berada di posisi daerah tertinggal.
Suatu status yang ironis dihadapan fakta tanah Manggarai Timur yang subur dan branding kopinya yang sohor.
Semua pihak seyogianya berusaha memberikan kontribusi alternatif
pemecahan atas masalah kemiskinan yang akut. Pemkab Matim membenahi sektor
pertanian, perkebunan, kehutanan dan perikanan sebagai sektor unggulan yang
berkontribusi dominan bagi Pendapatan Asli daerah (PAD). Lembaga-lembaga yang
melakukan advokasi tidak menjadikan isu tambang dan semen sebagai lahan
mengeruk keuntungan, melainkan ruang untuk mengubah ekonomi masyarakat sehingga
mereka memiliki kemandirian dan kesejahteraan lahir-batin. Kekisruhan membahas
rencana membangun pabrik semen di Matim menyadarkan kita bahwa pembangunan
adalah usaha bersama untuk menyatukan semua energi pelbagai elemen dalam
daerah, baik pemerintah, pelaku usaha dan masyarakat, agar Manggarai Timur
keluar dari predikat tertinggalnya dan masyarakatnya sejahtera.***