Kanisius
Teobaldus Deki M.Th
Dosen STKIP Santu Paulus,
Ketua Lembaga Nusa Bunga Mandiri
Ritus
R
|
itus
merupakan serangkaian tindakan simbolis yang dimaksudkan untuk menjalin relasi
yang intim dengan Sang Pencipta, dunia roh, para leluhur, lingkungan dan alam
semesta (kosmos) karena ada keyakinan akan keterhubungan hidup manusia dengan
unsur-unsur itu. Manusia menyadari keterbatasan dirinya di hadapan tata ciptaan
dan penciptanya. Karena itu manusia membangun relasi secara sadar melalui
simbol-simbol demi menjamin kehidupan dan kebahagiaannya (bdk. David Kertzer, 1988:9). Simbol-simbol itu
melukiskan dimensi spiritual dari kehidupan manusia. Selain itu ritus
meyatu-padukan individu dengan masyarakatnya. Ada dimensi privat serentak
komunal, individual sekaligus sosial (Durkheim
1915: 226).
Ritus
Orang Manggarai
R
|
itus bagi orang Manggarai, sejalan
dengan konsep di atas, adalah manivestasi akan kesadaran keberadaan sebagai
manusia yang utuh, lengkap dan holistik. Manusia adalah “ada” dalam
“ada-bersama yang lain”. Individu tidak pernah sendiri dalam artian tanpa ada
keterhubungan dengan dunia dan sesamanya. Orang Manggarai percaya akan adanya
Wujud Tertinggi (Verheijen, 1992) yang disebut dalam berbagai rupa, mulai
dengan ungkapan parallel hingga sebutan ringkas. Wujud Tertinggi disebut dalam
paralelisme simbolik seperti: “parn
awon-kolepn sale” (Dia yang terbit di timur-terbenam di Barat); “tanan wa-awangn eta” (Dia yang ada di
bumi- ada di langit); “ulun le-wa’in lau”
(Dia yang memiliki hulu-Dia memiliki hilir). Sebutan bernuansa aktivitas
kedirianNya misalnya: “Mori Jari Dedek
“ (Tuhan Pengada-Pencipta); “Mori Wowo”
(Tuhan Penjadi); “Mori agu Ngaran”
(Tuhan dan Pemilik). Dalam kehidupan sehari-hari, sebutan untuk Tuhan adalah “Mori Keraeng” (Tuhan Penguasa).
Pengakuan atas ketidaksendirian
manusia dalam alam ciptaan terbangun dalam keyakinan akan kehadiran
“ada-yang-lain” yakni para roh (naga, ata
pele sina). Ada roh penjaga kampung
(naga golo); roh penjaga rumah
(naga mbaru), roh leluhur (wura agu ceki). Keberlangsungan hidup
yang tak pernah terputus dimanifestasi dalam kepercayaan akan kehidupan dunia
abadi melalui perantara sejati dalam diri para leluhur (ende-ema) yang sudah meninggal. Mereka adalah jembatan komunikator (letang temba; laro jaong; mu’u tungku)
berhadapan dengan Tuhan Sang Pemilik Kehidupan (Mori agu Ngaran, Mori Jari Dedek; Mori Wowo).
Dalam cinta yang tak terbatas,
melampaui dunia dan waktu, mereka akan membantu manusia yang masih berjuang di
dunia oleh karena permohonan manusia yang masih hidup melalui kurban tertentu
sesuai dengan ujud. Kurban yang dipersembahkan sebagai simbol cinta manusia
terentang mulai dari telur ayam (ruha
manuk), ayam (manuk), babi (ela), kambing (mbe), kuda (jarang)
hingga yang paling besar adalah kerbau (kaba).
Telur dan darah hewan kurban adalah simbol kehidupan. Telur adalah rumah
sekaligus awal kehidupan. Darah adalah kehidupan itu sendiri. Hewan kurban
memiliki warna tersendiri (wulu)
seturut tata upacara dan intensinya. Warna putih melambangkan kesucian dan
kemurnian. Ayam jantan putih dipersembahkan pada ritus Wuat Wa’i (perutusan). Ungkapan yang utama pada doa (torok) Wuat Wa’i adalah “poro neho
lalong bakok du lakom, neho lalong rombeng du kolem” (semoga engkau seperti
ayam jantan putih sewaktu menuju tempat perjuangan, seperti ayam berwarna-warni
tatkala engkau kembali). Ungkapan ini memiliki makna bahwa seseorang yang
diutus harus memiliki kesucian batin untuk memenangkan perjuangan dan berhasil
sebagai pemenang dalam pertarungan kehidupan sehingga ia memiliki kesemarakan
bagaikan ayam berbulu warna-warni.
Tujuan
Ritus
R
|
itus orang Manggarai dilaksanakan
karena ada maksud dan tujuan. Sebuah ritus lahir karena memberikan jawaban atas
pertanyaan tentang kenyataan pun masalah yang dihadapi. Kehamilan misalnya
adalah kenyataan tentang proses cikal bakal kelahiran seorang manusia. Karena
itu ritus Lamba Wakas adalah sebentuk
doa yang dimaksudkan agar ibu sang bayi tetap sehat dan aman, bebas dari
gangguan roh jahat. Ritus Cear Cumpe dan Teing Ngasang merupakan pengukuhan status seorang anak kepada
masyarakat. Ritus Dopo Wing merupakan
akhir dari seluruh proses nifas seorang ibu yang dimaklumkan final (ditandai
menopause) dan karenanya memiliki alasan kuat untuk mengucapkan syukur dan
terima kasih kepada Tuhan atas karunia keturunan dan kehidupan yang
berkelimpahan (mose di’a-mose lencek).
Demikian halnya dengan ritus-ritus adat yang lainnya dalam hal pekerjaan,
perkawinan, kesehatan, kematian dan pascakematian (Deki, et.al., 2017).
Ritus
selalu mengandaikan maksud baik. Ritus yang dibuat asal-asalan akan selalu
membawa bencana bagi pelakunya. Karena itu, ritus dalam susunannya yang sudah
baku dimulai dengan persetujuan bersama melalui pernyataan langsung (kari). Kari yang dilakukan sebelum upacara wajib hukumnya sehingga upacara
itu menjadi sah dan pantas. Ada tiga pihak yang harus ada dalam setiap ritus: 1) ase-ka’e (keluarga dari garis
keturunan ayah), 2) anak rona
(keluarga dari pemberi gadis) dan 3) anak
wina (keluarga dari penerima anak gadis). Ase ka’e adalah saksi dari niat. Anak rona adalah penguat dari niat dan Anak Wina adalah penerima berkat dari niat itu. Oleh kehadiran tiga
pihak itu, ritus orang Manggarai berciri relasional. Melalui ritus, relasi
dibangun untuk selalu dan senantiasa ada dalam kekompakkan dan perdamaian.
Moment memperlihatkan usus atau hati ayam (toto
urat) adalah kesempatan untuk mengetahui apakah niat dan doa diterima oleh
Tuhan dan para leluhur. Saat sakral di mana dimensi spiritual bercorak mistis
menjadi kekuatan sebuah ritual: kata-kata doa (torok/tudak) yang diucapkan dijawab dalam rupa tanda!
Hewan Kurban
H
|
ewan
yang telah disembelih memberikan tanda lahiriah dalam bentuk-bentuk terbaca
oleh penutur torok. Tanda-tanda itu
sudah lazim diterima dengan masing-masing maksud sesuai dengan pernyataan dalam
doa (torok/tudak). Jawaban atas doa
yang terungkap dalam tanda memberikan arah positif pun negative bagi pelaku
ritual. Jika usus atau hati ayam berkilau, lurus tak bercela, maka Tuhan, roh
leluhur, roh alam mersetui permohonan. Jika sebaliknya yang terjadi maka itu
pertanda doa tak dikabulkan. Doa yang tak dikabulkan memberi kesempatan kepada
pemilik hajatan untuk melakukan tindakan silih sesuai dengan tata aturan ritus
yang berlaku.
Imam dalam Ritus
U
|
ntuk
menyampaikan torok/tudak dalam ritus
adat, peran penutur torok sebagai imam sangatlah penting. Dialah yang
membawakan doa-doa (ata mu’u luju-lema
emas) dan memperlihatkan tanda (toto
urat) yang dinyatakan lewat usus atau hati hewan kurban. Melalui pembacaan
atas tanda, dia pula yang menegaskan pesan dari tanda itu. Seorang penutur torok/tudak sejatinya adalah orang-orang
terpilih dalam satu kampung. Ia memunyai kemampuan bukan saja karena hasil
belajar semata melainkan juga karena mendapat wasiat langsung dari roh leluhur
(ita one nai-lang one nipi).
Karenanya, dia harus memiliki kerelaan hati dalam melayani dan menjaga kesucian
diri agar pelayanannya membawa manfaat baik bagi masyarakat.
Pelestarian Ritus
Adat
Ritus
orang Manggarai akan terus bertahan. Hal itu disebabkan karena ritus-ritus itu
tetap aktual dan relevan dalam memberikan jawaban bagi kebutuhan manusia.
Selama orang Manggarai tetap percaya bahwa ritus-ritus itu berdampak positif,
maka ritus-ritus itu akan tetap dijalankan.
Selain
itu dalam setiap moment kehidupan, privat maupun komunal, hendaknya
upacara-upacara adat tetap dijalankan secara konsisten. Upacara-upacara komunal
seperti pesta Penti Weki Peso Beo
(syukuran) setiap tahun dilakukan secara konsisten agar masyarakat tetap tahu
berterima kasih. Pada lini privat, kendati beberapa ritus inisiasi sudah
dilakukan melalui agama, namun upacara Cear
Cumpe dan Teing Ngasang tetaplah
dibuat sebagai penanda masuknya seorang individu ke dalam lingkup sosial
masyarakat.
Dengan
jalan pembiasaan itu, ritus-ritus lain mendapat tempat keberadaannya dengan
memerhatikan filosofi kehidupan orang Manggarai “Gendangn one-lingkon pe’ang” yang memberikan bingkai bagi kehidupan
manusia di tengah dunia ini. Ketika ritus-ritus dijalankan dengan benar maka
orang Manggarai belajar mengaya nilai darinya dan membentuk karakternya
berbasis nilai-nilai itu. ***
Dipublikasi pertama oleh: www.floressmart.com pada 15 Juli 2018.
Dipublikasi pertama oleh: www.floressmart.com pada 15 Juli 2018.
No comments:
Post a Comment