Kanisius Teobaldus Deki
Acara adat Tesi sebelum rumah Gendang dibangun di Tenda
Apakah sebuah ritus adat
Manggarai dapat dilakukan tanpa kehadiran pihak lain? Jawabannya:
Tidak. Siapa saja yang harus hadir dalam ritual adat orang Manggarai?
Ini temuan kami yang boleh jadi kita masih bisa diskusikan.
PARA PIHAK DALAM RITUS ADAT ORANG MANGGARAI
1) Setiap ritual adat, kehadiran pemilik acara adalah unsur
konstitutif. Tidak bisa sebuah acara dibuat tanpa kehadiran pemiliknya.
Pemilik acaralah, apapun namanya, yang mengundang pihak lain keluarga
atau famili (ase-kae pa'ang olon-ngaungn musin), pihak penerima gadis
(anak wina) dan pihak pemberi gadis (anak rona). Para pihak ini hadir
dengan peran dan hak masing-masing.
2) Pihak ase-kae, anak wina
dan anak rona menjadi saksi dalam ritual itu. Pada acara "kapu"
(penerimaan secara resmi) pada anak rona akan dikatakan sbb:
"Yo ruma,
ai ite ende-ema anak rona, ata ine watu cie-ame watu nare, ai comong agu
wangkan dite, le rekok lebo, ro’eng ngoel, ngasang wing agu dading de
anak dite…. one leso ho’o kali ga, kudu adak lite, cikop le’as, kudu
anak ngger olon kali, neka manga koles rekok lebo, ro’eng ngoe one mose
dise, kudu ise kali, petu kole sosor, kudu tiwu galang naang, woko hoo
kali ite ngasang ende ema, weki neki ranga manga one leso hoo, reweng
dami ngasang kesa, ngasang koa, toe manga banan lami ta ite, tuak keta
dami ngasang kesa agu koa one leso ho’o, kudut kapu agu naka ite ngasang
ende-ema, one leso hoo, kudu sendeng lobo bekek ited mori leso hoo,
kapu lobo paa, ai hitus reweng ruku agu sake bao agu mede. Ho’o tuak
dami ngasang kesa kudu rokot sangged tombo dami one leso ho’o, kudut
kapu agu naka ite ngasang ende ema ata ine watu cie, ame watu nare. Yo
ite, toe reweng kanang, kepok" (sambil menyodorkan sebotol tuak kepada
anak rona).
3) Pihak yang telah di-"kapu" (misalnya anak rona)
akan menjawab sbb:
"Yo, neho reweng dami ngasang ende ema kole ite, ai
comong agu wangkan dite, le rekok lebo-ro’eng ngoel, ngasang wing agu
dading, de anak dami, koa dami, woko ho’o kali leson bog a, kudu adak
cikop le’as, ho’o kole kami ende-ema weki neki ranga manga one leso
ho’o, mesen keta nuk agu tenang dite ngasang kesa, ngasang koa, kamping
ami ngasang ende ema leso ho’o, teti tuak dite nagasang kesa laing, anak
lain, kudut kapu agu naka ami ngasang ende ema one leso ho’o, neho tae
dami ite, ai hitu muings ngasang reweng ine-reweng ame, atau haeng tae,
repeng pede, sanggen ruku agu sake, ata mbat dise ame, serong dise empo,
kudut hiang tau ngasang ema agu anak, neho tae dami ite, toe ma celan
one mai reweng dite".
Dari jawaban anak rona, diketahui bahwa mereka
juga merestui acara ini dilangsungkan. Ada pengambilan bagian secara
aktif para pihak.
4) Keterlibatan para pihak itu bermacam-macam
sesuai dengan posisi. Ase-kae yang hadir dalam acara adat cukup dengan
memberikan kewajiban sesuai kesepakatan (bantang) ataupun secara
sukarela. Misalnya pada saat acara wuat wa'i (perutusan) ase-kae
memberikan sejumlah uang tanda mendukung orang yang di-"wuat-wa'i"-kan.
Sedangkan anak wina selain memberikan sejumlah uang sesuai "na'a
bantang" melalui "sida" (pembebanan sejumlah uang) juga memberikan uang
"tura cai" (penyampaian bahwa sudah datang), "manuk" (ayam) dan "wali
urat di'a/naring urat di'a" (syukur karena pratandanya baik atau sesuai
harapan). Dan anak rona memiliki posisi penting dalam ritus adat orang
Manggarai. Pada acara tertentu mereka mendapat sejumlah uang atau hewan.
Pada acara "Cear Cumpe" (Pemakluman bahwa si ibu sudah boleh keluar
rumah dan beraktifitas seperti biasa pasca kelahiran) dan "teing
Ngasang" (pemberian nama bayi), anak rona dipertuan agung karena mereka
disebut sebagai sumber dan asal (ulu, sa'i). Demikian halnya dalam acara
"tuke rewa" (peminangan) dan "wagal/nempung" (pengresmian perkawinan
secara meriah). Mereka mendapat sejumlah uang dan hewan "paca" (belis).
5) Terdapat keyakinan bahwa melalui kerelaan untuk memberi dalam acara
ritual adat, anak wina akan memeroleh rejeki yang berlimpah. Semakin
banyak memberi, semakin banyak menerima rejeki.
6) Pihak anak rona disebut dalam bahasa kiasan yang kaya arti, misalnya sebagai berikut:
*ende-ema
*ine watu ci'e-ame watu nare
*ulu-sa'i
*ende-ema
*ine watu ci'e-ame watu nare
*ulu-sa'i
7) Akhirnya, ritual adat tidak bisa dijalankan tanpa kehadiran penutur
torok (dalam bahasa kiasan disebut: ata lemba sangged tombo, letang
temba, mu'u luju-lema emas). Dalam ritus tertentu seorang penutur torok
mempersiapkan diri secara serius melalui "selek" (merias diri dengan
segala kualitas kedirian, termasuk "teing hang ase-ka'e weki" memberikan
persembahan kepada roh pelindung diri) agar acara itu berjalan baik dan
mulus, tanpa mendatangkan bala bagi dirinya maupun pemilik acara. Jika
acara selesai ada "caca selek" dengan mempersembahkan kurban khusus.
sebagaimana pernah disinggung pada tulisan terdahulu, ketika penutur
torok "cadel" pada saat renge, hal itu bisa mendatangkan malapetaka bagi
banyak orang.