Kanisius Teobaldus Deki
Penulis buku: "Terus Menggemakan Nurani Memantulkan Kesejahteraan-25 Tahun Kopdit Hanura Borong" (Lembaga Nusa Bunga, 2020, xxxv+200 halaman).
Hironimus Seman adalah salah satu tokoh dalam sejarah perjalanan Kopdit Hanura. Ia menjadi bagian dari Kopdit ini setelah diajak oleh Bapa Herman. Pria yang lahir di Puntu, 06 Desember 1953 ini berdiam di Borong sebagai bagian dari tugas perutusannya yakni menjadi seorang Katekis sekaligus guru pada SDK Bugis 1. Dari waktu ke waktu, sebagai katekis dipercayakan untuk menjadi Ketua DPP Paroki Borong dan Anggota Yayasan Santu Stanislaus yang mengelola sekolah milik Paroki St. Gregorius Borong, baik TK Pancasila, SMPK St. Stanislaus dan SMAK Pancasila kemudian SDK St. Eduardus. Seabrek jabatan ini dinilainya sebagai bagian dari tugas perutusannya.
“Kita ingat dokumen Konsili
Vatikan II khususnya tentang Gaudium et
Spes menjelaskan tentang kenyataan dunia yang penuh dengan kontradiksi. Di
satu pihak ada dunia yang berlimpah harta, makanan dan kekayaan, di lain pihak
ada manusia yang mengalami kemiskinan akut, bahkan mati kelaparan. Dunia yang
penuh dengan pertikaian dan persaingan tidak sehat. Dunia yang cenderung
mengarahkan dirinya pada kekuasaan. Dalam perang persaingan itu, tentu ada
pihak yang harus dikalahkan. Ada pihak yang menjadi korban. Inilah ruang yang
mestinya menjadi pilihan kita: membantu yang lemah dan memberdayakan mereka”,
ujarnya reflektif.[1]
Rujukan Bapa Hironimus ke
dokumen Gereja memang beralasan. Dirinya dibenum untuk menjadi garda depan
pewartaan gereja di komunitasnya. Ia menyelesaikan studi pada bidang teologi
dan pastoral pada Akademi Pendidikan Kateketik St. Paulus. Dalam pelayanan
pewartaannya, ia sangat dekat dengan dokumen-dokumen gereja. Menurut Bapa
Hironimus, Kopdit adalah bagian dari kerasulan awam yang mengembangkan Gereja
sebagai satu tubuh seperti kata St. Paulus kepada jemaat di Efesus “menurut
kadar pekerjaan masing-masing anggotanya untuk mengembangkan tubuh” (Ef 4:16).
Walaupun dalam gereja ada begitu banyak pelayanan namun hanya satu perutusan.
Melalui Dekrit tentang
Kerasulan Awam dinyatakan bahwa: Kerasulan
dijalankan dalam iman, harapan dan cinta kasih, yang dicurahkan oleh Roh Kudus
dalam hati semua anggota Gereja. Bahkan karena perintah cinta kasih, perintah
Tuhan yang utama, segenap umat beriman kristiani didesak untuk mengusahakan
kemuliaan Allah melalui kedatangan kerajaanNya dan mengikhtiarkan kehidupan
kekal bagi semua orang, supaya mereka mengenal satu-satunya Allah yang sejati
dan Yesus Kristus yang diutusNya (Yoh 17:3).[2]
Pernyataan ini merupakan dasar kokoh penciptaan keterlibatannya dalam Kopdit
Hanura. “Dalam Kopdit ada prinsip cinta kasih. Saling tolong menolong. Jargon
yang berkembang dalam Kopdit: Kau susah saya bantu, Saya susah kau bantu,
bukanlah prinsip do ut des,[3]
melainkan prinsip solidaritas sejati. Nilai-nilai inilah yang menjadi daya
pikat bagi setiap orang untuk menjadi anggota dalam lembaga ini”, imbuhnya.
Dalam tapak-tapak perjuangan
Kopdit Hanura, Bapa Hironimus memulainya dengan sebuah niat untuk tumbuh dan
berkembang bersama sesama yang lemah. Itulah sebabnya ia menerima tawaran untuk
mengikuti program sosialisasi Kopdit. Ia tertarik dan tertegun. “Fasilitator
saat itu adalah pria yang sangat sederhana. Ia hanya mengenakan sarung. Ia
memiliki cukup banyak pengetahuan tentang Kopdit. Dari sinar matanya saya yakin
dan percaya orang ini adalah orang yang jujur. Karena itu, saya memutuskan
untuk bergabung”, kisahnya.
Bapa Hironimus sadar bahwa ini
medan baru baginya. Ia menurut ketika diberi kesempatan mengikuti pelbagai
pendidikan dan pelatihan yang diadakan BK3D Flores Barat dan BK3I. “Kami menuju
Mataloko untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan. Kami bergabung bersama
Kopdit yang sudah berjalan baik. Ada proses belajar yang baik di antara sesama
tim. Dari situ kami menjadi semakin percaya diri untuk mengembangkan Kopdit
kami nantinya”, kisahnya.
Tatkala Kopdit Hanura lepas
dari Kopdit Sinar Harapan Inerie, Bapa Hironimus melalui perannya sebagai Ketua
Dewan Pastoral Paroki, mulai memperkenalkan Kopdit ini kepada umat paroki Borong
melalui pengumuman mimbar gereja. Ada sebuah lompatan besar dalam arus
sosialisasi diri Kopdit. Mulai dari sebuah kampung ke medan yang lebih luas:
paroki. Secara bersama-sama mereka juga mengambil kepala desa, camat dan pastor
paroki sebagai Pembina Kopdit ini.
Keuletan dan ketekunannya dalam
berkoperasi membawa dirinya sebagai Ketua Badan Pengurus periode 1998-2001.
Tentu ini merupakan sebuah prestasi. “Memang tidak mudah menjadi pemimpin
lembaga keuangan mikro semacam ini. Lembaga keuangan milik anggota yang secara
mutlak bergantung pada kondisi ekonomi anggotanya. Namun, ini merupakan
gambaran wajah Gereja yang sesungguhnya, di mana Allah memberi ruang bagi kita
untuk mengubah situasi mereka yang miskin dan terkebelakang menjadi lebih
baik”, refleksi teologisnya keluar.
Salah satu kegiatan teranyarnya
waktu memimpin lembaga ini adalah menghadirkan pemimpin wilayah Manggarai dalam
sebuah seminar bertajuk pengembangan ekonomi kerakyatan di Kopdit Hanura.
“Waktu itu Bupati Manggarai Drs. Antony Bagul Dagur menerima kami dan
memberikan apresiasi yang luar biasa untuk rencana penyelenggaraan seminar ini.
Beliau memberi kami support yang besar. Beliau mengatakan bahwa koperasi kredit
dibangun berbasis kepercayaan (thrust).
Itu adalah fundasi yang sangat kuat untuk membangun ekonomi bersama. Bupati
hadir dengan penuh antusias. Sebagai panitia yang mengundang kami mengalami
kemenangan dalam banyak aspek, khususnya adanya pengakuan bagi aktivitas kami
di level yang lebih luas”, kenangnya bangga.
Suami dari ibu Cornelia Paca
dan ayah dari dua orang anak ini tetap berharap bahwa pilihan untuk membebaskan
masyarakat miskin adalah pilihan Gereja untuk menghadirkan Kerajaan Allah di
dunia. Ini adalah pilihan untuk membebaskan orang miskin (option for the poor)[4].
Karenanya, ia merupakan bagian dari pewartaan Gereja untuk menjadi bagian dari
segenap rencana pastoral Gereja membebaskan umat Allah dari kemiskinannya.
Untuk menjadi lembaga yang
tetap kuat Bapa Hironimus menyampaikan perlunya lembaga ini menjadi lembaga
yang professional dalam seluruh aspeknya. System kerja yang berbasis aturan,
kerangka penilaian yang objektif, komitmen yang kuat, integritas diri, tata
nilai adalah hal-hal penting yang menjadi keutamaan lembaga dan orang-orang
yang ada di dalamnya. Selain itu menurut hemat dia, perlu mengikuti
perkembangan tekonologi keuangan terbaru. Dengan jalan itu tujuannya adalah
agar anggota Kopdit Hanura terlayani dengan baik.
“Nama ‘Hati Nurani Rakyat’ bukanlah sekedar sebuah nama. Dia adalah pemandu kita dalam pergerakan melayani anggota dan masyarakat. Dari nama itu tercermin sebuah keutamaan agar suara hati kita terus dibina melalui kejujuran, keadilan, kebenaran dan cinta. Nilai-nilai ini akan dengan sendirinya berperan dalam segala aspek pelayanan sehingga anggota merasa mereka adalah subyek-subyek perubahan, agen-agen pemerdekaan ekonomi dan actor utama dalam mensejahterakan diri dan keluarganya”, harapnya.***
[1] Dokumen Konsili Vatikan II (Jakarta: Obor, 1993), hal. 511.
[2] Ibid., hal. 342.
[3] Sebuah istilah bahasa latin yang diartikan: “a commutative contract whereby something is given so that something may be received in return” (kontrak komutatif di mana sesuatu diberikan sehingga sesuatu dapat diterima sebagai imbalan) menurut Kamus Merriam Webster dalam: https://www.merriam-webster.com/dictionary/do%20ut%20des. Diakses: 25 April 2020. Istilah yang sama juga adalah “Quid pro quo” yang berarti: Quid pro quo ("something for something" in Latin) is a Latin phrase used in English to mean an exchange of goods or services, in which one transfer is contingent upon the other; "a favor for a favor". Phrases with similar meanings include: "give and take", "tit for tat", "you scratch my back, and I'll scratch yours", and "one hand washes the other". Other languages use other phrases for the same purpose. Quid pro quo ("sesuatu untuk sesuatu" dalam bahasa Latin) adalah frasa Latin yang digunakan dalam bahasa Inggris yang berarti pertukaran barang atau jasa, di mana satu transfer bergantung pada yang lain; "bantuan untuk bantuan". Frasa dengan makna yang serupa meliputi: "memberi dan menerima", "gayung bersambut", "kamu menggaruk punggungku, dan aku akan menggaruk milikmu", dan "satu tangan mencuci tangan yang lain". Bahasa lain menggunakan frasa lain untuk tujuan yang sama). Secara sederhana dapat dikatakan: Saya memberi supaya kamu memberi.
[4] The option for the poor, or the preferential option for the poor, is one of the newer principles of the Catholic social teaching, as articulated in the latter half of the 20th century (Pilihan untuk orang miskin, atau pilihan preferensial untuk orang miskin, adalah salah satu prinsip baru dari ajaran sosial Katolik, sebagaimana diartikulasikan pada paruh kedua abad ke-20). The "preferential option for the poor" refers to a trend, throughout the Bible, of preference being given to the well-being of the poor and powerless of society in the teachings and commands of God as well as the prophets and other righteous people. Jesus taught that on the Day of Judgment, God will ask what each person did to help the poor and needy: "Amen, I say to you, whatever you did for one of these least brothers of mine, you did for me." This is reflected in Catholic canon law, which states, "The Christian faithful are also obliged to promote social justice and, mindful of the precept of the Lord, to assist the poor ("Pilihan preferensial untuk orang miskin" mengacu pada tren, di seluruh Alkitab, preferensi diberikan kepada kesejahteraan orang miskin dan tidak berdaya masyarakat dalam ajaran dan perintah Allah serta para nabi dan orang-orang benar lainnya. Yesus mengajarkan bahwa pada Hari Penghakiman, Tuhan akan bertanya apa yang setiap orang lakukan untuk membantu orang miskin dan yang membutuhkan: "Amin, aku berkata kepadamu, apa pun yang kamu lakukan untuk salah satu dari saudara lelakiku yang paling kecil ini, kamu lakukan untukku." Hal ini tercermin dalam hukum kanonik Katolik, yang menyatakan, "Umat Kristen juga berkewajiban memajukan keadilan sosial dan, mengingat ajaran Tuhan, untuk membantu orang miskin). Pope Benedict XVI has taught that “love for widows and orphans, prisoners, and the sick and needy of every kind, is as essential as the ministry of the sacraments and preaching of the Gospel”. This preferential option for the poor and vulnerable includes all who are marginalized in society, including unborn children, persons with disabilities, the elderly and terminally ill, and victims of injustice and oppression (Paus Benediktus XVI telah mengajarkan bahwa “cinta kepada para janda dan anak yatim, tahanan, dan orang sakit dan yang membutuhkan segala jenis, sama pentingnya dengan pelayanan sakramen dan pemberitaan Injil”. Pilihan istimewa ini untuk orang miskin dan rentan termasuk semua yang terpinggirkan di masyarakat, termasuk anak-anak yang belum lahir, orang cacat, orang tua dan sakit parah, dan korban ketidakadilan dan penindasan). https://en.wikipedia.org/wiki/Option_for_the_poor. Diakses: 25 April 2020.