Wednesday, 11 November 2020

Hironimus Seman: Koperasi Kredit Bagian dari Pewartaan Gereja



Kanisius Teobaldus Deki

Penulis buku: "Terus Menggemakan Nurani Memantulkan Kesejahteraan-25 Tahun Kopdit Hanura Borong" (Lembaga Nusa Bunga, 2020, xxxv+200 halaman). 

Hironimus Seman adalah salah satu tokoh dalam sejarah perjalanan Kopdit Hanura. Ia menjadi bagian dari Kopdit ini setelah diajak oleh Bapa Herman. Pria yang lahir di Puntu, 06 Desember  1953 ini berdiam di Borong sebagai bagian dari tugas perutusannya yakni menjadi seorang Katekis sekaligus guru pada SDK Bugis 1. Dari waktu ke waktu, sebagai katekis dipercayakan untuk menjadi Ketua DPP Paroki Borong dan Anggota Yayasan Santu Stanislaus yang mengelola sekolah milik Paroki St. Gregorius Borong, baik TK Pancasila, SMPK St. Stanislaus dan SMAK Pancasila kemudian SDK St. Eduardus. Seabrek jabatan ini dinilainya sebagai bagian dari tugas perutusannya.

“Kita ingat dokumen Konsili Vatikan II khususnya tentang Gaudium et Spes menjelaskan tentang kenyataan dunia yang penuh dengan kontradiksi. Di satu pihak ada dunia yang berlimpah harta, makanan dan kekayaan, di lain pihak ada manusia yang mengalami kemiskinan akut, bahkan mati kelaparan. Dunia yang penuh dengan pertikaian dan persaingan tidak sehat. Dunia yang cenderung mengarahkan dirinya pada kekuasaan. Dalam perang persaingan itu, tentu ada pihak yang harus dikalahkan. Ada pihak yang menjadi korban. Inilah ruang yang mestinya menjadi pilihan kita: membantu yang lemah dan memberdayakan mereka”, ujarnya reflektif.[1]

Rujukan Bapa Hironimus ke dokumen Gereja memang beralasan. Dirinya dibenum untuk menjadi garda depan pewartaan gereja di komunitasnya. Ia menyelesaikan studi pada bidang teologi dan pastoral pada Akademi Pendidikan Kateketik St. Paulus. Dalam pelayanan pewartaannya, ia sangat dekat dengan dokumen-dokumen gereja. Menurut Bapa Hironimus, Kopdit adalah bagian dari kerasulan awam yang mengembangkan Gereja sebagai satu tubuh seperti kata St. Paulus kepada jemaat di Efesus “menurut kadar pekerjaan masing-masing anggotanya untuk mengembangkan tubuh” (Ef 4:16). Walaupun dalam gereja ada begitu banyak pelayanan namun hanya satu perutusan.

Melalui Dekrit tentang Kerasulan Awam dinyatakan bahwa: Kerasulan dijalankan dalam iman, harapan dan cinta kasih, yang dicurahkan oleh Roh Kudus dalam hati semua anggota Gereja. Bahkan karena perintah cinta kasih, perintah Tuhan yang utama, segenap umat beriman kristiani didesak untuk mengusahakan kemuliaan Allah melalui kedatangan kerajaanNya dan mengikhtiarkan kehidupan kekal bagi semua orang, supaya mereka mengenal satu-satunya Allah yang sejati dan Yesus Kristus yang diutusNya (Yoh 17:3).[2] Pernyataan ini merupakan dasar kokoh penciptaan keterlibatannya dalam Kopdit Hanura. “Dalam Kopdit ada prinsip cinta kasih. Saling tolong menolong. Jargon yang berkembang dalam Kopdit: Kau susah saya bantu, Saya susah kau bantu, bukanlah prinsip do ut des,[3] melainkan prinsip solidaritas sejati. Nilai-nilai inilah yang menjadi daya pikat bagi setiap orang untuk menjadi anggota dalam lembaga ini”, imbuhnya.

Dalam tapak-tapak perjuangan Kopdit Hanura, Bapa Hironimus memulainya dengan sebuah niat untuk tumbuh dan berkembang bersama sesama yang lemah. Itulah sebabnya ia menerima tawaran untuk mengikuti program sosialisasi Kopdit. Ia tertarik dan tertegun. “Fasilitator saat itu adalah pria yang sangat sederhana. Ia hanya mengenakan sarung. Ia memiliki cukup banyak pengetahuan tentang Kopdit. Dari sinar matanya saya yakin dan percaya orang ini adalah orang yang jujur. Karena itu, saya memutuskan untuk bergabung”, kisahnya.

Bapa Hironimus sadar bahwa ini medan baru baginya. Ia menurut ketika diberi kesempatan mengikuti pelbagai pendidikan dan pelatihan yang diadakan BK3D Flores Barat dan BK3I. “Kami menuju Mataloko untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan. Kami bergabung bersama Kopdit yang sudah berjalan baik. Ada proses belajar yang baik di antara sesama tim. Dari situ kami menjadi semakin percaya diri untuk mengembangkan Kopdit kami nantinya”, kisahnya.

Tatkala Kopdit Hanura lepas dari Kopdit Sinar Harapan Inerie, Bapa Hironimus melalui perannya sebagai Ketua Dewan Pastoral Paroki, mulai memperkenalkan Kopdit ini kepada umat paroki Borong melalui pengumuman mimbar gereja. Ada sebuah lompatan besar dalam arus sosialisasi diri Kopdit. Mulai dari sebuah kampung ke medan yang lebih luas: paroki. Secara bersama-sama mereka juga mengambil kepala desa, camat dan pastor paroki sebagai Pembina Kopdit ini.

Keuletan dan ketekunannya dalam berkoperasi membawa dirinya sebagai Ketua Badan Pengurus periode 1998-2001. Tentu ini merupakan sebuah prestasi. “Memang tidak mudah menjadi pemimpin lembaga keuangan mikro semacam ini. Lembaga keuangan milik anggota yang secara mutlak bergantung pada kondisi ekonomi anggotanya. Namun, ini merupakan gambaran wajah Gereja yang sesungguhnya, di mana Allah memberi ruang bagi kita untuk mengubah situasi mereka yang miskin dan terkebelakang menjadi lebih baik”, refleksi teologisnya keluar.

Salah satu kegiatan teranyarnya waktu memimpin lembaga ini adalah menghadirkan pemimpin wilayah Manggarai dalam sebuah seminar bertajuk pengembangan ekonomi kerakyatan di Kopdit Hanura. “Waktu itu Bupati Manggarai Drs. Antony Bagul Dagur menerima kami dan memberikan apresiasi yang luar biasa untuk rencana penyelenggaraan seminar ini. Beliau memberi kami support yang besar. Beliau mengatakan bahwa koperasi kredit dibangun berbasis kepercayaan (thrust). Itu adalah fundasi yang sangat kuat untuk membangun ekonomi bersama. Bupati hadir dengan penuh antusias. Sebagai panitia yang mengundang kami mengalami kemenangan dalam banyak aspek, khususnya adanya pengakuan bagi aktivitas kami di level yang lebih luas”, kenangnya bangga.

Suami dari ibu Cornelia Paca dan ayah dari dua orang anak ini tetap berharap bahwa pilihan untuk membebaskan masyarakat miskin adalah pilihan Gereja untuk menghadirkan Kerajaan Allah di dunia. Ini adalah pilihan untuk membebaskan orang miskin (option for the poor)[4]. Karenanya, ia merupakan bagian dari pewartaan Gereja untuk menjadi bagian dari segenap rencana pastoral Gereja membebaskan umat Allah dari kemiskinannya.

Untuk menjadi lembaga yang tetap kuat Bapa Hironimus menyampaikan perlunya lembaga ini menjadi lembaga yang professional dalam seluruh aspeknya. System kerja yang berbasis aturan, kerangka penilaian yang objektif, komitmen yang kuat, integritas diri, tata nilai adalah hal-hal penting yang menjadi keutamaan lembaga dan orang-orang yang ada di dalamnya. Selain itu menurut hemat dia, perlu mengikuti perkembangan tekonologi keuangan terbaru. Dengan jalan itu tujuannya adalah agar anggota Kopdit Hanura terlayani dengan baik.

“Nama ‘Hati Nurani Rakyat’ bukanlah sekedar sebuah nama. Dia adalah pemandu kita dalam pergerakan melayani anggota dan masyarakat. Dari nama itu tercermin sebuah keutamaan agar suara hati kita terus dibina melalui kejujuran, keadilan, kebenaran dan cinta. Nilai-nilai ini akan dengan sendirinya berperan dalam segala aspek pelayanan sehingga anggota merasa mereka adalah subyek-subyek perubahan, agen-agen pemerdekaan ekonomi dan actor utama dalam mensejahterakan diri dan keluarganya”, harapnya.***

Foto: Bapa Hironimus Seman bersama Bapa Herman Ruba Thuru, pendiri Kopdit Hanura. Bekerja sama dan sama-sama bekerja adalah kiat yang mereka ciptakan untuk membesarkan Kopdit Hanura Borong.

 



[1] Dokumen Konsili Vatikan II (Jakarta: Obor, 1993), hal. 511.

[2] Ibid., hal. 342.

[3] Sebuah istilah bahasa latin yang diartikan: “a commutative contract whereby something is given so that something may be received in return” (kontrak komutatif di mana sesuatu diberikan sehingga sesuatu dapat diterima sebagai imbalan) menurut Kamus Merriam Webster dalam: https://www.merriam-webster.com/dictionary/do%20ut%20des. Diakses: 25 April 2020. Istilah yang sama juga adalah “Quid pro quo” yang berarti: Quid pro quo ("something for something" in Latin) is a Latin phrase used in English to mean an exchange of goods or services, in which one transfer is contingent upon the other; "a favor for a favor". Phrases with similar meanings include: "give and take", "tit for tat", "you scratch my back, and I'll scratch yours", and "one hand washes the other". Other languages use other phrases for the same purpose. Quid pro quo ("sesuatu untuk sesuatu" dalam bahasa Latin) adalah frasa Latin yang digunakan dalam bahasa Inggris yang berarti pertukaran barang atau jasa, di mana satu transfer bergantung pada yang lain; "bantuan untuk bantuan". Frasa dengan makna yang serupa meliputi: "memberi dan menerima", "gayung bersambut", "kamu menggaruk punggungku, dan aku akan menggaruk milikmu", dan "satu tangan mencuci tangan yang lain". Bahasa lain menggunakan frasa lain untuk tujuan yang sama). Secara sederhana dapat dikatakan: Saya memberi supaya kamu memberi.

[4] The option for the poor, or the preferential option for the poor, is one of the newer principles of the Catholic social teaching, as articulated in the latter half of the 20th century (Pilihan untuk orang miskin, atau pilihan preferensial untuk orang miskin, adalah salah satu prinsip baru dari ajaran sosial Katolik, sebagaimana diartikulasikan pada paruh kedua abad ke-20). The "preferential option for the poor" refers to a trend, throughout the Bible, of preference being given to the well-being of the poor and powerless of society in the teachings and commands of God as well as the prophets and other righteous people. Jesus taught that on the Day of Judgment, God will ask what each person did to help the poor and needy: "Amen, I say to you, whatever you did for one of these least brothers of mine, you did for me." This is reflected in Catholic canon law, which states, "The Christian faithful are also obliged to promote social justice and, mindful of the precept of the Lord, to assist the poor ("Pilihan preferensial untuk orang miskin" mengacu pada tren, di seluruh Alkitab, preferensi diberikan kepada kesejahteraan orang miskin dan tidak berdaya masyarakat dalam ajaran dan perintah Allah serta para nabi dan orang-orang benar lainnya. Yesus mengajarkan bahwa pada Hari Penghakiman, Tuhan akan bertanya apa yang setiap orang lakukan untuk membantu orang miskin dan yang membutuhkan: "Amin, aku berkata kepadamu, apa pun yang kamu lakukan untuk salah satu dari saudara lelakiku yang paling kecil ini, kamu lakukan untukku." Hal ini tercermin dalam hukum kanonik Katolik, yang menyatakan, "Umat Kristen juga berkewajiban memajukan keadilan sosial dan, mengingat ajaran Tuhan, untuk membantu orang miskin). Pope Benedict XVI has taught that “love for widows and orphans, prisoners, and the sick and needy of every kind, is as essential as the ministry of the sacraments and preaching of the Gospel”. This preferential option for the poor and vulnerable includes all who are marginalized in society, including unborn children, persons with disabilities, the elderly and terminally ill, and victims of injustice and oppression (Paus Benediktus XVI telah mengajarkan bahwa “cinta kepada para janda dan anak yatim, tahanan, dan orang sakit dan yang membutuhkan segala jenis, sama pentingnya dengan pelayanan sakramen dan pemberitaan Injil”. Pilihan istimewa ini untuk orang miskin dan rentan termasuk semua yang terpinggirkan di masyarakat, termasuk anak-anak yang belum lahir, orang cacat, orang tua dan sakit parah, dan korban ketidakadilan dan penindasan). https://en.wikipedia.org/wiki/Option_for_the_poor. Diakses: 25 April 2020.

 

Monday, 9 November 2020

Incumbent Itu Akhirnya Kalah



Politik Lokal Belajar dari Amerika Serikat

(Catatan Pilkada ke-8)

Kanisius Teobaldus Deki

Joe Biden terpilih menjadi Presiden Amerika Serikat ke-46. Tempik sorak-sorai tak dapat ditahan. Rakyat Amerika Serikat (AS) bergembira atas peristiwa ini. Kendati sebelumnya kubu Preisden Donal Trump mengklaim menang, namun kenyataan membuktikan bahwa dirinya kalah atas Joe setelah suara dari Pennsylvania (20) berhasil melewati ambang batas 270 suara electoral. Tanggal 7 November 2020 merupakan moment bersejarah yang pantas dicatat dalam sejarah AS.

Dalam kesempatan yang berbahagia itu, Joe Biden di kota Wilmington, DE, menyampaikan pidato kemenangannya yang diberi judul “A Time to Heal” (Saat Untuk Menyembuhkan):“I sought this office to restore the soul of America, and to make America respected around the world again and to unite us here at home. It’s time to put away the harsh rhetoric, to lower the temperature, to see each other again, to listen to each other again, to make progress, we must stop treating our opponents as our enemy”, kata Joe.

Dalam kesempatan itu Joe menekankan perlunya memulihkan jiwa Amerika, membuat Amerika dihormati lagi di seluruh dunia dan secara internal masyarakat Amerika bersatu kembali, merasakan Amerika sebagai rumah. Bagi Joe, kemenangan ini menjadi saat untuk menyingkirkan retorika kasar, untuk menurunkan ketegangan, untuk bertemu lagi, untuk mendengarkan satu sama lain lagi, untuk membuat kemajuan, dan harus berhenti memperlakukan lawan sebagai sebagai musuh.

Pernyataan Joe memang beralasan. Selama masa kepemimpinan Donal Trump yang memiliki motto “make America great again” (Membuat Amerika Hebat Kembali) tidak sungguh kelihatan bahwa Negara ini berada posisi hebat. Gempuran ekonomi China menggerus pertahanan produk-produk AS di hampir semua Negara, termasuk AS sendiri. Belum lagi ancaman Negara lain seperti Korea Utara yang ingin menyerang AS dengan misil nuklir. Martabat AS sebagai Negara yang dikenal “super power” (adidaya) seolah kehilangan pamor di tangan Trump.

Pada lini ekonomi,di kuartal II 2020, ekonomi AS minus 31,4%. Pandemi telah membuat 22,2 juta pekerja mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK). AS terjungkal ke ruang resesi. Pada saat kenyataan itu dialami masyarakat AS, harapan akan pemulihan sangat besar. Kendati hasil survei Refinitiv menunjukkan PDB AS diprediksi tumbuh hingga 31,9%, masyarakat AS tetap ragu apakah di bawah kepemimpinan periode kedua Trump AS betul-betul keluar dari ancaman resesi. Motto Trump untuk “great again” menjadi slogan omong kosong.

Siapa Joe Biden?

Joe lahir di Scranton, PA pada 20 November 1942. Ia adalah sulung dari empat bersaudara. Orangtua mereka, ayahnya Joseph Sr  dan Ibunya Jean  mendidik ke empat anak dalam tradisi Katolik. Anak-anak mereka bersekolah di sekolah Katolik yang diasuh para suster biarawati. Kebiasaan dan tradisi Katolik terus berbekas pada Joe. Ke mana-mana ia selalu mengantungi rosario dan mendaraskannya hampir setiap hari. Joe bergereja di dekat White House. Menurut Joe, berdoa sebelum mengambil keputusan penting adalah lakutapa yang kerap dilakukannya.

Karir politiknya terus bersinar. Pada tahun 1972 Joe memenangkan pemilihan senator Delaware pada usia muda, 30 tahun. Joe meniti kariernya sebagai senator mewakili Negara Bagian Delaware, setelah menang pemilihan 1978, 1984 dan 1990. Ia pernah mencalonkan dirinya untuk pemilihan presiden mulai tahun 1984, 1988 dan 2008. Kegigihannya dalam berjuang membuahkan hasil. Ketika Barrack Obama, mantan komptetitornya, menjadi Presiden, Joe diminta untuk menjadi Wakil Obama. Joe dikenal sebagai pribadi yang matang, penuh tanggung jawab dan diterima di semua kalangan, baik orang kulit hitam maupun kulit putih. Joe mendampingi Obama sebagai wakil presiden selama dua kali pemerintahan dari 2008-2016.

Joe memang menunjukkan kualitas dirinya. Saat diberi tugas untuk mengembalikan ekonomi Amerika yang terpuruk akibat krisis ekonomi tahun 2008, Joe membetulkan kembali Industri mobil Ford, GM dan Chrysler yang runtuh melalui kebijakan bail out hingga berjalan kembali.

Joe menjadi pendamping yang baik bagi Obama. Mereka menjadi teman berdiskusi yang baik untuk pemulihan ekonomi AS. Sebagai orang yang usianya lebih tua, Joe sekaligus merupakan penasihat bagi Obama.

Pada tahun 2016 ada tawaran dari partai Demokrat yang menghendaki Joe untuk ikut pemilihan presiden bersama calon lain mewakili partai, termasuk Hillary Clinton. Namun Joe menolak. Joe berpikir saatnya sudah tiba badi dirinya untuk mundur dari arena politik. Namun, ada banyak suara yang menghendaki dia ikut bertarung kembali. Satu-satunya alasan saat itu adalah munculnya niat dan tanggung jawab untuk memimpin AS bangkit kembali.

Niat itu terus menggumpal hingga tahun 2018 dia berniat mencalonkan diri kembali. Walaupun sebenarnya ia mengalami kesulitan finansial, ia tetap meniatkan diri tampil sebagai kandidat dari partai Demokrat. Para sponsorpun meragukan dukungan bagi Joe, juga pemilihan primer di Iowa dan New Hamsphire tidak mencerminkan dukungan yang kuat bagi Joe. Harapan Joe adalah South Carolina karena di situlah mayoritas pendukung dari orang hitam. Dalam alur pikir mereka, Joe bukanlah orang asing. Karena Obama yang begitu cemerlang saja angkat topi terhadap Joe, itu artinya dia adalah orang yang pantas dipercaya.

Dari berbagai kemampuannya, Joe menjadi sebagai satu-satunya calon presumtif dari Demokrat setelah Bernie Sanders mengundurkan diri pada bulan April 2020. Bulan Juni 2020, Joe resmi menjadi calon presiden setelah melampaui ambang 1991 delegasi. Pada Agustus 2020, Biden memilih Kamala Harris, senator dari California, mantan pesaing dalam awal pemilihan primer Demokrat, menjadi calon Wakilnya.

Kekuatan Joe sebenarnya ada pada his personality (kepribadiannya). Di masa pendemi Covid-19 menghantam AS, dia berusaha agar angka pengangguran diperkecil dengan inovasi-inovasi pembangunan yang mungkin. Joe memiliki branding yang lebih bermutu dibandingkan dengan Trump yang suka membangun pernyataan-pernyataan yang controversial dan meresahkan masyarakat AS yang sedang dilanda resesi.

Kepribadian Joe yang rendah hati dan menjadi pendengar rakyat kecil, membangun budaya adil dengan mengajak kelompok kaya menolong kelompok miskin, bertarung melawan Covid-19 melalui kepatuhan pada protocol kesehatan. Dirinya menjadi representasi dari persatuan AS. Ia selalu mengajak masyarakat AS untuk menjadi satu kekuatan mengembalikan kejayaan AS. Ia berperilaku sebagai pemimpin yang non-violence (anti kekerasan) dan berjanji untuk mengayom semua warga AS termasuk yang tidak memilih dirinya. Ia tetap mempertahankan kebaradaan AS sebagai bagian dari dunia global dan ikut bertanggungjawab terhadap masalah dunia.

Joe memiliki program ekonomi kreatif yang siap menyongsong masa depan. Program program ekonomi baru ini diupayakannya untuk menumbuhkan lapangan kerja, menciptakan energi terbarukan, sehingga pertumbuhan ekonomi AS membaik kembali. Inilah hal-hal yang menjadi kekuatan Joe dibandingkan dengan Trump. Dalam sejarah AS, rata-rata Presiden AS menjabat 2 periode kepemimpinan. Namun, bagi Trump, ini adalah tragedy. Rakyat AS telah memberi dirinya kesempatan untuk melayani Negara ini, namun tidak dijalankannya maksimal.

Politik Lokal Belajar dari Amerika Serikat

Di musim Pilkada  Indonesia tahun 2020 ini, kita bisa belajar dari kemenangan Joe Biden di AS. Jika ditarik kesimpulan, kemenangan Joe karena dua factor ini. Pertama, Joe memiliki niat yang sungguh-sungguh untuk membawa AS kepada situasi jaya kembali. Berkali-kali Joe Biden ikut dalam pencalonan sebagai presiden AS namun 3 (tiga) kali dia gagal. Namun kegagalan itu tidak menyurutkan niatnya menolong AS. Kegagalan seperti motto banyak orang adalah “kesuksesan yang tertunda”.

Krisis ekonomi yang melanda AS dan ancaman serangan militer Negara luar terhadap AS merupakan sebuah kemunduran. Negara super power seperti AS tak seharusnya menjadi sasaran krisis ekonomi dan militer. Keberhasilan Joe meyakinkan masyarakat AS akan pertumbuhan ekonomi merupakan kata kunci kemenangan Joe. Kesejahteraan adalah muara akhir dari lahirnya Negara dan pembangunan.

Kedua, kepribadian Joe sungguh memikat warga AS. Joe orang yang mampu berada di tengah masyarakat dalam situasi apapun. Joe mendengarkan orang lain, low profile, memiliki pendekatan yang human, manusiawi, bukan kekuasaan. Kata-katanya terukur. Ia tidak menghina, meremehkan atau melecehkan orang lain. Ia tidak menggunakan kekerasan untuk meraih kekuasaan. Apalagi membiarkan para pengikutnya melakukan kekerasan di depan matanya. Karena, ketika kekerasan dilakukan apalagi secara sengaja, maka pada saat itulah pencalonan seorang kandidat sudah kehilangan maknanya (meaningless).

Incumbent (petahana) seharusnya menang dengan sendirinya. Sebab, selama 5 (lima) tahun ia sudah bekerja untuk rakyat. Karenanya, di periode kedua, dia tidak perlu berkampanye sedemikian keras, sebab dirinya sudah dikenal masyarakat. Dirinya sudah berkunjung dari kecamatan ke kecamatan, desa ke desa, kampung ke kampung, bahkan rumah ke rumah. Incumbent memiliki kekuatan organik: mulai dari kepala dinas, kepala sekolah, kepala Puskemas, para camat dan kepala desa. Ia sudah bersemuka dengan para tokoh masyakat, tokoh agama, tokoh pemuda.

Namun titik lemah incumbent terbuka lebar. Masyarakat bisa menilai kemampuan dirinya membangun ekonomi, membawa kesejahteraan atau tidak. Kerjanya bisa dinilai seperti Trump. Jika ternyata ia tidak terbukti memenangkan rakyat dalam pembangunan, saatnya memang rakyat menyingkirkan incumbent dari tampuk kekuasaan. Kesadaran itu bukan hanya pada rakyat yang menilai. Incumbent sendiri juga menyadari itu. Evaluasi atas kinerjanya terlihat pada cara dia tampil dalam arena kampanye politik.

Sejatinya, incumbent yang sudah berbuat banyak bagi ekonomi rakyat dan membangun kesejahteraan menjadikan kenyataan itu sebagai kampanyenya. Tak perlu susah-susah dan repot turun lagi ke lapangan. Tinggal bilang, “Inilah yang saya sudah kerjakan untuk rakyat, kalian sendiri silahkan memutuskan”. Fakta di lapangan memperlihatkan situasi berbeda: banyak incumbent kerja lebih keras dari para penantang di Pilkada. Apa sebabnya? Karena mereka sadar mereka telah gagal memenangkan kepercayaan rakyat. Ini saat untuk membangun janji baru. Moment paling krusial dan dilematis di saat rakyat sudah cerdas dan mampu menilai kinerja pembangunan secara kritis. 

Joe Biden dengan kemampuannya meyakinkan rakyat AS menjadi pembuka jalan bagi kandidat yang ingin mengalahkan incumbent (petahana). Sepertinya,  kekalahan Trump akan menjadi bayangan buruk bagi para incumbent yang telah gagal memenangkan kesejahteraan rakyat. Why not? It is possible!***



Ruteng, 9 November 2020

Pilkada 1 bulan lagi, mari berjuang untuk perubahan.

Monday, 2 November 2020

Tinjauan Buku: Terus Menggemakan Nurani Memantulkan Kesejahteraan 25 Tahun KSP Kopdit Hanura

 


 

Judul:

Terus Menggemakan Nurani Memantulkan Kesejahteraan 25 Tahun KSP Kopdit Hanura.

Penulis:

Kanisius Teobaldus Deki

Penerbit:

Lembaga Nusa Bunga Mandiri, 2020.

Jumlah Halaman:

xxv+200

Jenis Cetakan:

Soft copy.

 

S

yukur dan pujian bagi Tuhan atas segala berkat dan cintaNya sehingga buku ini dapat diselesaikan tepat waktu. Ada dua tujuan besar yang menjadi landasan bagi penulisan buku ini.

Pertama, aspek sejarah. Buku ini merupakan narasi sebuah perjuangan untuk kemanusiaan melalui jalur ekonomi, khususnya bidang keuangan. Sebagai sebuah narasi historis, buku ini bertutur tentang perjalanan niat baik sebagai efek positif dari pembacaan atas masalah-masalah yang dialami oleh masyarakat.

Kedua, melewati tapal batas kisahan sejarah, buku ini tidak saja bertutur tentang pengalaman dan cerita sejarah melainkan juga refleksi atasnya yang bermuara pada pembangunan motivasi. Melalui bab-bab yang terbentang di dalamnya, buku ini menampilkan pelajaran-pelajaran berharga serentak memantik rasa ingin tahu yang mendalam bagi yang membacanya. Pada giliran berikutnya, pembaca dipengaruhi sehingga ia termotivasi untuk berada di alur pergerakan yang sama. Koperasi Kredit bertumbuh dan berkembang karena pendidikan yang terus menerus dilakukan.


B

uku ini berjudul: Terus Menggemakan Nurani Memantulkan Kesejahteraan-25 Tahun KSP Kopdit Hanura. Buku ini memiliki kata kunci “hati nurani”. Apa yang telah dilakukan oleh Hanura sebagai sebuah Koperasi Kredit (Kopdit) adalah sebuah usaha untuk mewujudkan suara hati rakyat yang terbelenggu oleh situasi miskin. Situasi ini menyebabkan masyarakat berusaha mencari jalan keluar terbaik agar mereka dapat dibebaskan. Pembebasan itu terlihat secara nyata melalui Kopdit yang mnerima orang-orang yang tidak memiliki akses ke lembaga keuangan lain sebagai anggotanya.

Niat untuk terus melayani masyarakat dinyatakan terus dalam membangun perekonomian mereka. Niat itu laksana sebuah gerakan cahaya yang menerangi usaha dan suara yang bergema memotivasi anggota untuk terus bekerja giat sehingga menghasilkan pendapatan yang cukup bagi dirinya. Keseringan melakukan ini akan memantulkan kesejahteraan. Sebuah tujuan akhir dari kehadiran lembaga ini di tengah masyarakat.

Pada saat kita berusaha membebaskan masyarakat dari tindasan kemiskinan, kita dihadapkan apa yang dinamakan ”Revolusi Industri 4.0”. Istilah ini muncul pertama kali dalam karya Klaus Shwab (2016) The Fourth Industrial Revolution. Revolusi Industri 4.0 secara fundamental mengakibatkan berubahnya cara manusia berpikir, hidup, dan berhubungan satu dengan yang lain. Era ini akan mendisrupsi berbagai aktivitas manusia dalam berbagai bidang, tidak hanya dalam bidang teknologi saja, namun juga bidang yang lain seperti ekonomi, sosial, dan politik. Di sektor ekonomi telah terlihat bagaimana sektor jasa transportasi dari kehadiran taksi dan ojek on-line.

Pertanyaan yang muncul adalah “Apakah ini sebuah tantangan ataukah peluang?” Tentunya jawaban kita ada pada dua lini itu. KSP Kopdit Hanura terus bertumbuh dan berkembang dalam kebersamaan. Inovasi tak berkesudahan merupakan hal yang terus menerus dilakukan untuk terus berkembang selaras zaman. Buku ini, secara meyakinkan, mempresentasikan kepada kita niat yang datang dari hati nurani untuk membangun pemerdekaan ekonomi pada akhirnya menciptakan peradaban yang didamba.


D

alam merayakan Pesta Perak 25 Tahun Kopdit Hanura, ada tiga point penting yang kiranya menjadi titik refleksi.

Pertama, membangun manajemen yang professional. Kopdit Hanura bertumbuh makin besar dengan jumlah anggota 2.305 orang. Lembaga ini bahkan sudah menjadi Kopdit Primer Tingkat Provinsi,  melangkahkan kaki keluar dari kabupaten Manggarai Timur, melayani anggota di kabupaten Manggarai, Manggarai Barat, Ngadha dan Sumba Barat Daya.

Oleh karena itu, sangat penting untuk membangun lembaga ini berbasis manajemen yang professional. Dalam literature ekonomi, manajemen professional ditandai oleh  elemen-elemen berikut: budaya organisasi yang disiplin, system nilai dan norma yang setia pada prinsip koperasi, perilaku yang berkarakter, input organisasi yang jelas, proses perencanaan yang realistis dengan capaian yang logis, pengendalian yang stabil dan output yang jelas. Saat ini, kuat sekali konsep tentang organisasi yang bersih, transparan dan akuntabel (clean and good governance).

Badan Pengurus, Badan Pengawas dan Manajemen bekerja sama untuk membangun organisasi yang kuat, efektif dan efisien. Manajemen professional membantu semua pihak untuk menjalankan roda organisasi dengan target capain yang dapat dikuantifikasi dalam angka-angka riil.

Kedua, berkiblat pada kesejahteraan anggota. Data Kopdit Hanura memperlihatkan sebanyak 1.569 orang anggota memiliki pekerjaan sebagai petani, buruh bangunan, ibu rumah tangga dan nelayan. Mereka kerap kali masuk dalam kategori kelompok ekonomi rentan. Sedapat mungkin lembaga ini bekerja keras untuk mensejahterakan masyarakat yang menjadi anggotanya. Selain suku bunga yang rendah, prosedur pinjaman yang mudah, pendidikan yang meningkatkan mutu anggota terus digalakkan, khususnya pendidikan usaha supaya target-target ekonomi mereka juga tercapai.

Ketiga, spin off. Saat ini lembaga Koperasi sudah memasuki fase baru dalam pertumbuhannya. Ia tidak lagi mengalami kesulitan finansial. Malah yang terjadi adalah surplus finansial. Data Kopdit Hanura memperlihatkan ketiadaan pinjaman pihak ketiga. Kecemasan yang muncul adalah idle money. Kita kelimpahan uang namun tidak terserap dalam bentuk pinjaman pada anggota. Hal ini berbahaya karena lembaga akan terus membayar bunga simpan uang anggota.

Salah satu jalan keluarnya adalah melakukan spin off, yakni suatu usaha untuk membangun usaha baru oleh Kopdit untuk memperbanyak keuntungan bagi lembaga dan anggota. Kami tak henti-hentinya mendorong Kopdit Hanura untuk membangun usaha di sector ril, bukan saja sector jasa keuangan. Kami senantiasa siap membantu sehingga lembaga ini ke depannya makin menolong banyak orang. Inilah bentuk inovasi baru (new innovation) dalam perkoperasian sehingga lembaga Kopdit bertambah besar, maju dan kuat sementara anggotanya mencapai kesejahteraan hidup.

Dirgahayu, semoga Tuhan memberkati Kopdit Hanura!

 

 

Sunday, 1 November 2020

Orang-orang Berjiwa Kerdil di Pilkada Manggarai 2020

 

Foto: Topeng-topeng, sibakkan siapa di balik wajahmu? (sumber:alif.id).

(Catatan Pilkada ke-7)

Kanisius Teobaldus Deki

Beberapa waktu ini, usaha untuk memenangkan Pilkada terus digencarkan. Paslon terus mendekatkan diri ke masyarakat pemilih. Mereka tidak sendirian. Ada juga tim sukses yang berusaha secara maksimal melakukan hal yang sama. Masing-masing tim membangun simpati dan keyakinan kepada para pemilih agar Paslon merekalah yang menang. Ini adalah hal lumrah dalam dunia politik. Kemenangan merupakan hasil dari perjuangan yang maksimal.

Untuk mencapai kemenangan, kerja-kerja politik dilakukan. Salah satu hal yang dupayakan adalah melakukan kampanye-kampanye politik. Kampanye politik diniatkan agar ada pengenalan yang cukup dekat dengan paslon dan program-program strategis yang dicanangkannya jika dia terpilih menjadi bupati pun wakil bupati. Pengenalan ini bermuara pada votum (pilihan keputusan) untuk memilih paslon tertentu. Paslon yang memiliki suara terbanyak akan keluar sebagai pemenang.

Paradoks Politik

Pilkada memiliki tujuan mulia. Melalui prosesi politik Pilkada, kekuasaan akan diperoleh untuk menentukan kebijakan-kebijakan pembangunan yang tertera pada visi, misi dan program kerja, baik Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) maupun Rencana Kerja Tahunan (RKT) pada setiap OPD (Organisasi Perangkat Daerah). OPD-OPD (atau dikenal dengan sebutan dinas) inilah yang mengemas program untuk menjawabi kebutuhan masyarakat. Tentu, program dibangun melalui analisis mendalam atas masalah yang ada di tengah masyarakat melalui peta kebutuhan (needs mapping).

Dalam menyampaikan visi, misi dan program kerja inilah Paslon dan tim suksesnya berusaha sekuat tenaga untuk menawarkan konsep-konsep pembangunannya. Di sinilah ruang bagi banyak persoalan yang membelit semua pihak. Ada berbagai macam strategi pemenangan. Dari pilihan untuk menggunakan cara yang baik, bahkan tak jarang memilih jalan yang buruk.

Saat ini black campaign (kampanye hitam), hate speech (pernyataan kebencian) dan hoax (berita bohong) kencang menyerang kita dari segala arah, khususnya pada media sosial. Di media sosial seperti Facebook orang dengan mudah membuat fake account (akun palsu). Mereka dengan gampang mengambil foto orang lain untuk dijadikan foto profil. Mereka begitu enteng berkata apa saja, menghina, mencaci maki, mengumbar kebencian dengan tujuan menciptakan chaos (kekacauan). Pelaku-pelaku akun palsu ini seakan menjadi pahlawan bagi sekelompok orang yang merindukan kericuhan. Pengikutnya tak sedikit. Komentar-komentar yang menyertainya juga spontan memicu kemarahan. Ada tindakan memancing yang sudah disiapkan perangkapnya. Ada yang marah itulah tujuannya. Kemarahan yang memuncak adalah scenario yang diinginkan.

Sayangnya, pergerakan pelaku akun palsu ini susah dibendung. Dengan liar mereka mengekspresikan kemauannya dan mengarahkan para pembaca ke perangkap-perangkap yang sudah disiapkan. Ada banyak yang terjebak ke jeratan. Tatkala pembaca masuk perangkap, tujuan pemilik akun palsu tercapai. Balas mencaci menjadi dominan. Prosentase yang menolak status-status penuh kebencian lebih sedikit.

Jika sudah demikian, politik memiliki jalan paradoksal. Di satu sisi, ia memiliki orientasi yang mulia: dengan mendapatkan kekuasaan, pemegang kekuasaan dapat membangun kebijakan pembangunan yang bermuara pada kesejahteraan banyak orang. Di sisi yang lain, kekuasaan yang hendak diraih itu rentan dengan praktik yang melawan hakikat kemanusiaan yang benar. Praktik-praktik penghinaan, caci maki, penipuan, hujatan hingga penyerangan secara fisik pun mental dianggap sebagai sebuah kebajikan demi meraih kemenangan. Ada situasi “homo homini lupus” dalam ungkapan Thomas Hobes. Manusia telah menjadi serigala bagi sesamanya. Ungkapan ini ada dalam karyanya De Cive tahun 1651.

Menjadi Pribadi Pemberani

Pembangunan seyogyanya adalah fakta tentang perencanaan, implementasi dan hasil yang dapat dirasakan oleh masyarakat sebagai subjek sekaligus tujuan pembangunan. Perencanaan pembangunan seharushnya berbasis pada kebutuhan riil (real needs) masyarakat. Pelaksanaannyapun sudah memiliki indicator-indikator capaian yang menyertainya. Hasilnya, terlihat dalam bentuk nyata. Pada peningkatan SDM, adanya perubahan pola pikir yang terkristalisasi pada inovasi-inovasi program pembangunan. Pada infrastruktur, jalan, jembatan, gedung, irigasi, bangunan dapat dipakai dan bertahan lama. Pada bidang pendidikan, semakin banyak masyarakat yang mengenyam pendidikan formal pun nonformal melalui pelatihan ketrampilan. Pada bidang kesehatan, penurunan angka stunting, gizi buruk, kematian ibu dan anak, berkurangnya berbagai penyakit dan usia harapan hidup yang kian tinggi. Demikian pertumbuhan ekonomi dinilai dari aspek daya beli, peredaran uang, pertumbuhan modal, minimnya angka pengangguran dan besarnya kesempatan kerja. Bidang-bidang inilah yang semestinya menjadi point penilaian tentang seberapa besar pembangunan telah dijalankan sesuai tujuannya.

Tatkala fokusnya bergeser, bukan lagi pada konsep pembangunan dan rencana capaian yang mengarahkan masyarakat pada kemajuan dan kesejahteraan, maka wacana semacam itu sudah keluar dari aras yang benar. Wacana politik semacam itu sudah menista politik in se (dalam dirinya sendiri). Sejalan dengan kekeliruan arah (disorientation) seperti itu, ada kecenderungan untuk menyerang pertahanan lawan secara membabi-buta melalui media sosial dengan focus pada hate-speech, black campaign dan hoax.

Orang Manggarai dikenal sebagai ata bae tombo, pecing adak (memahami pembicaraan yang benar, memiliki nilai-nilai budaya). Politik dan percaturan Pilkada adalah Salang Tuak (situasi temporal) yang memiliki limitasi waktu. Hanya dalam tempo beberapa bulan saja. Sedangkan kehidupan kita adalah Salang Wae Teku Tedeng (kehidupan lestari, tanpa dibatasi oleh waktu) memperlambangkan kebersamaan tiada akhir selain maut yang memisahkan. Atas konsep karakteristik budaya leluhur yang telah disematkan kepada setiap orang Manggarai, maka situasi politik yang penuh caci maki, hinaan, seharusnya bukanlah identitas kedirian orang Manggarai yang selalu memiliki filosofi bae hiang cama tau (tahu menghargai sesama) sebagai bentuk perlawanan homo homini lupus dari Thomas Hobbes. Sejatinya, menurut Seneca, homo homini socius, manusia adalah kawan bagi sesamanya.

Tindakan pemalsuan identitas dan kedirian melalui akun palsu merupakan deviasi dari salah satu keutamaan kardinal yakni keberanian. Keberanian (courage, fortitude) dalam pandangan St. Thomas Aquinas merupakan keutamaan (virtus, arête) setelah kebijaksanaan dan keadilan. Dalam perspektif St. Thomas Aquinas, keberanian memampukan seseorang untuk melawan halangan atau rintangan yang berusaha menajuhkan dirinya dari hidup menurut bimbingan akal budinya. Keutamaan keberanianlah yang mendorong orang yang bermartabat melawan kelemahan kehendak (weakness of will) dalam melakukan hal baik.

Di perhelatan politik Pilkada Manggarai saat ini ada begitu banyak akun palsu yang menyerang Paslon H2N bersama tokoh-tokoh yang mendukungnya. Akun-akun ini secara gencar, massif mengeluarkan kata-kata penuh caci maki, hinaan dan kebohongan. Tindakan mereka menunjukkan secara terang benderang kediriannya sebagai pribadi-pribadi yang kerdil dan lemah. Mereka seolah sedang berjuang bagi kandidatnya, padahal di saat bersamaan mereka menciderai Paslonnya. Mereka adalah tanda-tanda kekalahan peradaban Manggarai yang memiliki tatanan nilai (pecing adak). Mereka harus dilawan dengan kasih dan pengampunan. Kasih dan pengampunan itulah yang terus dilakukan H2N dan timnya untuk mempresentasikan politik yang sejati: memenangkan kemanusiaan kita sebagai orang Manggarai dari segala aspeknya. 

Jika saja, ini acara cari jodoh yang pernah ditayangkan salah satu televisi swasta, mereka datang dengan topeng. Pembawa acara meminta mereka membuka topeng. Lalu terkuaklah siapa wajah di balik topeng itu. Hari ini juga sama, dalam Pilkada ini, bukalah topengmu, berdiskusilah secara santun. Jika tidak, anda tetaplah menjadi pribadi kerdil, lemah dan penakut. Hal mana melawan citra kita sebagai Ata Rona, Laki Tu'ung keta (lelaki pemberani)!***

Kupang, 30-31 Oktober 2020

 

Friday, 23 October 2020

Homo Viator Itu Bernama Agustinus Ch. Dula: Sebuah Prolog




Kanisius Teobaldus Deki
STIE Karya
 
Judul buku: Agustinus Ch. Dula-Sebuah Biografi.
Penerbit: Lembaga Nusa Bunga Mandiri, Oktober 2020.
Halaman: xxix + 420
Ukuran: 17cm x 24cm
Jenis cetakan: Hard Cover & Soft Cover.


Gabriel Marcel pada tahun 1945 menerbitkan buku dengan judul “Homo Viator-Introduction to the Metaphysic of Hope”. Buku ini aslinya ditulis dalam bahasa Prancis, Homo Viator: Prolègomènes à une methaphysique de l’espèrecane (Manusia Peziarah: Sebuah Pengantar Untuk Metafisika Harapan). Setelah sekian tahun dalam bahasa Prancis, buku ini lalu diterjemahkan oleh Emma Craufurd ke dalam bahasa Inggris tahun 1962.[1] Buku ini melengkapi karya besar Gabriel Marcel  seperti Metaphysical Journal (1927), Being and Having (1933),  Mystery of Being (1951), and Man Against Mass Society (1955). Dia kemudian mengolah bahan kuliah di Harvard tahun 1961–1962 untuk kemudian diterbitkan sebagai buku dengan judul: The Existential Background of Human Dignity.[2]

Konsep manusia sebagai Homo Viator mulanya ada dalam buku Moralia, VIII 54,92 karya Gregorius Agung
(hidup tahun 540-604). Dalam buku itu, Gregorius menulis, “hidup itu seperti seorang yang berada di perjalanan yang beristirahat di penginapan. Ia beristirahat sejenak, tubuhnya rehat, namun budinya sudah berada di tempat lain”.[3] Buku ini mempresentasikan konsep dan gagasan Marcel selaku eksistensialis Kristen terkemuka di abad ke-20. Melalui karyanya ini, Marcel memberi kita wawasan pribadi yang luar biasa tentang 'manusia dalam keberadaannya di dunia sebagai sebuah perjalanan'. Dalam eksistensinya sebagai mahkluk yang berziarah, ia memiliki tujuan dan maksud

Filsafat Gabriel Marcel bertumpu pada situasi riil manusia. Kondisi manusia menurut Gabriel ada dalam situasi (la condition humaine, c’est d’ être-en situation) yakni berada dalam dunia (être-au-monde). Menerima manusia dan keberadaannya dalam dunia berarti mengakui bahwa manusia adalah Ada yang menjelma. Ia ada bersama yang lain. Inilah tonggak utama Marcel membangun metafisika harapan. Dalam konsep Marcel, berharap selalu ada dalam konteks dengan yang lain. Saya berharap untuk kita, bukan relasi aku-engkau yang memberi ruang bagi subjek-objek. Saya-engkau yang menjadi kita (nous) saling melibatkan diri secara aktif.[4]

Dalam pencariannya sebagai peziarah, manusia menemukan makna (meaning). Makna tertinggi dalam kehidupan manusia ada dalam mencinta (aimer). Dalam mencinta saya memberi diri, yang berarti ada pertemuan dan partisipasi sekaligus. Kini yang dibutuhkan oleh dunia adalah adanya kesalingan melalui kerela-sediaan (disponibilitè) setiap pribadi dalam saling percaya dan cinta kasih satu terhadap yang lain.[5] Marcel sadar bahwa apapun komitmen manusia membangun kehidupan bersama yang lebih baik, belum purna jika tidak diikat (engagement) dalam Tuhan sebagai pribadi yang absolut dan mutlak, sebab dengan bersatu dengan Dia, diriku menjadi pribadi yang utuh dan lengkap.Ketika semua pribadi memilih Tuhan sebagai penopang kehidupan, maka semua mendapat fundamen yang kokoh-kuat untuk membangun kehidupan bersama yang bermutu.

Banyak tokoh memuji Marcel sebagai tokoh penting yang membangun eksistensi manusia berlandaskan etika dan nilai-nilai spiritual yang berpusat pada hubungan antarpribadi. James Colins menulis:

“The theme of Marcel’s Homo Viator is close to the center of all preoccupations: man in his pilgrim condition. With great virtuosity in the use of his own philosophical method, he probes into interpersonal relations and the threat to ethical values. Marcel excels here in his concrete analyses of the attitude of hope, the family community in its temporal and supra-temporal aspects, and the forgotten virtue of personal fidelity.”[6]

Ada begitu banyak karya Gabriel Marcel dalam bidang filsafat, drama, dan puisi. Karya-karya itu menghantarnya menjadi pemenang Gifford pada 1950–1951 dan menginspirasi banyak orang untuk membangun hidup bermutu.Dia menyelesaikan tugasnya setelah dia menghembuskan nafas terakhir pada 8 Oktober 1973 di Paris-Prancis.

Homo Viator merupakan julukan yang pantas bagi orang yang berziarah dalam dunia dan menemukan dirinya Ada bersama yang lain. Dalam relasi Ada-bersama itu, ia menyediakan dirinya bagi sesama melalui pelayanan-pelayanan kemanusiaan. Dalam pelayanan yang total dan penuh kasih itu dia menemukan makna kehidupannya (the meaning of life) secara utuh.



Homo Viator juga pantaslah disematkan kepada Agustinus Ch. Dula. Ia lahir di Reweng pada 19 Oktober 1958. Ia mengalami kehidupan bersahaja di Reweng melalui proses pertumbuhan yang penuh warna. Kisah hidupnya sebagai seorang anak guru dan kultur agraris yang kental, menenun berbagai nilai positif yang dibutuhkan untuk membangun kehidupan masa depan. Pria berzodiaq Libra itu belajar menemukan peta jalan bagi dirinya sendiri dan sesamanya dalam komunitas Reweng. Ia bersosialisasi dengan keluarga, masyarakat dan lingkungan secara alamiah. Ia terlibat aktif dalam pergumulan masyarakat melalui kesetiaan untuk bekerja, belajar dan mencontohi tokoh besar seperti Fransiskus Sales Lega, bupati Manggarai kala itu.

Proses belajar melalui lembaga pendidikan formal dari SDK Reweng ke Seminari Pius XII Kisol, SMAK Giovany Kupang dan Universitas Nusa Cendana, memberinya ruang untuk mengeksplorasi kemampuan-kemampuan yang dipunyainya bersamaan dengan kepiwaiannya mengelaborasi nilai-nilai baru yang dijumpainya. Sedimentasi nilai-nilai itu membentuk kepribadian seorang Gusty Dula yang jernih memandang setiap persoalan secara objektif, bertindak dengan menggunakan hati nurani dan dalam segala hal membangun komunikasi yang intens dengan sesama dan Tuhan. Ia menempatkan dirinya secara proporsional dalam setiap situasi krusial. Ia bahkan tidak memiliki kemampuan mendendam, selain mencintai dan mengasihi sepenuh hati.
Ikhtiar sebagai seorang abdi negara dan masyarakat dijalankannya mulai dari Kupang, Detusoko, Ende dan menambatkan tali perahu pelayaran pengabdian di daerah asal, Manggarai Barat. Apakah ini akan menjadi titian terakhir dalam pelayanan masyarakatnya? Entahlah. Kompas penunjuk arah masih memberi ruang baginya untuk terus melangkah. 

Pria turunan Rambang, kampung dengan segudang tokoh besar bagi Manggarai Raya, mengikuti jejak sang kakak, Frans Dula Burhan untuk terjun ke dunia politik. Kakak kandungnya menjadi Bupati dua periode, menggerakkan dirinya untuk berlaga di medan yang sama dan meraih status yang mencengangkan: Bupati Manggarai Barat dua periode dengan satu periode menjadi Wakil Bupati. 15 tahun mengabdi masyarakat Manggarai Barat bukanlah waktu yang singkat.

Dalam kepercayaan yang diterimanya, baik dari atasan maupun rakyat, Pak Gusty berusaha menjalankannya dengan segenap hati dan penuh cinta. Ia datang mengunjungi rakyatnya dalam berbagai situasi; baik saat bahagia pun ketika rakyatnya dirundung kedukaan. Ia menghadiri acara-acara perkawinan, syukuran tahbisan, penerimaan komunio pertama, pembaptisan, khitanan, acara pengumpulan dana. Bersamaan dengan itu, dalam situasi kedukaan, saat ada yang meninggal, menghibur keluarga berduka yang ditimpa bencana alam, menolong mereka yang membutuhkan bantuan. Ia hadir dalam situasi-situasi ini untuk memberikan peneguhan, kekuatan dan kegembiraan.
Kerja-kerja pendampingan dan pelayanan dilaksanakannya untuk mengabdi Negara. Sebagai staf di Kantor Gubernur, Sekwilcam di Detusoko, berbagai jabatan di lingkup Setda Kabupaten Ende, hingga Kadis Pariwisata. Di Manggarai Barat, tugas mendampingi Drs. Fidelis Pranda selaku Wakil Bupati dijalankannya maksimal. Demikian saat dipercaya masyarakat Manggarai Barat untuk menjadi Bupati dua periode (2010-2021). Baginya, menjadi kepala daerah adalah sebuah jabatan untuk memajukan daerah ini dan mensejahterakan masyarakatnya.

Kerja-kerja manajerial selaku pemimpin daerah dijalankannya dalam tim kerja. Banyak pihak dilibatkan dalam tim kerja ini, antara lain OPD-OPD, Unsur Forkompimda, Unsur Agama, Lembaga-lembaga, dunia usaha, masyarakat Adat dan masyarakat. Kerja-kerja ini kemudian dibangun link atau jaringan dengan Pemerintah Provinsi (Pemprov) dan Pemerintah Pusat (Pempus). Link yang terbangun baik memudahkannya membangun komunikasi dengan Pemprov dan Pempus. Diakuinya, penciptaan komunikasi yang intens dengan anggota DPR asal provinsi NTT pun kerja sama dengan kementerian-kementerian membawa hasil maksimal.

Fakta teranyar, terpilihnya Labuan Bajo sebagai destinasi super premium oleh Presiden Joko Widodo merupakan prestasi yang tak bisa dilepas-pisah dari keterlibatan seorang Gusty Dula. Keterpilihan itu bukanlah sebuah kebetulan. Langkah-langkah menuju ke sana telah dirintis sejak awal. Berbagai event nasional pun internasional digelar di Labuan Bajo. Penetapan TNK sebagai The New Seven Wonder, Tour de Flores yang berakhir di Labuan Bajo, Sail Komodo merupakan etape-etape terencana menuju ke posisi destinasi super premium ini. Keterpilihan ini serentak membangun sebuah skema pembangunan baru dalam diri Pak Gusty. Dirinya memandang bidang pariwisata sebagai leading sector pembangunan. Sector-sektor lain mendukung sector pariwisata. Kemandirian di sector-sektor lain terus digalakkan. Pertanian, perkebunan, kehutanan, kelautan terus didorong agar menghasilkan komoditi yang dapat memenuhi kebutuhan dalam daerah. Sector jasa terus ditingkatkan sehingga mendukung status destinasi super premium.

Di hadapan fakta kemajuan pembangunan Manggarai Barat yang terus menggeliat, pola keseimbangan (equilibrium) giat diupayakan oleh Pak Gusty. Keseimbangan itu terlihat dalam pembangunan yang tidak hanya berpusat di Labuan Bajo, tetapi juga di desa-desa. Arus ekonomi dikembangkan bukan hanya di jalur tengah, tetapi juga Utara dan Selatan. Kehadiran hotel, agensi-agensi pariwisata, travel dan restoran di Labuan Bajo berarti kehadiran lapangan kerja. Negosiasi tenaga kerja dilakukannya. Tenaga kerja lokal disalurkan. Kesiapan masyarakat diupayakan untuk menghadapi gelombang perubahan dengan status baru sebagai destinasi super premium.

Pemberian ijin usaha dilakukan dengan kecermatan. Pertimbangannya komprehensif. Tidak hanya mengutamakan seberapa besar nanti kontribusi ke daerah dalam bentuk pajak dan retribusi. Tetapi juga aspek ekonomi Manggarai Barat seluruhnya dalam wujud tenaga kerja dan pemakaian komoditas daerah. Selain itu, dirinya mempertimbangkan aspek lingkungan hidup. Usaha-usaha apapun namanya tidak boleh menciderai lingkungan hidup Manggarai Barat. Keindahan alam Manggarai Barat sebagai pemberian atau karunia Tuhan harus dirawat dan dijaga. Itulah sebabnya, selain membangun kebijakan tentang kebersihan Manggarai Barat bebas sampah, dirinya dengan berbagai elemen turun jalan memungut sampah. Ia tidak hanya memerintah dari singgasana, tetapi melibatkan diri memberi contoh. Ia tidak hanya bertitah, tetapi juga melakukannya.

Tentu ini bukanlah sebuah perjalanan mulus tanpa hambatan. Diakuinya, masih banyak hal yang harus dibenahi. Dirinya bukanlah superman, makhluk yang bisa mengatasi segalanya. Dirinya juga punya kelemahan. Kesadaran itulah yang membuat dirinya bisa menerima pendemo dengan rendah hati, penuh kasih dan manusiawi. Mereka adalah saudara yang datang memberi koreksi. Di dalam diri mereka tentu ada niat baik untuk membangun daerah ini menuju daerah yang maju dan sejahtera. Hal mana juga menjadi spiritnya hadir di Manggarai Barat. Tiada dendam bagi mereka yang mengusung keranda mati dirinya. Selalu ada maaf bagi mereka yang mencaci maki dan menghina. Karena baginya, seorang pemimpin hadir untuk semua manusia di wilayah ini.

Hambatan kemajuan dari dalam, secara internal juga banyak. Sumber daya manusia, sumber daya modal, sumber daya jaringan masih terus ditingkatkan. Pak Gusty tidak ingin kemajuan itu hanya untuk segelintir orang dan rakyatnya menjadi penonton. Ia berharap bahwa peziarahan dilakukannya adalah kerja bersama yang berakibat positif pada kemajuan daerah peningkatan kesejahteraan masyarakat seluruhnya. Dalam perspektif Pak Gusty, kita tidak bisa meratapi nasib seolah-olah kita adalah korban, melainkan terus berusaha supaya kita memiliki daya saing. Kita tidak lagi bisa menolak investasi yang menguntungkan daerah kita dengan alasan-alasan yang tidak masuk akal. Ikutannya, kita juga mendorong daya-daya yang dimiliki daerah untuk dimanfaatkan bagi kemajuan daerah.

Jaringan listrik terus dibangun. Desa-desa hampir 100% diterangi listrik. Kampung-kampung di pulau-pulau juga sudah dirambah listrik. Pembangunan listrik geothermal di Wae Sano didorong untuk memenuhi kebutuhan listrik Manggarai Barat dan Flores. Penyediaan air minum bersih terus digalakkan. Pembangunan kesadaran masyarakat untuk memelihara hutan, merawat mata air, menjaga pipa-pipa terus dilakukan. Alternative penyediaan kapal untuk pedistribusian air minum ke pulau-pulau diadakan. Demikian halnya teknologi penyulingan air laut untuk memenuhi kebutuhan air minum bersih dan berbagai keperluan rumah tangga diusahakan.
Pendidikan dan kesehatan yang berkualitas menjadi fokusnya dalam 10 tahun terakhir. Kerja kemitraan untuk dua bidang penting ini terus digalakkan. Sekolah-sekolah dibangun mulai dari PAUD hingga perguruan tinggi. Pada masa beliaulah sejarah peradaban melalui pendidikan tinggi dibangun. Politeknik El Bajo Commodus menoreh tinta emas pada kemajuan di bidang ini. Bahkan ada usaha dari Kementerian Pariwisata untuk membangun Politeknik Pariwisata Negeri. Hal mana didukung oleh sekolah-sekolah menengah kejuruan di bidang yang sama. Demikian halnya Rumah Sakit Umum Daerah dibangun. Layanan kesehatan menjadi bidang yang “dikeroyok” secara bersama pemerintah dan pihak swasta. Rumah Sakit Siloam menjadi salah satu fasilitas kesehatan yang dibangun swasta untuk mendukung destinasi wisata super premium ini. 
Infrastuktur jalan, fasilitas umum dan rumah-rumah layak huni terus mendapat perhatian. Infrastruktur jalan ini sangat penting artinya dalam pembangunan karena menciptakan konektivitas antar wilayah. Lancarnya moda transportasi mempercepat pertumbuhan ekonomi. Dalam kerja sama dengan Pempus, jalan-jalan Negara mulus. 

Demikian halnya dengan Pemprov, jalan-jalan provinsi jalur Utara sudah dibenahi. Interkonektivitas antar kabupaten menjadi lebih efektif dan efisien. Sejalan dengan itu, pembangunan perluasan bandara dengan status bandara internasional, memperbesar arus kunjungan wisatawan mancanegara dan wisatawan nusantara. Ikut mendukung arus ekonomi, peredaran barang melalui laut diperhatikan dengan serius. Pemindahan dermaga barang ke Wae Kelambu membuka ruang yang terbuka lebar untuk kelancaran aktivitas perdagangan secara khusus. Pemisahan itu juga melapangkan jalan bagi arus kapal wisata di pelabuhan lama. Moda transportasi laut pariwisata yang nyaman membuat wisatawan memilih masa tinggal yang cukup lama dan memiliki kerinduan untuk kembali.

Pak Gusty dalam semua keberhasilan yang ditorehnya untuk pembangunan Kabupaten Manggarai Barat tetaplah seorang suami yang sederhana bagi Ibu Wyes Dula dan ayah yang baik bagi Stefan dan Manik. Dia tetap menjadi anggota bagi keluarga besar Dula yang mengunjungi mereka dalam berbagai kesempatan. Lelaki yang pandai melucu ini sering ditunggu kehadirannya oleh keluarga besar. Ia juga anggota masyarakat yang baik bagi masyarakat Manggarai Barat. Bekerja sama dengan para tokoh besar nasional pun regional. Ia berkolaborasi dalam kerja pembangunan dengan Pak Viktor Laiskodat, Pak Luhut Binsar Panjaitan, Pak Susilo Bambang Yudoyono, Pak Jusuf Kalla dan Pak Jokowi. Juga para menteri sejak zaman Pak SBY menjadi presiden hingga Pak Jokowi. Tak ketinggalan Pak Frans Lebu Raya bersama Ibu Adinda Lebu Raya, Ibu Julie Laiskodat, Pak Johny G. Plate, Pak Lorens Bahang Dama dan masih banyak nama yang bisa dideretkan.

Dalam kesahajaannya, Pak Gusty memiliki kehidupan spiritual yang tetap terjaga. Ia tak lupa berdoa. Menurutnya, kehidupan ini hanyalah sebuah ziarah mencari makna (a pilgrimage to looking for the meaning of life), sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Gabriel Marcel dalam Homo Viatornya. Ia mengembangkan kepribadiannya dengan membangun nilai-nilai dan keutamaan hidup. Sebuah konsep arête dalam filsafat Sokrates pun Aristoteles.[7] Nilai-nilai itu datang dari penghayatan iman yang mendalam pada Tuhan, Sang Khalik. Kehidupan rohani yang terjagalah yang membuat dirinya bisa melayani masyarakat yang dipercayakan Tuhan kepadanya dengan segenap hati. Ekspresinya terlihat jelas, ia aktif dalam lakutapa spiritual keagamaan, mendukung pembangunan rumah-rumah ibadat, kegiatan-kegiatan rohani semua agama dan keyakinan melalui kebijakan penganggaran daerah. Juga menyediakan rumahnya melalui open house bagi ritual keagamaan popular seperti Natal bersama dan Buka Puasa bersama. Saat bersamaan ia juga mengunjungi panti-panti asuhan dan menolong mereka secara nyata. Sebuah pilihan dasar (optio fundamental)[8] untuk kemanusiaan yang utuh: jiwa dan raga.

Orientasi spiritual diungkapkannya terhadap para leluhur. Ia secara berkala melakukan ritus-ritus budaya Manggarai melalui upacara Teing Hang.[9] Sebentuk penghargaan dan penghormatan mendalam terhadap leluhur dan orangtua yang sudah berpulang ke rumah Tuhan. Konsep dasarnya adalah keberadaan kita saat ini menjadi tidak mungkin tanpa kehadiran mereka. Sealur dengan penghargaan terhadap leluhur, budaya Manggarai memberi tempat yang luas bagi penghormatan terhadap sesama manusia. Para tetamu (meka) dihargai dengan sapaan khusus dalam acara penjemputan yang disebut kepok manuk kapu-tuak curu.[10] Selama masa pemerintahannya, sanggar-sanggar budaya bertumbuh. Sekolah-sekolah membangun sanggar budaya sebagai bentuk penerusan nilai budaya pada generasi muda. Apresiasi secara wajar diberikan Pak Gusty dalam lawatan-lawatan resminya. Peragaan atraksi budaya adalah bagian dari daya tarik yang bisa dipentaskan untuk menerima tamu wisatawan.

Ia menyadari bahwa masyarakatnya adalah homo religiosus (makhluk beragama).[11] Ia membangun persahabatan dengan para Uskup dan tokoh agama yang lain. Secara berkala mereka mengunjungi dirinya dan keluarga di Rujab. Mgr. Hubertus, Mgr. Silvester San, Mgr. Cosmas Angkur, Mgr. Paskalis dan Mgr. Siprianus datang melawat, demikian halnya para imam dan biarawan-biarawati, para pendeta, uztad dan imam masjid. Melalui persahabatan dengan para tokoh agama ini, dirinya membangun konsep-konsep kerja bersama dan sama-sama bekerja. Karena, subjek yang dilayani adalah orang yang sama dengan sebutan berbeda: masyarakat atau rakyat oleh Negara, umat oleh agama. Tak hanya dengan tokoh agama ini, dirinya juga membangun relasi yang baik dengan para tokoh adat di setiap kampung. Tokoh-tokoh adat ini memberi sumbangsih tak ternilai bagi pemberian lahan-lahan mereka untuk pembangunan fasilitas umum. Sinergisitas ini berhasil membangun keharmonisan di Manggarai Barat.

Sebagai Homo Viator, Pak Gusty juga Homo Educandum yang selalu belajar.[12] Ia belajar dari banyak orang. Orangtuanya, saudara-saudaranya, atasannya pun orang-orang yang bekerja bersamanya. Gagasan Pak Viktor Laiskodat tentang “menolak mati” sangat berbekas pada dirinya. Menolak mati adalah sebuah ungkapan tentang betapa manusia memiliki daya untuk membangun kehidupan bermutu, yang dalam segala aspek mengalami kepenuhan dan bahkan kelimpahan (abundance). Menolak mati adalah sebuah ikhtiar untuk menemukan potensi yang ada dalam daerah ini dan mengoptimalkannya. Itu berarti tidak lagi ada orang yang merasa dirinya tidak berdaya dan miskin sebagai nasib karena semua orang terpanggil untuk bekerja dan berdaya. Tugas pemerintah adalah menyediakan berbagai kebijakan, fasilitas dan biaya untuk mengembangkan potensi-potensi itu untuk kemajuan dan kesejahteraan masyarakat. Menolak mati adalah pilihan untuk berjuang memiliki daya saing dan posisi tawar. Pada semua level kehidupan kita diarahkan untuk memiliki kemandirian. Pada akhirnya, Menolak mati adalah sebuah perayaan dan syukur bahwa kita telah berjuang mencapai kebahagiaan secara bersama dan memiliki harapan hal itu terjadi terus ke depan sebagai “kita” (nous) dalam ucapan Gabriel Marcel.[13]

Buku ini menulis jejak-jejak pengabdian sebagai seorang pemimpin sekaligus pejuang untuk membangun Manggarai Barat yang maju dan sejahtera. Dalam 450 halamannya tercatat episode-episode penting Pak Gusty selaku pribadi yang memiliki sejarah kedirian dari kampung Rambang dan Reweng. Terekam secara baik tapak-tapak pendidikannya, organisasi dan aktivitas-aktivitasnya sebagai seorang anak, remaja dan pemuda. Terungkap juga keluarganya, perjuangannya sebagai seorang ASN dan pilihannya untuk kembali ke kampung halaman (back to home), Manggarai Barat. Di bagian lain, buku ini adalah lembaran-lembaran historik karya seorang pemimpin, khususnya sebagai Bupati Manggarai Barat (2010-2021). Ia berpeluh menjalin benang-benang pembangunan untuk menenun lembaran-lembaran kain kemajuan di tanah ini sehingga terpilih menjadi sebuah destinasi pariwisata super premium. Itulah konsep dirinya sebagai Homo Viator yang berjuang menemukan makna hidup, jabatan dan karyanya dalam konteks yang actual dan relevan pada satu locus tertentu, Manggarai Barat.

Kiblat buku ini pertama-tama adalah sebuah catatan dokumentatif atas perjalanan hidup seorang Gusty Ch. Dula, sebagai pribadi sekaligus sebagai tokoh publik. Metode historis- Kiblat buku ini pertama-tama adalah sebuah catatan dokumentatif atas perjalanan hidup seorang Gusty Ch. Dula, sebagai pribadi sekaligus sebagai tokoh publik. Metode historis-kritis[14] membangun dialektika pembahasan di dalamnya. Ada persambungan yang lindang antara satu tahap dengan tahap lainnya membentuk sebuah narasi kehidupan yang utuh. Selain berorientasi pada dokumentasi kehidupan, pada aras berikutnya, buku ini dimaksudkan sebagai sebuah motivasi dan pembelajaran bagi siapa saja yang berkehendak baik membangun Kabupaten Manggarai Barat. Kisahan yang terungkap dalam buku ini merupakan sebuah jalinan perjalanan bermakna yang  berniat menjadi panduan bagi orang lain, khususnya generasi muda. Pak Gusty sungguh yakin bahwa perjalanan hidupnya ada dalam tuntunan Tuhan. Surat St. Paulus 2 Tim 3:16 mencatat: “Segala tulisan yang diilhamkan Allah untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan mendidik orang dalam kebenaran” adalah tujuan lain dari buku ini.

Kendati begitu, tidak semua hal dapat dicatat di sini. Sejalan dengan Injil Yohanes 21:25,[16] masih banyak hal lain yang diperbuat oleh tokoh dalam buku ini, tetapi jika semuanya itu harus dituliskan satu per satu, maka agaknya mustahil. Serpihan-serpihan aktivitas, cerita hidup dan pengalaman yang sempat tersurat, kiranya dapat mewakili perjalanan hidup tokoh Gusty Ch. Dula. Fragmen-fragmen ini menjadi simpul-simpul penting kehidupan dan pengabdiannya.

B
uku ini selesai karena bantuan banyak pihak. Karena itu kami ucapkan banyak terima kasih kepada para narasumber, peneliti-penulis buku referensi, pegiat media, para Kadis dari OPD-OPD. Terima kasih buat keluarga kecil di Jl. Robusta 46: Mom Efi, Star de Deki dan Atenzs de Deki. Kehangatan cinta mereka membuat buku ini selesai tepat waktu. Terima kasih untuk kakak Yohanes Valbis di Bappeda Manggarai Barat dan semua pihak yang tak bisa kami sebutkan satu per satu. Daftar sumber kami nyatakan pada catatan kaki (footnote) setiap bab. Kami sadar, buku ini tentulah belum sempurna. Di sana-sini mungkin masih ada kekurangan. Catatan kritis-konstruktif pembaca membantu kami dalam memperbaiki edisi keduanya (second edition) nanti.
 

Labuan Bajo, 
Syukur untuk HUT ke-62 
Drs. Agustinus Ch. Dula, 19 Oktober 2020.
 
 


[1]Gabriel Marcel, Homo Viator: Introduction to a Metaphysic of Hope  (New York,Harper & Brothers, 1962).
[2]Tentang Gabriel Marcel bisa dibaca: Paul T. Brockelman, Existential Phenomenology and the World of Ordinary Experience: An Introduction, (University Press of America, 1980); A. Wadge, The Influence of Royce on the philosophy of Gabriel Marcel, (Durham University, 1972); Ballard, Edward G., "Gabriel Marcel: The Mystery of Being". In Schrader, George Alfred, Jr. (ed.). Existential Philosophers: Kierkegaard to Merleau-Ponty, (Toronto: McGraw-Hill, 1972).
[3]Pius Pandor, Ex Latina Claritas-Dari Bahasa Latin Muncul Kejernihan (Jakarta: Obor, 2010), hal. 28; Julia Boton Holoway, The Pilgrim and the Book: A Study of Dante, Langland, and Chaucer (New York: Peter Lang, 1992), hal. 138; David Eliat, Hope and Christian Ethics (London: Cambridge University Press, 2017), hal. 230.
[4]Pius Pandor, Ibid., hal. 29.
[5]PA van der Weij, Filsuf-Filsuf Besar tentang Manusia (Yogyakarta: Kanisius, 2000), hal. 159. Buku ini aslinya berjudul: Grote filosofen over de mens (Ultrecht: Erven J. Bijleveld, 1972), diterjemahkan oleh: Kees Bertens.
[6]Tema Gabriel Marcel, Homo Viator dekat dengan pusat semua keasyikan: pria dalam peziarahan. Dengan keahlian yang tinggi dalam menggunakan metode filosofisnya sendiri, dia menyelidiki hubungan antarpribadi dan ancaman terhadap nilai-nilai etika. Di sini Marcel unggul dalam analisis konkretnya tentang sikap pengharapan, komunitas keluarga dalam aspek duniawinya dan supratemporal, dan kebajikan yang terlupakan dari kesetiaan pribadi." Lihat: Gabriel Marcel,Being and Having-An Existencial Diary. Introduction by James Collins (New York: Harper Torchbooks, 1965), hal. 116-21,140.
[7] Kata “Aréte (Yunani: ρετή), dalam pengertian dasarnya, berarti "keunggulan" dalam bentuk apapun, juga bisa berarti "kebajikan moral". Kajian yang bisa dibaca: Werner Jaeger, Paideia: The Ideals of Greek Culture, Volume I: Archaic Greece: The Mind of Athens, (New York: Oxford University Press, 1939); G.B. Kerferd, "Arete/Agathon/Kakon", in: Paul Edwards [eds.], The Encyclopedia of Philosophy, (New York, Macmillan & The Free Press 1967).
[8] Istilah “optio fundamental” digunakan untuk menunjuk pilihan dasar atau sikap dasar manusia yang diambil secara sadar dan bebas. Istilah ini dipakai juga oleh para teolog untuk melukiskan perwujudan kebebasan dalam proses menjadi manusia. Dalam istilah ini termaktub “actus humanus” yakni satu pilihan sikap manusia karena dia memilih secara rasional. Lawan dari actus humanus adalah “actus hominis” yakni manusia melakukan sesuatu karena dorongan kodrati.
[9] Teing Hang merupakan ritus tentang penghormatan terhadap leluhur melalui upacara “teing hang kolang” (persembahan makan). Kajian khusus tentang hal ini bisa dibaca pada: Kanisius Teobaldus Deki, Trandisi Lisan Orang Manggarai (Jakarta:  Parrhesia Institute, 2011), hal. 183-185.
[10] Pada saat itu tetamu (Manggarai: meka) dijemput dengan sapaan adat, disertai penyerahan ayam dan tuak sebagai tanda penerimaan yang meriah dan penghargaan yang besar.
[11] Ungkapan Homo Religiosus ditemukan dalam kajian-kajian Mircea Elliade dan para tokoh fenomologi agama lainnya. Karya-karyanya banyak membicarakan tema itu, misalnya:  Willard R. Trask (trans.), A History of Religious Ideas, Vol. 1 (Chicago: University of Chicago, 1978); The Sacred and the Profane: The Nature of Religion (New York,: Harper Torchbooks, 1961; Philip Mairet (trans.), Images and Symbols: Studies in Religious Symbolism (Princeton: Princeton Univeristy, 1991); George James, Interpreting Religion: The Phenomenological Approaches of Pierre Daniël Chantepie de la Saussaye, W. Brede Kristensen, and Gerardus van der Leeuw (Washington: Catholic University of America Press, 1995).
[12] Konsekuensi dari kodrat manusia sebagai Ens Rationale (makhluk rasional) adalah bahwa ia selalu ada dalam proses belajar dan dididik. Homo Educandum berposisi menempatkan manusia sebagai makhluk yang bisa belajar dan mendidik dirinya untuk bertumbuh secara wajar memenuhi kualitas-kualitas nilai. Ketika dia memiliki nilai, dia memiliki karakter.
[13] Perluasan bisa baca: Katharine Rose Hanley (trans.), Gabriel Marcel's Perspectives on The Broken World: The Broken World, a Four-Act Play, Followed by Concrete Approaches to Investigating the Ontological Mystery  (Milwaukee: Marquette University Press, 1998).
[14] Metode historis-kritis biasanya menjadi metode eksegese  yang umum digunakan dalam studi untuk mempelajari Kitab Suci. Dalam metode ini teks diperhadapkan dengan analisis yang terbagi menjadi: kritik teks, analisis bahasa, kritik jenis sastra, kritik tradisi, kritik redaksi. Metode ini dipakai sebagai cara untuk membaca jalinan peristiwa untuk menemukan maksud. Sumber yang bisa memperluas wawasan misalnya: Richard N. Soulen, Handbook of Biblical Criticism (New York: John Knox, 2001); Hahn Scott, Catholic Bible dictionary (New York: Doubleday, 2009).
[15]
Paralelisme dengan Yesus lebih ada dalam kesamaan ungkapan, tidak bermaksud mensejajarkan kedua tokoh ini. Teks lengkap Injil Yohanes 21:25 sebagai berikut: “Masih banyak hal-hal lain lagi yang diperbuat oleh Yesus, tetapi jikalau semuanya itu dituliskan satu per satu, maka agaknya dunia ini tidak dapat memuat semua kitab yang harus dituliskan itu”.