Saturday, 24 July 2021

Drs. Doroteus Hemo: Historia Magistra Vitae

 Kanisius Teobaldus Deki



Sosok Doroteus Hemo dikenal khalayak Manggarai sebagai pribadi yang banyak menghabiskan masa hidupnya sebagai peneliti dan penulis. Fokusnya pada sejarah dan budaya Manggarai. Sejauh telusuran referensi yang kami jumpai,[1] terlihat bahwa orang Manggarai pertama yang memunyai banyak karya tentang sejarah dan kebudayaan tentang daerahnya sendiri, Manggarai, adalah Doroteus![2]

“Bapa saban hari selalu meneliti dan menulis. Jika dia sudah selesai pekerjaannya di sekolah pun di kantor, selalu berkutat dengan tulisan. Ia rajin membaca, mewawancarai orang lalu menuangkan ide atau konsep-konsepnya dalam bentuk tulisan”, kenang Mama Antonia Aqulina Apul.

Doroteus melihat bahwa ada banyak peneliti dan penulis dari luar yang membahas tentang Manggarai dan segala kekayaannya. “Saya ingin agar pihak kita sendiri membicarakan diri kita dari perspektif sendiri, bukan bergantung pada apa kata orang yang adalah outsider. Keberanian kita mengatakan diri kita pada orang lain memberi manfaat yang sangat besar untuk meluruskan perspektif yang keliru”, katanya suatu kali kepada salah seorang anaknya, Engelbertus G. Hemo.

“Ketika saya sedang kuliah di Universitas Indonesia Jakarta, ada peneliti dari Amerika mewawancarai Bapa dan berniat menerjemahkan karya-karyanya ke dalam bahasa Inggris. Waktu itu Bapa memberitahu orang itu untuk menghubungi saya. Saat itulah saya sadar bahwa apa yang Bapa lakukan melalui karya-karyanya sangatlah luar biasa. Saya memuji keberanian, keuletan, pilihan sikapnya untuk menarasikan kekayaan budaya Manggarai kepada dunia luar”, lanjut Engelbertus.

Bapa Doroteus menjadi narasumber untuk berbagai kegiatan seminar ilmiah pun penelitian-penelitian yang dibuat oleh outsider. “Naskah-naskah seminarnya diketik rapih, dibuat sistematis, juga jawaban-jawaban untuk wawancara ditulis rapih. Bapa selalu mengerjakan sesuatu dengan serius hingga tuntas. Terbukti, dalam banyak tahun ia menghasilkan banyak karya, meskipun kala itu, peralatan seadanya namun ia tetap produktif”, jelas istrinya yang biasa disapa Mama Lin.

Doroteus Hemo memang konsisten. Ia bekerja melakukan penelitian dan menulis temuan-temuannya. Karya-karyanya yang sohor antara lain: Sejarah Perlawanan Keraeng Motang Rua Terhadap Belanda Di Benteng Wake dan Di Desa Copu (1975),  Analisa Sejarah Tentang Bentuk Rumah Adat Daerah Manggarai (1978), Sejarah Daerah Manggarai (1988), Pola Penguasaan Tanah Secara Tradisional Daerah Nusa Tenggara Timur (1990) dan Ungkapan Bahasa Daerah Manggarai (1990), Cerita Rakyat Daerah Manggarai (Terbit Februari 1994), Beberapa Kebiasaan Orang Manggarai Masa Lampau (1998, belum sempat terbit). Kajian-kajiannya memiki content yang mendalam dan detail sehingga masih relevan hingga saat ini.

Karya-karyanya banyak menjadi rujukan bagi penulis asal Manggarai selanjutnya seperti Robert M.Z. Lawang,[3] Dami N. Toda[4] dan Antony Bagul Dagur.[5] Sejak saat itu bermunculan publikasi-publikasi yang secara khusus membahas Manggarai. Doroteus terlihat seperti pioneer dalam studi-studi ini dari sisi tilik insider.[6]

Sejarah adalah Guru Kehidupan

Pepatah Latin “Historia magistra vitae” (sejarah adalah guru kehidupan) sangatlah tepat bagi Doroteus. Ungkapan itu datang dari buku Cicero[7] yang berjudul De Oratore (Tentang Ucapan). Ungkapan itu ada dalam ucapan lengkapnya: “Historia vero testis temporum, lux varitatis, vitae memoria, magsitra vitae, nuntia vetustatis” (sejarah merupakan saksi zaman, cahaya kebenaran, kenangan akan hidup, guru kehidupan dan pesan dari masa lalu).[8] Banyak orang belajar dari pengalaman. Pengalaman yang baik dan benar kemudian menjadi pola perilaku. Ketika pola perilaku yang sama diteruskan, terjadi perulangan. Perulangan itu membentuk tradisi dan kemudian budaya.

“Suatu hari saya bertanya, mengapa Bapa ingin menulis sejarah. Bapa memberi jawaban yang mengejutkan. Ia memilih sejarah karena dari sejarah terbentuk peradaban. Peradaban yang benar dan human hanya terjadi sebagai perbaikan dari kekeliruan dan kesalahan masa lalu”, kenang Engelbertus.

Memang terlihat ada persambungan yang linear antara minatnya dalam bidang sejarah dengan konsepnya tentang kehidupan. Selepas menjadi guru Sekolah Dasar di beberapa tempat, tatkala ada kesempatan untuk kuliah di Universitas Nusa Cendana, ia memilih jurusan Sejarah. “Bukanlah kebetulan Bapa memilih jurusan ini. Ia sudah lama merefleksikannya. Ia ingin melakukan sesuatu untuk Manggarai. Ketika orang tidak memahami sejarahnya, ia gampang kelihalangan identitas”, tandas Mama Lin.

Pembelajaran dari sejarah merupakan moment penting untuk mengkiritisi kehidupan. Dalam bukunya yang berjudul: Sejarah Manggarai ia membuat periodisasi mulai dari kondisi pra sejarah, zaman kuno, masa kurang lebih tahun 1500 sampai kehadiran Belanda 1908, kehadiran Jepang dan zaman kemerdekaan.[9]

Sejarah mengarah ke masa depan. Ia sungguh menyadari itu. Ia lalu meneliti dan menulis tentang aspek penting dari keberadaan manusia sebagai mahkluk pembelajar. Ia mengungkapkan persoalan-persoalan tanah ulayat di Manggarai sebagai tema kajian.[10] Ia juga membincangkan bagaimana membangun kehidupan bermutu melalui kebijaksanaan-kebijaksanaan lokal (local wisdom) dalam buku-bukunya tentang Ungkapan Bahasa Manggarai.[11]

Doroteus mengamini apa yang diungkapkan oleh Presiden RI pertama Ir. Soekarno. Jangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah (Jasmerah) adalah semboyan yang terkenal yang diucapkan oleh Soekarno, dalam pidatonya yang terakhir pada Hari Ulang Tahun (HUT) Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1966. Dalam pidatonya itu, Soekarno mengingatkan kita untuk membangun bangsa karena “menurunnya kesadaran nasional kita dan menurunnya kekuatan jiwa nasional kita. Apakah kelemahan jiwa kita itu? Jawabanku pada waktu itu adalah, "kelemahan jiwa kita ialah bahwa kita kurang percaya kepada diri kita sendiri sebagai bangsa, sehingga kita menjadi bangsa penjiplak luar negeri, kurang percaya-mempercayai satu sama lain, padahal kita ini pada asalnya adalah rakyat gotong royong", ungkap Soekarno dalam pidatonya berapi-api.[12]

Pendoa yang Demokratis

Doroteus lahir di Nekang tahun 1939. Ia menyelesaikan program sarjana (S1) jurusan Sejarah Universitas Nusa Cendana Kupang, Tahun 1978. Dalam keseharian hidupnya, ia dikenal sebagai pria pendiam. Ia memaknai hidup dalam kedekatan yang intim dengan Tuhan. “Kami senantiasa diajar Bapa untuk berdoa. Berdoa sebagai kekuatan dahsyat untuk mengubah kehidupan. Dalam pandangan Bapa, berdoa bukanlah rutinitas, tetapi sebuah komunikasi yang intens dengan Yang Kuasa”, kata Mama Lin.

Kehidupan spiritual yang terpelihara dengan baik membawa mereka menjadi keluarga yang baik. Nilai-nilai doa mengalir ke medan hidup yang demokratis. “Bapa tidak memaksa kami. Bapa memberi kami kesempatan untuk menjalankan hidup sesuai pilihan kami masing-masing. Bahkan ketika pemilihan sekolahpun, Bapa tidak melakukan intervensi. Yang beliau minta adalah tanggung jawab. Karena demokratis, kami masing-masing menjalankan pilihan kami dengan gembira”, ujar Engelbertus.

Dalam banyak kesaksian, Doroteus dikenal sebagai pribadi yang memiliki karakter manajemen yang kuat. Ia dipercaya menjadi kepala sekolah dengan kemampuan mengelaborasi manajemen pendidikan dengan kajian-kajian.

Ia menikah dengan Antonia Aqulina Apul yang lahir di Waning, 13 Juni 1947 pada 11 Oktober 1965. Perkawinan mereka melahirkan buah kasih: Titus Amandus C. Ndanu, SE, Engelbertus G. Hemo, S.IP, Martinus F. Hemo, SH, drh. Kristo M. Hemo, Rosalia T. M. Hemo, S.Kep, Petrus F. Hemo, A.Md, Benediktus H. Hemo, A.Md.

Ia telah bertugas di banyak tempat sebagai guru. Tahun 1956  mulai mengajar di SDK Lengko Ajang, lalu berpindah ke SDK Wunis Reweng, SDK Pembe Congkar, SDK Ruteng IV, SDK Ruteng II dan SMAK St. Thomas Aquinas Ruteng.

Usai menjadi kepala sekolah di SMAK St. Thomas Aquinas, dirinya dipercaya untuk bekerja di Kantor Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Manggarai. Selama bekerja sebagai PNS di Kantor Depdikbud Kabupaten Manggarai, juga berkarya sebagai Dosen APK St. Paulus Ruteng, Guru PGAK St. Sirilus Ruteng. Jabatan terakhirnya sebagai Kasubag Perencanaan dan Program (PRP) Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Manggarai.

Setelah sekian lama berkarya, lelaki turunan Poco Leok-Satar Mese yang tinggal di Pau dan Nekang ini akhirnya menghembuskan nafas terakhir dalam kedamaian di tengah keluarganya pada 8 Juni 2001. Ia dimakamkan di rumahnya di Jl. Ulumbu, kelurahan Bangka Nekang, kecamatan Langke Rembong. Terima kasih bapa Doroteus untuk segala kebaikanmu untuk membangun peradaban Manggarai.***



[1] Ada beberapa nama yang layak disebut, antara lain: J.W. Meerburg, Proeve eener beschrijving van Land en Volk van Midden-Manggarai (West Flores), afdeling Bima, Gouvernement Celebes en Onderhoorighendendoor J.W. Meerburg, Controleur Bima, TBG, 1891; Dagboek van de Controleur van Bima, J.W. Meerburg geouden/gedurende zijne reis door het binnerland van Manggarai (West Flores) van Reo via Koi-Tjia-Dege-Roete-Lolah en Todo naar Nanga Ramo van den 14den April to met de 6den Mei 1890, TB, 1893; W.L.J. Koymans, Memorie van overhage van den afredenden Gezaghhebber van Manggarai, ARA-Den Haag, 1932; E.E. van der Kam, Memorie van overgave van den afrenden Controleur van Manggarai, Ruteng-ARA, Den Haag, 1936; Adolf Burger, Hoe diep goddiensttig de Manggaraier van West Flores, 1938; De maan als de brenger van doo den ziekte. Een Manggarais verhaal met enkele varienten, 1940;  W.Ph. Coolhaas, Bjidrage tot kennis van het Manggaraische Volk West Flores, 1942; Wilhelmus van Bekkum, Warloka-Todo-Pongkor, een brok geschiedenis van Manggarai (West Flores), 1944; geschiedenis  van Manggarai (West Flores), 1964a; De Machtsvershuivingen van Goaneesche an Bimaneesche invloeden, 1964b; Gordon L. John Jr, The History of Manggarai (West Flores) Indonesia (USA: Cambridge Mass, 1972).

[2] Memang ada juga penulis sejarah, namun karya mereka belum diterbitkan, sebatas naskah sayembara, misalnya: Mikael Agus, Pengalaman Sejarah Manggarai (Motangrua melawan Imperialisme Belanda), 1973 (naskah 23 halaman); I. Berahi, Sejarah Peperangan di Manggarai Melawan Pemerintah Belanda, 1973 (naskah 5 halaman).

[3] Robert M.Z. Lawang, Stratifikasi Sosial di Cancar, Manggarai, Flores Barat (Jakarta: Universitas Indonesia, 1989).

[4] Dami N. Toda, Manggarai Mencari Pencerahan Histriografi (Ende: Nusa Indah, 1999).

[5] Antony Bagul Dagur, Kebudayaan Manggarai Sebagai Salah Satu Khasanah Kebudayaan Nasional (Surabaya: Ubhara Press, 1997).

[6] Ada banyak penulis nasional yang membahas Manggarai tersebar di banyak publikasi misalnya: Konetjaraningrat “Manggarai” in Frank M Lebar (ed.), Ethnic Groups of Insular Southeast Asia (New Haven: Human Relations Area File Press, Vol. 1:81-83); Laporan Penelitian Arkeologi Warloka, Kabupaten Manggarai, Flores No. 30 (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1984).

[7] Cicero, lengkapnya: Marcus Tullius Cicero, lahir 3 Januari 106 SM dan meninggal 7 Desember 43 SM. Ia adalah filsuf, orator yang memiliki keterampilan handal dalam retorika, pengacara, penulis dan negarawan Romawi kuno. Ia dikenal sebagai ahli pidato Latin dan ahli gaya prosa. Karya filsafatnya sangat terkenal dan berpengaruh, di antaranya tertuang dalam pidato-pidatonya yang berjumlah 57 tulisan, selain 17 fragmennya yang lain. Kemudian karya-karya filsafat, retorika, dan surat-surat tercatat berjumlah ± 800 buah dan tersimpan baik hingga saat ini. Pada sumber lain tercatat bahwa pada Juli 43 SM, lebih dari 900 tulisan diselamatkan, 835 ditulis oleh Cicero sendiri, 416 dialamatkan kepada sahabatnya, seorang ksatria bernama Pomponius Atticus, dan 419 kepada 94 orang lain, baik kerabat maupun kenalannya. Untuk perluasan lihat: Howard Jones, Master Tully: Cicero in Tudor England (Nieuwkoop: De Graaf, 1998);  Neal Wood, Cicero's Social and Political Thought (New York: University of California, 1991).

[8] Pius Pandor, Ex Latina Claritas (Jakarta: Obor, 2010), hal. 96.

[9] Doroteus Hemo, Sejarah Daerah Manggarai (Ruteng, 1988).

[10] Pola Penguasaan Pemilikan Tanah dan Penggunaan Tanah Secara Tradisional Daerah Nusa Tenggara Timur, (Kupang: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Sejarah dan Nilai Tradsional Proyek Inventarisasi dan Pembinaan Nilai-nilai Budaya Daerah, 1990).

[11] Doroteus Hemo, Ungkapan bahasa Daerah Manggarai Provinsi NTT (Kupang, 1990).