Kanisius Teobaldus Deki
Dosen STKIP Santu Paulus
Laki-laki itu berjalan santai
ditemani istrinya. Ia melempar senyuman ketika saya menyapanya. Ia ramah.
Tatkala mendekati tempat saya berdiri, lelaki itu bertanya: “Nana berasal dari mana?” Nana adalah panggilan kesayangan orang
Manggarai untuk pemuda. “Saya dari Tenda Opa”, jawab saya. Spontan lelaki itu
memeluk saya. “Sebentar kita harus bicara”, pesannya. Beliau diundang untuk
mengikuti acara bedah buku kami dalam rangka 100 tahun Gereja Katolik Manggarai
yang dilangsungkan di Universitas Atmajaya Jakarta.
Lelaki itu adalah Rufinus Lahur yang banyak
hidupnya dibaktikan pada Centre for Strategic and International Studies (CSIS).
Sebuah lembaga kajian yang kerap dinilai sebagai think-thank kekuatan rejim Orde Baru. Opa Rufinus, demikian biasa
disapa telah pergi meninggalkan orang-orang yang dilayaninya pada 26 Desember
2017.
Tulisan
ini lebih sebagai sebuah obituary, yang sudah jelas sangat tidak lengkap dan
fragmentaris. Sebuah upaya yang tentu tak sebanding dengan kebesaran seorang
cendikia, pengajar dan peneliti lembaga beken seperti CSIS pun Universitas Bina
Nusantara. Lebih sebagai tuturan memorial yang tak seberapa mendalam karena
pertemuan dengan Opa Rufinus Lahur baru berlangsung 3-4 tahun belakangan ini.
Walau begitu, perjumpaan itu sangat bermakna dan membekas.
Bersama Opa Rufinus saat bedah buku "Gereja Menyapa Manggarai"
30
Tahun berkarya di CSIS
Nama
besar CSIS sudah lama terpatri di sanubari para peneliti social, politik,
ekonomi dan budaya. Analisis-analisis yang mereka kembangkan sangat menohok
jantung ideology pembangunan bangsa ini. Tokoh-tokoh penting bangsa ini
mendapat input berharga sebagai out put kajian mereka. Melalui jurnal
mereka, Analisis CSIS, dibentangkan
analisis pada bidang Politik & Hubungan Internasional,
Perdagangan dan Ekonomi, Pertumbuhan Ekonomi, Kebijakan Fiskal dan Ekonomi.
Tokoh-tokoh seperti Ali Moertopo, Soedjono Humardhani, Harry Tjan Silalahi dan
Daoed Joesoef di masa lalu dapat diketahui melalui jurnal ini. Salah satu orang
yang berada di belakang layar degup jantung perjalanan CSIS yang dibangun 1971
adalah Drs. Rufinus Lahur.
Selama
30 tahun hidupnya ia berkantor dalam ruang-ruang gedung CSIS hingga pernah
memimpin Departemen Sosial Budaya, Direktur Adminsitrasi dan editor Jurnal
Analisis CSIS. Artikel-artikelnya mengisi Jurnal
Analisis CSIS. Jurnal yang bernas memukau, menjadi salah satu referensi
terpercaya bagi Negara-negara luar. Itulah sebabnya, jika menyambangi
perpustakaan terkenal di mancanegara, artikel dari jurnal Analisis CSIS juga
mengisi rak-rak perpustakaan mereka.
Kaum
Muda dan Organisasi
Ada
begitu banyak ulasan Rufinus yang tersebar di jurnal Analisis CSIS yang
menunjukkan kepiwaian Rufinus sebagai seorang cendekia. Ulasan-ulasan itu
membentang dari masalah geopolitik pembangunan hingga ideology yang
menaunginya. Namun ada focus yang tak bisa dihindari dari eksistensi seorang
Rufinus yakni tentang pemuda. Tulisannya bersama J. Babari berjudul “Pemuda dan
Masa Depan” diterbitkan oleh CSIS di Jakarta tahun 1987. Buku yang tebal
halamannya 225 helai ini merupakan bunga rampai karangan para penulis mengenai
pemuda. Nama-nama beken seperti Mr. Sunario Roeslan Abdulgani, Daoed Joesoef,
Abdurrachman Surjomihardjo, dan masih banyak nama yang dapat dideret, dapat
dibaca dalam sajian yang lugas dan menarik.
Kaum
muda dalam pandangan Rufinus adalah generasi enerjik. Generasi yang memiliki
kemauan, tekad sekaligus tindakan. Refleksi kritis nan cerdas tentang kehidupan
bermetamorfosis pada perilaku dan aksi. Ada dialektika yang seimbang antara
aktivitas berpikir dan usaha untuk mengejawantahkannya pada kehidupan. Karena
itu, harus ada usaha untuk membina diri, mengembangkan segala potensi dan
memperkuat komitmen pada diri orang muda itu. Wadah yang paling cocok adalah
berorganisasi. Melalui organisasi kaum muda dilatih untuk mengenal diri,
memiliki tujuan, melatih kedisiplinan, bekerja sama, memiliki kepekaan rasa.
Hal
ini bukan sekedar ide pada dirinya. Rufinus adalah pribadi yang terbentuk
melalui organisasi. Entah intrakampus seperti Senat Mahasiswa maupun
ekstrakampus seperti Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI),
Pemuda Katolik dan Front Katolik. Pada skala nasional menjadi anggota Dewan
Pimpinan Pusat Pemuda Katolik (1963-1967) dan Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat
Pemuda Katolik (1967-1970). Seakan linear dengan keaktifannya di organisasi,
pada tahun 1967-1970, Rufinus didapuk menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat
Gotong Royong.
Bersama
rekan seperjuangannya, Richardus Djokopranoto dan FX Oerip Soedjoed mereka
mengedit buku yang berjudul “Memoar
Alumni Pemuda Katolik-Rangkaian Pengalaman dan Refleksi”, diterbitkan oleh
Penerbit Obor tahun 2010. Sebuah buku yang bukan saja menggelar lintasan
perjalanan perjuangan mereka di Pemuda Katolik, tapi lebih dari itu,
menginspirasi generasi muda untuk menjejaki langkah perjuangan yang sama.
Di
masa pensiunnya, Rufinus mengabdi pada Yayasan Universitas Bina Nusantara
sekaligus sebagai seorang pengajar di sana. Dari tuturan duka para mantan
mahasiswanya diketahui bahwa Rufinus adalah seorang pengajar yang tidak saja
brilian, tetapi juga mau belajar dari orang-orang yang diasuhnya. Seorang
pribadi yang banyak tahu tetapi rendah hati, penuh pengalaman tetapi membaginya
dalam kerelaan.
Kampung Tenda tahun 1922
Rindu
Kampung Halaman
Rufinus
lahir pada 15 Juli 1938. Selepas menamatkan sekolahnya di Sekolah Rakyat (SR),
Rufinus berpindah tempat untuk menuntut ilmu yang lebih tinggi: di Timor, Ende,
Sulawesi Utara dan Malang. Bahkan di Sulawesi Utara aneka kesulitan
dihadapinya, persis bersamaan dengan pemberontakkan politik Perjuangan Semesta
yang berkecamuk antara 1957-1960. Opa Rufinus berkisah betapa peliknya keluar
dari pergolakan politik itu dan hijrah ke Malang.
Di
Malang Opa Rufinus mempersunting kekasih hatinya, membangun bahtera rumah
tangga. Dari Malang perjalanan kehidupan membawanya ke Jakarta hingga akhir
hayatnya. Ada kerinduan yang membuncah untuk membangun kembali kampung
halamannya: Tenda, kampung di kaki gugusan pegunungan Mandosawu. Acapkali jika
ada kesempatan, Opa Rufinus kembali ke kampung, membangun kembali relasi yang
sempat putus, menciptakan ruang diskusi tentang masa depan dan menumbuhkan
kembali symbol-simbol budaya dalam bentuk material seperti rumah adat.
Tahun
2013 panitia pembangunan rumah adat Gendang Tenda mulai dibesut. Panitia
dibentuk dengan komposisi seturut organisasi modern. Opa Rufinus sangat
terenyuh saat kami mempresentasikan rencana pembangunan itu di rumahnya 12
April 2015. Tak segan-segan Opa Rufinus membantu panitia dengan jumlah dana yang
cukup besar. Sebuah pilihan untuk mendukung persatuan dan kesatuan masyarakat
Tenda yang terbelah oleh pilihan politis yang berbeda. Sejak rumah adat itu
dibangun, rasa persatuan dan kesatuan itu kembali terwujud. Ada kekompakkan dan
komitmen untuk membentuk Tenda Baru yang bersaudara, maju dan sejahtera.
Bersama
istrinya, opa Rufinus memenuhi kerinduannya dengan mengunjungi rumah
tradisional Manggarai di Wae Rebo, menjumpai sawah Lodok di Cancar dan aneka
keindahan Manggarai yang tidak saja menimbulkan decak kagum tapi juga menciptakan
kerinduan abadi.
Tahun
2016 adalah pertemuan kami terakhir kalinya di Hotel Sindha. Saya melaporkan
perkembangan pembangunan sebagai Ketua Panitia. Opa Rufinus memberikan
apresiasi dengan melaju ke diskusi soal bagaimana menata kembali ekonomi
masyarakat perkotaan. “Sesudah rumah adat selesai, mari kita mengembalikan
kejayaan kota kita. Mari kita mengembangkan lingko-lingko
(kebun komunal masyarakat adat) dengan perspektif baru”, pesannya.
Rupanya
diskusi itu menjadi titik mulai baru. Sebuah perjuangan membentuk kota Ruteng
yang tidak hanya maju, tetapi juga dicintai oleh pemiliknya. Efeknya jelas:
selalu rindu padanya jika berada di tempat yang jauh. Sayangnya, kerinduan Opa
Rufinus untuk kembali menyaksikan rumah adat yang telah purna, kandas diganjal
usia. Namun cintanya tetap membara untuk Tenda yang baru, kota Ruteng yang
layak dirindukan dan dibanggakan tak pernah sirna. Selamat jalan opa Rufinus,
kami akan selalu mengenangmu melalui perjuangan untuk mewujudkan impianmu untuk
kami!
Rumah adat Gendang Tenda sedang dibangun.