Content

Sunday 21 October 2018

Bahasa Manggarai

 Kata bahasa Manggarai "dureng" yang dimasukkan sebagai kata bahasa Indonesia. Foto: putracongkasae.wordpress.com

Oleh: Kanisius Teobaldus Deki

Ada beberapa orang yang secara khusus memublikasikan karya tulis khusus tentang bahasa Manggarai.[1] Freijss pada tahun 1856 menulis beberapa kosa kata Manggarai. Pada tahun 1940, sesudah kedatangan Belanda, Pater A. Burger juga melakukan hal yang sama dengan menulis artikel etnografi dengan memfokuskan diri pada gramatikal dan beberapa term dalam bahasa Manggarai. Sejak tahun 1917, secara terus menerus para misionaris Katolik melakukan pencatatan kosa kata dalam bahasa Manggarai. Nama-nama seperti Pater Dorn, Th. Koning, N. Bot dan P. Vostermans. P. Verheijen sendiri, melakukan hal yang sama sejak tahun 1937, secara reguler mengumpulkan teks-teks tentang kehidupan orang Manggarai. 

Nama-nama tempat di Manggarai sudah lama diketahui melalui artikel Braam Morris.[2] Nama-nama itu kemudian dibandingkan dengan naskah lontar Bima[3] memiliki kemiripan dan kesamaan. Bahkan nama-nama itu, sebagian besar, tetap dipakai sampai saat ini.

P. Vitalis Djebarus SVD melakukan studi khusus tentang bahasa Manggarai.[4] Dalam publikasi terbatasnya, secara khusus dijelaskan tentang tata bahasa Manggarai, yakni suatu himpunan dari patokan-patokan dalam stuktur bahasa. Stuktur bahasa itu meliputi bidang-bidang tata bunyi, tata bentuk, tata kata, dan tata kalimat serta tata makna. Dengan kata lain, mengikuti Keraf, bahasa meliputi bidang-bidang fonologi, morfologi, dan sintaksis.[5] Dari kajian Djebarus diketahui, bahwa alat analisis tata bahasa tradisional Manggarai dapat mendasarkan dirinya pada kaidah bahasa lain terutama Yunani, Romawi, dan Latin, khususnya berciri bahasa deklinatif, yaitu yang perubahan katanya menunjukkan kategori, kasus, jumlah, atau jenisnya,[6] sedangkan bahasa Indonesia tergolong sebagai bahasa inflektif, yaitu perubahan bentuk katanya menunjukkan hubungan gramatikal.[7]
Bahasa Manggarai menjadi umum di Manggarai dan hampir dikuasai oleh semua Orang Manggarai dari berbagai wilayah. Bahasa ini sebenarnya digunakan oleh orang Manggarai dari wilayah bagian tengah. Meskipun bahasa Manggarai menjadi umum namun dua wilayah timur yakni Rongga dan Rembong memiliki bahasa yang khas dan berbeda dengan bahasa Manggarai. Menurut Fransiskus Xaverius Do KoO, pembagian bahasa di Manggarai dapat ditelusuri dari klasifikasi kata “tidak”.[8] Orang Manggarai tengah dan bahasa yang digunakan di wilayah ini disebut bahasa Toe. Orang Rongga dengan bahasa Rongga menggunakan bahasa Mbaen. Dan orang Rembong yang wilayahnya dekat dengan perbatasan dengan kabupaten Ngada menggunakan bahasa Pae.[9] Perbedaan yang paling menyolok dari ketiga jenis bahasa ini terletak dalam kosa kata, dialek dan konsonan-vokal yang dimiliki setiap bahasa.

Sedangkan di wilayah Timur, hampir semua kata yang digunakan sama dengan kosa kata yang dipakai di Manggarai tengah. Perbedaan yang cukup kentara terletak dalam dialek, sedangkan konsonan-vokal[10] tidak memiliki perbedaan yang menyolok. Verheijen melihat perbedaan itu dalam kekhususan yang dimiliki setiap bahasa.[11] Misalnya, bunyi [e] dalam suku akhir tertutup diganti dengan bunyi [o]. Kata temék dalam bahasa Manggarai Tengah [MT] menjadi temók dalam bahasa Manggarai Timur [MTi]. Di MT kita temukan pada akhir kata bunyi [-ng], di MTi terdapat [-n] misalnya: MTi: latun pada kata yang sama di MT: latung, maupun [-ng] MTi: lasen = MT: laseng.[12]  

Di Manggarai Barat [MB] lafal-lafal bunyi menyerupai bunyi-bunyi di MT. Perubahan terjadi para pronominal personal misalnya di MT: ami [kami], meu [kamu] menjadi hami, hemi di MB. Selain itu ada kosa kata yang berbeda, misalnya: ciri yang berarti jadi di MT dan kata yang sama diubah menjadi jiri di MB. Ada juga kata-kata pinjaman dari bahasa Bima seperti: bisa [pandai], daha [senjata], disa [berani], kani [pakaian], ngango [ribut], dsb.[13] Kata-kata ini tidak terdapat di MT dan MTi. Wilayah yang memiliki kekhususan bahasa di Manggarai Barat hanyalah Orang Komodo. Bahasa Komodo merupakan campuran antara bahasa Manggarai dan bahasa Bima. 

Verheijen dalam penelitiannya tentang bahasa Orang Komodo menampik anggapan Eiser [1931] yang menggabungkan bahasa Komodo ke wilayah bahasa Bima. Anggapan yang keliru ini kemudian masuk ke Ensiklopedi Indonesia [1955: II, 672, Peta Bahasa-bahasa]. Selain itu masih ada ahli yang mengelompokkan bahasa Komodo sebagai bahasa Bima, misalnya Salzner [1960].[14] Penelitian yang dibuat Verheijen menunjukkan bahwa bahasa orang Komodo merupakan gabungan antara bahasa Manggarai, Bima dan Bugis, Bajau, Makasar di Sulewesi Selatan.[15] Hal itu secara menyolok dapat dilihat dari sebagian kosa kata yang khas pada orang Komodo dan tidak terdapat pada daerah lainnya di Manggarai.



[1] Jilis Verheijen, Kamus Manggarai-Indonesia (Koninklijk Intituut Voor Taal-Land-En Volkenkunde: S-Gravenhage-Martinus Nijhoff, 1967), pp. IX-X.
[2] D.F. van Braam Morris, “Nota van toelicthing behoorende bij het contract gesloten met het Landschap Bima op den 20sten October 1886” dalam: TBG 34, 1891.
[3] Bdk. Henri Chambert-Loir dan Siti Maryam R. Salahudin, Bo’ Sangaji Kai-Catatan Kerajaan Bima (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1999), Bagian Lampiran IV.
[4] Bdk. Vitalis Djebarus, Tata Bahasa Manggarai (Ledalero, 1974).
[5] Goris Keraf, Tata Bahasa Indonesia (Ende: Nusa Indah, 1984), p. 27l
[6] Harimurti Kridalaksana, Tata bahasa Baku Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1984), p. 36.
[7] Ibid., p. 75.
[8] Fransiskus Xaverius Do KoO, “Jiwa Sesuai Paham Manggarai Asli dan Pergeseran Pengaruh Pandangan Kristiani”, Skripsi [Maumere: STFK Ledalero, 1984], p. 25.
[9] Uraian yang sangat memadai tentang bahasa Rembong secara khusus didalami oleh Jillis A. Verheijen, “Bahasa Rembong Jilid I dan II” Stensilan [Ruteng: Regio SVD Ruteng,  1978].
[10] Konsonan adalah bunyi bahasa yang diucapkan dalam keadaan selaput suara yang mungkin bergetar, mungkin tidak bergetar dan mungkin terjadi bunyi geser, letup, getar, spiran atau lateral. Sedangkan vokal adalah bunyi yang kita ucapkan dengan selaput suara bergetar, tanpa terjadi bunyi geser, letup, getar dan lateral di dalam rongga mulut. Zaidan Hendy, Bahasa dan Sastra Indonesia [Bandung: Bina Budhaya, 1985], pp. 54-55.
[11] Bdk. Jillis A. Verheijen, “Manggarai Text XIII: Dialek-dialek Manggarai Barat dan Timur” Stensilan [Ruteng 1978].
[12] Ibid, pp. 1429-1430.
[13] Jillis A. Verheijen, “Manggarai Text XII”, Stensilan [Ruteng: Provinsi SVD Ruteng, 1987], pp. 1263-1265.
[14] Jilis A. Verheijen, Pulau Komodo Tanah, Rakyat dan Bahasanya, Terjemahan: Achadiati Ikram [Jakarta: Balai Pustaka, 1987], p. 34.
[15] Ibid., pp. 56-59.

1 comment:

  1. Bagus, tulisan ini sangat membantu saya untuk mengetahui Ata Manggarai lebih dalam lagi

    ReplyDelete