Thursday 7 February 2019

Opa, Bangunlah...

In Memoriam Opa Teus (1)



Sepi, hening. Tirisan air hujan terus menetes. Seakan langit tak kehabisan stok. Udara dingin. Semilir angin menusuk pori2. Ruteng diselinuti rasa dingin yg sulit dilawan. Kabut terus membungkus kota ini. Seakan menunjukkan suasana buram yg sedang kami rasakan.

Tgl 24-26 Desember 2018 kami rayakan natal bersama opa oma dan adik yg datang dr Bali dan dua saudari dan keluarga mereka dalam rasa gembira. Penuh kehangatan dan cinta. Borong yg mendung menyambut kami dalam keceriaan.

Kebahagiaan itu dilanjutkan lagi di Ruteng tgl 27 opa oma dijemput. Keluarga besar berkumpul dalam acara Teing Hang leluhur. Opa baik2 saja. Semua keluarga besar berkumpul dalam kebahagiaan.
Kami menghiburnya dengan pesiar keliling kota. Setelah sekian lama di Borong, Opa hanya berdiam diri di rumah. Bersama cucunya Atenzs, kami menyempatkan diri menonton turnamen U-16 di Karot. Turnamen yg lembaga kami, Nusa Bunga Mandiri, selenggarakan. Opa bahagia. Terlihat dr ekspresi wajahnya.

Pada tgl 31 kami mengunjungi keluarga di Wesang. Hanya sejam dua jam. Lalu merayakan tahun baru bersama. Pkl. 20.00 opa beristirahat di rumah Tua Golo Tenda, adik ketiga opa.

Hawa dingin sulit dilawan opa oma. Tgl 1 Januari 2019 mereka diantar pulang ke rumah mereka di Borong. Siapa sangka pkl. 02.00 dini hari opa tidak sadarkan diri. Adik menelepon pkl. 03.00 setelah diantar ke Puskesmas Borong. Pkl. 05.00 dokter merujuk ke RS Dr. Ben Mboi. Opa tiba jam 06.30.

Pertarungan melawan maut. Opa kejang berkali2. Namun opa tetap bernafas meski sudah tak sadarkan diri. Karena tetap tidak sadar sy menelopon P. Hubert Muda SVD untuk menerima Sakramen Penguatan bagi Opa. Pater datang. Opa menerimanya disaksikan kami semua.

Saat sendiri bersama opa, ada dialog hening tanpa kata. Tuturan antara seorang anak dan bapak. Melampaui kembali semua waktu. Menjumpai kenangan2 indah di masa kecil. Tentang kebahagiaan yg datang dari seorang petarung handal. Seorang pahlawan yg tak kenal lelah bekerja membesarkan kami. Seorang pendiam yg bijaksana. Tak kenal marah. Tak mampu berbuat kejam. Seorang pemberani yg tak takut risiko bahkan saat perkelahian massal terjadi. Opa pelerai yang hebat dan begawan negosiator di tengah situasi konflik. Seorang pencinta dengan perbuatan kasih.

Kesendirian ini tanpa kata2. Hening yg tak terukur waktu. Desahan nafas opa dalam bantuan oksigen dan aneka selang. Pandangan yang tak pernah diharapkan! Opa bangunlah. Mari kita bercerita lagi. Membunuh hawa dingin dan melawan hujan yg tak mau berhenti. Opa bangunlah. Cucu-cucumu menanti engkau sehat lagi untuk bermain2 mengisi bab2 hidup mereka dengan kisahan bersamamu.

Kami sudah merasakan cintamu maksimal. Bangunlah untuk mereka yg masih kecil ini. Agar mereka sendiri berkisah ttg segalanya bersamamu, bukan lagi karena kami bercerita, tetapi karena mereka sendiri mengalaminya.


Opa, bangunlah...

Selesailah Sudah...

In Memoriam Opa Teus (2)




Setelah 10 hari tetap koma, akhirnya engkau menghembuskan nafas terakhir pada 11 Januari 2019. Cinta kami yang terbatas terlampaui cinta Tuhan yang telah memanggilmu pulang. Kami iklas Opa kendati harus kami akui kami masih membutuhkan dirimu.

Selesailah sudah penderitaanmu. Tidak ada lagi sakit dan penderitaan. Tiada lagi kecemasan, ketakutan dan air mata. Karena kini engkau kembali ke asalmu, Sang Khalik, Mori agu Ngaran.

Berbahagialah kini engkau di sana. Tetaplah menjadi penjaga dan penolong kami. Karena kami yakin engkau tak pernah jauh dari hidup kami.


Kami ucapkan banyak terima kasih utk segala kebaikan dari semua pihak: keluarga, para penutur torok, para imam, paramedis, sahabat, kerabat dan siapa saja yang telah berjasa terhadap kami sekekuarga. Kami tak dapat membalas semuanya. Semoga Tuhanlah yang membalas kebaikan itu. Kami juga mohon maaf apabila orang tua kami pernah melakukan kesalahan kepada siapa saja. Mohon dimaafkan. Tuhan bersama kita!

ALTECO DAN KEBAIKAN

In Memoriam Opa Teus (3)





Malam baru menjemput. Rasa penat sudah penuhi seluruh tubuh. Jiwa juga tak luput dari kelelahan. Maklum baru pulang kerja. Ingin sekali minum kopi panas atau coklat hangat. Sekedar menghalau segala keletihan sehari. Tiba-tiba hand phoneku berdering.

"Kaka, papa dalam keadaan bahaya", terdengar suara penuh ketergesaan dari penelepon. Saudari yang tinggal dengan papa mama.
"Papa salah mengobati mata orang kerja. Sekarang om itu tidak bisa melihat. Papa bukannya mengobati mata dengan obat mata melainkan lem Alteco yang kebetulan mirip", jelas saudari.


Saya terkejut seraya tercengang. Kelelahan langsung menjauh. Gawat ini. Lebih dari malpraktik. Bagaimana mungkin mata orang diobati menggunakan lem itu? Tentu dia tidak bisa melihat lagi.

"Apa yg harus kami lakukan sekarang?", tanya saudari meminta petunjuk.
"Panggil mantri Goris, larikan ke Puskesmas om itu", seruku sambil meminta untuk bertindak tepat dan cepat. Rupanya mereka lakukan dengan cepat.


Mantri Goris sigap. Bulu mata dan alis om itu dicukur. Perlahan-lahan mereka menggunakan cairan tertentu untuk mengurangi daya rekat lem Alteco. Setelah sekian lama berusaha akhirnya pengaruh lem hilang. Om itu bisa melihat lagi. Semua tersenyum bahagia. Ketegangan musnah. Ketakutan punah. Yang ada hanya tawa penuh pelepasan dan pembebasan. Papa jadi senang kembali.
Saya menelpon setelah peristiwa gawat darurat itu berakhir.

"Papa, kenapa buat begitu?", tanyaku.
"Ae, amang ini minta obat. Saya obat matanya dengan obat mata, ternyata saya keliru", jelas opa.


"Lain kali kalau mau bantu orang, papa teliti juga supaya tidak fatal. Maksud mau menolong eh ternyata membawa masalah yang lebih besar", kataku.
Saya mendengar opa tertawa kecil-kecil, opa pasti tersenyum.


****
Begitulah Opa. Selalu ingin berbuat baik bagi sesama. Suka menolong adalah sifat paling kentara. Kami tahu opa tidak jera berbuat baik walau mengalami ketegangan. Krisis berlalu, kami bahagia kembali.