Sunday 24 November 2019

NTT Butuh Pak Gubernur!


(sumber foto:www.tagar.id)

Kanisius Teobaldus Deki
Ketua Koperasi Kredit Kopkardios, Dosen STIE Karya Ruteng

Berita tentang keberangkatan Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat ke Jakarta pada 18 Oktober 2019 sungguh menggoncangkan NTT. Berita itu berisi pesan harapan: ada kemungkinan Pak Viktor dipilih presiden Jokowi untuk menjadi salah satu pembantunya sebagai menteri. Pada tanggal 17 Oktober 2019, sehari sebelum beliau berangkat ke Jakarta memenuhi undangan presiden Jokowi, tepat pkl. 10.00 pagi, bertempat di Hotel Sylvia Premier, kami bertemu dengan Pak Viktor dalam rangka seminar nasional memeringati Hari Credit Union (Koperasi Kredit) sedunia ke-71.

Dalam kesempatan ini, Pak Viktor berbicara dalam durasi yang cukup lama, lebih dari sejam. Beliau menyampaikan persoalan-persoalan NTT yang dipetakan dalam lima bidang utama: Sumber daya pemimpin NTT yang masih lemah, pengelolaan pembangunan yang minim biaya, sumber daya dan potensi ekonomi yang belum maksimal dikelola, persoalan sosial seperti kasus pencurian massal yang belum sepenuhnya teratasi dan peran serta semua parapihak (stakeholder) pembangunan yang belum bersinergi.

Artikel ini, walau agak telat dipublikasikan, merupakan sebuah catatan instrospeksi atas wacana yang berkembang selama beberapa hari ini dalam euphoria gegap gempita pemilihan dan pelantikan para menteri Kabinet Indonesia Maju. Ada sejumlah pihak yang memandang absennya nama Pak Viktor dalam daftar menteri merupakan sebuah malum (kemalangan) bagi NTT dalam parade hingar bingar obsesi kekuasaan yang melanda semua level di republik ini. Sebaliknya, ada juga suara-suara optimis tentang peristiwa itu sebagai berkah bagi NTT untuk terus melanjutkan pembangunan yang sudah diretasnya.

Membangun dari keruntuhan

NTT di era Gubernur Ben Mboi merupakan sebuah provinsi yang cepat lepas dari kungkungan kemiskinan dengan munculnya program swasemabada beras. Pada era ini, Manggarai menjadi salah satu lumbung padi yang mampu menyuplai beras ke kawasan lain di NTT. Kopi, cengkeh, coklat, kemiri, asam, jagung, kacang-kacangan, kopra, jambu mente dan hampir semua jenis komoditi pertanian dari semua kabupaten dijual dengan harga yang menguntungkan petani. Pertumbuhan ekonomi menanjak naik. Riak-riak NTT sebagai sebuah kabupaten yang mandiri perlahan-lahan terlihat.

Era selanjutnya adalah kisah-kisah kegetiran. Angka ketergantungan NTT pada pusat makin tinggi dan bertahan kokoh pada ketergantungan penuh. Prosentase APBD NTT lebih besar dibiayai oleh pusat ketimbang hasil pendapatan asli daerah (PAD). Ini menunjukkan betapa NTT kembali runtuh sebagai sebuah entitas kemajuan, apalagi kemakmuran.

Di segala aspek kehidupan, ada litany panjang tak terbantahkan yang menggambarkan secara gamblang tentang keruntuhan di segala bidang kehidupan. Jumlah pengangguran terbuka sangat besar persis saat kita mengalami surplus demografi dengan angka usia produktif yang besar. Anak-anak NTT harus mencari kerja di luar negeri dan dikembalikan dalam peti-peti mati. Pun bekerja dalam negeri sendiri tetapi diperlakukan sama bejadnya oleh saudara-saudari sendiri. Masalah human trafficking menjadi menu harian dalam berita.

Di bidang ekonomi, pertumbuhan ekonomi belum maksimal. Banyak sektor ril belum digarap. Lahan-lahan kritis terbengkelai. NTT kekurangan air setiap tahun. Beras disuplai dari provinsi tetangga, juga mengharapkan bantuan beras raskin yang diimpor Negara dari Negara lain. Ketika masyarakat kekurangan pangan, stunting tak dapat dielakkan. Juga pelbagai penyakit ikutannya.

Extra ordinary way

Siapa bilang NTT ini miskin? NTT ini kaya. Lihatlah potensi-potensinya yang luar biasa, baik manusianya maupun sumber daya alamnya. Yang miskin adalah pemimpin-pemimpinnya. Mereka itu berjalan dalam rel kebiasaan yang sudah terlanjur salah namun masih terus diikutinya. Itulah yang disampaikan Pak Viktor dalam sebuah Rapat Koordinasi untuk para bupati dan pelaku usaha se-NTT di Hotel Ayana Labuan Bajo pada 10 Juni 2019. Saat itu saya juga hadir sebagai salah satu undangan atas nama lembaga keuangan mikro. Menurut pak Viktor, sebagai pemimpin di NTT, gubernur pun bupati ada dalam kemestian menemukan jalan luar biasa (extra ordinary way) untuk menyelesaikan masalah NTT.

Para pemimpin (gubernur dan bupati) menurut pak Viktor tidak lagi menjadi pemimpin yang “bodoh”, dalam artian hanya mengikuti petunjuk, penyelarasan dengan undang-undang atau peraturan yang berlaku (legal oriented), menjadi pemimpin adminsitratif, menjadi tukang lantik, tukang hadir acara. Sebagai pemimpin dia harus memikirkan usaha-usaha yang strategis untuk kemajuan daerahnya. Para bupati bertugas menemukan potensi daerahnya, mengembangkannya dan mengupayakan daerahnya mandiri dari produk-produknya. Dia juga pergi memperkenalkan produk-produk daerahnya ke manca Negara.

Harus ada rasa bersalah dan berdosa ketika program-program pembangunan tidak mencapai target. Kiblat dunia usaha sudah seharusnya diadaptasi ke dalam pola kinerja birokrasi. Modal sebagai investasi harus berorientasi pada keuntungan. Kritik pak Viktor pada pelaksanaan pembangunan hanya sebatas pada sudah dilaksanakannya program merupakan pola berulang (leit motiv) yang salah. Ironinya dapat, sudah salah terus menerus dilakukan pula. Semacam ada kesengajaan, bagaimana hasilnya urusan kemudian. Sebuah tindakan tanpa pertanggungjawaban moral.

Ide yang sering diungkapkan gubernur tentang produk lokal dan pemboikotan produk luar NTT sebenarnya ingin menegaskan NTT harus mampu menghasilkan produk sendiri, dipakai sendiri dan keuntungannya untuk pembangunan dan kesejahteraan NTT. Ide ini berkaitan erat dengan pilihan arah pembangunan NTT dengan menempatkan pariwisata sebagai leading sector pembangunan. Komodo sebagai salah satu asset NTT harus dikelola maksimal. Dibutuhkan startegi-strategi baru pengelolaan atasnya agar keuntungan dapat didulang untuk membiayai pembangunan NTT. Pinjaman-pinjaman luar dari pihak ketiga dibutuhkan untuk mempercapat penyelesaian infrastruktur jalan provinsi.

Inilah konsep-konsep yang sudah dinyatakan pak Viktor sebagai cara baru mengatasi problem NTT. Konsep yang lahir dari kecintaan yang sangat besar untuk daerah ini. Karenanya, NTT butuh implementator yang mengubah kata-kata ini menjadi kenyataan. Menurut hemat saya, pak Viktor adalah orang yang tepat untuk melanjutkan apa yang sudah dimulai. NTT butuh pak Viktor untuk maju dan sejahtera!

(Dipublikasikan pertama oleh: www.beritaflores.com, edisi: Minggu, 24 November 2019)

Kopkardios Membangun Ekonomi Manggarai Timur





Kanisius Teobaldus Deki
Ketua KSP Kopdit Kopkardios, Dosen STIE Karya

Pada 23 November 2019 kemarin, Manggarai Timur merayakan HUT berdirinya yang ke-12. Kabupaten yang masih belia ini lahir berdasarkan Undang Undang Nomor 36 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Manggarai Timur di Provinsi Nusa Tenggara Timur yang disahkan pada tanggal 17 Juli 2007. Sebuah kenyataan yang menjadi kerinduan banyak pihak. Setelah sekian lama menjadi sebuah daerah otonomi khusus, kabupaten ini terus berusaha mewujudkan impian masyarakatnya menjadi sebuah daerah yang sejahtera dalam semua aspek kehidupan. Hal ini memang menjadi kerinduan esensial semua manusia. Kerinduan dasariah yang terus memicu semua pihak untuk berjuang, baik sebagai individu maupun sebagai komunitas.

Salah satu tonggak penting yang bisa merealisasikan visi pembangunan adalah ketersediaan modal yang cukup. Sampai sejauh ini, salah satu modal utama pembangunan daerah adalah APBD kabupaten, di samping modal swasta dan modal-modal lembaga keuangan. Tahun 2020, Manggarai Timur akan memeroleh Rp. 1,03 triliun untuk membiayai program pembagunannya. Kendati modal itu tidak diberikan kepada masyarakat secara tunai, tetapi melalui program pembangunan, namun dana sebesar itu akhirnya berputar di tengah masyarakat dengan berbagai cara yang legal.

Modal lembaga keuangan yang membiayai usaha dan pelbagai kebutuhan masyarakat terus menjadi salah satu daya dorong bagi terciptanya masyarakat yang secara ekonomi terus bertumbuh. Koperasi Kredit (Kopdit) Kopkardios ikut dalam arus besar membangun daya yang sama dalam pembangunan masyarakat Manggarai Timur.

Artikel ini lahir dari keceriaan akan bertumbuh dan berkembangnya lembaga keuangan mikro ini di Manggarai Timur dan sebuah prolog bagi pembukaan kantor cabang baru pada Senin, 25 November 2019 di Borong, manggarai Timur.

Terlahir dari Keprihatinan

Catatan Badan Pusat Statistik 2019 memperlihatkan persantase penduduk miskin pada Maret 2019 di Indonesia sebesar 9,41%. Itu berarti jumlah penduduk miskin di Indonesia per Maret 2019 sebesar 25,14 juta orang. Jumlah yang masih cukup banyak untuk sekian ratus penduduk Indonesia.
Bila ditilik dari dari Garis Kemiskinan pada Maret 2019 tercatat sebesar Rp. 425.250,-/kapita/bulan. Komposisinya terdiri atas Garis Kemiskinan Makanan sebesar Rp.313.232,- (73,66 persen) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan sebesar Rp112.018,- (26,34 persen). Masih ditahun ini, pada Maret 2019, secara rata-rata rumah tangga miskin di Indonesia memiliki 4,68 orang anggota rumah tangga. Dengan demikian, besarnya Garis Kemiskinan per rumah tangga miskin secara rata-rata adalah sebesar Rp1.990.170,-/rumah tangga miskin/bulan.

BPS Kabupaten Manggarai Timur memperlihatkan data jumlah penduduk tahun 2017 sebanyak 280.118 jiwa. Penduduk yang terhitung miskin sebanyak 74.850 jiwa dengan Garis Kemiskinan Rp. 255.530 dan Indeks Kedalaman kemiskinan 4,39 pada tahun 2017. Dari total penduduk kabupaten ini, ada 26,7% penduduk Manggarai Timur terhitung penduduk miskin. Angka yang tidak sedikit!

Angka-angka ini mempresentasikan kepada kita kenyataan masih banyaknya penduduk yang berada dalam lingkaran kemiskinan akut dan harus dibebaskan. Salah satu masalah dasar yang substantive adalah peredaran uang yang masih minim, yang salah satu sebabnya adalah pertumbuhan usaha ril belum menjadi focus pemerintah dan masyarakat. Belum lagi capital flying yang disebabkan penerima APBD dalam bentuk belanja pegawai (gaji) yang masih tinggal di luar kabupaten ini.

Kopkardios Membangun Manggarai Timur

Keprihatinan terus bertambahnya angka kemiskinan membuat Kopkardios memiliki komitmen untuk melayani anggotanya di Manggarai Timur. Tekad lembaga ini adalah Kopdit Kopkardios berpartisipasi aktif dalam mendongkrak gerak laju pertumbuhan ekonomi rakyat Manggarai Timur. 

Sejak tahun 2008, Kopdit Kopkardios hadir di Paroki Mano dalam dampingan Rm. Agustinus Agung Pr dengan jumlah anggota per 31 Desember 2018 sebanyak 446 orang. Tahun 2010 memperluas wilayah pelayanan ke paroki Nanga Lanang dan Tanggar. Di Nanga Lanang ada tiga tempat pelayanan yakni di Nanga Lanang 559 orang, Kawit 116 orang dan Lidi 32 orang. Total jumlah anggota di paroki ini sebanyak 707 orang.
Paroki yang berdekatan dengan Mano didatangi oleh Kopkardios tahun 2010. Paroki ini memunyai 3 tempat pelayanan, Tanggar 112 orang, Lento 99 orang dan Nggari 287 orang, totalnya berjumlah 498 orang.

Tahun 2012 Kopdit Kopkardios menyambangi wilayah paroki Mbata dengan 46 orang anggotanya dan paroki Colol tersebar dalam 4 kelompok antara lain, Tangkul 320 orang, Biting Welu 136 orang, Wangkar Weli 62 orang dan Ngkiong Dora 36 orang.  Total anggota di sini adalah 554 orang. Selanjutnya, ke paroki Lempang Paji, terdapat 3 kelompok pelayanan, Lempang Paji 127 orang, Toang 132 orang dan Mboeng 195 orang.
Sadar bahwa beberapa tempat merupakan one way ticket, selalu dilewati di jalur itu, maka Kopdit ini memulai pelayanan di paroki Watu Nggong tahun 2013 dengan jumlah anggota 34 orang. Tahun yang sama di paroki Sok sebanyak 70 orang di Golo Mongkok dan 28 orang di Purang Mese.

Efek domino dari pelayanan di Lempang Paji selain Watu Nggong adalah Elar yang dibuka tahun 2014 dengan mendaftarnya 288 orang menjadi anggota. Demikian halnya, kampung Rama di paroki Sita dengan 126 orang anggota yang potensial. Lalu, focus kemudian diarahkan ke paroki Borong, tahun 2015, dengan permulaan yang cukup meyakinkan di Lodos, dimulai oleh Stanis L. Lelo dengan 42 orang anggota.

Jadi, terdapat 10 paroki yang sudah memiliki tempat pelayanan tetap Kopdit Kopkardios. Jika wilayah ini dimasukkan ke dalam area administratisf kecamatan maka diperoleh persebarannya dalam 7 kecamatan: kecamatan Poco Ranaka (Mano, Tanggar), Poco Ranaka Timur (Colo), Sambi Rampas (Watu Nggong), Elar (Elar dan Lempang Paji), Rana Mese (Sita, Nanga Lanang, Lidi, Kawit, Rama), Borong (Borong, Lodos) dan Kota Komba (Mbata). Masih ada 2 wilayah kecamatan yang masih menjadi agenda untuk dilayani.

Per 31 Desember 2018, jumlah anggota Kopdit Kopkardios di Manggarai timur sebanyak 3.293 orang atau menyumbang 29,63% bagi total anggota Kopkardios. Angka ini terus bertambah. Per 31 Oktober 2019, terdapat penambahan 317 orang anggota baru sehingga total anggota Manggarai Timur sebanyak 3.597 orang.

Tentu jumlah ini tidaklah sebanding dengan jumlah penduduk miskin yang berada di angka 74.850! Namun, bukankah langkah ke 1.000 dimulai dari langkah pertama? Dengan lembaga ini memberikan kontribusi bagi modal usaha dan pemenuhan kebutuhan dasar (basic needs) setiap anggotanya, ia ikut serta membangun kabupaten tercinta ini mengurangi angka kemiskinan dan membawa masyarakat ke rumah sejahtera. Sebuah perjalanan yang seharusnya mendapat simpati banyak pihak dan ikut serta di dalamnya.***


(Dipublikasikan pertama oleh:www.floressmart.com, edisi: Minggu, 24 November 2019)

Friday 15 November 2019

Habemus Episcopum Novum!


Kanisius Teobaldus Deki
Penulis Buku 100 Tahun Paroki Katedral Ruteng, Dosen STIE Karya


 Romo Siprianus Hormat Pr (Sumber foto: Istimewa)

Kita telah memiliki uskup baru! Itulah berita menggembirakan dari Vatikan kepada Gereja Keuskupan Ruteng pada Rabu, 13 November 2019. Berita ini telah ditunggu-tunggu kedatangannya. Hal itu memang beralasan. Uskup Ruteng Mgr. Hubertus Leteng mengundurkan diri pada 11 Oktober 2017. Meski Keuskupan Ruteng tak sempat mengalami Sede Vacante (tahta lowong) karena langsung diisi oleh Mgr. Silvester San sebagai Administrator Apostolik, namun kerinduan umat untuk memiliki seorang uskup purna terus membuncah.

Pada Rabu, 13 Novmber 2019, pkl. 18.30, di Gereja Katedral Ruteng umat penuh sesak untuk mendengar berita pengangkatan Uskup Ruteng yang baru oleh Paus Fransiskus melalui Duta Vatikan di Indonesia. Dengan surat pengumuman nomor 1390/2019, Romo Siprianus Hormat Pr, Sekretaris Eksekutif KWI, dipilih oleh Bapa Suci menjadi Uskup Ruteng yang baru. Berita ini memantik tepuk tangan yang membahana dalam gereja ini. Para imam, biarawan-biarawati dan umat yang hadir bergembira ria.
Artikel ini lebih merupakan sebuah luapan kegembiraan akan terpilihnya seorang uskup bagi Keuskupan Ruteng yang selama ini dalam penantian panjang. Sebuah catatan reflektif akan peran penting lagi strategis seorang uskup bagi pelayanan umat yang dipercayakan kepadanya.

Rekonsiliasi

Pengunduran diri Mgr. Hubertus Leteng pada 11 Oktober 2017 bukanlah kenyataan tanpa konflik. Kala itu sangat jelas pada pelbagai level, baik di kalangan klerus maupun umat, tak terhindarkan pro kontra, saling menuduh dan menyerang dalam pewacanaan peristiwa yang terjadi. Pertanyaan yang terus diajukan kala itu, benarkah hal itu terjadi? Pertanyaan tunggal yang sampai akhir tak mendapat jawaban dari Vatikan demi kebaikan bersama (pro bonum commune) seluruh gereja. Bisa jadi menurut Vatikan, fakta keterpecahan yang tak berkesudahan dapat menjadi penghambat latent bagi pembangunan kembali gereja Keuskupan ini dari keruntuhannya.

Tugas mahaberat bagi Mgr. Sipri Hormat, yang bisa dibilang semacam “Urbi et Orbi” Paus, adalah memaklumkan perlunya rekonsiliasi sebagai langkah awal membangun kembali keuskupan Ruteng. Rekonsiliasi adalah sebuah gerak kesadaran akan kelemahan dan kesalahan masing-masing pihak yang berkonflik, seraya membuka ruang untuk saling mengampuni. Ia adalah sebuah jalan untuk kembali saling menerima dan percaya satu sama lain. Buah rekonsiliasi ini adalah terciptanya kembali komunitas yang harmonis dan berdaya sehingga kehidupan kembali ditempatkan dalam rel injili untuk saling berbagi kasih tanpa syarat (Mat 5:46).

Tentu sebuah rekonsiliasi yang sejati akan terlahir dari kerendahan hati untuk saling menerima satu sama lain tanpa prasangka, apalagi dendam. Sebuah pengampunan mutlak tanpa batas (Mat 18:21-22).Tujuan besarnya adalah agar Keuskupan Ruteng kembali menjadi pelayan yang baik bagi semua pihak, khususnya umat. Sebagai keuskupan dengan jumlah umat terbanyak di Indonesia, saatnya keuskupan ini di bawah Gembala baru, bekerja lagi, menumbuhkan kemitraan yang egaliter dengan semua pihak, merajut kembali kerja sama dengan semua elemen sehingga kerajaan Allah menjadi nyata di tengah dunia.

Tanda Harapan

Peran Gereja sangat sentral untuk menghadirkan dan mengajarkan nilai-nilai moral. Tugas utama seorang uskup sebagai pengganti Kristus dan para rasul adalah menjadi imam, nabi dan raja. Melalui tugas keimamam, oleh sakramen-sakramen gereja seorang uskup bertugas menguduskan dunia beserta isinya. Sebagai nabi, dia mewartakan kebenaran, berani dengan tegas dan tanpa kompromi menyatakan benar sebagai benar dan salah sebagai salah. Sebagai raja, dia adalah seorang pemimpin yang memiliki visi ke depan, bijaksana dan penuh perhatian terhadap orang-orang yang menjadi tanggung jawabnya, khususnya yang lemah dan tak berdaya (Mat 25:40).

Dokumen Konsili Vatikan II, khususnya Konstitusi Pastoral Gaudium et Spes artikel 1 menulis: “Kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan orang-orang zaman sekarang, terutama kaum miskin dan siapa saja yang menderita, merupakan kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan pada murid Kristus juga.” Rumusan ini menjadi sebuah imperative moral bagi uskup dan segenap anggota gereja untuk menjadi pembawa kabar baik sekaligus pelaku dari kabar baik itu.

Uskup oleh rahmat tahbisan dapat memimpin umat yang dipercayakan kepadanya kepada sebuah keniscayaan hadirnya komunitas kasih di tengah dunia. Komunitas manusia yang memikul beban berat persoalan ekonomi, kehidupan sosial yang memiliki jurang terjal antara yang kaya dan miskin. Dunia yang ditandai ketidakadilan, korup, lingkungan hidup yang rusak, nilai-nilai moral yang tak berdaya menghadapi tantangan aktual, masalah kesehatan stunting dan penyakit menular seksual. Tak lupa, absennya perhatian terhadap sesama oleh karena terjangan individualisme yang mendera setiap pribadi dan kelompok masyarakat. Inilah medan baru bagi Bapa Uskup, ladang penggembalaan yang dipercayakan Kristus. Selamat datang dan menjadi tanda harapan bagi kami!


Dipublikasi pertama oleh: Harian Umum Pos Kupang, edisi Sabtu, 16 November 2019.

Wednesday 23 October 2019

P. Carolus Kale Bale, SVD: Pahlawan Kemanusiaan Manggarai





Foto: Perayaan Ekaristi Perdana P. Kale Bale SVD dan P. Gabriel Manek SVD di Ruteng. Sumber: KITVL-Leiden University.

Kanisius Teobaldus Deki
Penulis Buku 100 Tahun Paroki Katedral, Dosen STIE Karya Ruteng


Pater Kale lahir di Paga tahun 1914. Ia berasal dari keluarga campuran Sabu-Maumere. Dia merupakan anak pertama dari empat bersaudara. Ayahnya seorang polisi. Mereka bertumbuh dan berkembang dalam kehidupan bersahaja. Sebagai anak polisi dia mengikuti orangtuanya ke mana saja mereka pindah. Tidak banyak catatan tentang masa kecil dan pendidikan dasarnya. Saat itu seminari menengah hanya satu-satunya di Nusa Tenggara yakni di Sikka yang dimulai 2 Februari 1926. Seminari itu dipimpin oleh P. Cornelissen SVD. Dia mengenyam pendidikan di tempat itu pada 1927-1929. Selanjutnya, P. Kale melanjutkan pendidikan ke Seminari Yohanes Berchmans-Toda Belu Mataloko.

Pada 28 Januari 1941, Kale tercatat sebagai imam pribumi pertama dari Seminari Tinggi St. Paulus Ledalero bersama rekannya P. Gabriel Manek SVD. Mereka adalah panenan perdana dari seminari tinggi itu. Sebenarnya, ada dua angkatan pertama yang juga menjadi mahasiswa calon imam di panti itu: Lucas Lusi dan Niko Meak. Lucas Lusi kemudian menjadi imam projo Keuskupan Agung Ende ditahbiskan pada tahun 1944 oleh Mgr. Hendrikus Leven SVD. Sedangkan Niko Meak meninggal sebagai frater pada 30 November 1938.

Pater Kale pascatahbisan dibenum sebagai pastor di wilayah Maumere. Dia bertugas hampir di seluruh wilayah Maumere sampai Komandaru. Persis 15 Mei 1942 tiba-tiba berita sedih muncul. Semua misionaris Eropa diperintahkan untuk meninggalkan Indonesia. Pada 15 Juli 1942 terdapat 70 imam, 14 bruder dan 29 suster dibuang ke Pare-Pare oleh Jepang. Mereka hidup sengsara lara di tempat itu dan baru mengalami kemerdekaan setelah Jepang dinyatakan kalah.

Selama Jepang menjajah Indonesia itulah beberapa frater ditahbiskan sebelum waktunya: Yohanes Bala Letor dan R. Pedriko. P. Yan Bala, asal Koting-Maumere, diberi tugas untuk melayani umat di Manggarai.

Sesudah Indonesia merdeka, Pater Kale ditugaskan di Manggarai. P. Kale menjadi pastor paroki di Katedral tahun 1953. Ia melayani umat dengan sepenuh hati untuk semua aspek, bukan saja pelayanan sacramental tetapi juga memperhatikan aspek pendidikan, ekonomi dan sosial. Pater Kale mendirikan SDK Ruteng VI dan Panti Asuhan. “Setiap umat yang datang padanya selalu dilayani dengan baik. Mereka yang berkekurangan meminta uang dan diberikan. Dia tidak mau umat pulang dengan tangan kosong”, kesaksian seorang imam SVD tentang sosok P. Kale.


Berpikir Jauh ke Depan

Pater Kale menjadi salah satu tokoh kunci untuk pendidikan tinggi di Manggarai, khususnya dengan kehadiran lembaga Akademi Pendidikan Kateketik (APK) di Ruteng yang kemudian menjadi cikal bakal UKI Santu Paulus Ruteng.

Tatkala tahun 1959 lembaga pendidikan Kateketik hendak dibangun di tanah ulayat orang Tenda, Lingko Tubi, bersamaan dengan itu ada rencana polisi membangun asrama di tempat itu. Dengan sigap P. Kale dan tim kerjanya menjumpai tetua adat di Tenda. Dia meminta ijin untuk membeli tanah itu untuk kepentingan misi. Jadilah demikian, P. Kale membeli tanah-tanah dari pemiliknya masing-masing untuk menjadi tanah misi. Sebagai Vikaris Jenderal Keuskupan Ruteng, P. Kale membantu Mgr. Wilhelmus van Bekkum SVD dalam banyak urusan.

Usaha P. Kale tidak sia-sia. Tanah itu tidak dapat diganggu-gugat oleh siapapun sehingga menjadi tempat yang layak lagi legal untuk di atasnya dibangun rumah pendidikan tinggi yang menampung sebagian anak-anak bumi Manggarai pun Nusantara demi meraih masa depan yang lebih baik.

Kelak di kemudian hari, dia tidak hanya memperjuangkan ruang bagi bertumbuhnya generasi-generasi baru anak tanah Nuca Lale, lebih dari itu, dia mengangkat harkat dan martabat anak-anak yang tersingkir karena kehilangan orang tuanya.



Membangun Panti Asuhan

Teks Injil Lukas 11:27-28 sangat memberi pengaruh pada P. Kale. Dalam teks itu, seorang perempuan yang menjadi pendengar Yesus berteriak: "Berbahagialah ibu yang telah mengandung Engkau dan susu yang telah menyusui Engkau." Tetapi Ia berkata: "Yang berbahagia ialah mereka yang mendengarkan firman Allah dan yang memeliharanya." P. Kale sudah mengikuti Yesus dengan penuh kesetiaan. Ia bukan saja menjadi pendengar. Dia adalah pemelihara Sabda. Menimba kekuatan dari Sabda dan menjalankannya dalam kehidupan kongkrit.

Di bagian lain, kisah tentang pengadilan terakhir injil Mateus 25:35-40, sangat menginspirasi P. Kale sehingga kemudian dia mendirikan panti asuhan bagi masyarakat yang membutuhkan pertolongannya. Teks lengkap berbunyi demikian:

“Sebab ketika Aku lapar, kamu memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu memberi Aku minum; ketika Aku seorang asing, kamu memberi Aku tumpangan;  ketika Aku telanjang, kamu memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit, kamu melawat Aku; ketika Aku di dalam penjara, kamu mengunjungi Aku. Maka orang-orang benar itu akan menjawab Dia, katanya: Tuhan, bilamanakah kami melihat Engkau lapar dan kami memberi Engkau makan, atau haus dan kami memberi Engkau minum? Bilamanakah kami melihat Engkau sebagai orang asing, dan kami memberi Engkau tumpangan, atau telanjang dan kami memberi Engkau pakaian? Bilamanakah kami melihat Engkau sakit atau dalam penjara dan kami mengunjungi Engkau? Dan Raja itu akan menjawab mereka: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku.” 

Pater Kale mendirikan panti ini mula-mula dekat Rumah Wunut, lalu berpindah ke Kampung Maumere. Tatkala makin banyak anak yang membutuhkan pertolongan, perawatan dan pendampingan, sementara rumah itu tidak lagi dapat menampung, maka P. Kale memindahkan rumah panti ke Kampung Wae Peca-Lalong.

Selain membutuhkan tempat yang luas, P. Kale juga berpikir ke arah kemandirian. Menurut informasi yang disampaikan Bapa Musa, saudara dan rekan pengurus panti, P. Kale membeli beberapa bidang tanah, yang kemudian dijadikan sawah dan ladang. Sawah ditanami padi. Sekali panen diperoleh 6 ton padi. Itu sudah sangat cukup bagi kebutuhan anak-anak panti dari segi ketercukupan pangan. Ladang ditanami tanaman perdagangan seperti cengkeh dan kopi. Selain itu dibudidayakan juga sayur mayur untuk keperluan mereka sehari-hari.

Usaha P. Kale tidaklah sia-sia. Banyak anak panti yang dididik dan dibesarkannya bertumbuh menjadi pribadi-pribadi yang mandiri dalam pelbagai aspek kehidupan. Mereka kini tersebar di mana-mana dalam pelbagai profesi. Mereka menjadi manusia yang lengkap oleh sentuhan kasih P. Kale dan timnya di panti asuhan Wae Peca.

Usai menjalankan tugas dari Paroki Katedral, P. Kale mendirikan paroki Ka Redong. Selanjutnya, di usia senjanya, P. Kale menepi di Panti Asuhan Wae Peca dan akhirnya meninggal pada tahun 1989 dalam usia 75 tahun. P. Kale dikebumikan di Novisiat SVD Kuwu sebagai rumah peristirahatannya yang terakhir.

Melanjutkan Karya Agung

Foto: Bapa Musa, rekan P. Kale.

Tugas dan pelayanan terhadap kelompok peripheral (terpinggirkan) ini terus dijalankan oleh para misionaris SVD dan awam yang dengan hati lapang memberikan cinta dan kasih sayang. Setelah P. Hila Gudi SVD meninggal, P. Kobus Modo, SVD meneruskan karya ini bersama bapa Musa dan tim.

Menurut catatan P. Kobus, ada begitu banyak perhatian dan cinta yang mereka terima dalam melanjutkan karya agung P. Kale. Para donator menyediakan sejumlah dana bagi pembangunan ruang baca dan perpustakaan. Pemerintah menyediakan hand tractor dan sejumlah dana sosial untuk aneka keperluan. Tak kurang juga warga masyarakat kota datang berkunjung dan mencurahkan perhatian. Ini semua adalah tanda-tanda bahwa kepedulian terhadap sesama merupakan kenyataan yang tetap ada dan harus dipupuk untuk terus bertumbuh.

P. Kale sudah tiada. Namun cinta dan pengabdiannya untuk orang-orang Manggarai merupakan simpul-simpul Kerajaan Allah dalam wajah yang peduli dan rela berkorban bagi sesama yang menderita dan berkekurangan. Dengan cara ini, layaklah dia disebut sebagai pahlawan kemanusiaan bagi kita. Sebuah teladan yang mendorong kita melakukan hal serupa.                                 Foto: P. Kobus Modo SVD

Jika ada yang tertarik membantu karya pelayanan untuk Panti ini dapat menghubungi P. Kobus Modo SVD: 0822-3693-9855.

(Dipublikasi pertama oleh: www.floressmart.com pada Rabu, 23 Oktober 2019)






Monday 21 October 2019

Menggelorakan Spirit Kesejahteraan NTT (Catatan Untuk Hari Koperasi Kredit Internasional ke-71)



(Foto: Forum Puskopdit NTT berfoto bersama Gubernur NTT Viktor Laiskodat, Hotel Sylvia 17/10/2019)
Kanisius Teobaldus Deki
Ketua Koperasi Kredit Kopkardios, Dosen STIE Karya Ruteng

NTT adalah provinsi Koperasi! Itu adalah salah satu julukan (naming) bagi provinsi yang sedang bergeliat dalam arus pembangunan, dengan konsep-konsep baru, yang dirindukan sebagai obat penawar bagi racun akut kemiskinan yang melanda wilayah ini. Salah satu obat penawar itu dalam bidang ekonomi adalah pertumbuhan usaha dalam bidang keuangan. Selain lembaga keuangan konvensional seperti bank, Koperasi Kredit (Kopdit) menunjukkan kinerja keuangan yang memunculkan tonggak-tonggak harapan baru.
Artikel ini membangun diskusi tentang bagaimana mengupayakan kesejahteraan bersama NTT melalui gerakan Koperasi Kredit (Kopdit), persis pada saat Kopdit merayakan International Credit Union Day ke-71 pada Kamis, 17 Oktober 2019.
Tantangan NTT
Catatan BPS NTT mempresentasikan jumlah penduduk miskin yang terus meningkat pada Maret 2019 sebesar 21,09% (1.146.320 jiwa)  atau meningkat 0,06% (12.210 jiwa) dibandingkan dengan September 2018. Data ini memosisikan NTT sebagai provinsi miskin ketiga setelah Papua dan Papua Barat.
Populasi penduduk miskin di desa terus bertambah dari 24,65% menjadi 24,91% sedangkan di perkotaan menunjukkan grafik menurun dari 9,09% ke 8,84% pada Maret 2019.
Terdapat beberapa factor yang menyebabkan peningkatan angka kemiskinan antara lain nilai tukar petani (NTP), laju inflasi yang tinggi dan tingkat pengangguran terbuka (TPT). Nilai tukar petani  pada Maret 2019 turun sebesar 1,60% dibandingkan September 2018 yaitu 107,35% menjadi 105,63%. Turunnya NTP disebabkan harga produksi pertanian menurun di satu sisi, sedangkan harga konsumsi petani meningkat di sisi lain. Gap yang tajam ini berefek pada inflasi yang tinggi dan tingkat pengangguran terbuka (TPT). Tingkat inflasi pada September 2018-Maret 2019 umumnya cukup tinggi yakni 2,02%. Sedangkan TPT pada akhir Februari 2019 mengalami kenaikan 3,10% dibandingkan Februari 2018 hanya menduduki posisi 0,12% dan 0,09%.
Selajur dengan kenyataan di atas, garis kemiskinan di NTT pada Maret 2019 dibukukan Rp. 373.922 per kapita. Jumlah ini merupakan rekapitulasi dari garis kemiskinan makanan sebesar Rp. 292.305 per kapita (78,17%) dan non makanan sebesar Rp. 81,617 (21,83%).
Angka-angka ini tentu menjadi pisau bedah bermata dua yang berkiblat pada perubahan predikat provinsi termiskin ke-3 di Indonesia. Di satu pihak, angka-angka kemiskinan menjadi titik mulai untuk membenah diri, menemukan potensi ekonomi baru dan membuat optimalisasi sumber-sumber daya ekonomi yang sudah ada. Di lain pihak, optimalisasi peran ekonomi pada stakeholder lebih terfokus pada sektor-sektor riil di NTT yang berdaya memberikan konstribusi langsung pada penurunan grafik angka kemiskinan masyarakatnya.
Sederhananya, para pihak manakah yang bisa dilibatkan secara nyata untuk membangun ruang usaha yang memberikan sumbangan bagi kesejahteraan masyarakat NTT?
Kopdit memicu Harapan
Dalam sebuah rapat koordinasi (Rakor) gubernur NTT dengan para bupati dan pelaku dunia usaha di NTT yang dilaksanakan di Hotel Ayana 11 Juni 2019, gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat memberi ruang seluas-luasnya kepada Kopdit untuk ikut membangun NTT secara massif. Hal itu merupakan kesempatan pertama bagi Kopdit untuk dilibatkan secara resmi melalui pengakuan otoritas pemerintah provinsi sejak wilayah ini dinyatakan sebagai Provinsi Koperasi.
Apa yang diharapan gubernur tentu bukanlah penempatan ide pada ruang kosong. Jumlah Koperasi Kredit (Kopdit)  yang bergabung ke Induk Koperasi Kredit Indonesia (Inkopdit)  yang berada di NTT sebanyak 143 lembaga Kopdit. Total anggota untuk 143 lembaga itu adalah 859.292 orang, terdiri dari 433.541 orang laki-laki dan 425.751 orang perempuan. Data jumlah anggota hampir seimbang antara laki-laki dan perempuan. Ini menjadi harapan tentang konsep emansipasi ekonomi yang sudah berjalan baik di NTT. Perokonomian bukan lagi sebuah ranah yang hanya menjadi domain laki-laki.
Dari usaha yang dilakukan oleh 143 Kopdit, diperoleh jumlah asset seluruhnya Rp. 5.714.865.156.623. Dari total asset ini, pinjaman beredar Rp. 4.643.162.178.812. 
Angka ini tentu bukanlah jumlah yang sangat besar bila dibandingkan dengan jumlah penduduk NTT. Namun demikian, angka ini mempresentasikan kekuatan ekonomi local yang bersumber pada masyarakat sendiri.
Jenis produk pinjaman dalam klasifikasi pinjaman usaha, kesejahteraan, pendidikan, masa depan menjadi jawaban yang mampu memberikan dukungan finansial bagi para anggotanya. Berhadapan dengan TPT, Kopdit membuka ruang yang luas bagi para pencari kerja untuk bekerja di Kopdit. Dari 143 lembaga ini terdapat 3.087 orang yang bekerja sebagai karyawan purnawaktu dan 1.184 orang yang menjadi pekerja paruhwaktu.
Penduduk NTT pada tahun 2019 berjumlah 5.456.203 jiwa. Dari seluruh jumlah penduduk NTT, ada 15,7% yang sudah menjadi anggota Koperasi Kredit. Belum terhitung anggota Koperasi dengan wadah atau asosiasi yang lain. Ini adalah angka yang memicu harapan.
Pada Hari Kopdit Sedunia ini, apa yang harus dilakukan agar masyarakat NTT memasuki gerbang kesejahteraan? Jawabannya adalah menjadikan masyarakat sebagai subjek pembangunan melalui rel Kopdit.
Secara internal, melalui sosialisasi dan pendidikan Kopdit terus mengupayakan pertumbuhan anggota agar makin banyak yang memasuki gerbong kesejahteraan: pertumbuhan usaha anggota makin baik, banyak modal yang berputar, banyak pekerja yang memeroleh tempat kerja dan anggota akhirnya mendulang keuntungan. Secara eksternal, peran pemerintah mendampingi Kopdit dengan regulasi yang kondusif sangat membantu Kopdit dan anggotanya berada pada komitmennya mensejahterakan masyarakat NTT. Inilah spirit kita bersama agar catatan sejarah ketertinggalan provinsi kita hanya menjadi kisah lama demi menyongsong era baru NTT.

(Dipublikasikan pertama oleh: HU Pos Kupang, edisi Selasa, 22 Oktober 2019)

Sunday 20 October 2019

Romanus Woga: Dian yang Terus Menyala (3)



Dian yang Terus Menyala

Memberikan motivasi, terjun langsung ke tengah masyarakat dan menjadi narasumber untuk berbagai seminar, lokalatih dan ruang pendidikan bukanlah hal yang mudah. Ibarat R.A. Kartini yang membuka tirai kegelapan dalam perjuangan emansipasi wanita, Romanus telah menjadi cahaya bagi banyak orang untuk terus berkanjang dalam pelayanan tiada henti menyebar terang kepada kegelapan kemiskinan masyarakat NTT dan Indonesia.

Romanus adalah dian yang terus menyala. Dia telah memendarkan cahaya pengetahuan tatkala masyarakat miskin di pedesaan NTT belum memiliki insight yang benar tentang bagaimana harus keluar dari ketertinggalan dan kemiskinan. Dia membagikan pengetahuannya (share of knowledge) dengan cuma-cuma. Dia seakan menggarisbawahi sabda Yesus, “Kamu telah memperolehnya dengan cuma-cuma, karena itu berikanlah pula dengan cuma-cuma” (Mat 10:8).

Cahaya yang terus menjadi penuntun bagi masyarakat dan pemerintah dalam aneka pelayanannya. Dia secara sukarela membagikan pengalamannya (share of experience) sebagai anggota DPRD kabupaten Sikka dari Partai Demokrasi Indonesia tahun 1975 sampai  1977. Seminar-seminar yang dibangunnya adalah sebuah dialektika yang hidup antara teori dan praktek yang membentuk praksis. Para tahun 1982 menjadi Nara Sumber Pertemuan Nasional Program Perumahan System Kopdit oleh Menteri Negara Perumahan Rakyat RI. Bertempat di Yogyakarta. Tahun 1983 menjadi narasumber untuk pertemuan Interchange Kopdit Asia di Bangkok-Thailand dan tahun 1991 menjadi peserta Forum Kopdit Tingkat Dunia di Wisconsin Amerika Serikat.

Api dian itu harus terus diisi. Romanus terus belajar untuk memberdayakan diri demi pelayanan yang prima. Berbagai kursus diikutinya. Pada tahun  1994  (Mei)    mengikuti Study Banding Kopdit tingkat Asia di Korea Selatan, Taiwan dan  Hongkong, di tahun yang sama (1994, bulan Juni) mengikuti Forum Kopdit Tingkat Dunia di Cork - Irlandia-Eropa dan dua tahun sesudahnya, tahun 1996,    melakukan Study Mission di Kanada.

Pada Februari 2001, Romanus menjadi Nara Sumber pada Asia Pasific Region Micro Credit Summit Meeting of Councils di New Dehli- India. Bulan September tahun itu menjadi Peserta Asian Credit Union Forum di Kuala Lumpur, Malayasia. Satu tahun kemudian, tahun 2002, menjadi Peserta Workshop on Microfinance di Bangkok-Thailand dan tahun 2003 menjadi Peserta International Fundraising Congress untuk Asia-Pasific di Bangkok-Tahiland.

Dari tahun 2005 ada begitu banyak kegiatan yang diikutinya. Tahun 2005 menjadi Moderator Temu Nasional Keuangan Mikro Indonesia di Solo -Jateng. Tahun 2006 menjadi peserta Asian Credit Union Forum di Colombo- Sri Lanka. Tahun 2007 mengikuti kegiatan Credit Union Development Education di Tagaytai-Philipina. Tahun 2008 menjadi peserta Forum Credit Union Growing to New Heights di Dhaka- Bangladesh.

Pada April 2010 Romanus menjadi peserta Midle East-Africa Microcredit Summit di Kenya-Afrika. Sebulan sesudahnya, Mei 2010, terpilih sebagai Ketua Induk Koperasi Kredit Indonesia, Jakarta. Pada September 2010 menjadi Moderator Forum Koperasi Kredit se Asia di Seoul, KoreaSelatan dan di bulan Nopember 2010 menjadi peserta Grand Opening U Tower di Bangkok, Thailand.

Tahun 2011 ada beberapa kegiatan besar yang dijalankannya. Pada Januari 2011 menjadi pembicara pada Forum Seminar Credit Union di Dili , Timor Leste dan April 2011 menjadi  Utusan CUCO Indonesia untuk Perayaan 40 tahun ACCU di Bangkok, Thailand.  Di bulan Agustus 2011        menjadi pembicara di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) di Bandung Jawa Barat dengan topik Pengalaman Praktik Berkoperasi dilanjutkan bulan September 2011 sebagai Speaker (Pembicara) pada ACCU Forum 2011 di Kuala Lumpur Malayasia. Sebagai penutup di tahun 2011 pada bulan Desember  menjadi pembicara utama pada Seminar Federasi Hanai Malu Credit Union.

Kepiwaian Romanus dalam mengelaborasi pikiran, konsep dan pengalaman membawa dirinya sebagai seorang pribadi yang dibutuhkan dunia Asia. Workshop pun seminar adalah dunianya dalam membicarakan gerakan Koperasi Kredit. Pada Januari 2012     Romanus diundang sebagai Speaker/Pembicara pada Seminar & Workshop International 2012, dengan tema: Indonesia Siap Mencetak Koperasi & UKM Kelas Dunia, Jakarta 13 Januari 2012. Hal yang sama juga dilakukannya pada bulan Mei 2012     yakni dengan menjadi Pembicara di Universita Sanata Dharma Jogjakarta.  Tahun ini pada bulan September 2012 Romanus terpilih sebagai Vice Precident ACCU (Asian Confederation of Credit Union ) di Manila, Philipina, periode 2012 – 2014. Sepulang dari sana, pada Desember 2012 Romanus menjadi pembicara pada Seminar Credit Union Timor Leste di Dili, dengan topik “Pembangunan Credit Union Level Asia“.

Dari tahun 2013 hingga 2016 ada begitu banyak kegiatan yang patut dicatat. Pada bulan Maret, 2013            Romanus menjadi Panelist AgriFinance of Credit Union di Bangkok, Thailand. Pada September 2013 dia menjadi peserta ACCU Forum di Katmandu, Nepal. Di bulan yang sama dia memenuhi permintaan Universitas Widya Mandira Kupang untuk menjadi pembicata dengan topik Pengembangan Ekonomi Rakyat Melalui Koperasi. Aktivitas di Kopdit dengan segala macam bentuknya sungguh terfokus sehingga menghasilkan dampak-dampak positif. Hal itu membawa dirinya pada bulan September 2014   sekali lagi terpilih sebagai wakil Presiden CU Asia periode ke-2. Dalam kapasitas sebagai wakil Presiden CU se-Asia itu dia pada bulan November 2014            melakukan kunjungan kerja ke Hongkong dan Taiwan. Selanjutnya, pada bulan Maret 2015 Romanus mengikuti Rapat ACCU di Bangkok Thailand dan Kunjungan kerja ke Myanmar/Birma.

Di Mei 2016   masa jabatan di Inkopdit telah tuntas melalui acara serah terima Ketua Inkopdit di Pangkal Pinang ke Drs.Joko Susilo. Djoko adalah Ketua Puskopdit Jawa Barat yang terpilih menggantikan dirinya untuk posisi puncak Inkopdit. Kendati demikian, aktivitasnya dalam gerakan koperasi kredit Indonesia dan Asia masih terus dijalankannya. Pada Juli 2016 dia menghadiri Rapat Anggota Tahunan Koperasi Kredit/Credit Union se-Amerika  di Derven,Colorado,Amerika Serikat dan menjadi peserta pertemuan Dewan Credit Union sedunia di Derven,Amerika Serikat. Selanjutnya, pada September 2016 dia memimpin Rapat ACCU di Incheon Korea Selatan sekaligus melakukan serah terima jabatan Wakil Presiden ACCU di Korea Selatan.

Penghargaan atas Bakti
Romanus tidak hanya menyerahkan hidupnya bagi pelaynan bidang koperasi. Dia juga banyak berkontribusi pada kehidupan lain yang intinya tetap mengabdi masyarakat. Pada tahun 1999 hingga tahun 2000 Romanus dipercayakan untuk menjadi Konsultan Plan Internasional di Kupang, NTT. Plan adalah sebuah LSM internasional yang banyak menolong masyarakat di NTT.

Dia terus bekerja tanpa henti. Memberikan seluruh diri dan segenap kemampuannya bagi kemaslahatan banyak orang. Tidaklah mengherankan, kiprahnya itu kemudian mendapat apresiasi yang setimpal. Pada tahun 2009    Romanus menerima Tanda Penghargaan dari Pemerintah RI cq Menteri Koperasi Republik Indonesia, sebagai Bakti Koperasi. Penghargaan ini bukan saja sebagai sebuah apresiasi dan rekognisi, melainkan sebagai bukti bahwa apa yang dikerjakannya sangat fundamental bagi kehidupan manusia: membangun kesejahteraan sebagai pilihan utama, selaras dengan apa yang tertera dalam UUD 1945.

Pada level yang lebih tinggi, Romanus akhirnya, pada bulan Juli 2011            menerima Satya Lencana Wira Karya dari Presiden Republik Indonesia, Bpk. DR.Susilo Bambang Yudhoyono.      Sebuah pengakuan karya yang tak bisa dibilang sederhana. Karya Romanus menjadi inspirasi bagi banyak orang, menggerakkan mereka untuk juga melakukan hal yang sama.

Tatkala karyanya terus berlanjut, keterpilihannya menjadi Wakil Bupati Sikka untuk periode September 2018 – September 2023 lebih merupakan ungkapan apresiasi atas kedigdayaan pelayanannnya bagi masyarakat kecil, khususnya masyarakat pedesaan yang sangat dicintainya.  Suami dari ibu Mathilde Clementia, seorang guru pensiunan PNS dan ayah dari Emanuel Woda, SE, Robertus Woga, S.Fil dan Maria Mediatrix Woga, S.Akun, tetaplah seorang pria bersahaja yang terus berkarya mencipta terang kesejahteraan bagi dunia. Sebuah pilihan yang juga diharapkan dapat dilakukan semua orang. Beranikah kita menjadi dian yang terus bernyala membawa terang bagi sesama?

*Penulis lahir di Tenda-Ruteng, 1 Juli 1976. Kuliah filsafat dan teologi di Ledalero. Tahun 2000 mengikuti International Carmelite Studies for Formation di Yerusalem dan Haifa Israel. Saat ini menjadi Ketua Kopdit Kopkardios dan dosen STIE Karya Ruteng.