Friday 13 January 2017

Membangun Pastoral Kaum Muda: Refleksi Atas Pengalaman Pendampingan dan Ikhtiar






Kanisius Teobaldus Deki M.Th
Program Studi Pendidikan Teologi

1. Pengantar
Berbagai peristiwa dan tindak kekerasan melanda dunia menyebabkan manusia zaman ini merasa kuatir akan hidupnya. Secara mondial peperangan terjadi di mana-mana. Krisis ekonomi dan antar etnik membias ke medan politik dan agama. Lahirnya terorisme global dalam wajah ISIS[1] dan Al-Qaedah[2] meruntuhkan imajinasi tentang dunia hunian yang nyaman dan tenteram. Dalam lintasan nasional, di Indonesia, muncul konflik politik yang menjadikan agama sebagai tameng untuk menghancurkan pihak lain. Kasus actual adalah soal dugaan penistaan agama Islam oleh Ahok.[3]
Pertanyaan yang muncul ke permukaan adalah bagaimana membangun kehidupan berbangsa dan bernegara yang nyaman dan saling menerima dalam kebinekaan? Bagaimana peran elemen-elemen penting subjek pembangunan? Pertanyaan-pertanyaan ini menjadi sedemikian penting untuk menemukan jawaban keterlibatan yang intens dan riil dalam kehidupan bersama.
Kajian ini berfokus pada keterlibatan yang aktif dari kaum muda dalam pembangunan kehidupan bersama dalam masyarakat. Sebuah kajian yang terbangun dari pengalaman dan refleksi atasnya, khususnya dalam konteks lokal di Manggarai. Bergerak dari pengalaman dan refleksi, kajian ini mengarahkan dirinya kepada pembangunan pastoral kaum muda sebagai titik sampai sekaligus membentuk ikhtiar baru untuk mewujudkannya dalam kehidupan bersama.

2. Peran Tokoh Katolik Dalam Lintasan Sejarah Indonesia
Dalam sejarah Indonesia, ada begitu banyak orang Kristen yang terlibat untuk memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan. Nama-nama seperti Laksamana Muda Yos Sudarso, Laksamana Muda Agustinus Hadisoetjipto, Kolonel Slamet Riayadi dan Mgr. Soegijapranata adalah sebagian nama yang dijadikan pahlawan nasional.[4]
Buku karya Benny Sabdo secara khusus mengulas peran tokoh katolik di Indonesia yang mempresentasikan peran-peran penting orang Katolik dalam pelbagai beidang kehidupan: sosial, politik, ekonomi, religious, komunikasi, militer.[5]
Salah satu tokoh yang sangat terkenal adalah I.J. Kasimo. Antara tahun 1947-1949 ia duduk sebagai Menteri Muda Kemakmuran dalam Kabinet Amir Sjarifuddin, Menteri Persediaan Makanan Rakyat dalam Kabinet Hatta I dan Hatta II. Dalam kabinet peralihan atau Kabinet Soesanto Tirtoprodjo ia juga menjabat sebagai menteri. Pada masa Orde Baru, Kasimo diangkat sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung Republik Indonesia. Kasimo wafat pada 1 Agustus 1986.
Selain I.J. Kasimo, ada Frans Seda. Setelah Indonesia merdeka, jabatan tinggi di pemerintahan dipegangnya, seperti pada masa Presiden Soekarno ia menjabat Menteri Perkebunan RI (1964-1966) pada usia 38 tahun dan selanjutnya menjadi Menteri Pertanian (1966). Kemudian pada masa Presiden Soeharto, ia memegang jabatan Menteri Keuangan (1966-1968) dalam keadaan keuangan Republik Indonesia di awal Orde Baru yang sangat tidak baik. Frans Seda dipercaya sebagai Menteri Perhubungan (Pengangkutan, Komunikasi, Pariwisata, 1968-1973) dimana ia kemudian merintis penerbangan dan pelayaran perintis di berbagai daerah di Indonesia, khususnya di Indonesia bagian Timur, serta beberapa kawasan wisata unggulan seperti di Nusa Dua, Bali. Sesudahnya Frans Seda kemudian mendapatkan sederet jabatan di berbagai bidang, seperti: Duta Besar Republik Indonesia di Brussels untuk Masyarakat Ekonomi Eropa, Kerajaan Belgia dan Luksemburg (1973-1976; anggota Dewan Pertimbangan Agung Republik Indonesia (1976-1978; dan anggota Dewan Penasihat Dewan Pengembangan Kawasan Timur Indonesia (DP-KTI) di bawah pimpinan Presiden Soeharto kemudian dilanjutkan oleh Presiden B.J. Habibie (1996). Ia pun pernah menjadi Penasihat Presiden B.J. Habibie untuk bidang ekonomi (1998) dan selanjutnya pada tahun 1999 menjadi Penasihat Wakil Presiden Megawati Soekarnoputri yang kemudian menjadi Presiden Republik Indonesia. Dalam bidang politik, ia pernah menjadi Ketua Umum Partai Katolik (1961-1968), anggota Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong dan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS), mewakili golongan Katolik (1960-1964), dan anggota Dewan Penasehat Partai Demokrasi Indonesia (PDI) sejak 1971 (Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan) dan selanjutnya sejak 1997 menjadi anggota Dewan Pertimbangan Pusat (Deperpu) PDI Perjuangan.
Dari daerah Sumatera, tokoh katolik yang disegani adalah Cosmas Batubara. Pada masa Mahasiswanya dia adalah Ketua Presidium Pengurus Pusat Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) dan Ketua Presidium KAMI Pusat. Dia adalah Pelopor Gerakan Mahasiswa Angkatan 66 yang disegani. Ia pernah menjabat Menteri Muda Urusan Perumahan Rakyat, Menteri Negara Perumahan Rakyat dan Menteri Tenaga Kerja, ketiganya dalam masa pemerintahan presiden Soeharto.[6]
Tentu masih banyak tokoh yang dapat dideretkan. Dalam catatan Richardus Djokopratono, Rufinus Lahur dan FX. Oerip Soedjoet, tokoh-tokoh ini lahir dari gerakan yang dibangun oleh organisasi kaum muda Katolik pada tahun 1929, satu tahun setelah Sumpah pemuda. Walaupun jika diusut cikal bakalnya, pada tahun 1914 telah lahir Katholieke Jongelingen Bond (Organisasi Kaum Muda Katolik) hingga berkembang dan menguat pada tahun 1929.[7]
Betapa pentingnya melahirkan generasi Katolik yang berkualitas menjadi fokus pendampingan gereja, baik dalam hirarki maupun yang dilakukan oleh komunitas tertentu. Salah satunya, yang menjadi terkenal dan controversial adalah kehadiran Pater Beek SJ dengan penggemblengan orang muda melalui Khalsebul (Khalwat Sebulan). Tokoh-tokoh seperti Soedjati Djiwandono, Anton Moerdardo, Harry Tjan Silalahi, Jusuf Wanandi, Kadjat Hartojo dan Sofyan Wanandi adalah murid-murid Pater Beek.[8]
Frans M. Parera selaku penyunting, pernah memublikasikan cendekiawan kampus dan peneliti lapangan[9] menampilkan beberapa tokoh cendekia Katolik semisal JIGM Drost, Sartono Kartodirdjo, dan Thoby Mutis. Dr. John Mansford Prior menderetkan sejumlah tokoh awam antara lain Chris Siner Key Timu dari PMKRI, Ibu Qorry Federick dan Ibu Hien Darsono dari Wanita Katolik, Bagong Kussudiardja, WS. Rendra, Ignas Kleden dan Daniel Daki Dhae dari sastra dan pemikir serta YB Mangunwijaya.[10]


 3. Pengalaman Pendampingan Orang Muda Manggarai
Kelahiran tokoh-tokoh yang disebutkan di atas adalah sebuah proses panjang. Ada kesadaran yang nyata bahwa Negara dan gereja di masa depan ada di tangan orang muda. Kesadaran itu menjadi pintu masuk untuk membangun gerakkan berkesinambungan di Manggarai Raya. Sebuah gerakkan yang sedang mencari bentuk yang actual, kontekstual dan relevan.
Sepakat dengan AM. Mangunharjana, istilah pendampingan yang dipakai dalam bagian ini lebih berciri aktif, pada satu sisi mengetengahkan suatu usaha membantu kaum muda melalui penentuan tujuan, materi, bentuk, metode dan teknik tertentu,[11] namun di sisi lain, ikut ambil bagian di dalamnya sebagai pelaku.
Pada beberapa waktu terakhir ini, ada tiga kegiatan besar yang dapat dicatat peran pemuda dalam membangun idenitasnya melalui kegiatan positif yakni Kongres Pemuda Manggarai Raya, Gerakan Politik Pilkada Damai dan Forum Orang Muda Manggarai.

3.1.             Kongres Pemuda Manggarai Raya
Kongres Pemuda Manggarai Raya Pertama berlangsung dari tanggal 13-15 Agustus 2014 di Aula Missio STKIP St. Paulus Ruteng. Kongres ini dihadiri oleh pelbagai utusan orang muda Manggarai yang berdiam di banyak wilayah nusantara (Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, Kupang, Denpasar, Makasar, Manado, Medan) berjumlah 150 orang, dari pelbagai profesi.
“Kongres ini bertujuan mempertemukan berbagai elemen Orang Muda Manggarai Raya dalam sebuah ruang bersama yang setara, terbuka dan visioner untuk saling mendengarkan, membicarakan tantangan Manggarai Raya masa ini dan merumuskan cita-cita serta komitmen bersama akan Manggarai masa depan”, demikian penjelasan dalam kerangka acuan kongres ini yang dikutip Floresa, Minggu (20/7/2014).[12]
Adapun hasilnya adalah dilahirkan tujuh sumpah sbb:[13]

 Kami Pemuda dan Pemudi Indonesia Manggarai Raya bersumpah:
Pertama, mencintai dan mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Pancasila dengan semangat kebhinekaan.
Kedua, mencintai, mengembangkan, dan melestarikan kebudayaan Manggarai Raya yang luhur, humanis, dinamis dan dialogis.
Ketiga, mengembangkan ekonomi berbasis kepedulian dan gotong-royong, tanpa eksploitasi alam dan sesama, adil, dan memberi perhatian khusus pada kelompok rentan; dengan semangat kerja keras, kewirausahaan, kreativitas, dan profesionalisme demi mengatasi kemiskinan dan mencapai kesejahteraan bersama.
Keempat, mendidik diri menjadi manusia yang cerdas, berintegritas, bertanggungjawab dan berpartisipasi dalam mengembangkan praktik dan sistem pendidikan berbasis nilai-nilai kemanusiaan serta menjawab kebutuhan dan tantangan zaman.
Kelima, menjaga, mempertahankan, melestarikan tanah, air, udara, serta seluruh ciptaan sebagai mama dan saudara.
Keenam, mengembangkan solidaritas dan sikap tidak diskriminatif terhadap perempuan, anak, penyandang difabilitas, orang miskin, orangtua usia lanjut, serta kelompok-kelompok minoritas.
Ketujuh, terlibat dalam mewujudkan peradaban politik yang memerdekakan, adil, berpihak kepada rakyat, serta bebas dari korupsi, kolusi, nepotisme dan manipulasi kekuasaan.

Menjelang Kongres berlangsung, ada diskusi yang intens antar sesama pemuda, melalui media dan face to face dalam berbagai forum. Arah dasar dari Kongres ini adalah membaca peta persoalan, menganalisisnya dan memberikan jawaban atasnya dalam pelbagai stakeholder (lembaga pemerintah, lembaga swasta, masyarakat).
Ada dua hal penting yang perlu dicatat. Pertama, Kongres berhasil menyatupadukan pada pemuda yang ada di berbagai wilayah di Indonesia dan merumuskan secara bersama harapan dan komitmen untuk berbuat.[14]
Kedua, melalui sumpahnya, Kongres berhasil merumuskan visi-misi yang integral untuk memiliki kepribadian yang berkualitas. Dalam bahasa Dr. Norbertus Jegalus, integirtas moral, intelektual dan religious.[15] Atau menurut Kanisius Teobaldus Deki, Kongres harus berani menjadi pelaku dari nilai-nilai positif yang ada untuk memiliki jati diri.[16]
Pasca Kongres terlihat kumpulan orang muda yang terlibat secara aktif dalam pelbagai gerakan yang diciptakan untuk merealisasikan hasil Kongres melalui pelbagai cara dan medium.

3.2.              Garda Muda Politik Pilkada Damai
Garda Muda adalah salah satu efek positif Kongres Pemuda Manggarai Raya. Pada tanggal 11-13 Agustus 2014, berkumpullah orang muda Manggarai di Aula Missio dari berbagai tempat. Hadir saat itu tak kurang dari 200 orang muda dari pelbagai profesi (dosen, peneliti, PNS, karyawan swasta, wirausaha, mahasiswa, pegiat LSM, Imam, biarawan, pegiat seni, pegiat media, dll). Orang-orang ini datang dari berbagai tempat antara lain Jakarta, Yogyakarta, Kupang, Manado dan daratan Flores, pria maupun wanita.[17]
Salah satu keputusan Kongres kala itu ialah merumuskan kembali peran kaum muda Manggarai dalam bidang politik. Bahwa salah satu kekurangan terbesar dari pelaksanaan kekuasaan selama ini adalah absentnya kaum intelektual muda di pusaran kekuasaan. Kaum intelektual muda Manggarai masih berposisi sebagai nabi jalanan yang melontarkan kritik tajam atas pelaksanaan pembangunan tanpa mau ikut terlibat di dalamnya.[18]
Dampaknya, seolah tidak ada persambungan maksud. Padahal, pendekatan persuasive dapat dijadikan tawaran solutif untuk menggoalkan apa yang menjadi maksud dan ide pembangunan kaum intelektual muda. Itulah sebabnya, sejak Kongres Pemuda Manggarai Raya menggemakan orang muda peduli politik, niat suci untuk meleburkan diri dalam kancah itu demi perubahan menguat pada sanubari masing-masing peserta.
Menarik untuk disimak, orang muda yang tergabung dalam Garda Muda Politik Pemilukada Damai datang dari berbagai kecamatan dan latar belakang untuk mendeklarasikan sebuah perhelatan politik yang santun, cerdas, adil dan jujur. Pendeklarasian pemilukada damai ini ditandai oleh doa bersama dan pemasangan seribu lilin perdamaian.[19]
Dalam proses kampanye, Garda Muda secara aktif mendorong kampanye yang rasional dan bebas SARA. Garda Muda melakukan longmarch, aksi panggung dengan bahasa yang santun. Dalam hari-hari jelang pemilu, Garda Muda membantu masyarakat untuk meminimalisir praktik kecurangan dan kampanye sesat melalui uang (money politic) bahkan sampai menangkap pelakunya.[20] Sebagaimana kita tahu bahwa kemudian Pemilukada berjalan dengan aman dan lancar, tanpa korban jiwa dan kericuhan yang menyebabkan hilangnya harta benda.


3.3.              Forum Orang Muda Manggarai
Cikal bakal kelahiran Forum Orang Muda datang dari berbagai tahapan. Pada Desember 2013, Lembaga Nusa Bunga Mandiri bergiat menyelenggarakan Turnamen Sepak Bola Antar Club se-Daratan Flores di Stadion St. Hubertus Sok. Pada perhelatan akbar itu, berbagai klub sepak bola berdatangan ke Borong untuk berlaga.[21] Kegiatan itu menginspirasi makin banyak orang muda untuk menggelar aktivitas serupa yang bertujuan menjajal kemampuan kaum muda, bukan hanya pada bidang olahraga, tetapi juga bidang kehidupan yang lainnya.
Komitmen itu diperkuat oleh Kongres Pemuda Manggarai Raya pada Agustus 2014 yang ingin membangkitkan kembali kedigdayaan kaum muda di segala bidang kehidupan: mengembangkan ekonomi berbasis kepedulian dan gotong-royong, tanpa eksploitasi alam dan sesama, adil, dan memberi perhatian khusus pada kelompok rentan; dengan semangat kerja keras, kewirausahaan, kreativitas, dan profesionalisme demi mengatasi kemiskinan dan mencapai kesejahteraan bersama.[22]
Ekspresi dari Kongres dapat dilihat pada pelbagai aktivitas lanjutan dari orang Muda Manggarai. Pada Oktober-November 2015, Lembaga Nusa Bunga Mandiri lagi-lagi melangsungkan kegiatan yang bertemakan orang muda khusus untuk bidang budaya dengan menyelenggarakan seminar budaya, pementasan caci dan festival budaya. Orang muda dari pelbagai sekolah dan kelompok mengikuti kegiatan-kegiatan bertajuk budaya ini dengan antusiasme positif.
Gerakan yang sudah dimulai ini perlahan-lahan merangsek maju untuk tetap bergiat pada aspek yang sama. Jelang peringatan Sumpah Pemuda 28 Oktober 2016, orang-orang muda ini berkumpul lagi, merencanakan kegiatan-kegiatan yang diberi tajuk “Oktober Sebagai Bulan Bakti Pemuda”. Adapun kegiatannya difokuskan pada tiga bidang: pertandingan olahraga,[23] festival seni dan budaya dan kegiatan sosial karitatif (donor darah, bersih lingkungan, penghijauan dan bedah rumah).[24] Semua kegiatan ini dilakukan oleh orang muda dalam kerja sama dengan pemerintah dan masyarakat.
Kegiatan ini berdampak positif. Turnamen sepak bola antar klub berlangsung aman, lancar dan mendulang sukses dengan terpilihnya 35 pemain terbaik untuk dipersiapkan menjadi anggota Persim. Demikian halnya dengan Festival Seni dan Budaya berlangsung meriah, dihadiri oleh banyak seniman, budayawan dan menciptakan atmosfir yang menggairahkan bagi orang-orang muda[25] karena telah memberikan ruang bagi mereka untuk mengekpresikan diri dan segenap kemampuan yang mereka miliki.


4. Pembangunan Pastoral Kaum Muda
4.1.              Sekilas Pengertian Kaum Muda dan Pastoral
Ada beberapa istilah yang akrab dengan kaum muda antara lain: pemuda, orang muda dan generasi muda. Dalam penuturan setiap hari ada ungkapan Generasi Muda. Kata ini terjemahan dari young generation lawan dari old age. Kata Youth mengandung arti populasi remaja/anak muda/pemuda yang sedang membentuk dirinya. Kata "Generasi muda" terdiri dari dua kata majemuk. Kata kedua adalah sifat atau keadaan kelompok individu itu masih berusia muda dalam kelompok usia muda yang diwarisi cita-cita dan dibebani hak dan kewajiban. Dalam konteks ini generasi muda dari suatu bangsa merupakan kerap disebut"Young Citizen". Dari pengertian ini, generasi muda erat hubungannya dengan identitasnya sebagai generasi penerus.  Suatu generasi yang berusia 0 – 30 tahun. [26]
Dalam konteks ini, pemuda adalah individu yang bila dilihat secara fisik sedang mengalami perkembangan dan secara psikis sedang mengalami perkembangan emosional, sehingga pemuda merupakan sumber daya manusia pembangunan baik saat ini maupun masa datang. Sebagai calon generasi penerus yang akan menggantikan generasi sebelumnya. Secara internasional,WHO menyebut sebagai ”young people” dengan batas usia 10-24 tahun, sedangkan usia 10-19 tahun disebut ”adolescenea” atau remaja. International Youth Year yang diselenggarakan tahun 1985, mendefinisikan penduduk berusia 15-24 tahun sebagai kelompok pemuda.
Mengikuti konsep di atas, pemuda adalah individu dengan karakter yang dinamis, bahkan bergejolak dan optimis namun belum memiliki pengendalian emosi yang stabil. Pemuda menghadapi masa perubahan sosial maupun kultural. Sedangkan menurut draft RUU Kepemudaan, Pemuda adalah mereka yang berusia antara 18 hingga 35 tahun. Menilik dari sisi usia maka pemuda merupakan masa perkembangan secara biologis dan psikologis. Oleh karenanya pemuda selalu memiliki aspirasi yang berbeda dengan aspirasi masyarakat secara umum. Dalam makna yang positif aspirasi yang berbeda ini disebut dengan semangat pembaharu. Dalam kosakata bahasa Indonesia, pemuda juga dikenal dengan sebutan generasi muda dan kaum muda. Seringkali terminologi pemuda, generasi muda, atau kaum muda memiliki definisi beragam. Definisi tentang pemuda di atas lebih pada definisi teknis berdasarkan kategori usia sedangkan definisi lainnya lebih fleksibel. Dimana pemuda atau generasi muda atau kaum muda adalah mereka yang memiliki semangat pembaharu dan progresif.[27]
Istilah Pastoral  berasal dari kata Pastor  dalam bahasa Latin atau bahasa Yunani disebut Poimen, yang berarti gembala.  Bisa juga disebut Pendeta yang mempunyai tugas menjadi gembala bagi warga gereja atau dombanya. Pengistilahan ini dihubungkan dengan diri Yesus Kristus dan KaryaNya dimana Yesus sebagai Pastor Sejati yang Baik (Yoh.10). Hal ini dimaksudkan kepada pelayannan Yesus Kristus tanpa pamrih, yang bersedia untuk memberikan pertolongan terhadap para pengikutNya. Tugas utama pastoral bukan hanya monopoli para pastor atau pendeta saja akan tetapi setiap pengikutnya.[28]

4.2.             Pandangan Dokumen Gereja
Dokumen Konsili Vatikan II tidak secara khusus membahas tentang orang muda. Namun dalam pelbagai dokumennya, misalnya, Gaudium et Spes, berfokus kepada nilai-nilai yang dapat diambil oleh orang muda untuk membangun kehidupan dan masa depannya. Gaudium et Spes menyentuh nilai-nilai  tentang perubahan-perubahan dalam tata hidup masyarakat zaman ini; martabat pribadi manusia; ateisme sistematis dan ateisme praktis; aktivitas hidup manusia; hubungan timbal balik antara Gereja dan dunia; beberapa masalah mendesak, seperti perkawinan, keluarga; cinta kasih suami isteri; kesuburan perkawinan; kebudayaan dan iman; pendidikan kristiani; kehidupan sosial ekonomi dan perkembangan terakhirnya; harta benda diperuntukkan bagi semua orang; perdamaian dan persekutuan bangsa-bangsa; pencegahan perang; kerjasama internasional.[29]
Selajur dengan Gaudium et Spes, Dekrit untuk Kerasulan Kaum Awam (Apostolicam Actuositatem) menunjuk betapa kaum  muda amat mempengaruhi dunia modern. Konsili Vatikan II menghendaki agar perhatian kepada kaum muda menjadi keprihatinan mendalam yang lebih menyeluruh dalam jemaat beriman. Bukan hanya para pastor atau kaum biarawan, tetapi juga kaum awam terdidik diharuskan memberikan perhatian yang sungguh-sungguh kepada generasi muda dalam Gereja yang dimaksud.[30]
Sebetulnya juga perlu diketahui bahwa dalam posisinya di tengah Gereja, kaum muda memang memiliki posisi tertentu. Untuk itu, Konstitusi Dogmatis tentang Dei Verbum (Sabda Allah) menempatkan kaum  muda tidak terpisahkan sama sekali dari kaum tua. Gereja hadir secara keseluruhan dan semua menghadap Bapa dengan penuh pengharapan akan kecerahan masa depan. Bahkan, dalam gerak hidup orang muda, seluruh umat Allah memperlihatkan diri sebagai Allah yang sedang tumbuh menyambut pilihan Allah (Ef. 1:14) dan sedang lahir kembali (1 Petr 1:9:6).[31]
Pendampingan terhadap orang muda mendapat perhatian yang luas dari gereja. Hal itu nyata dalam sikap resmi gereja universal. Setelah Sinode Keluarga tahun 2014 dan 2015 yang hasilnya dirangkum dalam himbauan apostolik Amoris Laetitia, Paus Fransiskus merencanakan suatu Sinode pada bulan Oktober 2018 dengan tema: Orang Muda, Iman dan Panggilan Hidup.
Sebuah pernyataan dari Vatikan menyatakan bahwa tema itu dipilih untuk mengungkapkan perhatian Gereja bagi pastoral orang muda sebagai tindak lanjut hasil Sinode tentang keluarga. Sinode tersebut diharapkan dapat menemani orang muda dalam perjalanan hidup mereka menuju pada kematangan, melalui proses discerment dan menemukan arah hidup mereka sehingga mereka dapat mencapainya dengan sepenuh kegembiraan. Orang muda perlu dipersiapkan sebagai generasi yang akan mengambil bagian dalam membangun Gereja dan masyarakat.[32]

4.3.             Perkembangan Orang Muda
Terdapat berbagai jenis perkembangan yang dialami oleh orang muda dalam kehidupannya. Perkembangan itu terlihat pada intelek, kreativitas, emosi, bakat khusus, hubungan sosial, kemandirian, bahasa, serta nilai-moral dan sikap.[33]
Selain itu, terdapat pertumbuhan fisik, perkembangan mental, perkembangan emosional, perkembangan sosial, perkembangan moral dan perkembangan religious.[34]

4.4.             Bidang Pastoral Kaum Muda
Apa saja yang menjadi bidang pendampingan orang muda? Proses sosialisasi diri kaum muda membawa mereka kepada interaksi yang makin intens dengan teman-teman sebaya lalu memodifikasi pengetahuan dan pengalaman yang dialaminya. Efek ikutannya adalah mereka membangun peran dalam percaturan kehidupan dalam bidang kerja, karier dan ketarmpilan khusus.[35] Karena itu, AM. Mangunharjana merumuskan tujuan pendampingan mencakup segala daya dan segi hidup kaum muda: budi, kehendak, sikap, kecakapan, perbuatan, perilaku dan hidup.[36]

4.4.1.Bidang Rohani
Pada bidang rohani, kaum muda didampingi untuk mengenal dirinya, lingkungan, sesama dan Tuhan. Fokus pada bidang ini adalah refleksi atas pengalaman, penggalian nilai-nilai, penguatan daya spiritual melalui doa pribadi, doa bersama, perayaan ekaristi, ibadat, pembacaan kitab suci, sharing iman, kamping rohani, retret dan lectio divina. Pengenalan diri yang baik memampukan seseorang untuk mencintai kehidupan, berelasi secara egaliter dengan sesama dan membangun tata dunia dengan sungguh-sungguh.

4.4.2.Bidang Pendidikan
Pada bidang pendidikan, kaum muda didampingi untuk mampu berpikir mandiri, kritis dan kreatif, mengasah dirinya dengan multiple intelegence (kecerdasan jamak), memimiliki nilai-nilai (moral dan etik) serta mampu menerapkannya dalam kehidupan sendiri melalui didik diri, lingkungan dan masyarakat.

4.4.3.Bidang Ekonomi
Pada bidang ekonomi kaum muda didampingi untuk sanggup memertahankan diri dalam situasi ekonomi global melalui penguatan ekonomi lokal, penciptaan ruang-ruang ekonomi kreatif yang visible dan aplikatif. Tantangan ekonomi global dan ekonomi kawasan (misalnya MEA: Masyarakat Ekonomi Eropa) menjadi dasar yang cukup kuat untuk memotivasi serta mengapresiasi gerakan orang muda dalam menciptakan model-model ekonomi baru yang inovatif dan berdampak luas bagi pengentasan kemiskinan.

4.4.4.Bidang Seni dan Budaya
Pada bidang ini, pertanyaan yang menguat ialah “bagaimana kita tetap memiliki identitas dan jati diri di tengah begitu banyak tawaran nilai?” Bidang Seni dan Budaya membantu kaum muda untuk tetap memiliki nilai-nilai itu. Melalui koridor kreativitas, mereka didampingi untuk tidak hanya menemukan nilai tetapi juga ekspansi pendidikan dan ekonomi, serentak pada saat yang sama meneruskan warisan leluhur kepada generasi berikutnya (next generation).

4.4.5.Bidang Lingkungan Hidup
Dalam bidang ini, pengarusutamaan kaum muda untuk menyelamatkan lingkungan hidup adalah sesuatu yang harus. Bumi memerlukan kerja nyata untuk menyelamatkan atmosfir dari penipisan lapisan ozon dan sinar ultraviolet. Reboisasi dan pola hidup yang ramah lingkungan (bebas rokok, bebas sampah) adalah pilihan yang benar untuk menciptakan tata kehidupan yang ramah.

4.4.6.Bidang Sosial Politik
Pada bidang ini, orang muda didorong untuk memajukan kepentingan bersama melalui penciptaan kebijakan yang populis dan ikut mendorong mereka terlibat dalam politik. Politik sebagai usaha untuk meraih bonum commune harus merupakan jalan lapang bagi orang muda untuk berpartisipasi di dalamnya sebagai politisi atau professional atau pengusaha atau karyawan yang berusaha merealisasikan kehidupan yang baik.[37]


4.5.             Pendekatan Pastoral Kaum Muda
Mengikuti alur gagas dari lima bidang Kerasulan Orang Muda di atas, terdapat beberapa upaya atau pendekatan yang dapat dilakukan untuk mendampingi kaum muda, antara lain:[38]

1. Pendekatan Ekshortatif
Melalui pendekatan ini kaum muda diarahkan melalui cara-cara yang bersifat sederhana, misalnya para muda mudi dikumpulkan, kemudian diberi instruksi, pengarahan, dan nasihat melalui khotbah tentang hal-hal yang berhubungan dengan pengembangan diri, kebersamaan dan peran mereka dalam masyarakat. Pendekatan model ini lemah karena kadang-kadang bentuk pendampingan yang dilakukan kerapkali tidak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh kaum muda itu sendiri. Padahal yang dilakukan haruslah datang dari kebutuhan dan inisiatif mereka.

2. Pendekatan Ilmiah
Oleh pendekatan ilmiah, segala jenis ilmu pengetahuan, informasi, teori dan hasil penelitian di bidang pengembangan diri, kebersamaan dan peran mereka dalam masyarakat disampaikan kepada kaum muda. Kelemahan dari pendekatan ini terletak pada kontradiksi antara pengetahuan dan perbuatan. Di satu pihak pendekatan ini dikatakan baik sejauh memberikan informasi kepada kaum muda secara jelas, dan di lain pihak, pendekatan ini hanya dapat menghasilkan kaum muda yang “tahu” tetapi belum tentu “mampu” mempraktekkan apa yang mereka terima dari pendampingan itu dengan segala macam teori pengetahuan yang diberikan kepada mereka.

3. Pendekatan Terjun Langsung
Pendekatan ini merupakan pendekatan yang berusaha untuk menerjunkan secara langsung kaum muda di lapangan untuk mengalami realitas kehidupan yang sesungguhnya. Dilihat dari teorinya, pendekatan ini cukup baik, tetapi dalam kenyataannya pendekatan ini mempunyai kelemahan karena melalui pendekatan ini, kaum muda tidak diberi pengarahan, instruksi atau perefleksian dari apa yang mereka lihat di lapangan. Mereka hanya diharapkan untuk turun ke lapangan. Akibatnya, mereka berada dalam situasi kebebasan tanpa ada orang yang mengontrol mereka.

4. Pendekatan Lewat Kelompok Yang Dibentuk Secara Khusus
Akhirnya, bentuk pendekatan yang paling baik dalam menemukan identitas kaum muda adalah pendekatan “lewat kelompok yang langsung dibentuk secara khusus.” Melalui pendekatan seperti ini, kaum muda dibentuk menjadi satu kelompok dan di dalam kelompok itu mereka didampingi dalam melaksanakan kegiatan mereka. Melalui kelompok itu juga, kaum muda dapat berinteraksi dengan orang lain, berbagi pengalaman dengan orang lain dan akhirnya melalui pertemuan itu mereka dapat menemukan identitas iman, tujuan, arah hidup serta peran mereka dalam masyarakat dan Gereja.
Pendekatan ini jauh lebih baik karena mengandaikan orang-orang yang berkumpul memiliki kesamaan niat dan menyadari tujuan untuk berkumpul. Namun di sini, tugas pendamping lebih menjadi pihak yang menciptakan situasi agar orang muda sendirilah yang melahirkan gagasan, menemukan metode untuk menjalankannya. Pendamping seperti kerja seorang bidan yang membantu seorang ibu melahirkan anak dalam konsep maieutik Sokrates.[39]

5. Refleksi dan Ikhtiar: Membangun Bersama Pastoral Yang Kontekstual
Pengalaman pendampingan orang muda dalam tiga tahun terakhir sukses karena tiga alasan ini:

5.1.              Komitmen Bersama
Dasar dari keterlibatan banyak pihak dalam Kongres Pemuda, Garda Muda Untuk Pilkada Damai dan Forum Orang Muda Manggarai adalah komitmen bersama untuk mau belajar membaca kenyataan, menganalisisnya dan memberikan jawaban atas persoalan dan situasi yang ada. Komitmen ini menggerakkan orang dari pelbagai tempat dan profesi untuk datang, duduk, berdiskusi dan melontarkan gagasan-gagasan bernas dan menejawantahnya dalam aksi nyata.
Gerakan ini kemudian memberikan kesuksesan bagi orang muda untuk menyatakan dirinya, mengeksplorasi kemampuannya dan meyakinkan dirinya bahwa dia memiliki sesuatu. Kisah Para Rasul menggambarkan secara baik komitmen sebagai murid untuk berkumpul, bersatu hati dan saling melayani (Kis 2:41-47).

5.2.              Kerja Bersama
Komitmen saja tidak cukup. Hasil dari komitmen adalah kerja bersama. Ada manajemen organisasi yang mengatur pola perilaku anggota (Kongres, Garda Muda, Forum Orang Muda Manggarai) dan ada yang menjadi pemimpin. Semua elemen itu berfokus pada kerja tim (team work) yang egaliter dan saling mengandaikan. Hasilnyapun milik bersama. Tidak ada yang menjadi pahlawan. Semua diberi tugas dan tanggung jawab masing-masing.
Ada kepuasan yang sangat besar tatkala kerja ini mencapai target dan memberi efek positif pada kebijakan pemerintah (dan Gereja), lembaga adat dan masyarakat. Dalam tradisi biblik, kerja bersama (komunitas) adalah pola karya keselamatan. Yesus juga berpesan saat mengutus murid-muridNya untuk pergi berdua-dua (Mark 6:7-13).


5.3.              Contoh, bukan hanya Teori
Pengalaman pendampingan memperlihatkan kenyataan bahwa pendamping bukanlah boss atau atasan. Selajur dengan gagasan Tut Wuri Handayani-Ing Ngarso Sun Tulodo-Ing Madyo Mangun Karso dari Ki Hajar Dewantara (memberi dorongan dari belakang, di antara para murid harus menciptakan karsa, di depan harus memberikan teladan), atau dalam kearifan lokal Manggarai (local wisdom): toing, titong, tunti (mengajarkan, mendampingi dan mencontohi), seorang pendamping adalah model bagi yang didampingi.
Bekerja dalam tim mengandaikan saling melayani. Dan dalam saling melayani ada kasih. Hal ini sama dengan pesan Yesus kepada murid-muridNya: “kamu diketahui sebagai muridKu jikalau kamu saling mengasihi” (Yoh 13:35).

6. Penutup

Membahas secara lengkap, holistic tentang model pendampingan orang muda adalah sebuah diskursus yang penuh dinamika. Sebuah model untuk satu zaman tertentu belum pasti cocok untuk zaman lain. Kisahan yang ditampilkan dalam teks ini lebih merupakan sebuah tawaran berbasis pengalaman nyata dalam kerja sama tiga tahun belakangan ini (2013-2016). Tentu, sebagai sebuah pengungkapan atas pengalaman, apa yang tersaji di sini sangatlah terbatas.
Namun pengalaman ini juga menjadi jejak-jejak kebersamaan dengan orang muda dalam lintasan waktu tertentu, menjadi sebuah sejarah perjalanan yang tidak mudah sekaligus membawa banyak hikmah untuk dipikirkan sebagai sebuah fokus pastoral orang muda dari gereja lokal. Sangat nyata bahwa kerja-kerja bersama orang muda ini sebuah kerja keras yang membutuhkan banyak energy.
Pengalaman selama tiga tahun ini menjadi sebuah refleksi yang terus menerus dipertajam seraya melahirkan komitmen baru untuk membentuk orang muda yang cerdas, kreatif, inovatif demi sebuah masyarakat yang kita cita-citakan (imagine community) yang nyaman, sejahtera, adil dan makmur. Sebuah keselamatan yang bukan tunggu nanti (parousia) melainkan mulai dari saat ini dan di sini (hic et nunc).




Referensi

Dokumen, Buku dan Artikel:

Alkitab, Jakarta: LAI, 1995.

AM. Mangunharjana, Pendampingan Kaum Muda-Sebuah Pengantar.
Yogyakarta: Kanisius, 1986.

Benny Sabdo, Kiprah Tokoh Katolik Indonesia. Yogyakarta: Kanisius, 2016.

Shelton Charles, Spiritualitas Kaum Muda. Yogyakarta: Kanisius, 1987.

Cosmas Batubara: Sebuah Otobiografi Politik. Jakarta:Penerbit Buku Kompas, Maret 2007.

Frans M. Parera (penyunt.), Pribadi-pribadi Pembuka Cakrawala. Jakarta:
Buku Kompas, 2000.

JB. Soedarminta, Pater Beek SJ-Larut Tetapi Tidak Hanyut. Jakarta: Obor, 2008.

John Mansford Prior, “Antara Monarki dan Demokrasi: Melacak Jejak Laku Hirarki Gereja
 40 Tahun Terakhir” dalam: Paul Budi Kleden, et. al., Allah Menggugat Allah
Menyembuhkan. Maumere: Ledalero, 2012.

Kanisius T. Deki, Makna dan Tujuan Hidup Manusia. Ruteng: LKPD, 2015.

Mikhael Dua, et. al., Politik Katolik-Politik Kebaikan Bersama. Jakarta: Obor, 2008.

Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia, 2014.

Muhamad Ali dan Mohamad Asrori, Psikologi Remaja-Perkembangan Peserta Didik.
        Jakarta: Bumi Aksara, 2011.

Richardus Djokopratono, Rufinus Lahur dan FX. Oerip Soedjoet, Memoar Alumni Pemuda
        Katolik-Rangkaian Pengalaman dan Refleksi. Jakarta: Obor, 2010.

Robert Hardawiryana (penterj.), Dokumen Konsili Vatikan II. Jakarta: Obor, 1993.




Berita Koran:

Berita kegiatan dimuat di Harian Umum Flores Pos edisi Desember 2013.
Berita kegiatan dimuat di Harian Umum Pos Kupang edisi Agustus 2014.
Berita kegiatan dimuat di Harian Umum Pos Kupang edisi Oktober-November 2015.
Berita kegiatan dimuat di Harian Umum Pos Kupang edisi Oktober 2016.


Website Internet:

www.Liputan6.com: Ahok Tidak Bersalah.
www.wikipedia.org: ISIS dan Al-Qaedah.
http://www.floresa.co/2014/07/20/kongres-pemuda-manggarai-raya-sebuah-latar-belakang/. Diakses 15 Novemver 2016.
ttp://kupang.tribunnews.com/2014/08/18/kongres-pemuda-manggarai-raya. Diakses 15 November 2016.
http://www.kompasiana.com/arminbell/anak-tanah-menggelar-kongres-pemuda-manggarai-raya_54f6015fa3331169168b466c. Diakses 15 November 2016.
http://belladedeldillahanif.blogspot.co.id/2012/04/pengertian-generasi-muda.html. Diakses 12 November 2016.


[1] www.wikipedia.org: The Islamic State of Iraq and the Levant (ISIL, IPA /ˈaɪsᵻl/), also known as the Islamic State of Iraq and Syria (ISIS, /ˈaɪsᵻs/), Islamic State (IS), and by its Arabic language acronym Daesh (Arabic: داعش‎‎ dāʿish, IPA: [ˈdaːʕɪʃ]), is a Salafi jihadist militant group that follows a fundamentalist, Wahhabi doctrine of Sunni Islam. Its adoption of the name Islamic State and its idea of a caliphate have been widely criticised, with the United Nations, various governments, and mainstream Muslim groups rejecting its statehood.
This group has been designated a terrorist organisation by the United Nations and many individual countries. ISIL is widely known for its videos of beheadings of both soldiers and civilians, including journalists and aid workers, and its destruction of cultural heritage sites. The United Nations holds ISIL responsible for human rights abuses and war crimes, and Amnesty International has charged the group with ethnic cleansing on a "historic scale" in northern Iraq.
ISIL originated as Jama'at al-Tawhid wal-Jihad in 1999, which pledged allegiance to al-Qaeda and participated in the Iraqi insurgency following the 2003 invasion of Iraq by Western forces. The group first proclaimed itself a worldwide caliphate and began referring to itself as Islamic State (الدولة الإسلامية ad-Dawlah al-Islāmiyah) or IS in June 2014. As a caliphate, it claims religious, political and military authority over all Muslims worldwide.
ISIL gained prominence in early 2014 when it drove Iraqi government forces out of key cities in its Western Iraq offensive, followed by its capture of Mosul and the Sinjar massacre. In Syria, the group has conducted ground attacks on both government forces and opposition factions. By December 2015, the Islamic State ranged over vast landlocked territory in western Iraq and eastern Syria, with a population estimate ranging between 2.8 million and 8 million people, where it enforces its interpretation of sharia law. ISIL is now believed to be operational in 18 countries across the world, including Afghanistan and Pakistan, with "aspiring branches" in Mali, Egypt, Somalia, Bangladesh, Indonesia and the Philippines.

[2] www.wikipedia.org: Al-Qaeda (/ælˈkaɪdə/ or /ˌælkɑːˈiːdə/; Arabic: القاعدة‎‎ al-qāʿidah, Arabic: [ælqɑːʕɪdɐ], translation: "The Base", "The Foundation" or "The Fundament" and alternatively spelled al-Qaida, al-Qæda and sometimes al-Qa'ida) is a militant Sunni Islamist multi-national organization founded in 1988 by Osama bin Laden, Abdullah Azzam, and several other Arab volunteers who fought against the Soviet invasion of Afghanistan in the 1980s. It operates as a network made up of Islamic extremist, Salafist jihadists. It has been designated as a terrorist group by the United Nations Security Council, the North Atlantic Treaty Organization (NATO), the European Union, the United States, Russia, India, and various other countries (see below).
Al-Qaeda has mounted attacks on civilian and military targets in various countries, including the 1998 U.S. embassy bombings, the September 11 attacks, and the 2002 Bali bombings. The U.S. government responded to the September 11 attacks by launching the "War on Terror". With the loss of key leaders, culminating in the death of Osama bin Laden, al-Qaeda's operations have devolved from actions that were controlled from the top down, to actions by franchise associated groups and lone-wolf operators. Characteristic techniques employed by al-Qaeda include suicide attacks and the simultaneous bombing of different targets. Activities ascribed to it may involve members of the movement who have made a pledge of loyalty to bin Laden, or the much more numerous "al-Qaeda-linked" individuals who have undergone training in one of its camps in Afghanistan, Pakistan, Iraq or Sudan. Al-Qaeda ideologues envision a complete break from all foreign influences in Muslim countries, and the creation of a new caliphate ruling over the entire Muslim world.
Among the beliefs ascribed to al-Qaeda members is the conviction that a Christian–Jewish alliance is conspiring to destroy Islam. As Salafist jihadists, they believe that the killing of non-combatants is religiously sanctioned, but they ignore any aspect of religious scripture which might be interpreted as forbidding the murder of non-combatants and internecine fighting. Al-Qaeda also opposes what it regards as man-made laws, and wants to replace them with a strict form of sharia law.
Al-Qaeda has carried out many attacks on targets it considers kafir. Al-Qaeda is also responsible for instigating sectarian violence among Muslims.] Al-Qaeda leaders regard liberal Muslims, Shias, Sufis and other sects as heretics and have attacked their mosques and gatherings. Examples of sectarian attacks include the Yazidi community bombings, the Sadr City bombings, the Ashoura massacre and the April 2007 Baghdad bombings.
Since the death of bin Laden in 2011 the group has been led by the Egyptian Ayman al-Zawahiri.

[3] Liputan6.com, Jakarta: Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Syafi'i Ma'arif menilai Gubernur DKI non aktif Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok tidak melakukan penghinaan terhadap Al-Qur'an saat kunjungan kerja ke Kepulauan Seribu 27 September 2016 lalu.
"Sekiranya saya telah membaca secara utuh pernyataan Ahok di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu yang menghebohkan itu," kata Buya Syafi'i dalam pernyataan tertulisnya, Senin (7/11/2016).
Ia mengaku tidak sempat mengikuti pendapat dan pernyataan sikap MUI. Namun belakangan ia baru membaca isi pendapat dan pernyataan MUI itu dari internet.
Syafii pun menyayangkan isi fatwa yang dikeluarkan MUI tersebut. Harusnya, kata dia, MUI dapat lebih bijaksana membuat fatwa dan melalui pertimbangan yang matang.
"Semua berdasarkan Fatwa MUI yang tidak teliti itu, semestinya MUI sebagai lembaga menjaga martabatnya melalui fatwa-fatwa yang benar-benar dipertimbangkan secara jernih, cerdas, dan bertanggung jawab," jelas dia.
Ia berharap masyarakat tidak emosional menyikapi beredarnya video Ahok. Menurut dia, jika diperhatikan seksama tidak ada ucapan Ahok yang menghina agama apalagi kitab suci.
"Kan kata-katanya begini, jadi jangan percaya sama orang. Kan bisa aja dalam hati kecil bapak ibu gak bisa pilih saya, karena dibohongin pakai Surat Al-Maidah 51 macem-macem itu. Perhatikan, apa terdapat penghinaan Al-Qur'an? Hanya otak sakit saja yang kesimpulan begitu," kata dia.
Syafii menilai dalam pidato itu, [Ahok ](Ahok "")hanya bermaksud menjelaskan adanya sebagian orang yang mempunyai maksud jahat dengan menggunakan ayat di kitab suci. Ahok sama sekali tidak mengatakan surat Al-Maidah 51 itu bohong.
"Yang dikritik Ahok adalah mereka yang menggunakan ayat itu untuk membohongi masyarakat agar tidak memilih dirinya," Syafii menandaskan.

[4] Mikhael Dua, et. al., Politik Katolik-Politik Kebaikan Bersama (Jakarta: Obor, 2008), hal. 2.
[5] Benny Sabdo, Kiprah Tokoh Katolik Indonesia (Yogyakarta: Kanisius, 2016).
[6] Cosmas Batubara: Sebuah Otobiografi Politik (Jakarta:Penerbit Buku Kompas, Maret 2007).
[7] Richardus Djokopratono, Rufinus Lahur dan FX. Oerip Soedjoet, Memoar Alumni Pemuda Katolik-Rangkaian Pengalaman dan Refleksi (Jakarta: Obor, 2010), hal. 1.
[8] JB. Soedarminta, Pater Beek SJ-Larut Tetapi Tidak Hanyut (Jakarta: Obor, 2008), hal. 180-181.
[9] Frans M. Parera (penyunt.), Pribadi-pribadi Pembuka Cakrawala (Jakarta: Buku Kompas, 2000), hal. 28 dst.
[10] John Mansford Prior, “Antara Monarki dan Demokrasi: Melacak Jejak Laku Hirarki Gereja 40 Tahun Terakhir” dalam: Paul Budi Kleden, et. al., Allah Menggugat Allah Menyembuhkan (Maumere: Ledalero, 2012), hal. 102-103.
[11] AM. Mangunharjana, Pendampingan Kaum Muda-Sebuah Pengantar (Yogyakarta: Kanisius, 1986), hal. 21-22.
[14] http://www.floresa.co/2014/07/20/kongres-pemuda-manggarai-raya-sebuah-latar-belakang/. Diakses 15 Novemver 2016.
[15] ttp://kupang.tribunnews.com/2014/08/18/kongres-pemuda-manggarai-raya. Diakses 15 November 2016.
[21] Berita kegiatan dimuat di Harian Umum Flores Pos edisi Desember 2013.
[22] http://www.kompasiana.com/arminbell/anak-tanah-menggelar-kongres-pemuda-manggarai-raya_54f6015fa3331169168b466c. Diakses 15 November 2016.
[26] Bdk. http://belladedeldillahanif.blogspot.co.id/2012/04/pengertian-generasi-muda.html. Diakses 12 November 2016.
[29] Robert Hardawiryana (penterj.), Dokumen Konsili Vatikan II (Jakarta: Obor, 1993), hal. 509-636.
[30] Ibid., hal. 357.
[31] Ibid., hal. 317-336.
[33] Bdk. Muhamad Ali dan Mohamad Asrori, Psikologi Remaja-Perkembangan Peserta Didik (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), hal. 26-163.
[34] AM. Mangunharjana, op.cit., hal. 12-16.
[35] Shelton Charles, Spiritualitas Kaum Muda (Yogyakarta: Kanisius, 1987), hal. 17.
[36] AM. Mangunharjana, op.cit., hal. 26-27.
[37] Bdk. Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik (Jakarta: Gramedia, 2014), hal. 13.
[38] Bdk. AM. Mangunhardjana, op.cit., hal. 26.

[39] Kanisius T. Deki, Makna dan Tujuan Hidup Manusia (Ruteng: LKPD, 2015), hal. 43-44.