Saturday 7 May 2016

SEORANG LELAKI DENGAN BOTOL MADU DI TANGANNYA




Cerpen Kanisius Teobaldus Deki

1
Sering sekali  aku dengar pernyataan, “perjalanan itu menyenangkan!” Aku tidak percaya. Mengapa? Pernyataan itu sering berlawanan dengan kenyataanku. Apalagi jika bepergian dengan mama. Aku ini menjadi sasaran. Tentu menjadi perawat pribadi selama perjalanan. Betapa tidak, mama sering pusing, mual lalu berakhir muntah. Dari sekedar air bening sampai…ya…tak usah disebutlah… Bisa dibayangkan, bila di dalam bis travel  duduk bersebelahan dengan pemuda yang cakep lalu punya tugas tambahan mengurus mama dengan “oleh-oleh” yang tidak biasa ini.
“Ayolah Rin, kenapa kamu menolak pergi sama mama? Ini kan pesta perkawinan sepupumu”, ajak mama senja tiga hari yang lalu.
“Ih, mama, tidak pergi dengan aku kan, tidak masalah. Mama pergi saja sendiri. Lagian aku kan ada kerjaan di sini”, alasanku menolak secara halus.
“Iya, kan mama tidak enak pergi sendiri. Bagusan dengan kamu. Apalagi papamu belum pulang. Kakakmu sibuk urusan kerja. Kan kamu bisa ikut mama bersama cucuku Richard”, kata-kata mama mengalir tanpa putus. Aku terdiam sejenak.
“Tapi ada syaratnya!”, suaraku sengaja kukeraskan.“Jangan mabuk!”. Kulihat mama agak tersentak.
“Okelah kalau begitu, mama senang, yang panting kamu mau pergi bersama Ichard”, mama terlihat senang. Memang sejak kepergian suamiku ke negeri abadi, mamalah yang paling sering memberikan kekuatan dan peneguhan. Beliau selalu menghibur.

2
Ternyata benar. Selama perjalanan Labuan Bajo hingga Ruteng, mama baik-baik saja. Bahkan terkesan menikmati perjalanan. Sesekali beliau mengabdikan beberapa moment dengan kamera hand phone Nokia kesayangannya. Pernah kami bersenda gurau di rumah tentang hand phonenya. Menurut kami, anak-anak bisa membeli yang lebih baik. Mama menolak.
“HP ini memiliki lensa Carl Seis. Ini lensa yang bagus. Lihat foto-foto yang mama ambil hasilnya bagus”. Tetapi kami semua hakul yakin, alasan sebenarnya ialah bahwa mama mau tampil sederhana.
“Asal bisa bicara dengan kalian. Dengan semua cucu mama. Itu sudah cukup. Soal jenis, merk apalagi seri hanyalah tambahan”, demikian ungkap mama suatu ketika. Mama memang seorang pribadi yang tangguh dalam prinsip. Walau terbilang cantik beliau tetap sederhana. Kesederhanaan itulah yang membuatnya selalu menawan. Rupanya itulah sebabnya papa kami jatuh cinta padanya.

3
Pesta yang semarak telah berlalu. Kemeriahaan dan keindahannya tinggalah kenangan. Hari ini kami bertiga harus kembali. Ya, hampir tanpa terasa kami sudah berada dalam bis travel lagi. Sebuah perjalanan pulang yang kuduga-duga: menyenangkan. Kulihat ekspresi mama juga puas. Bertemu kembali dengan sahabatnya di kota Ruteng. Bersenda gurau bertukar cerita tentang masa yang telah lewat. Benar-benar sebuah perjumpaan yang enggan untuk diakhiri.
Bis travel menjemput penumpang dari rumah ke rumah. Menurut sopir penumpangnya hanya berlima dari 12 kursi yang tersedia. “Sekarang musim sepi”, katanya memberi informasi. “Oh, berarti tinggal satu orang karena satunya sudah masuk”, demikian spontan logikaku membilang. Entah mengapa aku penasaran tentang penumpang terakhir. Sejenak bis berhenti. Seorang lelaki memanggul ranselnya. Juga sebuah tas jinjingan. Rupanya lelaki ini akan bepergian jauh. Tak ada yang menghantar. Apalagi melambaikan tangan dengan ucapan: daaaa!
Lelaki itu masuk. Dengan senyuman yang dikulum dalam rapatan bibirnya yang indah, terlihat jelas lelaki ini peramah. Ia menyapa kami dengan seluruh dirinya. Sebuah gestikulasi yang datang dari kedalaman…
“Hei Dek, nama kamu siapa?”, tanyanya kepada Richard anakku. Anakku tak segera menyahut.
“Ditanya om tuh, masa Ichard tidak mau jawab?”, sergahku agak kesal.
“Ichard om…”, akhirnya suara anakku keluar juga. Aku yang lega. Setidaknya aku menepis anggapan, mamanya seolah tidak bisa ajarin anaknya berkomunikasi.
“Oi, nama yang bagus…cocok untuk anak seganteng ini…”, tanggapnya.
“Ke Labuan Bajo ya?”, pertanyaan itu diarahkannya kepadaku.
“Ia kak…Kakak juga?” tanyaku kepadanya. Lalu dia mengangguk sambil tersenyum. Tak ada kata-kata yang bisa dilanjutkan. Semua hening dalam pikiran masing-masing. Tiba-tiba mama menoleh ke arahku, “Rin, mama pusing, sepertinya lambung mama kambuh deh…” Wah, gawat nih, pikirku. Tidak menunggu lama, mama sepertinya mau memuntahkan sesuatu.
“Om Sopir, tolong pinggirkan kendaraan. Ibu ini butuh pertolongan”, demikian suara lelaki itu. Sopir mengikutinya. Lalu lelaki itu tanpa diminta mau menolong mama.
“Bu, minumlah madu ini barang dua tutupan. Jika lambung ibu akut, ini bisa menolong”, katanya sambil membuka tutupan botol madunya. Mama dan aku menerima begitu saja tanpa pikir panjang. Yang penting mama baik-baik saja. Lelaki itu bicara sama sopir. Entah apa isinya. Yang jelas kami berhenti sekitar 15 menit. Kami berjalan kembali setelah mama agak baikan.
“Kak, memangnya madu obat yang mujarab untuk lambung?”, tanyaku asal.
“Madu punya banyak manfaat, Dek. Madu merupakan zat yang mampu melakukan reaksi alkali. Reaksi ini bisa menetralisasi asam dengan cara membentuk garam”, jelasnya.
“Saya pernah dengar dan baca soal itu kak”, kataku menimpali.
“Itulah sebabnya, madu merupakan obat utama yang mampu menetralkan asam lambung dan penyakit yang ditimbulkannya, seperti infeksi lambung dan usus dua belas jari”. Luar bisaa! Apakah lelaki ini seorang dokter? Perawat? Apoteker? Aku tidak bisa memastikannya.
“Waktu yang tepat mengonsumsinya kak?”, tanyaku bersemangat.
“Ya, lebih baik kalau perut dalam keadaan kosong dari makanan”, jawabnya. Sesekali mata kami beradu pandang. Ai, semacam ada kilatan cahaya yang membenturkan rasa suka kami.

4
Malam ini rasanya mata tak mau terpejam. Richard sudah mengorok. Kukira mama juga sama. Aku melangkahkan kaki menuju teras. Melihat cahaya lampu yang terpendar di lautan yang dipenuhi kapal. Labuan Bajo di waktu malam adalah sebuah pesona nirwana, begitulah selalu kata teman-temanku yang menyinggahi tempat ini. Terus terang, perjalanan kali ini sungguh menyenangkan. Berbicara dengan seseorang yang tidak hanya cerdas tetapi memiliki hati yang peduli.
“Hei, kamu belum tidur Rin? Ah, mama tahu apa yang terjadi padamu nak!”
“Ae, mama ini ada-ada sa…” aku berusaha menghindar.
“Kamu sedang mengenang laki-laki itu kan? Mama mengikuti kalian bercakap-cakap. Ada kesan bahwa kamu menyukainya atau bahkan jatuh cinta padanya…”
“Mama???”, aku mengelak.
“Mama tahu, mama kenal anak mama…” mama mendesak.
“Ya, mama, dia sudah pergi. Namun dia akan tetap hidup di sini. Bukankan mengingat adalah usaha mengenangnya? Jika dia sudah ada dalam ingatan, bukankah itu berarti abadi?”, aku bersemangat. Mama hanya tersenyum. Malam ini hening dalam keindahan sebuah kenangan, walau tanpa mengetahui nama, status atau nomor kontaknya.***


Gardena Hotel, 14 Juni 2014

(Dipublikasikan pertama oleh Harian Umum Pos Kupang)

2 comments:

  1. Ayo bosku Semuanya,
    Yuk iseng bermain game untuk mendapatkan uang tambahan setiap harinya Hanya di arena-domino.vip
    Modal Kecil Dapat Puluhan Juta ^^
    Bareng saya dan teman-temanku yang cantik-cantik loh !
    Info Situs www.arena-domino.vip
    yukk di add WA : +855964967353

    ReplyDelete