Monday 28 March 2016

Melawan Pemiskinan Rentenir Berwajah “Koperasi” - Catatan Reflektif RAT XV Kopkardios



Kanisius Teobaldus Deki
Sekretaris Pengurus Kopkardios, Dosen STKIP St. Paulus



Tatkala membaca berita media ini (Flores Pos) bulan Januari-April setiap tahun, tentang pelaksanaan Rapat Anggota Tahunan (RAT) Koperasi Kredit (Kopdit) di NTT, ada dua kesan yang mendalam. Pertama, berita itu menghadirkan harapan akan perbaikan ekonomi masyarakat. Kopdit menjadi salah lembaga keuangan yang dalam banyak hal membantu masyarakat kelas bawah. Selain itu, yang kedua, ada ironi dalam kenyataan ini. Provinsi yang menjadikan Kopdit sebagai salah satu jargonnya belum juga maksimal mengentaskan kemiskinan secara total. Hingga Maret 2015, penduduk Nusa Tenggara Timur  yang miskin sebanyak 1.159,84 ribu orang (22,61 persen). Jumlah ini meningkat 168 ribu orang bila dibandingkan pada September 2014 hanya berjumlah 991,88 ribu orang atau 19.60 persen dari total penduduk (Antaranews, 16/09/2015).  Pertanyaan yang mengemuka dari kenyataan ini, seberapa besar peran Kopdit membantu pengentasan kemiskinan di wilayah ini? Pertanyaan ini menjadi sulit persis pada saat yang sama Kopdit dihadapkan dengan rentenir baru berwajah “koperasi harian”.
Artikel ini memperlihatkan kenyataan kontradiksi antara maksud baik hadirnya Kopdit dan hadirnya rentenir-rentenir dengan nama koperasi seraya berusaha menemukan jalan keluar terbaik.


Spirit Awal Kopdit
Awal mula, koperasi kredit (Kopdit) dimaksudkan untuk membantu orang miskin. Adalah wali kota Flammers Field-Jerman, Friedrich Wilhelm Raiffeisen berefleksi bagaimana menolong orang miskin. Raiffeisen merasa prihatin dan ingin menolong kaum miskin yang lapar dan telah di-PHK perusahaannya. Mula-mula ia mengundang orang-orang kaya untuk menggalang bantuan dan berhasil mengumpulkan uang dan roti, kemudian dibagikan kepada kaum miskin. Dalam perjalanan ditemukan ternyata derma tak memecahkan masalah kemiskinan. Kemiskinan datang dari cara berpikir yang keliru. Sikap hidup yang boros, bergantung pada pihak lain merupakan sebab lain kemiskinan.
Raiffeisen berpendapat bahwa kesulitan si miskin hanya dapat diatasi oleh orang miskin itu sendiri. Orang miskin harus mengumpulkan uang secara bersama-sama dan kemudian meminjamkan kepada sesama mereka juga. Pinjaman harus digunakan untuk tujuan yang produktif yang memberikan penghasilan. Jaminan pinjaman adalah watak para peminjam. Itulah cikal bakal dari kelahiran koperasi bernama Credit Union (CU) artinya, kumpulan orang-orang yang saling percaya. Motto yang menguat, “the poor helping the poor.”


Melawan Rentenir Berwajah Koperasi
Berlawanan dengan spirit awal Kopdit besutan Raiffesen, kehadiran “Koperasi Harian” sungguh meresahkan masyarakat. Bunga yang tinggi (20%-40%), sistem pelayanan yang beraroma kekerasan dan ancaman serta penyitaan adalah kenyataan yang sering dikeluhkan masyarakat pengguna (user). Dari sisi bunga pinjaman saja jelas kelihatan bahwa sistem keuangan semacam ini mencekik orang yang membutuhkan jasa keuangan mereka. Akibatnya, yang miskin tambah dipermiskin lagi dan menciptakan orang miskin baru melalui utang pinjaman yang sering sulit dibayar kembali.
Bagaimana mengatasi hal ini? Pertama, membangun kesadaran dalam diri peminjam bahwa sistem peminjaman uang semacam ini tidak wajar dalam bisnis keuangan yang standar. Selain itu, masyarakat tidak mudah terprovokasi ke dalam budaya instan untuk mendapatkan uang namun memperberat peminjam pada akhirnya. Dalam ranah inilah, peran Kopdit melaksanakan sosialisasi dan pendidikan kepada masyarakat sangat urgen.
Kedua, peran pemerintah daerah. Kehadiran Koperasi Harian ditengarai makin kuat karena ketidakjelian dinas perkoperasian melakukan pemantauan terhadap semua koperasi yang ada dalam wilayah pengawasannya. Sikap tegas dibutuhkan masyarakat sebagaimana dilakukan dinas perkoperasian kabupaten Manggarai Timur, menangkap staf dari salah satu Koperasi Harian yang sudah meresahkan warganya (Pos Kupang, 22/01/2015). Sikap tegas itu, melindungi masyarakat dari pemahaman yang keliru tentang usaha perkoperasian.
Ketiga, Kopdit berusaha terus menerus untuk menciptakan produk keuangan yang memudahkan anggota masyarakat demi menjawabi kebutuhan mereka. Sebagai missal, untuk memenuhi kebutuhan petani, dijawab dengan pemberian pinjaman musiman. Setelah mereka menuai hasil, pinjaman baru dapat dibayar dengan bunga yang rendah.

Usaha Kopkardios
Hingga di tahun buku ke-15, Kopkardios telah setia melayani anggota untuk memenuhi kebutuhannya. Kopdit ini telah berusaha memberikan bunga rendah  untuk menjembatani keterjaminan adanya uang yang cukup untuk anggota yang berjumlah 8.371 orang. Dengan jumlah anggota terbanyak datang dari kalangan petani, nelayan, tukang dan ibu rumah tangga (62%) menyodorkan bukti bahwa Kopkardios berusaha dengan segenap hati memproteksi kelompok yang rentan terhadap rentenir.
Produk pinjaman musiman yang diberikan kepada petani dan nelayan menjadi salah satu andalan Kopkardios dalam melayani anggotanya. Selain itu, kerja sama dengan para pihak seperti Asosiasi Petani Kopi Manggarai (Asnikom) menjadi jalan lapang untuk membebaskan kelompok rentan ini dari para rentenir di level pertama. Dengan sebaran anggotanya yang hampir merata di desa-desa tiga wilayah kabupaten Manggarai Raya, Kopkardios melayani masyarakat yang jauh dari lembaga financial lain. Sebuah kesetiaan dan pilihan dasar (optio fundamentalis) untuk membantu masyarakat bebas dari belenggu rentenir yang masih membayangi kelompok rentan.*** 

(Dipublikasikan pertama oleh HU Flores Pos, 18 Maret 2016).

3 comments:

  1. Woah.
    Mantap pak, telah memberikan pencerahan.

    ReplyDelete
  2. Woah.
    Mantap pak, telah memberikan pencerahan.

    ReplyDelete
  3. Puskopdit menjadi garda depan pemberantasan Rentenir di Manggarai...

    ReplyDelete