Sunday 3 April 2011

Senja di Kota Reinha

(Penggalan Antologi Cerpen 1997-2003)

“Jika kamu pernah merasakan degup jantungmu berdebar keras saat merindukan diriku, hal yang sama telah terjadi padaku juga. Bukankah setiap deringan telepon adalah sebuah kemungkinan bahwa kau datang menyapaku? Bukankah sebuah keinginan coba ditanam dalam angan, sebuah harapan ada mimpi bertemu di setiap malam kehidupan kita?” aku larut dalam perasaan.

“Jadi?” reaksi spontanmu mulai muncul.
“Aku mencintaimu, Fransiska!” kataku pasti.

“Nick, setiap kali purnama pertama muncul, aku menatapnya dengan penuh kekaguman dan dengan sengaja kulekatkan harapanku padanya, agar di seberang sana, kau juga menatapnya. Lalu kutitipkan salam rinduku untukmu, kuberteriak….aku mencintaimu Nick, I love You, Nick….”

Senja di kota Reinha…., hampir usai. Lampu-lampu mulai menyala, memancarkan sinar yang terpendar, membias. Kegelapan kini mulai menjalari jagat. Kepekatan hampir datang. Tapi terang tetap meraja di sana. Ada asmara yang enggan berakhir di sanubari. Ada cinta yang tak mau memiliki batas di kedalaman jiwa….

3 comments:

  1. Apa yang tersaji dalam Antologi ini merupakan kumpulan cerita pendek yang pernah saya tulis dalam kurun waktu 1997-2003. Saya selalu memiliki banyak khayalan dan imaginasi atasnya. Saya cenderung berpikir bagaimana khayalan yang bagus bisa terbaca bukan saja lewat pikiran tetapi juga melalui tulisan.
    Sebenarnya cerita pendek (Cerpen) yang terkumpul ini selalu didahului oleh peristiwa tertentu. Lalu untuk mengabadikan peristiwa dan pengalaman yang membekas itu saya menulisnya dalam sebuah Cerpen dengan maksud agar pembaca merasakan detak makna terdalamnya atau juga menangkap arti tertentu dari kisah itu.

    ReplyDelete
  2. Misalnya, Cerpen dengan judul Di Batas Dendam, adalah Cerpen pertama saya yang dipublikasikan oleh Harian Umum Pos Kupang. Cerpen ini merupakan pergolakan batin saya berhadapan dengan kekerasan yang terjadi di Timor Timur pra Referendum. Kala itu, banyak teman dari Timor Leste (nama pasca Referendum) yang mengungkapkan derita mereka melalui sharing pengalaman di biara. Kekerasan tentara saat itu sangat mengerikan menyebabkan jutaan orang Timor Timur meninggal atau hilang begitu saja tanpa jejak.

    ReplyDelete
  3. Demikianpun Cerpen lain semisal Tergilas Angka Mimpi merupakan catatan kesal saya atas begitu banyak masyarakat di Manggarai yang terlibat dalam perjudian kupon putih. Atau juga Obituari yang menorehkan kesan mendalam dalam pertemuan pribadi saya dengan penjual Koran yang berjuang untuk memperoleh hidup yang lebih baik.
    Demikianpun Cerpen-cerpen yang lain memiliki sebuah latar sendiri dengan jalan cerita riilnya masing-masing. Hampir pasti, tidak cerita yang melulu hasil khayalan. Itulah sebabnya tokoh utama dalam Cerpen-cerpen ini adalah Nick, nama kecil dari saya sendiri.
    Walaupun Cerpen-cerpen ini boleh dikata masih merupakan sebuah karya sederhana, dengan setting dan perwatakan yang belum rumit, namun membukukannya merupakan keasyikan tersendiri, lebih-lebih demi membunuh waktu luang yang membosankan.
    Saya sangat berterima kasih pada Pos Kupang yang memberi saya ruang untuk mengisi kolom sastra pada media itu. Saya sangat suka karena kritik-kritik sosial yang saya sampaikan melalui Cerpen tersalurkan. Saya menilai redaktur Pos Kupang zaman itu sangat brilian menilai karangan yang masuk. Saya juga berterima kasih untuk kawan-kawan di majalah Ziarah, majalah yang saya dirikan: Aris, Judan, Cosmas, Vian, Gusty yang memberikan apresiasi bagi tulisan-tulisan saya kala itu.
    Akhirnya, antologi ini hanyalah sebuah fragmen yang menyatakan bahwa hidup ini adalah sebuah perjalanan yang perlu ditulis kembali untuk mengambil maknanya. Terima kasih untuk semua tokoh yang ada dalam antologi ini, kalian adalah sahabat yang tak mungkin saya lupakan.

    Senja, 15 Maret 2011

    (Harga Rp. 25.000,00 ditambah Ongkos Kirim, bisa dipesan melalui 0852 5335 5226).

    ReplyDelete